Anda di halaman 1dari 18

Di susun oleh :

1. Amalia Rizky Andini ( 072211006 )


2. Annisa Zachra Pratiwi ( 072211057 )
3. Ainun Fauziah ( 072211018 )
4. Audrey Agustin Widianti ( 072211058 )
5. Reffa Anggraheni ( 072211042 )
6. Indira Fidelina Lendiani ( 072211056 )
7. Kayla Niken Pusparini ( 072211066 )
8. Rahmatul Adawiyah ( 072211051 )

Dosen Pengampu : Apt. Dwi Puspita Sari, M.farm


Mata Kuliah: Patofisiologi dan Patologi Klinik

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS BINAWAN
JAKARTA
2022
Sistem Pernafasan

1. Tubercolosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang menyebabkan morbiditas dan
merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. Tuberkulosis
disebabkan oleh patogen Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar saat
penderita tuberkulosis mengeluarkan bakteri ke udara, misalnya saat batuk.
Tuberkulosis sebagian besar menyerang paru-paru, tetapi bisa juga disebut
tuberkulosis paru. Namun dapat juga menyerang bagian tubuh yang lain atau
dikenal dengan istilah extrapulmonary tuberculosis (1). Jumlah penderita
tuberkulosis di seluruh dunia diperkirakan mencapai 10 juta orang (kisaran 8,9–
11,0 juta) pada tahun 2019. Diperkirakan 1,2 juta orang dengan TBC meninggal
karena tes HIV negatif. Meskipun pasien HIV positif. Penanggulangan
tuberkulosis meliputi semua tindakan kesehatan, dimana aspek promotif dan
preventif menjadi yang terpenting, dengan tidak melupakan aspek kuratif dan
rehabilitasi yang ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan
angka kesakitan, kecacatan atau kematian, menghentikan penularan, Mencegah
resistensi obat dan mengurangi dampak buruk. efek yang ditimbulkan. oleh
tuberkulosis. Penatalaksanaan kasus tuberkulosis meliputi pengobatan dan
kejadian tidak diinginkan di fasilitas kesehatan, pemantauan obat, pemantauan
kemajuan dan hasil pengobatan, serta pemantauan yang tidak dapat lagi diikuti.
Pengobatan mengikuti pedoman tuberkulosis nasional. Menurut penelitian
Susilawat, Ramdhan, dan Purba (2016), salah satu faktor yang mempengaruhi
upaya pencegahan penularan penyakit tuberkulosis di masyarakat adalah
responden dengan tingkat pengetahuan tinggi memiliki tindakan pencegahan
tuberkulosis paru yang lebih baik dibandingkan responden dengan pengetahuan
sedikit. Kurangnya informasi masyarakat dapat menyebabkan kurangnya
kesadaran akan dampak tuberkulosis. Rahman dkk. (2017) juga memberikan
penelitian terkait yang menemukan adanya hubungan yang signifikan antara

1
pengetahuan tentang TB Paru dengan upaya pencegahan TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Bawahan Selan Kabupaten Banjar. . Hal ini menunjukkan bahwa
keluarga dengan informasi yang baik memiliki upaya pencegahan yang lebih
tinggi dibandingkan keluarga dengan informasi yang sedikit (Ridwan, 2019). Efek
dari paparan tuberkulosis paru banyak terjadi di masyarakat, seperti pengucilan
dari masyarakat atau bahkan keluarga. menderita penyakit menular, merasa
terasing dari keluarga, selain itu juga berdampak pada kesehatan yaitu. H. ada
komplikasi yang bahkan bisa menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan
baik.

Cara mengatasi Tuberkolosis :

A.)Memberikan Penyuluhan
Menyarankan kepada masyarakat khususnya keluarga pasien tuberkulosis yang
diduga gejala tuberkulosis untuk segera menghubungi pelayanan kesehatan dan
menginformasikan kepada pasien dan keluarga bahwa tuberkulosis adalah
penyakit bakteri, bukan penyakit keturunan, dan dapat disembuhkan selama
diobati.
B.) Menjelaskan lebih detail tentang pengobatan TB
Edukasi/pemantauan pasien tuberkulosis tentang penggunaan obat secara teratur
sampai akhir pengobatan. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dan peran serta
masyarakat untuk membawa anggota keluarga yang berisiko terkena tuberkulosis
ke puskesmas terdekat untuk berobat hingga akhir masa pengobatan. Risiko
infeksi tuberkulosis (Departemen Kesehatan RI, 2012)
C.) Pengobatan TB
Pengobatan tuberkulosis paru dengan kombinasi dosis tetap (FDC) untuk
mengurangi risiko tuberkulosis yang resistan terhadap obat akibat monoterapi.
Dosis anjuran obat anti TB (OAT) lini pertama setiap hari untuk orang dewasa
yaitu isoniazid 5 (4-6) mg/kg, rifampisin 10 (8-12) mg/kg, pirazinamid 25 (20-30)

2
mg/kg . , Etambutol 15 (15-20) mg/kgBB dan Streptomisin 15 (12-18) mg/kg
sedangkan isoniazid 10 (8-12) mg/kgBB, Rifampisin 10 (8-12) mg/kgBB
Pengobatan infeksi tuberkulosis laten (LTBI), yaitu pengobatan mingguan 3 bulan
dengan rifapentine dan isoniazid. Rekomendasi lain mungkin rifampisin (isoniazid
3-4 bulan ditambah rifampisin dan rifampisin 4 bulan saja). Isoniazid (5 dan 9
bulan) adalah terapi yang harus diberikan pasien secara mandiri.
Tuberkulosis yang resistan terhadap obat ganda diobati dengan obat lini kedua.
Perawatan ini kurang efektif dibandingkan obat lini pertama dan memiliki banyak
efek samping tambahan. Dalam hal ini, fase pengobatan merupakan fase intensif
dan fase tindak lanjut. Fase intensif dilakukan minimal 6 bulan dengan kombinasi
pirazinamid, etambutol, kanamisin, levofloksasin, etionamid dan sikloserin, dan
fase tindak lanjut 18 bulan dengan kombinasi pirazinamid, etambutol,
levofloksasin, etionamid, dan sikloserin. . Dosis yang dianjurkan untuk
pengobatan tuberkulosis pada anak adalah isoniazid (H) 10 mg/kg (7-15 mg/kg
p.v) dengan dosis maksimal 300 mg/hari, rifampicin (R) 15 mg/kg (10-20 mg) .
/kgBB) ) dengan dosis maksimal 600 mg/hari, pirazinamid (Z) 35 mg/kg (30-40
mg/kg) dan etambutol (E) 20 mg/kg (15-25 mg/kg). Terapi anti tuberkulosis
(OAT) untuk pasien anak dengan prevalensi HIV rendah (dan anak HIV-negatif)
dan resistansi isoniazid rendah adalah 2HRZ/4HR atau 2HRZE/4HR. Regimen
2HRZE/4HR digunakan pada pasien dengan prevalensi HIV tinggi dan/atau
resistensi isoniazid. Pengobatan untuk meningitis tuberkulosis adalah
2HRZE/10HR
Pengobatan Pasien anak dengan tuberkulosis yang resistan terhadap obat dibagi
menjadi lima kelompok. Kelompok pertama (obat oral lini pertama) adalah
etambutol dan pirazinamid. Kelompok kedua, injeksi, terdiri dari antibiotik
aminoglikosida (amikasin dan kanamisin) dan antibiotik polipeptida siklik
(kapreomisin). Kelompok ketiga adalah golongan fluorokuinolon yaitu ofloxacin,
levofloxacin dan moxifloxacin. Kelompok keempat adalah obat oral lini kedua
yang terdiri dari etionamid (atau protionamid), sikloserin (atau terizidon) dan asam

3
p-aminosalisilat. Golongan lima adalah lini ketiga, obat golongan ini belum jelas
efektivitasnya sehingga tidak direkomendasikan oleh WHO karena terdiri dari
isoniazid, linezolid, amoxicillin/clavulanate, clarithromycin, thioacetazone,
imipenem/cilastatin dosis tinggi, dan terdiri dari klofazimin.

2. Influenza
Influenza merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus influenza. Pada
manusia, influenza sering menimbulkan penyakit pernapasan akut dengan
manifestasi klinis berupa influenza like illness. Penegakkan diagnosis influenza
seringkali sulit oleh karena manifestasi klinis yang tidak khas. Demam disebut
sebagai gejala klinis terpenting dan limfopenia didapatkan sebagai suatu temuan
laboratoris yang konsisten. Usaha untuk mengetahui proporsi dan mengelaborasi
gejala klinis dan pemeriksaan darah tepi sederhana diperkirakan dapat
meningkatkan probabilitas diagnosis influenza. Terjadinya epidermi influenza
dapat menimbukan kepanikan di masyarakat oleh karena itu, meningkatnya
morbilitas dan mortalitas secara cepat di komunitas. Di amerika serikat rata-rata
20.000 orang meninggal setiap tahun akibat influenza dan setiap saat selalu
terdapat ancaman terjadinya pandemic global. Tahun 1918 merupakan sejarah
pandemic terburuk dengan 675.000 kematian di amerika serikat dan sekitar 40 juta
kematian di dunia. Infeksi virus influenza terbanyak bermanifestasi sebagai
penyakit pernafasan akut (Acute Respiratory illness/ARI) yang dicirikan dengan
demam tinggi mendadak, hidung berair (coryza), batuk, perdangan saluran nafas
atas dan bawah, hingga nyeri kepala dan malaise.
3. Asma
Asma adalah suatu kondisi di mana saluran udara menyempit karena terlalu
aktifnya rangsangan tertentu sehingga menyebabkan peradangan. Pada penderita
asma, penyempitan saluran udara merupakan respon terhadap rangsangan paru-
paru normal dan tidak mempengaruhi saluran udara. Penyempitan ini dapat dipicu
oleh berbagai rangsangan seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara

4
dingin, dan olahraga. gejala asma Batuk adalah yang paling umum. Pada penderita
asma, aktivitas fisik atau aktivitas berat dapat memicu serangan.

cara mengatasi asma:

A. Anamnesis
Keterangan adanya sesak napas paroksismal yang berulang kali, mengi dan batuk
(cenderung timbul pada malam dan dini hari). Gejala hilang pada saat istirahat dan
remisi. Adanya faktor predisposisi atau presipitasi.
B. Pemeriksaan penunjang
Didapatkan obstruksi bronkus reversibel yang diketahui dari hasil terapi, tes
bronkodilatasi atau perubahan alami; hipcrsensitifitas bronkus, diketahui dari
peningkatan reaksi kontraksi bronkus terhadap acetylcholine, metacholin,
histamin, dan Iain-lain; adanya predisposisi atopik, peninggian IgE antibodi
spesifik terhadap alergen lingioingan; adanya peradangan saluran napas,
peningkatan eosinofil sputum, areola bodies (Miyamoyo, 1994)
C. Pilihan obat yang tepat
Berupa suatu sistim dengan pemilihan steroid sebagai terapi asma utama yang
ditujukan untuk mengatasi inflamasi pada semua tingkat asma, kecuali yang paling
ringan. Pada waktu ini disarankan terapi asma sebagai berikut: jenisnya adalah
CBA (corticosteroid, b2 agonis, aminofilin), terpilih dalam bentuk obat inhalasi,
dengan dosis yang adekuat secara teratur.

4. Kanker Paru-Paru
Kanker merupakan penyakit tidak menular, namun kanker merupakan penyakit
yang paling mematikan, terutama kanker paru-paru. Menurut Global Cancer
Statistics (Globocan), jumlah kematian akibat kanker paru di Indonesia akan
meningkat menjadi 30.843 orang pada tahun 2020 dan jumlah kasus baru akan
meningkat menjadi 34.783 kasus. Salah satu tindakan yang diprioritaskan adalah

5
pencegahan, pencegahan dan pengurangan peningkatan jumlah penderita kanker
paru di Indonesia. Kanker dibagi menjadi 4 tahap, yang menunjukkan tingkat
keparahannya. Kanker stadium 0 adalah penyakit yang paling ringan, sedangkan
kanker stadium 4 adalah yang paling parah. Stadium 0 menunjukkan kanker belum
menyebar ke jaringan, sedangkan kanker stadium 1, 2 dan 3 sudah mulai tumbuh
atau menyebar ke jaringan di dekat jaringan asal. Pengelompokan ini dilakukan
agar dokter dan pasien mengetahui seberapa serius penyakit kanker tersebut dan
berapa harapan hidup pasien. Stadium kanker juga memberikan informasi kepada
pasien tentang pengobatan yang tepat (Nina, 2019). Jika kanker paru-paru
terdeteksi atau terdeteksi pada stadium awal dan ditangani sesegera mungkin,
sekitar 40-50 persen pasien dapat hidup hingga 5 tahun. Namun ketika sudah
stadium lanjut dan kanker telah menyebar, hanya 1-5 persen penderita yang
bertahan hidup dan dapat dikatakan harapan hidupnya sangat rendah (Anwar et al.
2009). Kanker paru harus dideteksi sedini mungkin agar pengobatan dapat segera
dilakukan dan harapan hidup pasien tinggi. Pemeriksaan penunjang pada pasien
kanker paru meliputi pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi merupakan
salah satu kriteria diagnosis dan diagnosis kanker paru. Sinar-X dapat digunakan
untuk mendeteksi kanker paru-paru (Latifah, 2013). Pada saat yang sama, CT scan
dapat digunakan tidak hanya untuk mendeteksi kanker paru, tetapi juga untuk
menentukan gambaran morfologi kanker paru primer (Icksan et al. 2008). Menurut
informasi yang diperoleh di tempat, penyakit kanker, khususnya kanker paru-paru,
belum banyak diketahui di Desa Banteran Kabupaten Sumbang. Orang juga
cenderung ceroboh dalam gaya hidup mereka. Hal ini pasti akan membuat warga
desa Banteran terkena penyakit kanker. Berdasarkan pertanyaan tersebut,
sosialisasi merupakan upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang kanker
paru. Kegiatan bakti sosial ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan tersebut
dengan memberikan kegiatan informasi yang bertujuan untuk (1) meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang penyakit kanker paru, penyebab penyakit kanker
paru, pengobatan penyakit kanker paru khususnya terapi radiasi dan penyakit

6
kanker paru di Cabang Bantera Muhammadiyah Kabupaten Sumbang kepada
masyarakat. memperbaiki. Deteksi berhubungan dengan pemeriksaan radiologis
dan (2) mendorong masyarakat untuk menerapkan gaya hidup sehat untuk
mengurangi risiko kanker paru. Salah satu yang menyebabkan kanker paru paru
adalah merokok banyak sekali dampak dari merokok yang menyebabkan kanker
malah sekarang wanita lebih rentan terhadap bahaya rokok dibandingkan dengan
pria, Menurut Mason (dikutip dalam Adystani, 2011), wanita secara biologis lebih
rentan terhadap bahaya merokok dibandingkan pria. Menjadi lebih ringan dan
memiliki pembuluh darah yang lebih sempit membuat wanita lebih rentan
terhadap risiko merokok (Wardayati, 2011). Kerentanan wanita terhadap bahaya
rokok dibandingkan pria tidak hanya terbatas pada wanita perokok aktif, tetapi
juga pada wanita perokok pasif (Adystani, 2011). Pada wanita, merokok dapat
menyebabkan penyakit jantung, kanker paru-paru dan kanker payudara (Adystani,
2011; Putri, 2012). Merokok juga dapat mempengaruhi kesuburan (Putri, 2012).
Pada wanita hamil, merokok dapat menyebabkan berat badan lahir lebih rendah
dari rata-rata dan kelahiran prematur atau lahir mati (Falconer dikutip dalam
Adystani, 2011). Wanita yang merokok sadar akan risiko kesehatan dari merokok.
Hal ini didukung oleh penelitian Fitri (2002) bahwa perokok mengalami disonansi
kognitif berkaitan dengan perilaku merokok. Perilaku merokok yang tidak sesuai
dengan pengetahuan tentang bahaya merokok bagi kesehatan telah menimbulkan
kecemasan di kalangan remaja putri berpendidikan tinggi. Memahami risiko
kesehatan dari merokok mendorong perokok wanita untuk berhenti, terutama jika
mereka sedang hamil. Mereka tidak hanya memikirkan diri mereka sendiri, tetapi
juga tentang bayi di dalam kandungan. Penghentian merokok merupakan langkah
penting yang harus dilakukan oleh wanita perokok untuk meningkatkan kualitas
kehamilan (Ebrahim, Merritt, & Floyd, 2000). Namun, berhenti merokok bukanlah
hal yang mudah bagi wanita perokok. Secara umum, wanita lebih sulit berhenti
merokok dibandingkan pria (Harnowo, 2012). Menurut sebuah penelitian di
Kanada, kebanyakan wanita yang merokok tidak berhenti selama kehamilan.

7
Kecanduan tembakau bersifat progresif dan kronis, sehingga upaya berhenti
merokok pada masa prenatal tidak berlangsung lama pada sebagian besar wanita
hamil yang merokok. Dua pertiga wanita yang merokok selama kehamilan
pertama terus merokok selama kehamilan kedua (Ebrahim, Merritt & Floyd,
2000). Berhenti merokok bukanlah hal yang mudah bagi wanita. Hal ini dapat
mengakibatkan mereka terus merokok bahkan setelah memiliki anak di bawah usia
lima tahun. Secara fisik, anak di bawah usia lima tahun tidak memiliki daya tahan
tubuh yang baik. Anak usia dini sedang dalam fase perkembangan fisik sehingga
membutuhkan vitamin, makanan bergizi dan lingkungan fisik yang sehat seperti
udara yang bersih tanpa polusi.

Cara mengatasi kanker paru-paru :

 Intervensi
Melalui pembuluh darah arteri obat anti kanker dengan konsentrasi yang tinggi,
dimasukkan langsung ke dalam tumor yang ada di paru, konsentrasi obat
mencapai 2-8 kali lipat obat kemoterapi pada umumnya, embolisasi pembuluh
arteri, tidak merusak jaringan normal lainnya.

 Kemoterapi
Obat anti kanker dialirkan, melalui pembuluh darah vena, dalam waktu bersamaan
saat membunuh sel kanker juga membunuh sel normal lainnya, sehingga merusak
imunitas tubuh, menyebabkan trombosit berkurang, frekuensi BAK meningkat,
rambut rontok, mual dan gejala lainnya.

 Pengobatan Minimal Invasif


Cryosurgery, Brachytherapy membantu Metode Gabungan Pengobatan Timur-
Barat, memberikan rancangan pengobatan terbaik bagi penderita kanker paru,
tanpa perlu operasi, namun mencapai hasil efektif sama seperti operasi,
menurunkan risiko dan komplikasi akibat operasi, dapat memantau proses dan

8
hasil pengobatan, bahkan tidak memerlukan bius total. arteri, tidak merusak
jaringan normal lainnya.
 Metode Operasi
Terdapat luka bedah sebesar 3-4cm di bagian dada, bahkan harus menghilangkan
1-2 tulang rusuk untuk memudahkan pengangkatan tumor.
Risiko operasi sangat tinggi, luka yang besar di tubuh, dan tidak sedikit penderita
kanker paru yang meninggal akibat operasi. Menurut data WHO, setelah
melakukan operasi paru, sekitar 10.7% penderita meninggal 30 hari pasca operasi.

5. Rhinitis Alergi
Rinitis alergi adalah penyakit hidung yang disebabkan oleh reaksi peradangan
pada mukosa hidung yang dimediasi oleh imunoglobulin E (IgE) setelah terpapar
alergen (reaksi hipersensitivitas tipe I Gell dan Comb). Berdasarkan penyebabnya,
rinitis diklasifikasikan menjadi rinitis alergi dan rinitis non alergi. Rhinitis alergi
disebabkan oleh respon inflamasi yang diperantarai IgE terhadap adanya alergen,
sedangkan rhinitis non alergi disebabkan oleh penyebab lain. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2017 menyatakan bahwa rinitis alergi adalah
penyakit pernapasan kronis yang memengaruhi kualitas hidup lebih dari 30%
populasi dunia dan memengaruhi pekerjaan, termasuk belajar, karena dapat
menyebabkan kelelahan, sakit kepala, gangguan tidur dan gangguan kognitif.
Bergantung pada durasinya, rinitis dibagi menjadi kategori jangka pendek (<3
hari), sedang (3-7 hari) dan lama (7 hari). Gejala rinitis alergi meliputi rinore,
hidung tersumbat, hidung gatal, bersin, dan berkurangnya indra penciuman.
Alergen yang disebabkan termasuk tungau debu rumah, rumput, serbuk sari dan
banyak lainnya. Rhinitis alergi sering dikaitkan dengan penyakit alergi lain seperti
asma dan dermatitis atopik. Rinitis alergi bersifat kronis dan berkelanjutan, oleh
karena itu dapat menyebabkan perubahan berupa hiperplasia dan hiperplasia epitel
mukosa dan menimbulkan komplikasi seperti otitis media, sinusitis dan polip
hidung. Pada rinitis alergi, selain pembengkakan selaput lendir di rongga hidung,

9
juga menyebar ke nasofaring dan saluran pendengaran, di mana mungkin ada
gangguan pada pembukaan sinus dan saluran pendengaran. Rhinitis adalah yang
terbesar kedua dari semua penyakit. Prevalensi rinitis alergi adalah 1,5-12,3% di
Indonesia, 26,71% di Jakarta8 dan cenderung meningkat setiap tahunnya.
Sebagian besar responden dengan dugaan rinitis alergi berusia 21 tahun. Pasien
yang memiliki rhinitis alergi mengalami reaksi berlebihan terhadap rangsangan
non-spesifik seperti perubahan suhu, AC, polusi dan asap rokok. Perawatan untuk
rinitis alergi yaitu menghindari alergen, obat-obatan, dan imunoterapi. Terapi
farmakologis mungkin termasuk antihistamin H1, antagonis reseptor leukotrien,
dekongestan dan kortikosteroid.

5. Bronkitis
Bronkitis adalah peradangan atau infeksi yang terdapat di saluran napas yang
menginfeksi pada bronkus. Bronkitis biasanya menyerang pada anak yang
disekitar tempat tinggalnya terdapat polutan, seperti orang-orang merokok diluar
atau didalam ruangan, kendaraan bermotor yang menyebabkan polusi udara, dan
pembakaran yang menyebabkan asap biasanya saat masak menggunakan kayu
bakar. Pasien bronkitis banyak ditemukan dengan keluhan seperti batuk, mengi,
penumpukan sputum, dan sesak nafas. Penyebab penyakit bronkitis sering
disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus, Respiratory Syncitial virus (RSV), virus
influenza, virus para influenza, dan coxsackie virus. Bronkitis dapat juga
disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur. Selain penyakit infeksi,
bronkitis dapat pula disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti bahan fisik atau
kimia serta faktor risiko lainnya yang mempermudah seseorang menderita
bronkitis misalnya perubahan cuaca, alergi, polusi udara dan infeksi saluran nafas
atas kronik.
Bronkritis terbagi atas dua bagian, yaitu bronkitis kronis dan bronkitis akut.
Bronkitis akut biasanya dikarenakan flu serta infeksi lain di saluran pernafasan,

10
biasanya bronkitis akut mulai membaik dalam waktu beberapa hari ataupun
beberapa pekan. Sedangkan, bronkitis kronis merupakan iritasi atau radang yang
bertempat pada saluran nafas yang harus ditangani dengan serius. Seringkali
bronkitis kronis disebabkan karena merokok.
Berdasarkan World Health Organization tahun 2015, penderita bronkitis berkisar
enam puluh empat juta jiwa di dunia. Faktor resiko utamanya yaitu merokok,
polusi udara, debu, dan bahan kimia. Bronkitis bisa menyerang pada semua usia,
termasuk anak-anak. Faktor lingkungan yang banyak polutan juga dapat
mempengaruhi kesehatan pada saluran pernapasan atau pada paru-paru. Gejala
yang sering ditemukan adalah batuk lebih dari 2 minggu disertai lendir atau dahak,
kemudian dahak dalam jumlah sedikit, tetapi makin lama makin banyak. Jika
terjadi infeksi maka dahak tersebut berwarna keputihan dan encer, namun jika
sudah terinfeksi akan menjadi kuning, kehijauan, dan kental. Pada pemeriksaan
fisik akan terdengar bunyi ronkhi pada dada dan pada pemeriksaan penunjang
biasnya dengan foto rontgen akan ditemukan adanya bercak pada saluran napas.
Untuk menangani masalah bersihan jalan nafas tidak efektif pada anak, intervensi
yang bisa diberikan adalah memanajemen jalan napas dengan melakukan
fisioterapi dada yang bertujuan untuk mengeluarkan sekret, memperbaiki vetilasi
dan meningkatkan kinerja otot pada pernafasan. Fisioterapi dada menggunakan
teknik yaitu berupa postural drainase, clapping dan vibrasi.

6. Pneumonia
Pneumonia adalah inflamasi akut yang mengenai jaringan paru-paru yang ditandai
dengan demam, batuk dan kesukaran bernafas seperti napas cepat, pada bayi dan
balita juga ditandai dengan ditemukannya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam dan hipoksemia. Ketika seseorang menderita Pneumonia, alveoli akan terisi
oleh lendir (akibat proses peradangan), yang menyebabkan kesulitan penyerapan
oksigen sehingga otot pernafasan tambahan turut berfungsi dan menyebabkan

11
terjadinya kesukaran bernafas. Pneumonia dapat menyerang siapa saja, baik anak,
dewasa muda atau orang tua akan tetapi lebih sering menyerang pada usia balita
dengan angka kematian yang sangat tinggi Bakteri yang biasa menyebabkan
pneumonia adalah Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia, ada juga virus
yang menyebabkan pneumonia adalah adenoviruses, rhinovirus, influenza virus,
respiratory syncytial virus (RSV) dan parainfluenza virus, dan beberapa jenis
jamur dapat menjadi penyebab pneumonia, terutama pada orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang lemah atau yang memiliki kondisi medis tertentu. Jamur
yang paling sering terkait dengan pneumonia adalah jamur dari genus Aspergillus,
Cryptococcus, dan Pneumocystis. Pneumonia yang disebabkan oleh jamur ini
sering disebut pneumonia jamur atau fungal pneumonia. Jamur Aspergillus dan
Cryptococcus biasanya hidup di tanah atau di dalam bahan organik seperti daun
dan kayu. Selain itu, jamur Pneumocystis ditemukan pada manusia dan hewan
tertentu, seperti tikus. Jamur ini dapat menyebar melalui udara dan masuk ke paru-
paru saat seseorang menghirupnya. Pneumonia jamur biasanya terjadi pada orang
dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah atau yang memiliki kondisi medis
tertentu seperti HIV/AIDS, kanker, dan transplantasi organ. Terjadinya pneumonia
ditandai dengan gejala batuk dan atau kesulitan bernapas seperti napas cepat, dan
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, diikuti dengan batuk yang disertai
dahak, kadang-kadang mengeluarkan dahak berwarna hijau atau kuning,
perubahan karakteristik dahak, demam dan menggigil, bekeringat, kesulitan
bernapas, nyeri dada saat bernapas atau batuk, lelah dan lemas, sakit kepala, nyeri
otot dan sendi, detak jantung meningkat, mual dan muntah dan kehilangan nafsu
makan. Pada umumnya, pneumonia dikategorikan dalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan adalah penderita pneumonia
yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada saat batuk atau
bersin. Untuk selanjutnya, kuman penyebab pneumonia masuk ke saluran
pernapasan melalui proses inhalasi (udara yang dihirup), atau dengan cara
penularan langsung, yaitu percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat

12
batuk, bersin, dan berbicara langsung terhirup oleh orang di sekitar penderita, atau
memegang dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan
penderita. Banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap meningkatnya kejadian
pneumonia pada balita, baik dari aspek individu anak, perilaku orang tua (ibu),
maupun lingkungan. Kondisi lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dan perilaku penggunaan bahan bakar dapat meningkatkan risiko
terjadinya berbagai penyakit seperti TB, katarak, dan pneumonia. Rumah yang
padat penghuni, pencemaran udara dalam ruang akibat penggunaan bahan bakar
padat (kayu bakar/ arang), dan perilaku merokok dari orangtua merupakan faktor
lingkungan yang dapat meningkatkan kerentanan balita terhadap pneumonia.
Pengobatan yang dapat dilakukan Jika pneumonia disebabkan oleh bakteri, dokter
akan meresepkan antibiotik yang tepat untuk membunuh bakteri tersebut.
Antibiotik yang biasanya digunakan pada pasien pneumonia yaitu amoksisilin,
ampisilin, ciprofloksasin, eritromisin, sefadroxil, gentamisin, dan kotrimksazol.
Pemberian antibiotik bisa melalui oral maupun cairan infus. Jika penyebabnya
adalah virus, antibiotik tidak diperlukan, dan pengobatan difokuskan pada
meredakan gejala. Dengan mengkonsumsi obat anti-virus, seperti zanamivir
(Relenza) atau oseltamivir (Tamiflu). Terdapat jenis makanan yang dapat
membantu proses pemulihan penyakit pneumonia. Beberapa jenis makanan yang
dapat dikonsumsi adalah cuka sari apel, bawang putih, vitamin C, minyak esensial,
kunyit, jahe, jus sayuran, basil, wortel, biji wijen, madu, minyak oregano, apel,
dan inhalasi uap. Semua jenis makanan tersebut memiliki fungsi masing-masing.
Beberapa fungsi diantaranya adalah membantu mengurangi inflamasi, berperan
sebagai antioksidan, hingga membantu menyerang infeksi bakteri, virus, atau
jamur yang ada

Cara Mengatasi Penyakit Pneumonia :

A.)Memberi ASI Eksklusif

13
MPASI yang memadai, dan makan makanan bergiziMenyusui eksklusif untuk
enam bulan pertama kehidupan adalah cara yang efektif untuk melindungi anak-
anak dari pneumonia dan penyakit menular lainnya. ASI membuat sistem
kekebalan bayi lebih kuat.
B.) Hindari lingkungan berpolusi, seperti banyak asap, baik dari kendaraan,
pabrik, atau rokok
Sistem imun yang sehat akan melindungi tubuh dari penyebab infeksi, namun ada
banyak faktor yang bisa melemahkan perlindungan tubuh. Pada anak-anak, polusi
udara merupakan salah satu faktornya. Polusi udara di luar ruangan berisiko
memberikan ancaman dan polusi udara di dalam ruangan – yang diakibatkan oleh
udara kotor dari bahan bakar untuk memasak, rokok dan lainnya juga
menimbulkan risiko- polusi udara di dalam ruangan berkontribusi terhadap
kematian anak dari pneumonia yang berkaitan dengan polusi udara sebanyak 62%.
C.)Mencuci tangan dengan sabun
Pneumonia juga dapat dicegah dengan meningkatkan tindakan perlindungan
dengan menerapkan praktik pola hidup bersih dan sehat, salah satunya mencuci
tangan dengan sabun. Studi menunjukkan bahwa mencuci tangan dengan sabun
dapat mengurangi risiko pneumonia dengan mengurangi paparan terhadap bakteri.
Di Indonesia, 64% populasi memiliki fasilitas pencucian tangan dasar di 2017.
D.)Memberi imunisasi lengkap pada anak
Hampir seluruh kematian akibat pneumonia dapat dicegah. Cara paling efektif
untuk melindungi anak-anak dari pneumonia adalah dengan imunisasi, khususnya
imunisasi Hib, pneumococcus, campak dan pertussis.

7. Faringitis
Faringitis adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyakit ini sangat
umum terjadi pada anak-anak dan orang dewasa. Insiden tertinggi biasanya terjadi
pada anak usia sekolah. ISPA terus menjadi penyebab signifikan morbiditas dan

14
mortalitas pada anak di bawah usia 5 tahun, terutama di negara berkembang.
Faktor penyebab tingginya kejadian ISPA antara lain:
Usia sistem kekebalan, jenis kelamin, status gizi, vaksinasi, berat lahir (BBL).
Inisiasi menyusu dini, pemberian Air Susu Ibu (ASI), sosial ekonomi, pendidikan
kejuruan dan orang tua. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa bayi
yang tidak mendapat vitamin A secara teratur (dua kali setahun) memiliki risiko
2,1 kali lebih besar terkena ISPA dibandingkan bayi yang mendapat vitamin A.
Diketahui bahwa Vitamin A berperan penting dalam proliferasi, diferensiasi dan
kematian sel-sel dalam tubuh sehingga berperan penting dalam imunitas manusia
atau sistem kekebalan tubuh. Faktor risiko lainnya adalah tingginya angka gizi
buruk di Indonesia. Telah dilaporkan bahwa keadaan mikrobiota usus
berhubungan dengan masalah gizi pada anak (penurunan). Selain itu, telah
dilaporkan bahwa pemberian ASI eksklusif juga memiliki dampak yang signifikan
terhadap status gizi anak usia dini, terutama antara usia 7 hingga 18 bulan.6 ASI
sangat penting bagi anak kecil karena mengandung beberapa zat gizi penting untuk
pertumbuhan. . dan perkembangan, serta kekebalan. Faringitis adalah infeksi yang
terjadi pada tenggorokan akibat infeksi bakteri atau virus. 40-80% faringitis virus
akan sembuh dengan sendirinya (self-limiting). Bakteri yang paling sering
menyebabkan faringitis adalah streptokokus. Bakteri ini menyebabkan 10% kasus
faringitis akut pada orang dewasa dan 15 sampai 30% kasus pada anak-anak.
Faringitis biasanya sembuh sendiri. Jika berlangsung selama 1 minggu dan disertai
dengan gejala seperti demam, pembesaran kelenjar getah bening atau bercak
kemerahan, mungkin telah terjadi komplikasi. Komplikasi faringitis akut antara
lain cacar air (demam yang ditandai dengan bercak merah), demam rematik
(demam yang berhubungan dengan artritis atau kerusakan katup jantung), dan
glomerulonefritis. Pada 0,3 hingga 3% pasien dengan faringitis streptokokus grup
A, bakteri yang tidak diobati dapat memicu demam rematik akut (ARF) dan
penyakit jantung rematik (RHD). Kondisi ini juga sangat penting karena terus
menjadi masalah kesehatan baik di negara berkembang (rendah dan menengah)

15
maupun negara maju (tinggi). Penyebab faringitis adalah infeksi, serta infeksi
virus (40 hingga 60%), bakteri (5 hingga 40%), dan jamur. Umumnya virus
penyebab faringitis adalah virus influenza dan adenovirus sedangkan bakteri
penyebab faringitis adalah bakteri. Faringitis dapat disebabkan tidak hanya oleh
infeksi, tetapi juga oleh faktor alergi, refluks laringofaringeal, penyakit autoimun,
trauma, tumor dan efek merokok.
Cara mengatasi penyakit faringitis yaitu Diagnosis penyakit selalu dimulai dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Walaupun demikian,
dalam mendiagnosis faringitis yang disebabkan oleh bakteri streptococcus group
A terdapat beberapa rekomendasi yang dianjurkan. Idealnya dilakukan rapid
antigen detection test (RADT) dan/atau throat culture, (swab tenggorokan). Salah
satu dari kedua tes tersebut perlu dilakukan karena gejala klinis saja tidak bisa
membedakan faringitis akut yang disebabkan oleh bakteri dan virus kecuali
terdapat gejala khas akibat virus seperti rhinorrhea, batuk, ulkus pada mulut,
dan/atau suara serak, Meskipun gejala faringitis akut akibat Streptococcus group A
dapat sembuh tanpa pengobatan, namun terdapat argumen yang menganjurkan
pengobatan antibiotik untuk mengurangi gejala akut dan sebagai pencegahan
komplikasi supuratif dan nonsupuratif. Lalu untuk pengobatan antibiotik adalah
untuk mempersingkat onset penyakit, pengobatan antibiotik telah teruji efektif
dalam mengurangi durasi gejala faringitis yang disebabkan bakteri Streptococcus;
untuk mencegah penularan, pengobatan antibiotic, menyebabkan kultur negatif
pada 24 jam pertama dalam 97% kasus, mengurangi risiko penularan pada orang
lain; 3) untuk mencegah komplikasi, dalam beberapa kasus pengobatan antibiotik
untuk faringitis Streptococcus akut mengurangi insidensi dari komplikasi akut
supuratif dan non-supuratif, 4 Durasi sakit tenggorokan dapat berkurang 1 sampai
2 hari dengan pengobatan antibiotik. Pasien rawat jalan tidak akan menularkan
penyakit setelah 24 jam pemberian antibiotic, beristirahat yang cukup dan
menghindari paparan asap polusi dan rokok.

16
DAFTAR PUSTAKA

667-2197-1-PB. (n.d.).

3293-Article Text-8695-1-10-20170519. (n.d.).

Djohan, G. A., & Dewi, S. M. (2020). Hubungan antara tingkat intensitas latihan fisik dengan prevalensi rhinitis
pada mahasiswa Universitas Tarumanagara berusia 18-24 tahun. In Tarumanagara Medical Journal (Vol.
2, Issue 2).

Ode, L., & Keperawatan, A. K. (2019). FAKTOR RISIKO KEJADIAN BRONKITIS DI PUSKESMAS MEKAR KOTA
KENDARI (The risk factors for bronchitis at Mekar Health Center in Kendari City). Jurnal Ilmu Kesehatan,
8(1).

Slugroho, S., Jurusan, D., Kesehatan, P., & Rekreasi, D. (n.d.). TERAPI PERNAPASAN PADA PENDERITA ASMA.

Susilo, A., Suwarto, S., Rengganis, I., & Harimurti, K. (2014). Peranan Gejala Klinis dan Pemeriksaan Darah. In
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | (Vol. 1, Issue 2).

Tanaka, W., & Amaliah, M. (2020). Prevalensi rinitis alergi berdasarkan gejala klinis pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Tarumanagara angkatan 2015. In Tarumanagara Medical Journal (Vol. 2, Issue
1).

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Pneumonia pada Anak Balita, Orang Dewasa, Usia
Lanjut. Jakarta: Pustaka obor popular.

Danusantoso, H. 2000. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates. Danusantoso, H. 2000. Ilmu Penyakit Paru.
Jakarta: Hipokrates.

Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Repulik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 tentang
Penanggulangan Tuberkulosis. Dinas Kesehatan Indonesia; 2017 p. 163.

Rahman, F., Yulidasari, F., Laily, N., & Rosadi, D. (2017). Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Tentang Upaya
Pencegahan Tuberculosis. Jurnal MKMI, 13(2), 183–189.

17

Anda mungkin juga menyukai