Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Angka Kematian Ibu (AKI) sebagai salah satu indikator suatu


negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat dewasa ini masih tinggi di Indonesia bila dibandingkan dengan
negara ASEAN lainnya. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2002/2003 AKI adalah 307 kelahiran hidup atau setiap
jam terdapat dua ibu meninggal dunia oleh sebab yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan dan nifas (Depkes, 2005). Sementara tahun 2007
sampai sekarang AKI adalah 262 per 100.000 kelahiran hidup (Santoso,
2007). Kegawatdaruratan obstetri bertanggung jawab pada 70,6%
kematian ibu dan 86% kematian perinatal.
Kasus gawatdarurat obstetri apabila tidak segera ditangani akan
berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan janinnya. Dari
sisi obstetri empat penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir
ialah 1) perdarahan; 2) infeksi dan sepsis; 3) hipertensi dan
preeklampsia/eklampsia; 4) distosia. Kesalahan ataupun kelambatan dalam
menentukan kasus yang dihadapi dapat berakibat fatal.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Apa penyebab terjadinya perdarahan pada kasus ini?


2. Bagaimana diagnosa yang tepat pada kasus ini?
3. Bagaimana edukasi yang tepat untuk kasus ini agar tidak terulang
kembali?
4. Bagaimana rujukan yang tepat pada kasus ini?

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS PENDERITA

Nama Inisial : Ny. MR


Umur : 26 tahun
Tanggal Lahir : 7 November 1992
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Hamadi Pantai
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Suku Bangsa : Serui – Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : menikah SAH
No. DM : 466026
Tanggal MRS / Jam : 02 Juli 2019 / 09.45 WIT

1.1 ANAMNESIS (Alloanamnesa dan Autoanamnesa)


2.1.1. Keluhan Utama

Pasien datang dibawa keluarganya dalam keadaan tidak


sadarkan diri setelah keluar darah dari jalan lahir dalam jumlah
yang banyak sejak ± 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit.

2.1.2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien Hamil 7 Bulan datang dibawa oleh keluarganya ke


IGD Kebidanan RSUD Dok 2 dalam keadaan tidak sadarkan diri
setelah keluar darah dari jalan lahir dalam jumlah yang banyak
sejak ± 1 jam SMRS. Menurut keluarga, pasien sering mengeluh

2
keluar darah dari jalan lahir ± 15 hari yang lalu dan beberapa
kali mengalami perdarahan berulang namun dapat berhenti
sendiri, sehingga keluarga membawa pasien untuk kontrol
kehamilan di polik kebidanan RSUD Serui, dari hasil USG di
dapatkan posisi janin letak lintang, 1 minggu kemudian keluarga
pasien membawa ke dukun untuk perutnya dipijit.
Menurut keterangan pasien masih dapat merasakan gerak
janin ± 2 hari yang lalu, namun gerakan janin dirasakan
semakin lama berkurang. Riwayat adanya trauma dialami pasien
1 bulan yang lalu, awalnya pasien naik perahu, sewaktu dalam
perjalanan perut bagian depan mengalami benturan yang agak
keras dengan dinding perahu, keluar darah dari jalan lahir
disangkal. Keputihan selama hamil (-), gatal (-), bau (-),
demam (-).
Hari Pertama Haid Terakhir : 09-12-2018,
Tafsiran Persalinan : 15-9-2019,
Usia Kehamilan: 30-31 Minggu.

2.1.3. Riwayat Kesehatan Dahulu

 Hipertensi (disangkal)
 Diabetes Melitus (disangkal)
 Penyakit Jantung (disangkal)
 Asma (disangkal)
 HIV (disangkal)

2.1.4. Riwayat Kesehatan Keluarga

 Riwayat Hipertensi (disangkal)


 Diabetes Melitus (disangkal)
 Penyakit Jantung (disangkal)
 Asma (disangkal)
 HIV (disangkal)

3
2.1.5. Riwayat Menstruasi

 Menarche : 13 tahun
 Siklus haid : teratur tiap bulan 28 hari
 lama haid : 5-6 hari
 nyeri haid : (disangkal)

2.1.6. Riwayat Sosial Ekonomi

- Tinggal dan bekerja di pedalaman Papua, Kabupaten


Mambramo tengah.
- mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang (-)

- Konsumsi Alkohol (-)


- Merokok (-)

2.1.7. Riwayat Kontrol Kehamilan

 ANC 2x di PKM, dr Umum 1 x.


 TT (-)

2.1.8. Riwayat Pernikahan

Menikah sah dengan suami ± 4 tahun yang lalu

2.1.9. Riwayat Obstetri

G2P1A0
1. Spontan/ Rumah/ Dukun/ Laki-laki/ berat lahir lupa/ 2 tahun/
Hidup.
2. Hamil ini

2.1.10. Riwayat Pribadi

Suami : 30 tahun/ S1/ PNS


Istri : 27 tahun/ S1/ PNS

4
2.2. PEMERIKSAAN FISIK

2.3.1. Status Umum

Status Generalis
KESADARAN GCS KEADAAN UMUM

Compos Mentis E4M6V5 tampak lemas

TINGGI BADAN BERAT BADAN


(cm) (kg)
150 65

Tanda Vital
Tekanan Denyut Laju Suhu Saturasi
Darah Nadi Nafas Tubuh Oksigen
(mmHg) (kali/menit) (kali/menit) (°C) (%)
80/50 114 20 36.5 99

Pemeriksaan Fisik
Kepala – Leher
Mata konjungtiva anemis (+/+)
sklera ikterik (-/-)

Hidung deformitas (-)


sekret (-)

Telinga deformitas (-)


sekret (-)

Mulut caries (-)

5
oral candidiasis (-)

Leher pembesaran KGB (-)


JVP normal.
Thorax simetris ikut gerak napas
SN vesicular
Rho -/-
Whe -/-
Jantung SI – SII regular
murmur (-)
gallop (-)
Abdomen Cembung
bising usus (+) Normal
nyeri tekan (-)
Ekstremitas akral sedikit dingin
edema (-/-)
ulkus (-/-)

2.3.2. Status Obstetrik


- TFU : Tidak dilakukan
- TBJ :-
- DJJ : Kurang Jelas
- Leopold : Tidak dilakuan
- Pemeriksaan Inspekulo : Tidak dilakukan
- Pemeriksaan Dalam : Tidak dilakukan, tampak
perdarahan (+), berwarna merah kehitaman dan begumpal-gumpal.

6
2.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM

Parameter Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 4.7 11.0 – 14.7 g/dL

Hematokrit 21.7 35.2 – 46.7 %

Leukosit 13.62 3.37 – 8.38 x 103 Unit/ Liter

Trombosit 121 140 – 400 x 103 Unit/Liter

Eritrosit 2.11 3.69 – 5.46 x 106 Unit/Liter

PT 10.6 10,2 – 12,1 Detik

APTT 33.3 24,8 – 34,4 Detik

HbSAg NR

2.4. DIAGNOSA KERJA

G2P1A0 gravida 30-31 minggu perdarahan antepartum + syok


hipovolemik + Susp. IUFD

2.5. RENCANA TINDAKAN

1) Lapor dr Sp. OG, Anjuran:

2) Cek Laboratorium: Darah Lengkap, PT, APTT, HbsAg, PITC

3) Infus RL 2 jalur Guyur

7
4) O2 masker 6 liter/menit

5) Pasang Kateter

6) Bolus D40 % 1 flash

7) Siapkan Sectio Caesarean CITO

8) Inj. Ceftriaxone 2 gr (Skin Test dahulu)

9) Inj. Kalnex 2 ampul.

10) Siapkan Darah 6 Kantong

11) Evaluasi Keadaan Umum

2.6. LAPORAN OPERASI

1) Pasien tidur terlentang di atas meja operasi dalam anestesi spinal.


2) Dilakukan asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya.
3) Dilakukan insisi pfannenstiel. Abdomen ditembus secara tajam dan
tumpul.
4) Setelah peritoneum dibuka tampak uterus gravidarum, insisi SBR
secara semilunar. SBR disayat dan ditembus secara tumpul. Keluar air
ketuban jernih.
5) Dengan menarik kaki bayi, pukul 10.42 WIT lahir bayi
perempuan, BB: 1500 gram, PB: 41 cm, tanpa tanda-tanda
kehidupan, maserasi grade II.
6) Klem tali pusat, potong tali pusat.
7) Inj. Oxytocin 2 ampul intramural.
8) Dengan tarikan ringan pada tali pusat, plasenta dilahirkan
lengkap pukul 10.44 WIT.
9) Pada eksplorasi didapatkan tampak kista haemoragik pada daerah
ovarium kanan.
10) Dilakukan ovonektomi dextra.
11) Dilakukan penjahitan 1 lapis di SBR dengan vicryl 1-0 simple pada
sisi dextra kemudian dilanjutkan dengan teknik simple continue.

8
12) Dilakukan penjahitan dinding abdomen lapis demi lapis.
13) Dilakukan penjahitan peritoneum dengan vicryl 2-0
14) Dilakukan penjahitan fascia dengan vicryl 1.0 dengan teknik simple
continue.
15) Dilakukan penjahitan subkutis dengan vicryl 2.0 dengan teknik simple
continue.
16) Dilakukan penjahitan kulit dengan vicryl 2.0 dengan teknik
subcuticular.
17) Perdarahan durante operasi ± 250 cc.
18) Luka jahitan ditutup.
19) Operasi selesai.

2.7. DIAGNOSA PASCA OPERASI

P2A0 Partus Prematurus dengan Sectio Caesarean ec. Perdarahan


antepartum + Syok Hipovolemik + Post Ovorektomi Dextra ec. Kista
Hemoragik + IUFD.

9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. PEMBAHASAN

Telah dilaporkan suatu kasus wanita 27 tahun yang kemudian di


diagnosa dengan diagnosa G2P1A0 hamil 30 – 31 minggu dengan
Perdarahan Antepartum, Syok Hipovolemik dan Susp. IUFD.
Selanjutnya akan dibahas:

Perdarahan antepartum ialah perdarahan pada trimester terakhir


kehamilan. Penyebab utama perdarahan antepartum ialah plasenta previa
dan solusio plasenta, yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat
kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan janinnya.

3.1.1. Apa penyebab terjadinnya perdarahan pada kasus ini?


Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada
trimester terakhir kehamilan.
Penyebab perdarahan antepartum ialah:
1. Plasenta Previa
Beberapa faktor dan etiologi dari plasenta previa tidak
diketahui. Tetapi diduga hal tersebut berhubungan dengan
abnormalitas dari vaskularisasi endometrium yang mungkin
disebabkan oleh timbulnya parut akibat trauma
operasi/infeksi. Perdarahan berhubungan dengan adanya
perkembangan segmen bawah uterus pada trimester ketiga.
Plasenta yang melekat pada area ini akan rusak akibat
ketidakmampuan segmen bawah rahim. Kemudian
perdarahan akan terjadi akibat ketidakmampuan segmen
bawah rahim untuk berkonstraksi secara adekuat. 6

10
Faktor risiko plasenta previa termasuk (Wardana dan
Karkata, 2007):
a. Riwayat plasenta previa sebelumnya
b. Riwayat seksio cesarea
c. Riwayat aborsi
d. Kehamilan ganda
e. Umur ibu yang telah lanjut, wanita lebih dari 35 tahun
f. Multiparitas
g. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim, sehingga
mempersempit permukaan bagi penempatan plasenta
h. Adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan seharusnya.
Misalnya dari indung telur setelah kehamilan sebelumnya
atau endometriosis.
i. Adanya trauma selama kehamilan
j. Sosial ekonomi rendah/gizi buruk, patofisologi dimulai dari
usia kehamilan 30 minggu segmen bawah uterus akan
terbentuk dan mulai melebar serta menipis
k. Mendapat tindakan kuretase.

2. Solusio plasenta
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial,
sindroma preeklamsia dan eklamsia . Pada
penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat
hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta
berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi
tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik,
sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
Dapat terlihat solusio plasenta cenderung

11
berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu
(2,3)
.

2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
- Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat
pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau
tindakan pertolongan persalinan.
- Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan
lain-lain.
Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika
Serikat diketahui bahwa trauma yang terjadi pada
ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain)
merupakan penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus
solusio plasenta (9). Di RSUPNCM dilaporkan 1,2%
kasus solusio plasenta disertai trauma (5).

3. Faktor paritas ibu


Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada
primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus
solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus
terjadi pada wanita multipara dan 18 pada
primipara. Pengalaman di RSUPNCM
menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta
pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat
diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin
kurang baik keadaan endometrium (2,3,5).

4. Faktor usia ibu


Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM
dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian

12
solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur
ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua
umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi
menahun (1,2,3,5).

5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil


dapat menyebabkan solusio plasenta apabila
plasenta berimplantasi di atas bagian yang
mengandung leiomioma (3).

6. Faktor pengunaan kokain


Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian
tekanan darah dan peningkatan pelepasan
katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas
terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan
dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun,
hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka
kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan
kokain dilaporkan berkisar antara 13-35% .

7. Faktor kebiasaan merokok


Ibu yang perokok juga merupakan penyebab
peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan
25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per
hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok
plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya .
Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa
resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40%
untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya
kehamilan. (2)

13
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis
ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa
resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan
berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat
solusio plasenta sebelumnya (3).

9. Pengaruh lain, seperti anemia,


malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena
cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus
oleh adanya kehamilan, dan lain-lain (1).

3.1.2. Bagaimana diagnosis yang tepat pada kasus ini?

Pada umumnya perdarahan pada triwulan ketiga, atau setelah kehamilan


28 minggu. Untuk mendapatkan diagnosis secara tepat dan akurat maka
perlu dilakukan pemeriksaan yang komprehensif mulai dari anamnesa
sampai pemeriksaan penunjang. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
mendiagnosis plasenta previa dan solusio plasenta. 6

a. Anamnesis
1. Plasenta Previa
 Terjadi perdarahan pada kahamilan sekitar 28
minggu.
 Sifat perdarahan:
- Tanpa rasa nyeri
- Tanpa sebab yang jelas.
- Dapat berulang.
 Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu
maupun janin dalam rahim.

14
2. Solusio Plasenta
 Nyeri perut, kadang-kadang pasien dapat
menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.
 Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat
hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent)
terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan
darah yang berwarna kehitaman .
 Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa
pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak
bergerak lagi).
 Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat,
mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis
yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang
keluar pervaginam.
 Ibu dapat menceritakan trauma dan faktor
kausal yang lain.

b. Palpasi
1) Plasenta Previa
 Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan
tuanya kehamilan.
2) Solusio Plasenta
 Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan
tuanya kehamilan.
 Uterus tegang dan keras seperti papan yang
disebut uterus in bois (wooden uterus) baik
waktu his maupun di luar his.
 Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
 Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut
(uterus) tegang.

15
c. Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan
berasal dari ostium uteri eksternum atau dari ostium uteri internum,
adanya plasenta previa harus dicurigai. (2)
d. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan
radiografi, radioisotope, dan ultrasonografi. Ultrasonografi
penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat,
tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak
menimbulkan rasa nyeri. Pemeriksaan ultrasonografi, dengan
pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak
tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 2 cm disebut plasenta
letak rendah. Pada solusio plasenta terlihat daerah terlepasnya
plasenta. (1)
e. Diagnosis plasenta previa secara definitif
Dilakukan dengan Pemeriksaan Dalam Meja Operasi (PDMO)
yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan
serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan
anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya
menentukan diagnosis. (1)

3. Syok Hipovolemik
Gejala klinik syok hipovolemik tergantung perdarahan yang
terjadi mulai dari ringan sampai berat. Derajat syok hipovolemik
berdasarkan adanya perdarahan dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.

16
Klasifikasi Perdarahan
Kelas Jumlah Perdarahan Gejala Klinik
Tekana darah dan nadi normal
I 15% (Ringan)
Tes Tilt (+)
Takikardi-Takipnea
Tekanan nadi < 30 mmHg
II 20-25% (sedang)
Tekanan darah sistolik rendah
Pengisian darah kapiler lambat
Kulit dingin, berkerut, pucat
Tekanan darah sangat rendah
III 30-35% (Berat) Gelisah
Oliguria (<30 ml/jam)
Asidosis metabolic (pH < 7.5)
Hipertensi berat
IV 40-45% (sangat berat) Hanya nadi karotis yang teraba
Syok ireversibel

 Pentalaksanaan
1. Plasenta Previa

Penatalaksanaan plasenta previa terbagi atas 2, yaitu:

1) Terapi ekspektatif (pasif)

Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir


prematur, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan
dalam melalui kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan
secara non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan
baik.

Syarat-syarat terapi ekspektatif:

a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian


berhenti.

17
b. Belum ada tanda-tanda in partu.

c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam


batas normal).

d. Janin masih hidup.2

Penanganan berupa:2

 Bed rest total


 Pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia
kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin.
 Pemberian antibiotik profilaksis
 Pemberian tokolitik bila ada kontraksi:
 MgSO4 4 gram IV dosis awal, dilanjutkan 4 gram tiap 6 jam
 Nifedipin 3 x 20 mg/ hari
 Bila janin preterm, diberikan Betametason 24 mg IV dosis
tunggal atau dexamethason 15 mg IV dosis tunggal untuk
pematangan paru janin.
 Uji pematangan paru dengan tes kocok dari hasil amniosintesis.
 Awasi vital sign dan denyut jantung janin
 Bila tidak ada perdarahan dalam 3 hari perawatan, dan waktu
untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat
dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien
diluar kota atau jarak untuk mencapai rumah sakit lebih dari 2
jam) dengan pesan untuk segera kembali ke rumah sakit jika
terjadi perdarahan ulang. Sebelum dipulangkan, pasien
diajurkan untuk berjalan jalan disekitar tempat tidur. Bila tidak
ada perdarahan, pasien dapat dipulangkan.

2) Terapi aktif

Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan


pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana

18
secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Cara
menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa:

a. Sectio caesaria

Prinsip utama dalam melakukan sectio caesaria adalah


untuk menyelamatkan ibu. Oleh karena itu sectio caesarian juga
dilakukan pada plasenta previa walaupun janin sudah
meninggal. Tujuan sectio caesaria adalah melahirkan janin
dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan
menghentikan perdarahan dan menghindarkan terjadinya
robekan serviks uteri jika janin dilahirkan. Indikasi sectio
caesaria pada plasenta previa antara lain:

(1) Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal.

(2) Semua plasenta lateralis posterior, karena perdarahan yang sulit


di kontrol.

(3) Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan


tidak berhenti dengan tindakan-tindakan yang ada.

(4) Plasenta previa paada pasien dengan panggul sempit, atau pada
kejadian letak lintang.6

b. Melahirkan pervaginam.

Melakukan tekanan pada plasenta supaya pembuluh-


pembuluh darah yang terbuka dapat tertutup kembali
(tamponade pada plasenta).

Penekanan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu:

1. Amniotomi (pemecahan selaput ketuban)

Cara ini merupakan cara yang dipilih untuk melancarkan


persalinan pervaginam. Cara ini dilakukan apabila plasenta
previa lateralis, plasenta previa marginalis atau plasenta letak

19
rendah, namun bila ada pembukaan pada primigravida telah
terjadi pembukaan 4 cm atau lebih. Juga dapat dilakukan pada
plasenta previa lateralis/marginalis dengan janin yang sudah
meninggal.5

2. Versi Braxton Hicks

Cara ini dapat dilakukan pada janin letak kepala, untuk


mencari kakinya sehingga dapat ditarik keluar. Cara ini
dilakukan dengan mengikatkan kaki dengan kain kasa, dikatrol,
dan juga diberikan beban seberat 50-100 gr. Versi Braxton
Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.4

Gambar 2.3. Versi Braxton Hicks

3. Memasang cunam Willet Gausz


Pemasangan cunam Willet Gausz dapat dilakukan dengan
mengklem kulit kepala janin dengan cunam Willet Gausz.
Kemudian cunam diikat dengan menggunakan kain kasa atau
tali yang diikatkan dengan beban kira-kira 50-100 gr atau
sebuah batu bata seperti katrol. Tindakan ini biasanya hanya
dilakukan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan
yang tidak aktif karena seringkali menimbulkan perdarahan
pada kulit kepala janin.4

20
2. Solusio Plasenta

Penanganan kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat


atau ringannya gejala klinis, yaitu:
a. Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan
bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit,
uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan
(2)
observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan .
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala
solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG
daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan
harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio
sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus
(3)
oksitosin untuk mempercepat persalinan .
b. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas
ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi
darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio
sesaria.(5)
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka
(5)
transfusi darah harus segera diberikan . Amniotomi akan
merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.
Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan
dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya
tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan
mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom
subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-
mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan
infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi
uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan (3,4).

21
3. Syok Hipovolemik

Jika terjadi syok, tindakan yang harus segera dilakukan adalah (Tanjung,
2009):
a. Cari dan hentikan segera sumber perdarahan.
b. Bersihkan saluran nafas dan beri oksigen atau pasang selang
endotrakheal.
c. Naikkan kaki ke atas untuk meningkatkan aliran darah ke sirkulasi
sentral.
d. Pasang 2 set infus atau lebih untuk transfusi, cairan infus dan obat-
obat IV bagi pasien yang syok.
e. Kembalikan volume darah dengan:
i. Darah segar (whole blood) dengan cross matched dari grup
yang sama
ii. Larutan kristaloid: ringer laktat, larutan garam fisiologis
atau glukosa 5%. Larutan ini mempunyai waktu paruh yang
pendek dan pemberian yang berlebihan menyebabkan
edema paru.
iii. Larutan koloid: dekstran 40 atau 70, fraksi protein plasma
atau plasma segar.
 Terapi obat-obatan
iv. Analgesik: morfin 10-15 mg IV jika ada rasa sakit,
kerusakan jaringan atau gelisah
v. Kortikosteroid: hidrokortison 1 g atau dexamethasone 20
mg IV pelan. Cara kerjanya masih kontroversial; dapat
menurunkan resistensi perifer dan meningkatkan kerja
jantung dan meningkatkan perfusi jaringan.
vi. Sodium bikarbonat: 100 mEq IV jika terdapat asidosis
vii. Vasopresor: untuk menaikan tekanan darah dan
mempertahankan perfusi renal. Dopamin 2,5 mg/kg/menit
IV menjadi pilihan utama.
 Monitoring
- Central venous pressure (CVP) normal 10-12 cm air

22
- Nadi
- Tekanan darah
- Produksi urine
- Tekanan kapiler paru, normal 6-18 Torr
- Perbaikan klinik: pucat, sianosis, sesak, keringat dingin,
dan kesadaran

4. IUFD

Manifestasi klinis & Diagnosis


1) Anamnesis :
- Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
- Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil
- Penurunan berat badan
2) Pemeriksaan Fisik :
- Tinggi fundus uteri menurun, atau lebih rendah dari usia
kehamilan
- Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat
terlihat pada ibu yang kurus
- Tidak teraba gerakan-gerakan janin
- Berat badan ibu menurun
- Dengan Doppler tidak dapat didengar adanya bunyi jantung
janin.
3) Pemeriksaan penunjang:

USG
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasound, dimana
tidak tampak adanya denyut jantung janin

3.1.3. Bagaimana edukasi yang tepat pada kasus ini agar tidak terulang
kembali?

Edukasi pada pasien ini ialah memberikan dukungan psikologis agar


pasien tidak terganggu akibat kematian janin yang dialaminya saat ini,

23
dan menyarankan kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan
yang besar untuk ibu. Serta memberikan edukasi tentang pentingnya
pengawasan antenatal pada ibu hamil sebagai cara untuk mengetahui atau
menanggulangi perdarahan antepartum terutama pada usia kehamilan
trimester 3.

3.1.4. Bagaimana rujukan yang tepat pada kasus ini?


Perdarahan pada seorang wanita hamil di trimester ketiga harus selalu
dicurigai akibat plasenta previa atau solusio plasenta. Bila ada dokter
atau bidan harus segera mengirim pasien tersebut ke rumah sakit besar
tanpa terlebih dulu memeriksa dalam atau memasang tampon, karena
kedua tindakan hanya akan menambah perdarahan dan kemungkinan
infeksi. Saat keadaan penderita belum jatuh ke dalam keadaan syok, infus
cairan intravena harus segera dipasang, dan dipertahankan terus sampai
tiba di rumah sakit. sehingga akan jauh lebih memudahkan transfusi
darah apabila sewaktu-waktu diperlukan.

24
BAB IV

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

1. Pada pasien ini diagnosis yang sudah tepat namun kurang lengkap dalam
hal faktor penyebab dari Perdarahan Anterpartum tersebut karena
prosedur dalam menegakkan diagnosis tidak dilakukan sepenuhnya
seperti pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri, pemeriksaan inspekulo, dan
USG sehingga pada diagnosis awal tidak diketahui dari mana asal
perdarahan dan apa penyebab dari Perdarahan Antepartum tersebut.
2. Pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Ante Natal Care yang teratur
dan efektif sangat dibutuhkan untuk mengetahui kesejahteraan janin
untuk mendeteksi penurunan kesejahteraan janin dan komplikasi pada
ibu dapat dihindari.
3. Pada kasus ini, dilakukakan Sectio Caesarean karena telah terjadi kondisi
yang mengancam jiwa ibu dan kemaungkinan fetal death. Dilahirkan
bukan secara pervaginam karena belum dapat disingkirkan bahwa
penyebab dari Perdarahan Antepartum serta tidak dilakukan pemeriksaan
dalam sehingga tidak diketahui juga apakah pembukaan serviks telah
lengkap.

5.2 SARAN

1. Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan Ante Natal
Care secara teratur di RS atau Bidan.
2. Pemeriksaan USG selama kehamilan, untuk mendeteksi dini adanya
kelainan pada kehamilannya dan untuk pemantauan kesejahteraan janin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC.
Obstetrical Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 21 th edition. Prentice Hall
International Inc Appleton. Lange USA. 2001; 819-41.

25
2. Faiz AS and Ananth CV. 2003. Etiology and Risk Factors For Placenta
Previa: An Overview and Meta-analysis Of Observational Studies. Journal
of MaternalFetal and Neonatal Medicine. 13: 175–190.
3. Johnson LG, Sergio F and Lorenzo G. 2003. The Relationship Of Placenta
Previa and History Of Induced Abortion. International Journal of
Gynaecology and Obstetrics. 81(2): 191–198.
4. Oyelese Y and Smulian JC. 2006. Placenta previa, placenta accreta, and
vasa previa. Obstetrics and Gynecology. 107(4): 927–941.
5. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2010.
6. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R
Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams.
Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.
7. Scearce J and Uzelac PS. 2007. Third-trimester vaginal bleeding. In: AH
DeCherney et al. (eds). Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and
Gynecology, 10th ed. New York: McGraw-Hill, pp: 328-341.

26

Anda mungkin juga menyukai