Oleh:Kelompok 4
Adonia
Al akbar
Andi Ziqra Faiqah
Armayani
Fahira Ariesma
Gisti Simin
Juni Sulasri
Melinda
Rubi Alfarabi Labone
2024
KASUS KELOMPOK IV. PERUBAHAN PADA SISTEM PULMONAL
Ibu S (78 tahun) dirawat di Rumah Sakit B sejak 1 hari yang lalu dengan keluhan batuk berdahak
lebih dari 3 minggu, dahaknya banyak namun susah keluar, sesak nafas dan demam. Hasil
pemeriksaan fisik ditemukan TD 110/80 mmHg, Pernapasan 30 x/menit, suhu 38 derajat celcius,
ronchi (+) pada bagian apex dan basal paru kiri dan kanan. Hasil pemeriksaan Laboratorium
BTA (+). Ibu S didiagnosa TB Paru oleh dokter.
Dari kasus di atas jelaskan pertanyaan pembelajaran yang dapat dicapai pada kasus di atas
meliputi:
a. Apa saja perubahan pada system pulmonal yang terjadi pada lansia?
Jawab: (Juni Sulastri)
Perubahan pulmonal yang terjadi pada lansia meliputi :
penurunan pada massa dan tonus otot yang menyebabkan penurunan ekspansi paru serta
penurunan kompliansi dinding dada yang akibat keadaan osteoporosis dan klasifikasi
tulang rawan kosta (Perry, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Enright et al dan
Kertjens et al, menyatakan bahwa penurunan pada fungsi pernapasan yang ditinjau dari
nilai forced expiratory volume in one second (FEV1) memiliki hubungan yang signifikan
dengan tingkat usia, jumlah penurunan rata-rata FEV1 adalah 25-30 ml/ tahun dimulai
sejak usia antara 35 sampai 40 tahun dan dapat meningkat menjadi 60 ml/ tahun pada
usia di atas 70 tahun (Goodwin, 2006).
Fungsi paru yang menurun akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada
lansia. Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan
aktivitas berbagai organ tubuh. Cara sederhana untuk mengetahui status pernapasan
seseorang adalah dengan mengukur respiration rate atau frekuensi pernapasan dan aliran
puncak ekspirasi (APE). Perubahan frekuensi dan irama pernapasan pada lansia yaitu
dapat menjadi lebih cepat atau lebih lambat dan terengah-engah. Kecepatan aliran puncak
ekspirasi (APE) adalah titik aliran tertinggi yang dapat dicapai selama ekspirasi
maksimal. Nilai yang diperoleh pada APE besarnya tergantung pada diameter jalan
napas, usia, jenis kelamin dan tinggi badan serta harus disesuaikan dengan nilai normal.
Kondisi lansia menyebabkan nilai APE cenderung menurun (Maryam, 2010).
Lesi inisial dapat sembuh dengan sendirinya dan infeksi menjadi laten. Fibrosis
terjadi bila enzim hidrolitik melarutkan tuberkel dan lesi dikelilingi oleh kapsul fibrosis.
Nodul fibrokaseosa ini sering kali mengandung mycobacteria dan berpotensi reaktivasi
Ketika host tidak dapat menekan infeksi inisial, infeksi primer TB dapat
berkembang lebih lanjut, terutama di lobus tengah dan bawah dari paru-paru. Eksudat
yang purulen dan mengandung basil tahan asam (BTA) dapat ditemukan di sputum dan
jaringan paru. Namun, bila infeksi tuberkulosis dapat ditekan atau dilawan oleh sistem
imun, infeksi tuberkulosis dapat menjadi infeksi laten.
Individu dengan infeksi tuberkulosis laten tidak dapat menularkan bakteri tetapi
infeksi laten dapat teraktivasi bila host mengalami imunosupresi. Setelah itu, infeksi akan
menjadi infeksi tuberkulosis sekunder. Lesi tuberkulosis sekunder umumnya berada di
apeks paru-paru.