Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada

pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk

pelayanan farmasi klinik (Menkes RI, 2016).

Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula terfokus pada pengelolaan

obat sebagai komoditi menjadi sebuah bentuk pelayanan yang komprehensif

meliputi pelayanan obat dan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan farmasi klinik

merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam

rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek

samping karena obat untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga

kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang

dilakukan yaitu: pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat

penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat (PIO), konseling,

visite, pemantauan terapi obat (PTO), monitoring efek samping obat (MESO),

evaluasi penggunaan obat (EPO), dispensing sediaan steril dan pemantauan kadar

obat dalam darah (PKOD) (Menkes RI, 2016).

Apoteker khususnya yang bekerja di rumah sakit dituntut untuk

merealisasikan perluasan paradigma pelayanan kefarmasian selain orientasi

produk juga orientasi pasien. Untuk itu kompetensi apoteker perlu ditingkatkan

secara terus-menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat

1
diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar

dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan demikian,

para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara

sendiri (Menkes RI, 2016).

Dalam rangka menerapkan praktik farmasi klinis di rumah sakit, maka

mahasiswa calon Apoteker perlu diberi pembekalan dalam bentuk praktik kerja

profesi di rumah sakit. Praktik kerja profesi di rumah sakit menerapkan salah satu

praktik pelayanan kefarmasian yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah

dan menyelesaikan masalah terkait obat dan masalah yang berhubungan dengan

kesehatan pasien seperti studi Pengkajian Penggunaan Obat Secara Rasional

(PPOSR) yang dilaksanakan pada bagian ICU Anak. Studi kasus yang dipilih

adalah gagal nafas ec bronkopneumonia.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukan studi kasus ini adalah:

a. Memantau rasionalitas penggunaan obat pada pasien dengan diagnosa gagal

nafas ec bronkopneumonia, sepsis.

b. Memberikan rekomendasi kepada tenaga kesehatan lain di rumah sakit dalam

rangka peningkatan rasionalitas penggunaan obat kepada pasien.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bronkopneumonia

2.1.1 Definisi Bronkopneumonia

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu

peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai

bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-

anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam- macam etiologi seperti bakteri,

virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh

mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu

dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder

terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga

sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang

dewasa (Bradley et.al., 2011).

Insiden penyakit ini pada negara berkembang termasuk indonesia hampir

30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi,

sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit

pada anak di bawah umur 2 tahun. Insiden pneumonia pada anak ≤5 tahun di

negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang

10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian

pertahun pada anak balita dinegara berkembang (Samuel, 2014).

3
2.1.2 Klasifikasi Bronkopneuminia

WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih

sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan

berdasarkan:

1. Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak

sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi

antibiotik.

2. Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih

sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi

antibiotik.

3. Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang

cepat yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50

x/menit pada anak usia 2 bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5

tahun.

4. Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda

seperti di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik (WHO,

2012)

2.1.3 Gejala Bronkopneumonia

Biasanya didahului ISPA selama beberapa hari

1. Sesak nafas.

2. Suhu naik 39oC- 40oC,dangkal, kejang, gelisah.

3. Pernafasan cepat, dangkal disertai cuping hidung dan pucat disekitar mulut dan

hidung.

4. Perubahan bunyi nafas.

4
5. Batuk mula -mula kering menjadi produktif.

6. Kadang disertai muntah dan diare.

7. Penurunan kesadaran.(Ngastiyah, 1997:41)

8. Serangan akut dan membahayakan.

9. Sakit kepala, Malaise.

10. Nyeri abdomen.(Suriadi, 2000:248)

Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinik. Gejala-gejala

klinis tersebut antara lain:

a. Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal

b. Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung

c. Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama

beberapa hari

d. Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare

e. Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk,

beberapa hari yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif

f. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring

g. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan

predominan PMN

h. Pada pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial

dan infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia (Samuel, 2014)

2.1.4 Patofisiologi Bronkopneumonia

Proses bronchopneumonia dimulai dari akibat inhalasi mikroba yang ada

diudara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen. Selain itu

juga berhasilnya kuman pathogen seperti virus, bakteri, jamur, mycoplasma dan

5
benda asing masuk kesaluran pernafasan yaitu ke bronkus sehingga terserap ke

paru perifer yang menyebabkan reaksi jaringan berupa udema, yang

mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian par u yang terkena

mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya serbukan sel PMN (poli morfonuklear),

fibrin, eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli. Proses ini termasuk dalam

stadium hepatisasi merah, sedangkan stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan

proses infeksi berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin

dan leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis yang cepat. Dilanjutkan

stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi

sel dan menipisnya fibr in, serta menghilangnya kuman. (Mansjoer,2000)

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang Bronkopneumonia

1. Foto thoraks.

2. Laboratorium rutin:DPL, hitung jenis, LED, glukosa darah, ureum,

creatinine, SGOT, SGPT.

3. Analisa gas darah, elektrolit.

4. Pewarnaan gram sputum.

5. Kultur sputum.

6. Kultur darah.

7. Pemeriksaan serologi.

8. Pemeriksaan antigen.

9. Tes invasif ( Bronskopi, aspirasi jarum transtoraka, biopsy paru terbuka

dan thorakoskopi).(Rani, 2006)

6
2.1.6 Penatalaksanaan Bronkopneumonia

1. Penatalaksanaan medis

Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi karena

hal itu perlu waktu dan pasien perlu secepatnya, maka biasanya yang

diberikan antara lain:

a. Pennicillin 50000 unit/kg/BB/hari ditambah klorqmfenikol 80-90

mg/kg/BB/hari atau diberikan antibiotic yang mempunyai spectrum luas

seperti ampicillin, pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5

hari.

b. Berikan oksigen dan cairan intravena.

c. Diberikan korelasi, sesuai dengan hasil analisa gas darah arteri.

2. Penatalaksanaan terapeutik

a. Menjaga kelancaran pernafasan.

b. Istirahat.

c. Nutrisi dan cairan.

d. Mengontrol suhu.

e. Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman.(Ngastiyah,

1997:41-43)

3. Penatalaksanaan medis umum.

a. Farmakoterapi

- Antibiotik (diberikan secara intravena)

- Ekspektoran.

- Antipiretik.

7
- Analgetik.

b. Terapi O 2 dan nebulisasi aerosol.

c. Fisioterapi dada dengan postural. (Engram, 1998:61)

2.2 Gagal Nafas

2.2.1 Definisi Gagal Nafas

Gagal nafas adalah suatu kondisi dimana sistem respirasi gagal untuk

melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen dan pengeluaran

karbondioksida. Ketidakmampuan itu dapat dilihat dari kemampuan jaringan

untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.

Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik

dimana masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut

adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang memiliki struktural dan

fungsional paru yang normal sebelum awitan penyakit muncul. Sedangkan gagal

nafas kronis adalah gagal nafas yang terjadi pada pasien dengan penyakit paru

kronis seperti bronkitis kronis, emfisema. Pasien mengalami toleransi terhadap

hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap.

2.2.2 Etiologi Gagal Nafas

Gagal nafas dapat diakibatkan oleh kelainan pada paru, jantung, dinding

dada, otot pernafasan dan mekanisme pengendalian sentral ventilasi di medula

oblongata.

8
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat

dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan

pernafasan terletak di bawah batang otak(pons dan medulla).

Gagal nafas akut dapat disebabkan oleh kelainan intrapulmonal dan

ektrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran nafas

bawah, sirkulasi pulmoner, jaringan interstitial, kapiler alveolar. Kelainan

ektrapulmonal merupakan kelainan pada pusat nafas, neuromuskular, pleura

maupun saluran nafas atas.

Bayi khususnya neonatus rentan terhadap kejadian gagal nafas akibat: (1)

ukuran jalan nafas yang kecil dan resistensi yang besar terhadap aliran udara, (2)

compliance paru yang lebih besar, (3) otot pernafasan dan diafragma cenderung

yang lebih mudah lelah, serta (4) predisposisi terjadinya apnea yang lebih besar.

Tabel 2.1. Etiologi gagal nafas pada neonatus

2.2.3 Patofisiologi Gagal Nafas

Secara umum terdapat empat dasar mekanisme gangguan pertukaran gas

pada sistem pernafasan yaitu :

1. Hipoventilasi

9
2. Ketidakseimbangan ventilasi atau perfusi

3. Pintasan darah kanan ke kiri

4. Gangguan difusi.

Kelainan ektrapulmonel menyebabkan hipoventilasi sedangkan kelainan

intrapulmonel dapat meliputi seluruh mekanisme tersebut.

Sesuai dengan patofisiologinya gagal nafas akut dapat dibedakan kedalam

2 bentuk yaitu: hiperkapnia atau kegagalan ventilasi dan hipoksemia atau

kegagalan oksigenasi.

Gagal nafas pada umumnya disebabkan oleh kegagalan ventilasi yang

ditandai dengan retensi CO2, disertai dengan penurunan pH yang abnormal,

penurunan PaO, dengan nilai perbedaan tekanan O2 di alveoli-arteri (A-a)DO

meningkat atau normal.

Kegagalan ventilasi dapat disebabkan oleh hipoventilasi karena kelainan

ektrapulmoner dan ketidakseimbangan V/Q yang berat pada kelainan

intrapulmoner atau terjadi kedua-duanya secara bersamaan. Hiperkapnia yang

terjadi karena kelainan ektrapulmoner disebabkan karena terjadinya penurunan

aliran udara antara atmosfer dengan paru tanpa kelainan pertukaran gas di

parenkim paru.

Pada gagal nafas tipe hipoksemia, PaCO2 adalah normal atau menurun,

PaO2 adalah menurun dan peningkatan (A-a) DO. Gagal nafas tipe ini terjadi pada

kelainan pulmoner dan ektrapulmoner. Mekanisme terjadinya hipoksemia terjadi

akibat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi dan pintasan darah kanan-kiri,

sedangkan gangguan difusi dapat merupakan gangguan penyerta. Indikator gagal

nafas frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah

10
16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan

ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan.

Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

2.2.4 Klasifikasi Gagal Nafas

Berdasarkan pada pemeriksaan AGD, gagal nafas dapat dibagi menjadi 3

tipe:

1. Tipe I merupakan kegagalan oksigenasi atau hypoxaemia arteri ditandai

dengan tekanan parsial O2 arteri yang rendah.

2. Tipe II yaitu kegagalan ventilasi atau hypercapnia ditandai dengan

peningkatan tekanan parsial CO2 arteri yang abnormal (PaCO2 > 46 mm

Hg), dan diikuti secara simultan dengan turunnya PAO2 dan PaO2, oleh

karena itu perbedaan PAO2-PaO2 masih tetap tidak berubah.

3. Tipe III adalah gabungan antara kegagalan oksigenasi dan ventilasi

ditandai dengan hipoksemia dan hiperkarbia penurunan PaO2 dan

peningkatan PaCO2

2.2.4 Penatalaksanaan Gagal Nafas

a. Penatalaksanaan Non Respiratorik

Monitoring temperatur merupakan hal yang penting dalam perawatan

neonatus yang mengalami distress pernafasan. Keadaan hipo maupun hipertermi

harus dihindari. Temperatur bayi harus dijaga dalam rentang 36,5−37,5oC.

Enteral feeding harus dihindari pada neonatus yang mengalami distress

nafas yang berat, dan cairan intravena dapat segera diberikan, untuk mencegah

keadaan hipoglikemia. Keseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa harus

diperhatikan. Pemberian cairan biasanya dimulai dengan jumlah yang minimum,

11
mulai dari 60 ml/kgBB/hari dengan Dekstrose 10% atau ¾ dari kebutuhan cairan

harian. Kalsium glukonas dengan dosis 6-8 ml/kgBB/hari dapat ditambahkan pada

infus cairan yang diberikan. Pemberian nutrisi parenteral dapat dimulai sejak hari

pertama. Pemberian protein dapat dimulai dari 3,5 g/kgBB/hari dan lipid mulai

dari 3 g/kgBB/hari.

Prinsip lain perawatan neonatus yang mengalami distress nafas adalah

minimal handling. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan monitor

sekaligus untuk menilai keadaan kardiorespiratorik, temperatur, dan saturasi

oksigen pada bayi. Gejala dan hasil pemeriksaan radiologis pada bayi yang

mengalami distress nafas. sering tidak spesifik sehingga penyebab lain terjadinya

distress nafas seperti sepsis perlu dipertimbangkan, dan pemberian antibiotik

spektrum luas sedini mungkin harus dimulai sampai hasil kultur terbukti negatif.

Pemilihan antibiotik inisial yang dianjurkan adalah ampicillin dan gentamicin.

b. Penatalaksanaan Respiratorik

Penanganan awal adalah dengan membersihkan jalan nafas,jalan nafas

dibersihkan dari lendir atau sekret yang dapat menghalangi jalan nafas selama

diperlukan, serta memastikan pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Monitoring

saturasi oksigen dapat dilakukan dengan menggunakan pulse oxymetri secara

kontinyu untuk memutuskan kapan memulai intubasi dan ventilasi.

Semua bayi yang mengalami distress nafas dengan atau tanpa sianosis

harus mendapatkan tambahan oksigen. Oksigen yang diberikan sebaiknya oksigen

lembab dan telah dihangatkan.

12
2.3 Tinjauan Terapi

2.3.1 IVFD D5% NaCl 0,225%

Sodium adalah kation utama pada cairan ekstraselular dan membantu

menjaga distribusi air, keseimbangan cairan dan elektrolit, kesetimbangan asam

basa, dan tekanan osmotik. Klorida adalah anion utama pada cairan ekstraselular

dan terlibat dalam menjaga keseimbangan asam-basa. Larutan NaCl menyerupai

cairan ekstraselular. Mengurangi edema kornea dengan efek osmotik. Efek

Terapeutik: IV, PO: Penggantian keadaan defisiensi dan pemeliharaan

13
homeostasis. Penyerapan: Diserap dengan baik setelah pemberian oral. Larutan

pengganti NaCl diberikan hanya untuk IV. Distribusi: Cepat dan tersebar luas.

Metabolisme dan Ekskresi: Ekskresi terutama oleh ginjal. Waktu paruh: tidak

diketahui (Medscape, 2019).

 Kemasan : IVFD D5% NaCl 0,225% 500mg

 Penyimpanan : simpan ditempat sejuk (8-15ºc) dan kering, terlindung dari

cahaya matahari (PIONAS,2019)

2.3.2 Ampisilin

 Indikasi: Infeksi pada mulut, bronkolitis, bronkitis, muncomplicated

community acquired pneumonia, salmonellosis invasif.

 Kontraindikasi: Hipersensitifitas terhadap penicillin, infeksi mononukleus.

 Efek samping: mual, muntah, diare, ruam (hentikan penggunaan), reaksi

alergi (Tim Medical Mini Notes, 2017).

 Dosis : bayi 1-3 bulan, 50-100 mg/kg bb setiap 6 jam

 Kemasan : vial kaca, serbuk injeksi 1 gr

 Penyimpanan : simpan ditempat sejuk (8-15ºc) dan kering, terlindung dari

cahaya matahari (PIONAS, 2019)

2.3.3 Gentamisin

Gentamisin (parenteral) terutama sensitif terhadap Preteus, Pseudomonas,

Klebsiella, Serratia, E.coli, dan Enterobacter.

 Indikasi: Infeksi oleh kuman yang sensitif pada penyakit bakteremia,

pneumonia, infeksi luka bakar.

 Kontraindikasi: hipersensitif, kehamilan dan miastenia gravis.

14
 Efek samping: nefrotoksisitas, hipomagnesemia pada pemberian jangka

panjang (Tim Medical Mini Notes, 2017).

 Dosis : anak di bawah 2 minggu, 3 mg/kg bb tiap 12 jam; 2 minggu sampai

2 tahun, 2 mg/kg bb tiap 8 jam

 Kemasan : Ampul kaca, gentamisim 40mg/ml

 Penyimpanan : simpan ditempat sejuk (8-15ºc) dan kering, terlindung dari

cahaya matahari (PIONAS, 2019).

2.3.4 Salbutamol (Ventolin)

 Indikasi: meredakan bronkospasme pada asma dan obstruksi saluran nafas

reversibel lainnya.

 Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap salbutamol.

 Efek samping: Tremor, sakit kepala, kram otot, palpitasi, takikardi (Tim

Medical Mini Notes, 2017).

 Dosis : Inhalasi nebuliser: untuk bronkospasme kronis yang tidak

memberikan respons terhadap terapi konvensional dan untuk asma akut

yang berat: Dewasa dan Anak di atas 18 bulan 2,5 mg, diberikan sampai 4

kali sehari, atau 5 kali bila perlu, tetapi perlu segera dipantau hasilnya,

karena mungkin diperlukan alternatif terapi lain. Kemanfaatan terapi ini

untuk anak kurang dari 18 bulan masih diragukan

 Kemasan : ampul, salbutamol 2,5 mg/ml

 Penyimpanan : simpan ditempat sejuk (8-15ºc) dan kering, terlindung dari

cahaya matahari (PIONAS, 2019).

15
2.3.5 Parasetamol

Parasetamol bekerja pada pusat pengatur suhu di hipotalamus untuk

menurunkan suhutubuh (antipiretik). Bekerja menghambat sintesis prostaglandin

sehingga dapat mengurangi nyeri ringan-sedang.

 Indikasi: nyeri ringan- sedang, demam.

 Kontraindikasi: hipersensitif, gangguan hati.

 Efek samping: Reaksi alergi, ruamkulit, kerusakan hati (Tim Medical Mini

Notes, 2017).

 Dosis : Neonatus 28-31 minggu : 10-15 mg/kg bb/ 12jam prn; dosis awal

20 mg / kg tidak melebihi 40 mg /kg bb/ hari atau 48 jam (berturut-turut)

dari dosis maksimum

 Kemasan : Paracetamol drip 50mg (infus kaca)

 Penyimpanan : simpan ditempat sejuk (8-15ºc) dan kering, terlindung dari

cahaya matahari (PIONAS, 2019).

2.3.6 Furosemid

 Indikasi: Pasien dengan retensi cairan yang berat (edema, ascites), edema

paru akut, edema pada sindrom nefrotik.

 Kontraindikasi: Hipovolemia, anuri (obstruksi post renal).

 Efek samping: Hipotensi, hiponatremia, hipokalemia, hipokalsemia,

hiperuresemia (Tim Medical Mini Notes, 2017).

 Dosis : Injeksi intravena atau intramuskular: Udem. Dewasa >15 tahun,

dosis awal 20-40 mg, dosis dapat ditingkatkan sebesar 20 mg tiap interval

2 jam hingga efek tercapai. Dosis individual diberikan 1-2 kali

16
sehari. Pemberian injeksi intravena harus perlahan dengan kecepatan tidak

melebihi 4 mg/menit. Pemberian secara intramuskular hanya dilakukan

bila pemberian oral dan intravena tidak memungkinkan. Intramuskular

tidak untuk kondisi akut seperti udem pulmonari. Udem pulmonari akut.

Dosis awal 40 mg secara intravena. Jika tidak mendapatkan respons yang

diharapkan selama 1 jam, dosis dapat ditingkatkan hingga 80 mg secara

intravena lambat. Udem otak. Injeksi intravena 20-40 mg 3 kali

sehari. Diuresis mendesak.Dosis 20-40 mg diberikan bersama infus cairan

elektrolit. Bayi dan anak <15 tahun, pemberian secara parenteral hanya

dilakukan bila keadaan mendesak atau mengancam jiwa (1 mg/kg BB

hingga maksimum 20 mg/hari).

 Kemasan : vial kaca, Furosemid 10mg/ml

 Penyimpanan: simpan ditempat sejuk (8-15ºc) dan kering, terlindung dari

cahaya matahari (PIONAS, 2019)

2.3.7 Fentanyl

 Indikasi: analgesia selama pembedahan, memperdalam anestesia, depresan

respirasi pada ventilasi buatan.

 Kontraindikasi: depresi nafas akut, penyakit hati akut, ileus paralitik.

 Efek samping: mual dan muntah, rasa ngantuk, ruam kulit, urtikaria dan

pruritus

 Dosis : melalui injeksi intravena, dengan napas spontan, 50-200 mcg,

kemudian 50 mcg sesuai dengan kebutuhan; anak: 3-5 mcg/kg bb,

kemudian 1 mcg/kg bb sesuai dengan kebutuhan. Dengan napas buatan,

17
0,3-3,5 mg; kemudian 100-200 mcg sesuai dengan kebutuhan; anak: 15

mcg/kg bb, kemudian 1-3 mcg/kg bb sesuai dengan kebutuhan

 Kemasan : vial kaca, fentanyl 100mcg/ml

 Penyimpanan : dalam rak narkotika dengan double lock dan di tempel

stiker high alert (PIONAS, 2019)

2.3.8 Midazolam

 Indikasi: premedikasi, induksi anastesi dan penunjang anastesi umum,

sedasi untuk tindakan diagnostik dan anastesi lokal.

 Kontraindikasi: Bayi prematur, miastenia gravis.

 Efek samping: Gangguan saluran cerna, depresi saluran nafas (terutama

pada pemberian dosis tinggi atau pada injeksi cepat, nyeri, thromboflebitis

(Tim Medical Mini Notes, 2017).

 Dosis : anak 0,15-0,2 mg/kg bb intramuskular dalam kombinasi dengan

ketamin. Sedasi dalam unit perawatan intensif (ICU) dosis muatan

(loading dose) 0,03-0,3 mg/kg bb; dosis penunjang 0,03-0,2 mg/kg bb/jam.

 Kemasan : vial kaca, midazolam 5mg/5ml

 Penyimpanan : dalam lemari psikotropika (PIONAS, 2019)

2.3.9 Ceftazidim

 Indikasi:  infeksi bakteri gram positif dan gram negatif, lihat keterangan di

atas.

 Kontraindikasi:  hipersensitivitas terhadap sefalosporin.

 Efek Samping: diare dan kolitis yang disebabkan oleh antibiotik (keduany

a karena penggunaan dosis tinggi), mual dan muntah, rasa tidak enak pada

18
saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, pruritus,

urtikaria, serum sickness-like reactions dengan ruam, demam dan artralgia,

anafilaksis, sindroma Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksis,

gangguan fungsi hati, hepatitis transien dan kolestatik jaundice;

eosinofil, gangguan darah (trombositopenia, leukopenia, agranulositosis,

anemia aplastik, anemia hemolitik); nefritis interstisial reversibel,

gangguan tidur, hiperaktivitas, bingung, hipertonia dan pusing, nervous.

 Dosis : bayi sampai 2 bulan: 25-60 mg/kg bb/hari dalam 2 kali pemberian.

 Kemasan : vial kaca, serbuk injeksi ceftazidim 1 g

 Penyimpanan : simpan ditempat sejuk (8-15ºc) dan kering, terlindung dari

cahaya matahari (PIONAS, 2019)

2.3.10 Budesonid

 Indikasi:  Asma bronkial

 Interaksi: Simetidin: menghambat metabolisme budesonid.

 Efek Samping:  Iritasi ringan pada tenggorokan, batuk, suara serak, infeksi

kandida pada orofaring, reaksi hipersensitivitas, reaksi kulit seperti

urtikaria, kemerahan, dermatitis, bronkospasme, angiodema, reaksi

anafilaktik, gugup, gelisah, depresi. Jarang: gejala efek glukokortikoid

seperti hipofungsi kelenjar adrenal, dan berkurangnya kecepatan

pertumbuhan.

 Kemasan : ampul, budesonid 0,5 mg/ 2ml

 Penyimpanan : simpan ditempat sejuk (8-15ºc) dan kering, terlindung dari

cahaya matahari (PIONAS, 2019)

19
 Dosis : Anak 2 bulan – 11 tahun: 250-500 mikrogram dua kali sehari

(BNF, 2017)

2.3.11 Dopamin

 Indikasi:  syok kardiogenik pada infrak miokard atau bedah jantung.

 Kontraindikasi:  Takiaritmia, feokromositoma.

 Efek Samping:  mual dan muntah, vasokontriksi perifer, hipotensi,

hipertensi, takikardia.

 Dosis : infus intravena, 2-5 mcg/kg bb/menit

 Kemasan : ampul kaca, dopamin HCl 200mg/5ml

 Penyimpanan : simpan ditempat sejuk (8-15ºc) dan kering, terlindung dari

cahaya matahari disimpan dalam rak high alert, ditempel stiker high alert

dan stiker LASA (PIONAS, 2019).

2.3.12 Dobutamin

 Indikasi: efek inotropik positif pada infrak miokard, bedah jantung,

kardiomiopati, syok septik, dan syok kardiogenik.

 Peringatan: hipotensi berat pada syok kardiogenik.

 Efek Samping:  takikardia dan tekanan darah sistolik sangat meningkat

sangat menunjukan dosis berlebih; flebitis.

 Dosis : infus intravena, 2,5-10 mcg/kg bb/menit

 Kemasan : ampul kaca, dobutamin HCl 250mg/5ml

 Penyimpanan : simpan ditempat sejuk (8-15ºc) dan kering, terlindung dari

cahaya matahari disimpan dalam rak high alert, ditempel stiker high alert

dan stiker LASA (PIONAS, 2019).

2.3.13 Dobutamin + Dopamin

20
Merupakan terapi sinergis yang meningkatkan efek simpatetik, sehingga dapat

meningkatkan tekanan darah dan frekuensi jantung. (Medscape, 2019)

2.3.14 Salbutamol + Budesonid

Dapat berinteraksi meningkatkan serum potasium atau natrium dalam

tubuh (Medscape, 2019)

2.3.12 Ampisilim + Gentamisin

Ampisilin merupakan antibiotik empiris untuk terapi bronkopneumonia.

Antibiotik anpisilin di kombinasi dengan gentamisin yaitu untuk menungkatkan

efek antibiotik atau efek penetrasi dari ampisilin (BNF, 2017)

21
BAB III

PENATALAKSANAAN UMUM

3.1 Identitas Pasien

Nama : AC
Nomor RM : 00.79.10.72
Tanggal lahir : 03 Juni 2019
Umur : 0 tahun 2 bulan 19 hari (Neonatal)
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Dibawah umur
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Di bawah umur
Alamat : Kampung keling
Berat badan : 4,8 kg
Panjang badan : 55 cm
Ruangan : PICU
Pembayaran : BPJS
Tanggal masuk : 22 September 2019
Pukul : 10.30 WIB

3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan

3.2.1 Riwayat penyakit terdahulu


Tidak ada

3.2.2 Riwayat penyakit keluarga

22
Tidak ada.

3.2.3 Riwayat alergi

Tidak ada.

3.2.4 Riwayat sosial

Pasien dengan status ekonomi cukup. Ibu pasien mengatakan bahwa kamar

dari pasien di rumah tidak memiliki ventilasi yang cukup baik. Pasien tinggal

dirumah yang dijadikan warung kopi dan kontak dengan perokok.

3.2.5 Riwayat Penggunaan Obat Terdahulu

Sebelum dibawa ke RSUP H. Adam Malik pasien diberikan obat ketika

berobat di praktek dokter.

3.3 Ringkasan pada Waktu Pasien Masuk RSUP H. Adam Malik

Pasien masuk ke RSUP H. Adam Malik dari IGD pada tanggal 22

September 2019 Pukul 10:30 dan masuk ke ruangan ICU anakpada tanggal 23

September 2019. Pasien masuk dengan keluhan sesak napas dan memberat sejak 1

hari ini. Riwayat batuk berdahak dijumpai sejak 4 hari. Riwayat demam dijumpai

sejak 4 minggu ini demam tidak terlalu tinggi dan demam turun dengan obat

penurun panas. Saat di IGD suhu 37,5oC. Muntah dialami 2 hari yang lalu,

muntah berisi sel-sel dengan lendir dahak. Kejang dirasakan saat di IGD, kejang

bersifat seluruh tubuh, mata terbelalak ke atas, kaki dan tangan kaku dan

bergerak-gerak, durasi kira-kira 1 menit, frekuensi 1 kali, setelah kejang pasien

menangis. Diagnosa awal pasien adalah gagal nafas ec bronkopneumonia.

23
3.4 Pemeriksaaan Penunjang

Selama di rawat di RSUP H. Adam Malik, pasien telah menjalani

beberapa pemeriksaan, seperti pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium

patologi klinik dan pemeriksaan radiologi foto thorax dan ekokardiografi.

3.4 Pemeriksaan fisik

Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien telah menjalani

pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan fisik

Tanggal TD HR RR

(60–90 / T (36,5-
Sensorium (80-100 (40-60
Pemeriksaan 20-60 37,5oC)
x/menit) x/menit)
mmHg)

22/09/2019 CM 100/70 155 45 37,8


23/09/2019 Sopor 56/36 188 70 37
24/09/2019 Sopor 101/55 150 62 38,3
25/09/2019 Coma 99/49 152 152 36,8
26/09/2019 Coma 80/39 148 42-45 37,1
27/09/2019 Coma 117/78 136 43 37,2
28/09/2019 Sopor 117/78 114 45 37,3
Keterangan: BP= blood preasure, HR= heart rate, RR= respiratory rate,
T= temperature.

3.4.1 Pemeriksaan patologi klinik

Pemeriksaan patologi klinik merupakan pemeriksaan yang penting dalam

mendiagnosa penyakit pasien. Pasien telah melakukan beberapa kali pemeriksaan

Laboratorium Patologi Klinik untuk memastikan diagnosa penyakit pasien.Hasil

pemeriksaan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut:

24
Tabel 3.2 Hasil pemeriksaan patologi klinik

a. Hematologi
22/09-
No Data Lab Rujukan Satuan
2019
Darah
1 Hb 10.8-15.6 g/dL 10,3
2 Eritrosit 4.50-6.50 106/mm3 3,54
3 Leukosit 4.500-13.500 103/mm3 8,210
6 Hematokrit 33-45 % 30
7 Trombosit 181.000-521.000 /µL 260.000
7 MCV 69-93 fL 84
8 MCH 22-34 Pg 29,1
9 MCHC 32-36 g/dL 34,8
10 RDW 11-15 % 13,5
11 PCT 0.1-0.5 0,280
12 PDW 10-18 10,9
Hitung Jenis:
Rujukan Satuan
1 Neutrofil 25-60 % 63,5
2 Limfosit 25-50 % 22,80
3 Monosit 1-6 % 13,50
4 Eosinofil 1-5 % 0,10
5 Basofil 0-1 % 0,10
Neutrofil
6 2,4-7.3 103/µL 5,21
Absolut
Limfosit
7 1,7-5.1 103/µL 1,87
Absolut
Monosit
8 0,2-0,6 103/µL 1,11
Absolut
Eosinofil
9 0.1-0.3 103/µL 0,01
Absolut
Basofil
10 0-0,1 103/µL 0,01
Absolut

b. Metabolisme Karbohidrat

Jenis Satuan Tanggal Pemeriksaan Rujukan


Pemeriksaan Unit 22/09-2019
Glukosa
mg/dL 150 <200
Darah sewaktu

c. Ginjal
Jenis Pemeriksaan Satuan Unit Tanggal Rujukan
Pemeriksaan

25
23/09-2019
Ureum mg/dL 15 15-40

Kreatinin mg/dL 0,37 0,6 – 1,1

Blood Urea Nitrogen mg/dL 7 9 – 21


(BUN)

d. Elektrolit
Tanggal Pemeriksaan Rujukan
Jenis Satuan
Pemeriksaan Unit 22/09- 23/09- 24/09-
2019 2019 2019

Natrium (Na) mEq/L 134 135 136 135-155

Kalium (K) mEq/L 5,4 5,4 4,4 3,6-5,5

Klorida (Cl) mEq/L 105 106 99 96-106

Kalsium (Ca) mEq/L 8,8 8,9 8,7 8,4-10,2

e. Analisis Gas Darah

Tanggal Pemeriksaan Rujukan


Jenis Satuan
Pemeriksaan Unit 22/09- 23/09- 24/09- 25/09-
2019 2019 2019 2019

Ph 7,450 7,180 - 7,280 7.35-7.45

pCO2 mmHg 23 62 - 56 38-42

pO2 mmHg 169 146 - 221 85-100

HCO3 mmol/L 16,0 23,1 - 26,0 22-26

Total CO2 mmol/L 16,7 25 - 28 19-25

Kelebihan Basa mmol/L -7,2 -6,0 - -1,3 (-2)-(+2)

Saturasi O2 % 100 99,0 - 100,0 95-100

26
f. Lain-lain
Tanggal Pemeriksaan Rujukan
Jenis Satua
Pemeriksaan n Unit 22/09- 23/09- 25/09-
2019 2019 2019

Procalcitonin ng/mL >100,0 >100,0 <0.5

Dari hasil pemeriksaan patologi klinik menunjukkan pasin mengalami:

a. Penurunan nilai Hb dapat terjadi karena anemia.

b. Penurunan nilai Hct dan eritrosit merupakan indikator anemia.

c. Peningkatan neutrofil, neutrofil absolut dan monosit absolut. Hal ini

berkaitan dengan infeksi virus, bakteri dan parasit tertentu.

d. Peningkatan hasil pada analisis gas darah yang menunjukkan terjadinya

alkalosis respiratorik.

e. Peningkatan procalcitonin sebagai sepsis marker.

g. Pemeriksaan Keseimbangan Cairan


Tanggal Jam Input Output I-O
(ml) (ml) (ml)
23/09-2019 00.00-06.00 36 98 -62
06.00-12.00 63,4 118 -63,4

12.00-18.00 56,4 78 -21,6


18.00-00.00 94,8 88 6,8
24/09-2019 00.00-06.00 96,4 238 -141,6
00.06-12.00 96,44 88 8,4

27
12.00-18.00 96,4 98 1,6
18.00-00.00 103,4 138 -34,6
25/09-2019 06.00-12.00 96,4 138 -41,6
12.00-18.00 90,4 248 -157,6
18.00-00.00 202,4 63 139,4
26/09-2019 06.00-06.00 187,4 258 -70,6
27/09-2019 06.00-06.00 634 772 -138
28/09-2019 06.00-06.00 607,1 622 -14,9

3.4.2 Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan ini merupakan salah satu pemeriksaan penunjang dalam

penegakan diagnosis serta terapi pada penyakit infeksi. Hasil pemeriksaan yang

dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Hasil pemeriksaan mikrobiologi

No Spesimen Tgl Tgl Hasil Antibiotik Antibiotik


ambil Hasil Sensitif Resisten
1. Sputum 25/09/ 26/09/ Stenotrophomonas -Levofloxacin -Netilmicin
2019 2019 maltophilia -Ceftazidim -Tetrasiklin
-Trimethoprim / -fosfomycin
sulfametoxazol
3.4.3 Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting dalam

mendiagnosa penyakit pasien. Pasien telah melakukan pemeriksaan radiologi

untuk memastikan diagnosa penyakit pasien.Hasil pemeriksaan yang dilakukan

dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan Radiologi

Tanggal Pemeriksaan Kesimpulan

23/09/2019 Foto thorax Bronkopneumonia DD/: TB

28
Paru aktif.
Emfisema basal paru kanan
dan kiri

3.4.4 Pemeriksaan Ekokardiografi


Pemeriksaan ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang dilakukan

untuk memeriksa adanya kelainan pada fungsi dan struktur jantung. Pemeriksaan

ekokardiografi digunakan untuk mendeteksi adanya potensi penyakit jantung pada

pasien. Hasil pemeriksaan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Hasil Pemeriksaan Ekokardiografi

Tanggal Pemeriksaan Kesimpulan

25/09/2019 Ekokardiografi Normal Heart Structure and


Function

3.5 Pemilihan Terapi Pengobatan Pasien

Selama pasien dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien menerima obat-

obatan yang sesuai dengan daftar obat di Formularium Nasional. Pemberian terapi

kepada pasien bertujuan untuk menyembuhkan penyakit yang telah

didiagnosis.Adapun obat-obatan yang diberikan pada pasien ditunjukkan pada

Tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.6 Obat-obat yang diterima pasien pada saat pengamatan

No Nama Obat Rute Dosis Signa Tanggal


22 23 24 25 26 27 28
1 Infus D5 ¼ Ns IV 4 Cc Tiap √ √ √ √ √ √ √
Jam
2 Midazolam IV dalam 4ml √ √ √ √ √ √ √
15mg/3ml 50ml Nacl Tiap

29
0,9% Jam
3 Fentanyl IV Dlm 50cc 1,4ml √ √ √ √ √ √ √
50mcg/ml Nacl 0,9% Tiap
jam
3 Paracetamol IV 50mg 8 jam √ √ √ √
10mg/ml
4 Atracurium IV 25mg 24jam √ √
10mg/ml
5 Ampicilin 1g IV 240mg 6 jam √ √ √ √ √ √
6 Gentamicin IV 40mg 24 jam √
40mg
Gentamicin IV 30mg 24 jam √ √ √ √ √
40mg
7 Ventolin Nebul 1 resp 8jam √ √ √ √
2,5mg (selan
g
seling
denga
n
pulmi
cort)
8 Furosemide IV 5mg 12 jam √ √ √
10mg/ml
9 Dopamin IV 150mg/ 50 1cc/ √ √ √ √
200mg/5ml cc NaCl jam
10 Dobutamin IV 150mg/ 50 1cc/ √ √ √ √
250mg/5ml cc NaCl jam
11 Pulmicort Nebul 1 resp 8 jam √ √ √ √
0,5mg/2ml
12 Ceftazidim 1g IV 120mg 8 jam √ √ √
13 NaCl 0,9 % Nebul 1 resp Tiap 8 √ √ √ √
jam (sela
ng
selin
g
deng
an
pul
mico
rt)

3.6 Catatan Perkembangan Pasien

30
Catatan perkembangan kondisi klinis dapat dilihat pada Catatan

Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) dalam Medical Record (MR) pasien

yang merupakan hasil pengamatan yang dilakukan setiap harinya dalam format

SOAP (Subjective, Objective, Assesment, dan Planning). Data hasil

perkembangan kondisi klinis pasien AAS dapat dilihat pada Tabel 3.6 dibawah

ini:

Tabel 3.7 Catatan Perkembangan Pasien

Tanggal Profesi Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Plan (P)
22/09/2019 Perawat Keadaan Jalan nafas -Pantau vital
umum sesak tidak efektif sign.
nafas, -observasi
demam, pernafasan
riwayat
kejang

Dokter Sesak nafas Sens : CM Ancaman -Nebul ventolin


dan demam T:37,50C; gagal nafas ec 1 resp + 2,5cc
dijumpai HR: 140 dd/ Nal 0,9% (2x)
kali/menit; Bronkopneum -paracetamol
RR: 54 onia 3x50mg
kali/menit -nebul Nacl
0,2/8jam
-O2 nasal canula
-konsul PICU
-intubasi
-pemberian
antibiotik
Perawat Mengantar
pasien ke
PICU
23/09/19 dokter Menerima T:36,50C gagal nafas ec -nebul ventolin
pasien baru TD: 56/36 dd/ 1 resp
unit PICU a/n mmHg Bronkopneum -injeksi
Aini Calista. HR: 188 onia midazolam
Keluhan utama kali/menit 15mg dalam
: sesak nafas RR: 70 50ml NaCl 0,9%
kali/menit : 1ml/jam
-cek lab
procalsitonin
-Fentanyl

31
100mcg dalam
50ml NaCl 0,9%
-injeksi amicilin
240mg/6jam
-injeksi
gentamisin
40mg/24jam
hari pertama
berikutnya
30mg/24jam
-foto thorax
-atracurium
5mcg/kgbb

24/09/19 dokter Sesak nafas Sistem SSP gagal nafas ec -IVFD D5 NaCl
dan demam belum tabil dd/ 0,225% 4cc/jam
dijumpai sens : sopor Bronkopneum -nebul NaCl
T:38,30C onia 0,9%
TD: 101/55 -injeksi
mmHg midazolam
HR: 129 15mg dalam
kali/menit 50ml NaCl 0,9%
RR: 62 : 1ml/jam
kali/menit -cek lab
procalsitonin
-Fentanyl
100mcg dalam
50ml NaCl 0,9%
-injeksi amicilin
240mg/6jam
-injeksi
gentamisin
30mg/24jam
-kultur darah
suptum
25/09/19 dokter Sesak dan Sens : Coma gagal nafas ec -IVFD D5 NaCl
demam tidak T : 36,8 dd/ 0,225% 4cc/jam
dijumpai TD: 99/49 Bronkopneum -injeksi
mmHg onia midazolam
HR: 152 15mg dalam
kali/menit 50ml NaCl 0,9%
RR: 42 : 1ml/jam
kali/menit -Fentanyl
Procalsitonin 100mcg dalam
>100 50ml NaCl 0,9%
-injeksi amicilin
240mg/6jam
-injeksi

32
gentamisin
30mg/24jam
- injeksi
furosemid
-nebul meptin 1
resp /18 jam
26/09/19 Dokter Sesak TD: 80/39 gagal nafas ec -IVFD D5 NaCl
dijumpai, mmHg dd/ 0,225% 4cc/jam
demam, HR: 148 Bronkopneum -injeksi
takikardia kali/menit onia midazolam
tidak dijumapi, RR: 42-45 15mg dalam
slym banyak kali/menit 50ml NaCl 0,9%
Procalsitonin : 1ml/jam
>100 -Fentanyl
100mcg dalam
50ml NaCl 0,9%
-injeksi amicilin
240mg/6jam
-injeksi
gentamisin
30mg/24jam
- injeksi
furosemid
-nebul meptin 1
resp /18 jam
27/09/19 Dokter Sesak TD: 80/39 gagal nafas ec -IVFD D5 NaCl
dijumpai, mmHg dd/ 0,225% 4cc/jam
demam, HR: 148 Bronkopneum -injeksi
takikardia kali/menit onia midazolam
tidak dijumapi, RR: 42-45 15mg dalam
slym banyak kali/menit 50ml NaCl 0,9%
Procalsitonin : 1ml/jam
>100 -Fentanyl
100mcg dalam
50ml NaCl 0,9%
-injeksi amicilin
240mg/6jam
-injeksi
gentamisin
30mg/24jam
- injeksi
furosemid
-nebul meptin 1
resp /18 jam
-injeksi
dobutamin
-injeksi dopamin
-injeksi

33
ceftazidim
120mg/8jam
28/09/19 Dokter Penurunan T: 380C gagal nafas ec -IVFD D5 NaCl
kesadaran HR: dd/ 0,225% 4cc/jam
dijumpai, 100x/menit Bronkopneum -injeksi
demam RR: 28 onia midazolam
dijumpai x/menit 15mg dalam
TD: 160/90 50ml NaCl 0,9%
mmHg : 1ml/jam
-Fentanyl
100mcg dalam
50ml NaCl 0,9%
-injeksi amicilin
240mg/6jam
-injeksi
gentamisin
30mg/24jam
- injeksi
furosemid
-nebul meptin 1
resp /18 jam 11
-injeksi
ceftazidim
120mg/8jam

3.7 Assesment Terapi Obat / Drug Assesment Worksheet (DTAW)

Tabel 3.8 Assesment Terapi Obat / Drug Assesment Worksheet (DTAW)

Tipe Masalah Drug Related Problem Komentar/catatan


1.Hubungan antara Ada Masalah ?  Pada tanggal 23 September
terapi obat dan 2019 diberikan: atracurium
masalah medis sebagai anti kejang, namun
dibutuhkan tidak ada indikasi kejang
ASSESSMENT
 Apakah obat informasi lebih dijumpai
digunakan tanpa lanjut ?  Pada tanggal 23 September
indikaasi klinis 2019 suhu badan pasien
normal 37 oC namun pasien
 Pengobatan tidak diberikan Injeksi
terindetifikasi tidak ada masalah
atau intervensi Paracetamol sebagai
( tidak ada label
atau penerimaan tidak diperlukan antipiretik obat diberikan
kunjungan klinik tanpa adanya indikasi
sebelumnya demam.

34
yang tiak  28 September 2019 suhu
diketahui badan pasien normal 37,3 oC
namun pasien diberikan
 Apakah kondisi Injeksi Paracetamol sebagai
medis tidak antipiretik obat diberikan
terobati tanpa adanya indikasi
demam.
 Apakah  Pada tanggal 22 September
memerlukan
2019 TD pasien
terapi obat
100/70mmHg yang
menunjukkan indikasi
hipertensi namun tidak
diberikan antihipertensi
 Pada tanggal 27 dan 28
September 2019 TD pasien
117/78mmHg, pasien
mengalami hipertensi
namun tidak diberikan
antihipertensi
2 . Pemilihan obat yang Ada Masalah ? - furosemid dan gentamisin
sesuai memiliki interaksi yang bersifat
nefrotoksik dan ototoksik
 Apa manfaat
dibutuhkan (medscape,2019) disarankan
komperatif dari
pengobatan yang informasi lebih mengganti pemilihan obat
dipilih ? lanjut ? furosemid atau gentamisin.

 Apa keamanan
relative dari obat
yang dipilih tidak ada
masalah atau
intervensi tidak
diperlukan
3 . Rigmen obat BB Pasien : 4,8kg
Dosis ampisilin : bayi 1-3
 Apakah terap Ada Masalah ? bulan, 50-100 mg/kg bb
telah sesuai setiap 6 jam (PIONAS,
untuk pasien
2019) 50x4,8= 240mg,
tersebut ?
dibutuhkan 100x4,8=480mg / 6jam
 Apakah dosis informasi lebih Dosis yang diberikan
yang ditentukan lanjut ? 240mg/6 jam (SESUAI)
dan frekuensi Dosis gentamisin: anak 2
dosis dalam minggu sampai 2 tahun, 2
rentang terapi
tidak ada mg/kg bb tiap 8 jam
yanh biasa sudah

35
tepat atau di masalah atau (PIONAS, 2019).
modifikasi untuk intervensi tidak 2x4,8x3untuk 24jam =
factor pasien diperlukan 28,8mg. 28,8
tertentu ?
Dosis paracetamol : 10-15
mg/kg bb/ 12jam prn
 Apakah rute/ (PIONAS, 2019)
dosis/ bentuk/ 10x4,8=48mg
cara pemberian 15x4,8=72mg, dosis
yang tepat, diberikan 50mg (SESUAI)
khasiat,
Dosis fentanyl: 1-3 mcg/kg
keamanan ,
kenyaman, bb sesuai dengan
pembatasam kebutuhan. 1x4,8=4,8 mcg
pasien dan 3x4,8=14,4mcg dosis yang
biaya ? diberikan 1mcg. (terlalu
kecil).
Dosis midazolam : 0,03-0,2
 Adakah mg/kg bb/jam (PIONAS,
penjadwalan 2019) 0,03x4,8=0,14mg
dosis untuk 0,2x4,8=0,96mg/jam. Dosis
memaksimalkan diberikan 3,6mg/jam
(terlalu besar).
 Efek terapi dan
kepatuhan dan
memenimalkan
efek samping,
rejimen obat
yang kompleks ?
4. Duplikasi terapi Pada tanggal 26 dan 27
September 2019 terjadi
 Apakah ada Ada Masalah ?
duplikasi antibiotik, dimana
duplikasi terapi ?
ampisilin dan gentamisin masih
tetap dipakai, namun seharusnya
dibutuhkan diganti dengan ceftazidim
informasi lebih karena telah dilakukan uji kultur
lanjut ?
dan konsul PPRA.

tidak ada
masalah atau
intervensi tidak
diperlukan

36
5. Alergi Obat Pasien tidak memiliki riwayat
alergi obat tertentu.
Ada Masalah ?
 Adakah alergi
pada pasien atau
intoleran
terhadap obat- dibutuhkan
obatan ? informasi lebih
lanjut ?

tidak ada
masalah atau
intervensi tidak
diperlukan

6. Reaksi obat yang Tidak terdapat masalah


diharapkan
 Apakah Ada Masalah ?
kemungkinan
atau masalah
medis
kemungkinan
dibutuhkan
menjadi
informasi lebih
penginduksi obat
lanjut ?
?

 Apa
kemungkinan
ada masalah tidak ada
yang terkait obat masalah atau
? intervensi tidak
diperlukan
7. Interaksi : obat-obat,
Obat-Penyakit, Obat-
makanan , dan obat+
Tes Laboratorium

Obat-obat
Ada Masalah ?
 Apakah ada
interaksi obat - gentamisin meningkatkan efek
dengan obat ? dibutuhkan atracurium melalui sinergisme
informasi lebih farmakodinamik. Resiko apnea
 Apakah
lanjut ?
signifikan ? (Medscape, 2019).

37
- Furosemid dan gentamisin
 Adakah bersifat nefrotoksik dan ototoksik
kontraindikasi (Medscape, 2019).
dari obat tidak ada
masalah atau - Atracurium dan fentanyl bersifat
( relative absolut
yang diberikan intervensi tidak sinergis
pada diperlukan - Norepinefrin dan dobutamin
karakteristik menurunkan serum kalium dalam
pasien tertentu tubuh (Medscape, 2019).
saat ini ?

Obat+penyakit

Apakah ada penggunaan


obat-obatan yang
bermasalah pada
pasien ?

Obat+makanan

 Adakah interaksi
obat dengan
nutrian
( makanan )?

 Apakah
signifikan ?

Obat tes laboratorium

 Adakah interaksi
obat dengan
pemeriksaan
laboratorium ?

 Apakah
signifikan ?

8. Kegagalan terapi
Ada Masalah ?
apakah pasien  Pada tanggal 22 september
gagal menerima
pengobatan 2019 Kadar hemoglobin
karena kesalaha dibutuhkan pasien dibawah normal
sistem atau informasi lebih yaitu 10.3 g/dL dan eritrosit
ketidakpatuhan ? lanjut ? 3.54 (dibawah normal).
Tetapi pasien tidak

38
-adakah factor-faktor diberikan transfusi atau
yang menghambat tidak ada terapi penambah darah.
pencapaian keberhasilan masalah atau Disarankan untuk diberikan
terapi ? intervensi tidak
terapi penambah darah
diperlukan
seperti asam folat atau
erythropoetin.
 Pada tanggal 22 September
2019 TD pasien
100/70mmHg yang
menunjukkan indikasi
hipertensi namun tidak
diberikan antihipertensi
 Pada tanggal 27 dan 28
September 2019 TD pasien
117/78mmHg, pasien
mengalami hipertensi
namun tidak diberikan
antihipertensi

9. Benturan finansial  Ada Masalah ?

 Apakah pasien
gagal menerima
pengobatan yang  dibutuhkan
dipilih sudah informasi lebih
efektif ? lanjut ?
Pembiayaan pengobatan pasien
 Apakah biaya ditanggung oleh BPJS
terapi obat
merupakan
kesulitan
 tidak ada
keuangan bagi
masalah atau
pasien ?
intervensi tidak
diperlukan
10. Pengetahuan pasien Ada Masalah ? Apoteker telah menjelaskan kepasa
terhadapa terapi obat keluarga pasien mengenai obat
yang diberikan dan manfaat
-apakh pasien mengerti
dibutuhkan pemberian obat.
tujuan terapi obat ?
Bagimana menggunakan informasi lebih
potensial efek terapi ? lanjut ?

39
tidak ada
masalah atau
intervensi tidak
diperlukan

3.8 Terkait Obat (Drug Related Problem List)

Tabel 3.9 Drug Related Problem List

Tanggal Masalah Intervensi


22/09/2019 Kadar hemoglobin Disarankan diberikan terapi
pasien dibawah normal penambah darah misal asam folat
yaitu 10.3 g/dL dan 500mcg/kg BB 1 kali sehari
eritrosit 3.54 (dibawah (BNF,2017) dengan dosis
normal). Tetapi pasien Erythopoetin dengan dosis 75-150 UI/
tidak diberikan /kgBB seminggu 2 kali (PIONAS,
transfusi atau terapi 2019)
penambah darah.

23/09/2019 Balance cairan minus disarankan untuk penghentian


dan tidak ada indikasi penggunaan furosemid untuk
hipertensi namun mencegah , hiponatremia,
diberikan furosemid hipokalemia, hipokalsemia pada
pasien (pasien neonatus)

23/09/2019 Pada tanggal 23 Disarankan untuk penghentian


September 2019 pemakain atracurium bila tidak ada
diberikan: atracurium indikasi kejang pada pasien
sebagai anti kejang,
namun tidak ada
indikasi kejang
dijumpai

Pada tanggal 23 disarankan untuk penghentian


September 2019 penggunaan paracetamol jika tidak ada
diberikan: Injeksi indikasi demam
Paracetamol sebagai
antipiretik obat

40
diberikan tanpa adanya
indikasi demam.

24/09/2019 Procalcitonin tinggi disarankan untuk melakukan uji kultur


(>100,0) dan pasien dengan spesimen darah dan konsul
demam. PPRA.

25/09/2019 HR pasien diatas disarankan untuk penghentian


normal dengan tekanan pemakaian obat dopamin dan
darah tingginamun dobutamin.
diberikan dopamin dan
dobutamin untuk
meningkatkan frekuensi
jantung

26/02/2019 HR pasien diatas disarankan untuk penghentian


normal dengan tekanan pemakaian obat dopamin dan
darah tingginamun dobutamin.
diberikan dopamin dan
dobutamin untuk
meningkatkan frekuensi
jantung

28/09-2019 28 September 2019 disarankan untuk penghentian


diberikan: Injeksi penggunaan paracetamol jika tidak ada
Paracetamol sebagai indikasi demam
antipiretik obat
diberikan tanpa adanya
indikasi demam.

3.9 Pharmacist Care Plan Worksheet

Tabel 3.10 Pharmacist Care Plan Worksheet

Tujuan TERAPI Parameter Target Poin Frekuensi Tujuan


Farmakoterapi Monitoring yang Monitoring Farmakoterapi
Diinginkan
Tekanan darah Hidroklortiazid Tekanan Sistol (60- Setiap hari Tekanan darah
normal 4,8mg/24jam darah 90) diastole normal
(20-60)
mmHg
Tidak anemia asam folat Eritrosit dan Erittrosit : Setiap 3-5 Tidak anemia
2,4mg/ 24 jam Hb 4,1-5,1 hari
Hb : 10-16
Tidak sesak Nebul pCO2 dan pO2 pCO2: 38-42 Setiap 3-5 Tidak sesak,

41
salbutamol 1 pO2: 85-100 hari nafas tidak
resp/ 8 jam bunyi/ rongki
Tidak infeksi Antibiotik procalcitonin Procalcitoni Setiap 3-5 Procalcitonin
setelah n: <0,5 hari <0,5
dilakukan uji
kutur darah dan
konsul PPRA
Tidak demam Paracetamol Suhu tubuh 37ºC Setiap hari Suhu tubuh
drip normal
50mg/8jam

3.10 Pharmacist Care Plan Monitoring Worksheet

Tabel 3.11 Pharmacist Care Plan Monitoring Worksheet

Tujuan Parameter Target Freku Tanggal


farmakote monitoring poin nsi
rapi yang monit 22/9 23/9 24/9 25/9 26/9 27/9 28/9
diingink oring
an
Tekanan Tekanan Sistol Setiap 100/ 56/3 101/ 99/4 80/3 117/ 117/
darah darah (60-90) hari 70 6 55 9 9 78 78
normal diastole
(20-60)
mmHg
Tidak Hb 10-16 Per 3- 10,3
anemia Eritosit 4,1-5,1 5 hari 3,54
Tidak Leukosit 4.500- Per 3-
13.500 8,210
infeksi 5 hari
Neutrofil 25-60 Per 3-
63,5
5 hari
Limfosit 25-50 Per 3-
22,80
5 hari
Procalcitoni <0,05 Per 3- >100 >100
n 5 hari ,0 ,0
Tidak pCO2 38-42 Per 3- 23 62 - 56
sesak 5 hari
pO2 85-100 Per 3- 169 146 - 221
5 hari
Tidak Suhu tubuh 36,5- Setiap
37,8 37 38,3 36,8 37,1 37,2 37,3
demam 37,5oC hari

3.11 SOAP Farmasi

42
3.11.1 Tanggal 22 September 2019

Subjective : Sesak nafas dan demam dijumpai, keadaan pasien pucat dan

lemas

Objective : Hb : 10,3; Eritrosit : 3,54; Hematokrit : 30


Terapi obat yang digunakan pasien selama dirawat:

- Nebul ventolin 1 resp + 2,5cc Nal 0,9% (2x)

- paracetamol 50mg/ 8jam

- nebul Nacl 0,2/8jam

- Injeksi Ampisilin 240mg/6jam

- Injeksi gentamisin 4omg/24jam

Assesment Planning

 Kadar hemoglobin pasien  Disarankan diberikan terapi

dibawah normal yaitu 10.3 g/dL penambah darah misal asam

dan eritrosit 3.54 (dibawah folat 500mcg/kg BB 1 kali

normal). Tetapi pasien tidak sehari (BNF,2017) dengan

diberikan transfusi atau terapi dosis Erythopoetin dengan

penambah darah. dosis 75-150 UI/ /kgBB

seminggu 2 kali (PIONAS,

2019)

43
3.11.2 Tanggal 23 September 2019

Subjective : Keadaan pasien lemas, tidak dijumpai demam dan kejang

Objective : T:370C TD: 56/36 mmHg HR:188 kali/menit RR: 70 kali/menit

Terapi obat yang digunakan pasien selama dirawat:

- nebul ventolin 1 resp

- Injeksi midazolam 15mg dalam 50ml NaCl 0,9% : 1ml/jam

- Injeksi Fentanyl 100mcg dalam 50ml NaCl 0,9%

- injeksi ampicilin 240mg/6jam

- injeksi gentamisin 40mg/24jam hari pertama berikutnya

30mg/24jam

- atracurium 5mcg/kgbb

Assesment Planning

- Balance cairan minus dan - disarankan untuk

tidak ada indikasi hipertensi penghentian penggunaan

namun diberikan furosemid furosemid

- Pada tanggal 23 September - disarankan untuk

2019 diberikan: atracurium penghentian penggunaan

sebagai anti kejang, namun atracurium

tidak ada indikasi kejang

dijumpai

- Pada tanggal 23 September - disarankan untuk

2019 diberikan: Injeksi penghentian penggunaan

Paracetamol sebagai paracetamol jika tidak ada

antipiretik obat diberikan

44
tanpa adanya indikasi indikasi demam

demam.

3.11.3 Tanggal 24 September 2019

Subjective : Sesak nafas dan demam dijumpai

Objective : Sistem SSP belum tabil sens : sopor T:38,30C TD: 101/55
mmHg HR: 129 kali/menit RR: 62 kali/menit

Terapi obat yang digunakan pasien selama dirawat:

- nebul ventolin 1 resp

- Injeksi midazolam 15mg dalam 50ml NaCl 0,9% : 1ml/jam

- Injeksi Fentanyl 100mcg dalam 50ml NaCl 0,9%

- injeksi amicilin 240mg/6jam

- injeksi gentamisin 40mg/24jam hari pertama berikutnya

30mg/24jam

- atracurium 5mcg/kgbb

Assesment Planning

Procalcitonin tinggi (>100,0) dan disarankan untuk melakukanuji

pasien demam. kultur dengan spesimen darah dan

konsul PPRA.

3.11.4 Tanggal 25 September 2019

45
Subjective : Penurunan kesadaran dijumpai

Objective : Sens : Coma T : 36,8 TD: 99/49 mmHg HR: 152 kali/menit RR:
42 kali/menit Procalsitonin >100

Terapi obat yang digunakan pasien selama dirawat:

- IVFD D5 NaCl 0,225% 4cc/jam

- injeksi midazolam 15mg dalam 50ml NaCl 0,9% : 1ml/jam

- injeksi Fentanyl 100mcg dalam 50ml NaCl 0,9%

- injeksi amicilin 240mg/6jam

- injeksi gentamisin 30mg/24jam

- injeksi furosemid

- nebul Ventolin1 resp /18 jam

- injeksi ceftazidim 120mg/8jam

Assesment Planning

- HR pasien diatas normal - disarankan untuk penghentian

dengan tekanan darah pemakaian obat.

tingginamun diberikan

dopamin dan dobutamin

untuk meningkatkan

frekuensi jantung

3.11.5 Tanggal 26 September 2019

Subjective : Pasien terlihat pucat, jantung berdetak cepat

Objective : TD: 80/39 mmHg HR: 148 kali/menit RR: 42-45 kali/menit

Terapi obat yang digunakan pasien selama dirawat:

46
- IVFD D5 NaCl 0,225% 4cc/jam

- injeksi midazolam 15mg dalam 50ml NaCl 0,9% : 1ml/jam

- injeksi Fentanyl 100mcg dalam 50ml NaCl 0,9%

- injeksi amicilin 240mg/6jam

- injeksi gentamisin 30mg/24jam

- injeksi furosemid

- nebul Ventolin1 resp /18 jam

- injeksi ceftazidim 120mg/8jam

Assesment Planning

- HR pasien diatas normal - disarankan untuk penghentian

dengan tekanan darah pemakaian obat dopamin dan

tingginamun diberikan dobutamin.

dopamin dan dobutamin

untuk meningkatkan

frekuensi jantung - Hentikan pemakaian antibiotik

- Adanya duplikasi antibiotik ampisilin dan gentamisi

3.11.6 Tanggal 27 September 2019

Subjective : Kesadaran pasien masih lemah, pasien terlihat lemas dan jantung

berdetak cepat

Objective : TD: 117/78 mmHg HR: 136 kali/menit RR: 43 kali/menit

Terapi obat yang digunakan pasien selama dirawat:

47
- IVFD D5 NaCl 0,225% 4cc/jam

- injeksi midazolam 15mg dalam 50ml NaCl 0,9% : 1ml/jam

- injeksi Fentanyl 100mcg dalam 50ml NaCl 0,9%

- injeksi amicilin 240mg/6jam

- injeksi gentamisin 30mg/24jam

- injeksi furosemid

- nebul Ventolin1 resp /18 jam

- injeksi ceftazidim 120mg/8jam

Assesment Planning

- HR pasien diatas normal - disarankan untuk penghentian

dengan tekanan darah pemakaian obat dopamin dan

tinggidengan tekanan darah dobutamin.

tinggi namun diberikan

dopamin dan dobutamin

untuk meningkatkan

frekuensi jantung

3.11.7 Tanggal 28 September 2019

Subjective : Sesak dijumpai, demam tidak dijumapi

Objective : TD: 117/78 mmHg HR: 136 kali/menit RR: 43 kali/menit

Terapi obat yang digunakan pasien selama dirawat:

- IVFD D5 NaCl 0,225% 4cc/jam

- injeksi midazolam 15mg dalam 50ml NaCl 0,9% : 1ml/jam

48
- injeksi Fentanyl 100mcg dalam 50ml NaCl 0,9%

- injeksi furosemid

- nebul Ventolin1 resp /18 jam

- injeksi ceftazidim 120mg/8jam

Assesment Planning

28 September 2019 diberikan: disarankan untuk penghentian

Injeksi Paracetamol sebagai penggunaan paracetamol jika tidak

antipiretik obat diberikan tanpa ada indikasi demam

adanya indikasi demam serta pasien

telah diberikan fentanyl dan

midazolam.

49
BAB IV

PENUTUP

Telah dilakukan Asuhan Kefarmasian terhadap pasien AC dengan

diagnosa Gagal nafas ec bronkopneumonia, sepsis, pada tanggal 22 September s/d

28 September 2019 meliputi kegiatan : menyusun lembar asuhan kefarmasian

meliputi: identitas pasien (Informasi Demografi dan Administrasi), Assesment

Terapi Obat, Drug Related Proble list (DRP List), Pharmacist’s Care Plan

Monitoring Worksheet (PCPMW) dan menulis SOAP (Subjective, Objective,

Assesment, Planning).

Melaksanakan visite langsung pada ruang perawatan pasien, pemantauan

terapi obat: meliputi rasionalitas penggunaan obat pada pasien, dan memberikan

pertimbangan farmakoterapi kepada profesional kesehatan lain untuk

meningkatkan rasionalitas penggunaan obat pasien. Melaksanakan MESO,

konseling, pelayanan informasi obat guna memberikan pemahaman dan dorongan

kepada pasien untuk tetap mematuhi terapi yang telah ditetapkan dokter.

50

Anda mungkin juga menyukai