Epidemiologi
Jumlah penderita TB paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat dan
menempatkan Indonesia sebagai peyumbang TB paru terbesar ketiga di dunia. Menurut
laporan WHO, penderita Tb paru di Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 294.731 orangdan
pada tahun 2012 jumlah penderita Tb paru meningkat cukup tajam yaitu 583.000 orang. Di
Provinsi Lampung, angka BTA positif pada tahun 2003‐2012 cenderung meningkat,
sedangkan angka konversi dan kesembuhan nampak berfluktuatif naik turun. Pada tahun
2012 angka penemuan kasus (CDR) Tb belum mencapai target >70%, sedangkan untuk
angka kesembuhan telah mencapai target >85%. Di Pesawaran untuk angka kesembuhan
masih di bawah target yaitu hanya 33,02% (Nur et al., 2016).
Faktor resiko
Penularan penyakit TB bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kebiasaan buruk
pasien TB paru yang meludah sembarangan, kebersihan lingkungan yang tidak terjaga, rumah
yang kurang baik pada ventilasinya sehingga menimbulkan kondisi lembab akibat kurang
lancarnya pergantian udara dan sinar matahari dapat membantu berkembang biaknya bakteri.
Oleh karena itu, orang sehat yang serumah dengan penderita TB paru merupakan kelompok
yang sangat rentan terhadap penularan penyakit tersebut, Faktor risiko yang paling banyak
didapatkan adalah merokok, ditemukan pada 41 (25%) pasien; faktor risiko lain yang
teridentifikasi adalah diabetes mellitus pada 8 pasien (4,8%); dan HIV/ AIDS pada 1 pasien
(0,6%). (Nur et al., 2016).
Diagnosis
1. Gejala Klinis
Gejala klinis pada TB dibagi menjadi gejala respiratorius dan sistemik. Gejala
respiratorius yang timbul seperti batuk >2 minggu, batuk darah, sesak nafas, nyeri
dada. Sedangkan untuk gejala sistemik yang timbul seperti demam, malaise, keringat
malam, anoreksia dan berat badan menurun
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronki basah, tanda‐tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.
3. Pemeriksaan Penunjang
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feses, dan jaringan biopsi. Pengumpulan dahak
dilakukan sebanyak tiga kali yaitu sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan),
dahak pagi (keesokan harinya), sewaktu/spot (pada saat mengantarkan dahak pagi).
Kemudian spesimen tersebut diberikan pewarnaan Ziehl Nielsen. Interpretasi dari
hasil pemeriksaan mikroskopis sebagai berikut:
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah foto toraks PA dengan atau tanpa
fotolateral. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam‐macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai
lesi TB aktif:
Bayangan berawan/ nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Penatalaksanaan
Nur, R., Siregar, I., & Warganegara, E. (2016). Kasus Lelaki 50 Tahun dengan Tuberkulosis
Paru. Jurnal Medula, 5(2), 75–80.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/1512
Warganegara, R. K., & Apriliana, E. (2016). Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru Kasus Lalai
Pengobatan pada Wanita Usia 25 Tahun di Kelurahan Karang Anyar. J Medula Unila, 5
No.2, 91–97.