Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH PERPADUAN KANDUNGAN JAHE (ZINGIBER

OFFICINALE) DAN MENGKUDU (MORINDA CITRIFOLIA) DALAM


MEMBERANTAS MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan untuk memenuhi tugas
dan melengkapi syarat
Open Recruitment SRCR

Disusun oleh :
ANGGITA
NIM : 122010101076
AULIZA WIHARDIAS
NIM : 112010101012

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri cukup banyak ditemukan di
Indonesia, hal ini didukung dengan kondisi kebersihan masyarakat yang kurang
baik. Salah satu infeksi disebabkan bakteri yang memiliki angka kejadian cukup
tinggi di Indonesia adalah TB paru.
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan olek bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Bakteri ini merupakan bakteri basil
yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya.
Insidensi TB dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di
seluruh dunia. Estimasi prevalensi, insidensi, dan mortalitas TB yang dinyatakan
dalam 100.000 penduduk 2011 berdasarkan hasil perhitungan WHO dalam WHO
Report 2011 Global Tuberculosis Control. Angka insidensi semua tipe TB tahun
2011 sebesat 189 per 100.000, angka prevalensi pada tahun 2011 (423 per 100.000
penduduk) dan angka mortalitas pada tahun 2011 (27 per 100.000 penduduk)
(Haziq, 2011). Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati
urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22
negara dengan masalah TBC terbesar di dunia (Warta TB edisi 20, 2012).
Obat obat antibakteri esensial telah diandalkan dalam penanggulangan
penyakit

ini,

diantaranya

adalah

isoniazid,

rifampicin,

pyrazinamide,

streptomycin, ethambutol dan thioacetazone. Tetapi obat obatan tersebut


menimbulkan efek samping dan perlu pengawasan dokter, sehingga harganya
mahal. Maka, orang mulai mencoba menggunakan obat obat tradisional dari
tumbuhan herbal yang merupakan sumber kekayaan alam dalam negeri dan layak
untuk digali (Gholib, 2009).
Salah satu jenis tumbuhan yang dapat digunakan untuk obat tradisional
adalah mengkudu dan jahe. Dalam pengobatan, mengkudu (Morinda citrifolia)
dipadukan dengan rimpang jahe (Zingeber oficinalis). Kedua buah tersebut

manjur mengatasi serangan bakteri yang pertama kali ditemukan pada 24 Maret
1882 itu (Elin, 2007).

Mengkudu dan jahe dipadukan untuk mengobati TB lantaran dari hasil


penelitian sebelumnya diketahui bahwa mengkudu mempunyai efek antibakteri
yang mengandung senyawa aktif antrakuinon, acubin, asperuloside, dan alizarin
(Robert, 1998). Sementara jahe sering digunakan masyarakat untuk mengobati
batuk berdahak. Batuk dan batuk berdahak erat kaitannya dengan tuberkulosis.
Jahe juga mempunyai gingerol yang bersifat antibakteri. Jahe dan mengkudu juga
bersifat immunostimulan alias meningkatkan daya tahan tubuh (Sarah, 2007).
Riset ilmiah membuktikannya. Menurut S. G Franzblau dan R.T Rosent periset
The State of University on New Jersey, gingrol dalam jahe mampu meningkatkan
daya tahan tubuh dan membunuh bakteri penyebab TB. Jonel Saludes periset
Unversity of Santo Tomas, Manilla Filipina, menemukan senyawa antibakteri
dalam buah mengkudu.
Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk mengetahui efektifitas dari
mengkudu dan jahe untuk memberantas bakteri Mycobacterium tuberculosis
sehingga diharapkan dapat menjadi salah satu obat alternatif untuk menurunkan
angka kejadian TB paru.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah kandungan mengkudu dan jahe mampu memberantas


bakteri Mycobacterium tuberculosis?

1.3 Tujuan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan mengkudu dan
jahe dalam memberantas bakteri Mycobacterium tuberculosis.
1.4 Manfaat

1.4.1

Bagi Masyarakat
a. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa obat
tradisional terutama mengkudu dan jahe dapat digunakan dalam

1.4.2

proses penyembuhan penyakit TB paru.


b. Dapat menurunkan angka kejadian infeksi TB paru.
Bagi Ilmu Pengetahuan
a. Dapat menunjukkan kemampuan mengkudu dan jahe sebagai salah
satu alternatif antibakteri.
b. Dapat digunakan sebagai studi pengembangan produk kesehatan
dalam penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TB PARU
2.1.1 Definisi
Infeksi paru yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis.
Pada orang dewasa merupakan tuberkulosis paru pasca primer yang
berarti infeksi tuberkulosis pada penderita yang telah mempunyai
imunitas spesifik terhadap tuberkulosis.
2.1.2 Patogenesis
Proses penularan melalui inhalasi droplet nuclei yang berisi kuman
Mycobacterium tuberculosis.
Tuberkulosis paru pasca primer dapat terjadi melalui salah satu dari
mekanisme:
a. Perkembangan langsung penyakit primer
b. Reaktivasi penyakit primer yang tenang
c. Penyebaran hematogen ke paru
d. Reinfeksi eksogen
2.1.3 Patologi
Lesi tuberkulosis dapat dalam bentuk empat lesi dasar:
a. Lesi eksudatif:
merupakan reaksi hipersensitif
b. Lesi proliferatif:
merupakan kelanjutan lesi eksudatif yaitu timbul nekrosis
pengejuan yang dikelilingi oleh jaringan granulasi tuberkulosis.
c. Kaviti:
bila jaringan keju dari proses proliferasi mencair, dan
menembus bronkus, maka jaringan keju cair akan dikeluarkan,
sehingga meninggalkan sisa kaviti. Kaviti ini lebih penting
daripada proses tuberkulosis sendiri, karena merupakan sumber
kuman dan sumber batuk darah profus.
d. Tuberkuloma:
bila lesi proliferatif dibungkus kapsul jaringan ikat, maka
proses menjadi tidak aktif.

Pada tuberkulosis paru pasca primer selalu terjadi remisi dan


eksaserbasi, maka pada tempat proses selalu terdapat campuran lesi
dasar ditambah dengan proses fibrotik (penyembuhan).
Pada tuberkulosis paru pasca primer selalu terjadi remisi dan
eksaserbasi, maka pada tempat proses selalu terdapat campuran lesi
dasar ditambah dengan proses fibrotik (penyembuhan).
Lokasi proses tuberkulosis paru pasca primer adalah:
Apikal atau segmen posterior lobus superior atau segmen

superior lobus inferior dan jarang dijumpai di tempat lain.


Pada penderita diabetes melitus sering dijumpai

tuberkulosis pada paru lobus inferior (lower lung field).


Penyebaran/perluasan proses tuberkulosis:
Ke parenkim paru sekitar
Ke pleura: menyebabkan pleuritis atau efusi pleura dan

empiema
Ke saluran nafas: menimbulkan endobronkial tuberculosis
Melalui pembuluh darah dan saluran limfe: menimbulkan

penyebaran hematogen dan limfogen.


2.1.4 Gejala Klinis
Keluhan:
Umum (sistemik):
Panas badan (sumer), nafsu makan menurun, berkeringat

malam, mual, muntah.


Lokal paru:
Batuk, batuk darah, nyeri dada/nyeri pleuritik, sesak nafas

bila lesi luas


2.1.5 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tidak spesifik. Bila kelainan paru minimal atau
sedang, pemeriksaan fisik mungkin normal. Bisa dijumpai tandatanda konsolidasi, deviasi trakea/mediastinum ke sisi paru dengan
kerusakan terberat, efusi pleura (redup, suara napas menurun).
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
Darah lengkap: LED meningkat, dapat anemia, lekosit
normal atau sedikit meningkat, hitung jenis bergeser ke
kanan (peningkatan mononuklear).

Sputum: hapusan basil tahan asam (BTA) dengan


pengecatan ZN, atau fluoresens.
Kultur: untuk identifikasi basil dan uji resistensi obat anti

tuberkulosis.
Radiologis:
Gambaran radiologis dapat berupa:
-

III define air space shadowing

Kaviti dengan dinding tebal dikelilingi konsolidasi

Millet

seed

like

appearance/granuler

pada

tuberkulosis milier
Lokasi lesi pada umumnya sesuai dengan lokasi lesi
tuberkulosis pasca primer.
Namun demikian kadang penampakan lesi pada foto toraks
tidak spesifik (seperti tumor), sehingga sering dikatakan
bahwa tuberkulosis merupakan the great imitator.
Untuk

kepentingan

klinis

maka

lesi

tuberkulosis

berdasarkan foto toraks dibagi menjadi 2 kategori:


Lesi minimal (minimal lesion):
bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua
paru, dengan luas tidak lebih dari volume paru yang
terletak di atas chondrosternal junction dari iga
kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis
IV atau korpus vertebra torakalis V (sela iga II) dan
tidak dijumpai kaviti.
Lesi luas (far advanced lesion):
bila proses lebih luas dari lesi minimal.
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis klinis
Diagnosis tuberkulosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik.
Diagnosis bakteriologik
Ditemukan basil tahan asam dalam sputum. Dalam
kerangka DOTS (directly observed treatment short course)
WHO, maka diagnosis bakteriologik merupakan komponen

penting dalam diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis,


dengan cara 3 kali pemeriksaan hapusan basil tahan asam
dari sputum (SPS= sewaktu, pagi, sewaktu).
Diagnosis radiologis
Gambaran radiologis konsisten sebagai gambaran TB paru

aktif.
2.1.8 Diagnosis Banding
Pneumonia
Abses paru
Kanker paru
Bronkiektasis
Pneumonia aspirasi
2.1.9 Penyulit
Pleuritis sika
Efusi pleura
Empiema
Laryngitis tuberculosis
Tuberkulosis pada organ lain
Kor pulmonale
2.1.10 Penatalaksanaan
Memperbaiki keadaan umum seperti nutrisi, keseimbangan

cairan
Strategi penatalaksanaan menurut DOTS WHO meliputi:
-

komitmen pemerintah dalam mengontrol TB

deteksi kasus dengan pemeriksaan hapusan BTA sputum

kemoterapi standar jangka pendek (6-8 bulan) dengan


pengawasan minum obat

kesinambungan ketersediaan obat anti tuberkulosis

sistem pancatatan dan pelaporan standar

Rekomendasi regimen terapi


Kategori
Terapi

Penderita TB

(setiap hari atau

TB
I

Alternatif regimen terapi TB


Fase inisial
Fase lanjutan

Kasus baru BTA positip

Kasus baru BTA negatip dengan

3x/minggu)
2 RHZE (RHZS)

(setiap hari atau


3x/minggu)
4 RH
6 HE

lesi paru luas


II

III

Konkomintan HIV berat atau

- TB ekstrapulmoner berat
Sputum hapusan positip:

Kambuh

RHZE

Gagal terapi

Putus berobat
Kasus baru BTA negatip selain 2 RHZE*

RHZES

1 5 R3H3E3

4 RH

kategori I
IV

- TB ekstrapulmoner tidak berat


Kasus kronis

6 HE
Merujuk panduan WHO menggunakan
second line drug

*Ethambutol dapat dihilangkan pada fase inisial pada penderita nonkavitas, TB


paru BTA negatif dengan HIV negatif, penderita dengan basil suseptibel obat,
anak muda dengan TB primer.
Obat anti tuberkulosis esensial
Obat esensial

Rekomendasi Dosis (dose range) mg/kgBB


Setiap hari
Seminggu 3 kali
5 (4-6)
10 (8-12)

Isoniazid (H)
Rifampicin (R)

10 (8-12)

10 (8-12)

Pyrazinamide (Z)

25 (20-30)

35 (30-40)

Streptomycin (S)

15 (12-18)

15 (12-18)

Ethambutol (E)

15 (15-20)

30 (20-35)

2,5

not applicable

Thioacetazone (T)

2.1.11 Prognosis
Tergantung pada luas proses, saat mulai pengobatan, kepatuhan
penderita mengikuti aturan penggunaan dan cara pengobatan yang
digunakan.
2.2 KANDUNGAN JAHE
Jahe (Zingiber officinale), adalah tanaman rimpang yang sangat populer
sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Rimpangnya berbentuk jemari

yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa dominan pedas disebabkan


senyawa keton bernama zingeron.
Jahe ternyata berkhasiat sebagai antibakteri. Bakteri Escherichia coli dan
Bacillus subtilis yang bersifat patogen terhadap saluran pencernaan
manusia dapat dihambat pertumbuhan koloninya dengan ekstrak jahe.
Namun ekstrak jahe lebih aktif menghambat pertumbuhan koloni bakteri
B.subtilis dibandingkan dengan bakteri E.coli. Bakteri E.coli dapat
menyebabkan gastroentritis pada manusia, sedangkan B.subtilis dapat
menyebabkan kerusakan pada makanan kaleng yang juga dapat
menyebabkan gastroentritis pada manusia yang mengkonsumsinya.
Jenis bakteri patogen lain yang dapat dihambat pertumbuhannya adalah
bakteri penyebab tuberkulosis, bakteri periodontal yang menyebabkan
periodontitis, dan bakteri yang menyerang saluran pernafasan. Ekstrak
etanol rimpang jahe merah menunjukkan aktivitas antituberkulosis
terhadap M.tuberkulosis galur H37Rv, Labkes-232, dan Labkes-450
masing-masing pada minggu ke-2,2 dan 3. Melalui metode tertentu pada
uji penapisan antibakteri, kita dapat mengetahui pada minggu keberapa
aktivitas penghambatan pertumbuhan koloni bakteri terjadi. Ekstrak
rimpang jahe dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan
Gram negatif seperti bakteri yang menyerang saluran pernafasan,
diantaranya

Staphylococcus

aureus,

Streptococcus

pyogenes,

Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. [10]-gingerol dan


[12]-gingerol, yaitu senyawa yang berhasil diisolasi dari rimpang jahe
menunjukkan aktivitas antibakteri yang kuat secara in vitro melawan
bakteri anaerob yang menyebabkan periodontitis pada rongga mulut
manusia.
2.3 KANDUNGAN MENGKUDU
Mengkudu (Morinda citrifolia) tumbuh di dataran rendah hingga pada
ketinggian 1500 m. Tinggi pohon mengkudu mencapai 3-8 m, memiliki
bunga bongkol berwarna putih. Buahnya merupakan buah majemuk, yang
masih muda berwarna hijau mengkilap dan memiliki totol-totol, dan ketika
sudah tua berwarna putih dengan bintik-bintik hitam.

Buah mengkudu mengandung scopoletin, sebagai analgesik, antiradang,


antibakteri. Glikosida, sebagai antibakteri, antikanker, imunostimulan.
Alizarin, Acubin, L. Asperuloside, dan flavonoid sebagai antibakteri.
Vitamin C, sebagai antioksidan.
2.4 PERPADUAN JAHE DAN MENGKUDU
Jahe dan mengkudu kaya senyawa antibakteri. Jahe mempunyai gingerol
yang bersifat antibakteri. Demikian juga mengkudu yang mengandung
senyawa aktif antrakuinon, acubin, asperuloside, dan alizarin. Keempat
senyawa itu juga manjur menumpas bakteri Mycobacterium tuberculosis
yang ditemukan Robert Koch.
Kedua bahan itu mempunyai sifat antibakteri lebih kuat ketika disatukan.
Sebaliknya bila dipisah, khasiatnya tidak sebaik jika kedua kandungan
bahan tersebut digabungkan.
Menurut Sarah Kriswanti, herbalis di Bandung, Jawa Barat, jahe dan
mengkudu juga bersifat immunostimulan alias meningkatkan daya tahan
tubuh. Menurut S. G Franzblau dan R.T Rosent periset The State of
University on New Jersey, gingrol dalam jahe mampu meningkatkan daya
tahan tubuh dan membunuh bakteri penyebab TB. Jonel Saludes periset
Unversity of Santo Tomas, Manilla Filipina, menemukan senyawa
antibakteri dalam buah mengkudu.

DAFTAR PUSTAKA
Dep Kes RI. 2001. Pedoman penanggulangan nasional tuberculosis.
Garay SM. 2004. Pulmonary Tuberculosis. In: Tuberculosis. Editors: Rom
WN, Garay SM. Philadelphia; Lippincott William & Wilkins.
Koeswara. S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan.
Rusli, Sofyan. 1989. Peningkatan Nilai Tambah Jahe Melalui Beberapa Proses
Pengolahan. J. Litbang Pertanian, Vol. VIII (4).

Waha, M. G. 2000. Sehat dengan Mengkudu. Jakarta: MSF Group.


WHO. 2003. Treatment of tuberculosis guidelines for national
programmes. 3rd Ed.
Winarti, C. 2005. Peluang Pengembangan Minuman Fungsional dari
Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.). Jurnal Litbang Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai