PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2
keluar darah dari jalan lahir ± 15 hari yang lalu dan beberapa
kali mengalami perdarahan berulang namun dapat berhenti
sendiri, sehingga keluarga membawa pasien untuk kontrol
kehamilan di polik kebidanan RSUD Serui, dari hasil USG di
dapatkan posisi janin letak lintang, 1 minggu kemudian keluarga
pasien membawa ke dukun untuk perutnya dipijit.
Menurut keterangan pasien masih dapat merasakan gerak
janin ± 2 hari yang lalu, namun gerakan janin dirasakan
semakin lama berkurang. Riwayat adanya trauma dialami pasien
1 bulan yang lalu, awalnya pasien naik perahu, sewaktu dalam
perjalanan perut bagian depan mengalami benturan yang agak
keras dengan dinding perahu, keluar darah dari jalan lahir
disangkal. Keputihan selama hamil (-), gatal (-), bau (-),
demam (-).
Hari Pertama Haid Terakhir : 09-12-2018,
Tafsiran Persalinan : 15-9-2019,
Usia Kehamilan: 30-31 Minggu.
Hipertensi (disangkal)
Diabetes Melitus (disangkal)
Penyakit Jantung (disangkal)
Asma (disangkal)
HIV (disangkal)
3
2.1.5. Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun
Siklus haid : teratur tiap bulan 28 hari
lama haid : 5-6 hari
nyeri haid : (disangkal)
G2P1A0
1. Spontan/ Rumah/ Dukun/ Laki-laki/ berat lahir lupa/ 2 tahun/
Hidup.
2. Hamil ini
4
2.2. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
KESADARAN GCS KEADAAN UMUM
Tanda Vital
Tekanan Denyut Laju Suhu Saturasi
Darah Nadi Nafas Tubuh Oksigen
(mmHg) (kali/menit) (kali/menit) (°C) (%)
80/50 114 20 36.5 99
Pemeriksaan Fisik
Kepala – Leher
Mata konjungtiva anemis (+/+)
sklera ikterik (-/-)
5
oral candidiasis (-)
6
2.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
HbSAg NR
7
4) O2 masker 6 liter/menit
5) Pasang Kateter
8
12) Dilakukan penjahitan dinding abdomen lapis demi lapis.
13) Dilakukan penjahitan peritoneum dengan vicryl 2-0
14) Dilakukan penjahitan fascia dengan vicryl 1.0 dengan teknik simple
continue.
15) Dilakukan penjahitan subkutis dengan vicryl 2.0 dengan teknik simple
continue.
16) Dilakukan penjahitan kulit dengan vicryl 2.0 dengan teknik
subcuticular.
17) Perdarahan durante operasi ± 250 cc.
18) Luka jahitan ditutup.
19) Operasi selesai.
9
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. PEMBAHASAN
10
Faktor risiko plasenta previa termasuk (Wardana dan
Karkata, 2007):
a. Riwayat plasenta previa sebelumnya
b. Riwayat seksio cesarea
c. Riwayat aborsi
d. Kehamilan ganda
e. Umur ibu yang telah lanjut, wanita lebih dari 35 tahun
f. Multiparitas
g. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim, sehingga
mempersempit permukaan bagi penempatan plasenta
h. Adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan seharusnya.
Misalnya dari indung telur setelah kehamilan sebelumnya
atau endometriosis.
i. Adanya trauma selama kehamilan
j. Sosial ekonomi rendah/gizi buruk, patofisologi dimulai dari
usia kehamilan 30 minggu segmen bawah uterus akan
terbentuk dan mulai melebar serta menipis
k. Mendapat tindakan kuretase.
2. Solusio plasenta
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial,
sindroma preeklamsia dan eklamsia . Pada
penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat
hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta
berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi
tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik,
sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
Dapat terlihat solusio plasenta cenderung
11
berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu
(2,3)
.
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
- Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat
pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau
tindakan pertolongan persalinan.
- Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan
lain-lain.
Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika
Serikat diketahui bahwa trauma yang terjadi pada
ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain)
merupakan penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus
solusio plasenta (9). Di RSUPNCM dilaporkan 1,2%
kasus solusio plasenta disertai trauma (5).
12
solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur
ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua
umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi
menahun (1,2,3,5).
13
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis
ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa
resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan
berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat
solusio plasenta sebelumnya (3).
a. Anamnesis
1. Plasenta Previa
Terjadi perdarahan pada kahamilan sekitar 28
minggu.
Sifat perdarahan:
- Tanpa rasa nyeri
- Tanpa sebab yang jelas.
- Dapat berulang.
Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu
maupun janin dalam rahim.
14
2. Solusio Plasenta
Nyeri perut, kadang-kadang pasien dapat
menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.
Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat
hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent)
terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan
darah yang berwarna kehitaman .
Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa
pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak
bergerak lagi).
Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat,
mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis
yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang
keluar pervaginam.
Ibu dapat menceritakan trauma dan faktor
kausal yang lain.
b. Palpasi
1) Plasenta Previa
Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan
tuanya kehamilan.
2) Solusio Plasenta
Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan
tuanya kehamilan.
Uterus tegang dan keras seperti papan yang
disebut uterus in bois (wooden uterus) baik
waktu his maupun di luar his.
Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut
(uterus) tegang.
15
c. Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan
berasal dari ostium uteri eksternum atau dari ostium uteri internum,
adanya plasenta previa harus dicurigai. (2)
d. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan
radiografi, radioisotope, dan ultrasonografi. Ultrasonografi
penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat,
tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak
menimbulkan rasa nyeri. Pemeriksaan ultrasonografi, dengan
pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak
tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 2 cm disebut plasenta
letak rendah. Pada solusio plasenta terlihat daerah terlepasnya
plasenta. (1)
e. Diagnosis plasenta previa secara definitif
Dilakukan dengan Pemeriksaan Dalam Meja Operasi (PDMO)
yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan
serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan
anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya
menentukan diagnosis. (1)
3. Syok Hipovolemik
Gejala klinik syok hipovolemik tergantung perdarahan yang
terjadi mulai dari ringan sampai berat. Derajat syok hipovolemik
berdasarkan adanya perdarahan dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
16
Klasifikasi Perdarahan
Kelas Jumlah Perdarahan Gejala Klinik
Tekana darah dan nadi normal
I 15% (Ringan)
Tes Tilt (+)
Takikardi-Takipnea
Tekanan nadi < 30 mmHg
II 20-25% (sedang)
Tekanan darah sistolik rendah
Pengisian darah kapiler lambat
Kulit dingin, berkerut, pucat
Tekanan darah sangat rendah
III 30-35% (Berat) Gelisah
Oliguria (<30 ml/jam)
Asidosis metabolic (pH < 7.5)
Hipertensi berat
IV 40-45% (sangat berat) Hanya nadi karotis yang teraba
Syok ireversibel
Pentalaksanaan
1. Plasenta Previa
17
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
Penanganan berupa:2
2) Terapi aktif
18
secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Cara
menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa:
a. Sectio caesaria
(4) Plasenta previa paada pasien dengan panggul sempit, atau pada
kejadian letak lintang.6
b. Melahirkan pervaginam.
19
rendah, namun bila ada pembukaan pada primigravida telah
terjadi pembukaan 4 cm atau lebih. Juga dapat dilakukan pada
plasenta previa lateralis/marginalis dengan janin yang sudah
meninggal.5
20
2. Solusio Plasenta
21
3. Syok Hipovolemik
Jika terjadi syok, tindakan yang harus segera dilakukan adalah (Tanjung,
2009):
a. Cari dan hentikan segera sumber perdarahan.
b. Bersihkan saluran nafas dan beri oksigen atau pasang selang
endotrakheal.
c. Naikkan kaki ke atas untuk meningkatkan aliran darah ke sirkulasi
sentral.
d. Pasang 2 set infus atau lebih untuk transfusi, cairan infus dan obat-
obat IV bagi pasien yang syok.
e. Kembalikan volume darah dengan:
i. Darah segar (whole blood) dengan cross matched dari grup
yang sama
ii. Larutan kristaloid: ringer laktat, larutan garam fisiologis
atau glukosa 5%. Larutan ini mempunyai waktu paruh yang
pendek dan pemberian yang berlebihan menyebabkan
edema paru.
iii. Larutan koloid: dekstran 40 atau 70, fraksi protein plasma
atau plasma segar.
Terapi obat-obatan
iv. Analgesik: morfin 10-15 mg IV jika ada rasa sakit,
kerusakan jaringan atau gelisah
v. Kortikosteroid: hidrokortison 1 g atau dexamethasone 20
mg IV pelan. Cara kerjanya masih kontroversial; dapat
menurunkan resistensi perifer dan meningkatkan kerja
jantung dan meningkatkan perfusi jaringan.
vi. Sodium bikarbonat: 100 mEq IV jika terdapat asidosis
vii. Vasopresor: untuk menaikan tekanan darah dan
mempertahankan perfusi renal. Dopamin 2,5 mg/kg/menit
IV menjadi pilihan utama.
Monitoring
- Central venous pressure (CVP) normal 10-12 cm air
22
- Nadi
- Tekanan darah
- Produksi urine
- Tekanan kapiler paru, normal 6-18 Torr
- Perbaikan klinik: pucat, sianosis, sesak, keringat dingin,
dan kesadaran
4. IUFD
USG
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasound, dimana
tidak tampak adanya denyut jantung janin
3.1.3. Bagaimana edukasi yang tepat pada kasus ini agar tidak terulang
kembali?
23
dan menyarankan kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan
yang besar untuk ibu. Serta memberikan edukasi tentang pentingnya
pengawasan antenatal pada ibu hamil sebagai cara untuk mengetahui atau
menanggulangi perdarahan antepartum terutama pada usia kehamilan
trimester 3.
24
BAB IV
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
1. Pada pasien ini diagnosis yang sudah tepat namun kurang lengkap dalam
hal faktor penyebab dari Perdarahan Anterpartum tersebut karena
prosedur dalam menegakkan diagnosis tidak dilakukan sepenuhnya
seperti pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri, pemeriksaan inspekulo, dan
USG sehingga pada diagnosis awal tidak diketahui dari mana asal
perdarahan dan apa penyebab dari Perdarahan Antepartum tersebut.
2. Pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Ante Natal Care yang teratur
dan efektif sangat dibutuhkan untuk mengetahui kesejahteraan janin
untuk mendeteksi penurunan kesejahteraan janin dan komplikasi pada
ibu dapat dihindari.
3. Pada kasus ini, dilakukakan Sectio Caesarean karena telah terjadi kondisi
yang mengancam jiwa ibu dan kemaungkinan fetal death. Dilahirkan
bukan secara pervaginam karena belum dapat disingkirkan bahwa
penyebab dari Perdarahan Antepartum serta tidak dilakukan pemeriksaan
dalam sehingga tidak diketahui juga apakah pembukaan serviks telah
lengkap.
5.2 SARAN
1. Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan Ante Natal
Care secara teratur di RS atau Bidan.
2. Pemeriksaan USG selama kehamilan, untuk mendeteksi dini adanya
kelainan pada kehamilannya dan untuk pemantauan kesejahteraan janin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC.
Obstetrical Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 21 th edition. Prentice Hall
International Inc Appleton. Lange USA. 2001; 819-41.
25
2. Faiz AS and Ananth CV. 2003. Etiology and Risk Factors For Placenta
Previa: An Overview and Meta-analysis Of Observational Studies. Journal
of MaternalFetal and Neonatal Medicine. 13: 175–190.
3. Johnson LG, Sergio F and Lorenzo G. 2003. The Relationship Of Placenta
Previa and History Of Induced Abortion. International Journal of
Gynaecology and Obstetrics. 81(2): 191–198.
4. Oyelese Y and Smulian JC. 2006. Placenta previa, placenta accreta, and
vasa previa. Obstetrics and Gynecology. 107(4): 927–941.
5. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2010.
6. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R
Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams.
Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.
7. Scearce J and Uzelac PS. 2007. Third-trimester vaginal bleeding. In: AH
DeCherney et al. (eds). Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and
Gynecology, 10th ed. New York: McGraw-Hill, pp: 328-341.
26