Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK DENGAN ANEMIA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak Dengan
Dosen Pengampu Ibu Tulus Puji Astutik, S. Kep, Ns, M. Kes

DISUSUN OLEH :

1. Kharisma Nurul H. (P1337420716049)


2. Anif Ismawati (P13374207160..)
3. Indra Risandy (P13374207160..)
4. Rizka Amelia A. (P1337420716037)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


PRODI D4 KEPERAWATAN SEMARANG
2018
I. PENGERTIAN
Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan
jumlah sel darah merah di bawah nilai normal. Anemia terjadi sebagai akibat dari
defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat
mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut (Arisman, 2007).
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih
rendah dari harga normal yaitu bila Hb < 14 g/dL dan Ht < 41%, pada pria atau
Hb < 12 g/dL dan Ht < 37% pada wanita (Mansjoer, 1999:547).
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin atau hematokrit di bawah normal (Brunner & Suddarth, 2000).
Anemia adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin lebih rendah dari
nilai normal (Emma, 1999).

II. ETIOLOGI
Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab anemia:
a. Asupan Fe yang tidak memadai
Hanya sekitar 25% WUS memenuhi kebutuhan Fe sesuai Angka
Kecukupan Gizi (AKG) adalah 26μg/hari. Secara rata-rata, wanita
mengkonsumsi 6,5 μg Fe perhari melalui diet makanan. Ketidakcukupan Fe
tidak hanya dipenuhi dari konsumsi makanan sumber Fe seperti daging sapi,
ayam, ikan, telur, dan lain-lain, tetapi dipengaruhi oleh variasi penyerapan
Fe. Variasi ini disebabkan oleh perubahan fisiologis tubuh ibu hamil,
menyusui sehingga meningkatkan kebutuhan Fe bagi tubuh, tipe Fe yang
dikonsumsi, dan faktor diet yang mempercepat (enhancer) dan menghambat
(inhibitor) penyerapan Fe, jenis yang dimakan. Heme iron dari Hb dan
mioglobin hewan lebih mudah dicerna dan tidak dipengaruhi oleh inhibitor
Fe. Non-heme iron yang membentuk 90% Fe dari makanan non-daging
seperti biji-bijian, sayuran, buah dan telur (Fatmah, 2007).
Bioavabilitas non-heme iron dipengaruhi oleh beberapa faktor
inhibitor dan enhancer. Inhibitor utama penyerapan Fe adalah fitat dan
polifenol. Fitat terutama ditemukan pada biji-bijian sereal, kacang dan
beberapa sayuran seperti bayam. Polifenol dijumpai dalam minuman kopi,
teh, sayuran dan kacang-kacangan. Enhancer penyerapan Fe antara lain
asam askorbat atau vitamin C dan protein hewani dalam daging sapi, ayam,
ikan karena mengandung asam amino pengikat Fe untuk meningkatkan
absorpsi Fe. Alkohol dan asam laktat kurang mampu meningkatkan
penyerapan Fe (Fatmah, 2007).

b. Peningkatan kebutuhan fisiologi


Kebutuhan Fe meningkat selama kehamilan untuk memenuhi
kebutuhan Fe akibat peningkatan volume darah, untuk menyediakan Fe bagi
janin dan plasenta, dan untuk menggantikan kehilangan darah saat persalinan.
Peningkatan absorpsi Fe selama trimester II kehamilan membantu peningkatan
kebutuhan. Beberapa studi menggambarkan pengaruh antara suplementasi Fe
selama kehamilan dan peningkatan konsentrasi Hb pada trimester III
kehamilan dapat meningkatkan berat lahir bayi dan usia kehamilan (Fatmah,
2007).

c. Malabsorpsi
Episode diare yang berulang akibat kebiasaan yang tidak higienis dapat
mengakibatkan malabsorpsi. Insiden diare yang cukup tinggi, terjadi terutama
pada kebanyakan negara berkembang. Infestasi cacing, khusunya cacing
tambang dan askaris menyebabkan kehilangan besi dan malabsorpsi besi. Di
daerah endemik malaria, serangan malaria yang berulang dapat menimbulkan
anemia karena defisiensi zat besi (Gibney, 2009).
d. Simpanan Zat Besi yang buruk
Simpanan zat besi dalam tubuh orang-orang Asia memiliki jumlah
yang tidak besar, terbukti dari rendahnya hemosiderin dalam sumsum tulang
dan rendahnya simpanan zat besi di dalam hati. Jika bayi dilahirkan dengan
simpanan zat besi yang buruk, maka defisiensi ini akan semakin parah pada
bayi yang hanya mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) saja dalam periode waktu
yang lama (Gibney, 2009).
e. Kehilangan banyak darah
Kehilangan darah terjadi melalui operasi, penyakit dan donor darah.
Pada wanita, kehilangan darah terjadi melalui menstruasi. Wanita hamil juga
mengalami pendarahan saat dan setelah melahirkan. Efek samping atau akibat
kehilangan darah ini tergantung pada jumlah darah yang keluar dan cadangan
Fe dalam tubuh.Rata-rata seorang wanita mengeluarkan darah 27 ml setiap
siklus menstruasi 28 hari. Diduga 10% wanita kehilangan darah lebih dari 80
ml per bulan. Banyaknya darah yang keluar berperan pada kejadian anemia
karena wanita tidak mempunyai persedian Fe yang cukup dan absorpsi Fe ke
dalam tubuh tidak dapat menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi (Fatmah,
2007).
Jumlah Fe yang hilang/keluar saat menstruasi juga bervariasi
dengan tipe alat kontrasepsi yang dipakai. Intrauterine Device (IUD) dan
spiral dapat meningkatkan pengeluaran darah 2 kali saat menstruasi dan pil
mengurangi kehilangan darah sebesar 1,5 kali ketika menstruasi
berlangsung (Fatmah, 2007).
Komplikasi kehamilan yang mengarah pada pendarahan saat dan
pasca persalinan dihubungkan juga dengan peningkatan resiko anemia.
Plasenta previa dan plasenta abrupsi beresiko terhadap timbulnya anemia
setelah melahirkan. Dalam persalinan normal seorang wanita hamil akan
mengeluarkan darah rata-rata 500 ml atau setara dengan 200 mg Fe.
Pendarahan juga meningkat saat proses melahirkan secara caesar/operasi
(Fatmah, 2007).
f. Ketidakcukupan gizi
Penyebab utama anemia karena defisiensi zat besi, khususnya negara
berkembang, adalah konsumsi gizi yang tidak memadai. Banyak orang
bergantung hanya pada makanan nabati yang memiliki absorpsi zat besi yang
buruk dan terdapat beberapa zat dalam makanan tersebut yang mempengaruhi
absorpsi besi (Gibney, 2009).
g. Hemoglobinopati
Pembentukan hemoglobin yang abnormal, seperti pada thalasemia dan
anemia sel sabit merupakan faktor non gizi yang penting (Gibney, 2009).

h. Obat dan faktor lainnya


Diantara orang-orang dewasa, anemia defisiensi besi berkaitan dengan
keadaan inflamasi yang kronis seperti arthritis, kehilangan darah melalui
saluran pencernaan akibat pemakaian obat, seperti aspirin, dalam jangka waktu
lama, dan tumor (Gibney, 2009).
III. PATOFISIOLOGI
Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai
sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik
(syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus
kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering
pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya
keasaman lambung.
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah secara berlebihan atau keduanya.Kegagalan sumsum dapat terjadi
akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat
penyebab yang tidak diketahui.Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan
atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah
merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.Hasil samping proses ini
adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.Setiap kenaikan destruksi sel
darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma
(konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada
sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia).Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin
plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya,
hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).
PATHWAYS
IV. PENGKAJIAN FOKUS
Pola Pengkajian Fungsional Gordon :
a. Pola pesepsi dan menejemen kesehatan
- Perubahan aktivitas karena kelemahan
- Bagaimana memanagement masalah kekurangan energy
- Adakah pemeriksaan rutin yang dijalankan.
b. Pola nutrisi dan metabolic
- Adakah masalah gangguan pola makan ataupun nafsu makan
- Adakah penurunan berat badan setelah masuk rumah sakit
- Adakah makanan yang mempengaruhi memperparah gejala
c. Pola eliminasi
- Adakah gangguan konstipasi atau gangguan eliminasi lainnya
- Adakah masalah dalam aktivitas toileting
- Adakah kelemahan memperahui aktivitas toileting
d. Pola aktivitas dan latihan
- Adakah sesak napas atau kelemahan setelah beraktivitas
- Manakah ADL yang dibantu dan dilakukan sendiri
- Bagaimana mengatur masalah kelemahan setelah beraktivitas
e. Pola istirahat – tidur
- Adakah masalah saat istirahat maupun tidur
- Adakah posisi tidur mengganggu kondisi tubuh
- Adakah lingkungan mempengaruhi istirahat dan tidur
f. Pola persepsi dan konsep diri
- Bagaiman pasien dapat menerima masalah yang diderita
- Bagaimana menerima perubahan aktivitas berhubungan dengan masalah yang
diderita
g. Pola sensori dan kognitif
- Adakah nyeri yang dirasakan
- Adakah perubahan kemampuan berfikir
- Adakah masalah dalam penginderaan
h. Pola reproduksi dan seksual
- Apakah gejala yang dirasakan menggangu seksualitas
- Adakah gejala yang dirasakan menggangu hubungan dengan pasangan
i. Pola hubungan peran
- Adakah masalah dengan anggota keluarga saat setelah sakit
- Adakah perubahan peran di masyarakat dan keluarga
j. Pola penanggulangan stress
- Adakah stress saat berada di rumah sakit
- Bagaiman menanggulangi stress karena kondisi yang dialami
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
- Adakah gangguan beribadah saat sakit
- Bagaimana kepercayaan pasien dengan kesembuhan penyakitnya

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan keletihan
Definisi : inspirasi dan\atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat.
Batasan karakteristik :
- Dyspnea
- Fase ekspirasi memanjang
- Penggunaan otot bantu pernapasan
- Ortopnea
- Pernapasan cuping hidung
- Pola napas abnormal
( Nanda, 2015)

2. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan


Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh
Batasan karakteristik :
- Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
- Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang
- Membran mukosa dan konjungtiva pucat
- Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
( Nanda, 2015)
3. Intoleran aktifitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
Definisi : ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin
dilakukan.
Batasan Karakteristik :
- Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
- Respon frekwensi jantung abnormal terhadap aktivitas
- Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
- Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia
- Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
- Dipsnea setelah beraktivitas
- Menyatakan merasa letih
- Menyatakan merasa lemah
( Nanda, 2015)

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi-


ventilasi
Definisi : kelebihan atau deficit oksigenasi dan\ atau eliminasi karbondioksida
pada membrane alveolar.
Batasan karakteristik :
- Dyspnea
- Gas darah arteri abnormal
- Hiperkapnia
- Hipoksemia
- Pola pernapasan annormal
- Sianosis
( Nanda, 2015)

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik


Definisi : Gangguan kemampuan untuk melakukan ADL pada diri
Batasan karakteristik :
- ketidakmampuan untuk mandi
- ketidakmampuan untuk berpakaian
- ketidakmampuan untuk makan
- ketidakmampuan untuk toileting
( Nanda, 2015)

6. Resiko infeksi
Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme pathogen
Faktor-faktor resiko :
- Prosedur Infasif
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan pathogen
- Trauma
- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkunga
- Ruptur membra amnion
- Agen farmasi (imunosupresan)
- Malnutrisi
( Nanda, 2015)

VI. FOKUS INTERVENSI


1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan keletihan
Kriteria hasil :
 Pola napas normal
 Tidak ada laporan sesak napas
 Saturasi oksegen normal
( NOC, 2015)

Rencana tindakan :

a. Kaji status pernapasan klien


b. Memposisikan klien senyaman mungkin
c. Ajarkan teknik napas dalam
d. Kolaborasi pemberian okssigen
( NIC, 2015)
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan
Kriteria Hasil :
 frekuensi mual berkurang
 frekuensi muntah berkurang
 tidak lagi kehilangan berat badan
 nafsu makan meningkat
(NOC, 2015)
`Rencana tindakan :
a. dukung pasien untuk makan makanan
b. monitor tanda-tanda vital
c. timbang berat badan pasien
d. kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya
e. bantu klien dalam membatasi aktifitas fisik
(NIC, 2015)

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen.
Kriteria Hasil :
 Toleran dalam aktivitas
 Kemandirian perawatan diri
 Energy tubuh tercukupi
 Status kardiopulmunari adekuat
 Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat
(NOC,2015)

Rencana intervensi :
a. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
b. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan social
c. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
d. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
e. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan
program terapi yang tepat
( NIC, 2015)
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar
Kriteria Hasil :
 Pa O2 dalam tentang normal
 Pa CO2 dalam rentang normal
 Saturasi oksigen normal
 pH arteri normal
( NOC, 2015)

Rencana keperawatan
a. Monitor analisa gas darah (ABG)
b. Observasi indikator adanya hipoksia
c. Posisikan pasien agar ekspansi penuh (semi fowler).
d. Ubah posisi pasien tiap 2 jam untuk mendukung drainage dan re ekspansi
e. kolaborasi pemberian oksigen jika diperlukan
( NIC, 2015)

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik


Kriteria Hasil:
- Klien terbebas dari bau badan
- Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
- Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
( NOC, 2015)

Rencana intervensi :
- Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
- Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan makan.
- Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-
care.
- Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
- Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
( NIC, 2015)

5. Resiko infeksi
Kriteria Hasil :
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
- Menunjukkan perilaku hidup sehat
( NOC, 2015)

Rencana Intervensi :
- Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan pasien
- Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
- Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung.
- Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat.
- Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum
- Berikan terapi antibiotik bila perlu
( NIC, 2015)
Daftar Pustaka

Herdman T. Heather, 2015, NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi,

Jakarta : EGC

Nursing Intervetions Classifications, 2015

Nursing Outcomes Classifications, 2015

Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen Edisi

2. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.

Price, Sylvia Anderson.1994. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.

Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC

Reeves, Charlene J et al. 2001. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.

Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai