Anda di halaman 1dari 34

I. KASUS Nama Pasien / Umur No. Rekam Medik Alamat Perawatan Bagian Tanggal Kunjungan 1.

1 Anamnesis : Keluhan Utama : Sesak Napas : Tn.D / 54 tahun : 643574 : Jl. Dangko No.42 : Infection Centre Lt.2 Kamar 2 : 12 Desember 2014

Riwayat Penyakit Sekarang : Dialami sejak 2 bulan yang lalu, memberat 1 minggu terakhir. Sesak tidak dipengaruhi a ataupun cuaca. batuk (+), lendir (+) kadang-

kadang, berwarna putih, demam (-), mual (-), muntah (-), sesak (-), nyeri dada (+), nyeri ulu hati (-), keringat malam (-), nafsu makan menurun (+), penurunan berat badan (+) 2 kg dalam 2 bulan terakhir. Riwayat kontak dengan penderita (-), Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (+), saat ini pasien menjalani pengobatan OAT bulan ke-3 ( 2FDC 1x4 hari selasa, kamis, sabtu) dari Rs Pelamonia. Riwayat diperiksa dahak sejak awal negative. HT (-), DM (-) 1.2 Pemeriksaan fisis Keadaan umum Kesadaran : Sakit berat, gizi cukup : Kompos mentis (GCS 15)

Tanda Vital Tekanan darah Nadi Suhu Pernafasan

: : 120/80 mmHg : 88 x/menit : 36,7 oC : 28 x/menit

Status Generalis : Mata : Anemia (-), ikterus (-), perdarahan subkonjungtiva (-)

THT

: Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-), lidah kotor (-), sianosis (-), perdarahan gusi (-)

Leher

: DVS R-2 cm H2O, Pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (-) : Simetris, bunyi pernapasan hemithorax dextra Ronchi + - wheezing

Thorax

Cor : BJ I/II murni, reguler, bising (-) Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal, Hepar dan lien tidak teraba, distended (-). Ekstremitas Lain-lain : edema dorsum pedis dan pretibial -/: -.

Diagnosis : - Tumor mediastinum susp. Lymphoma Sindrom cava superior Efusi pleura dextra minimal TB Paru on treatment

Penatalaksanaan : O2 2-4 RPM Nasal Kanul Ambroxol tab 30 gr 3x1 OAT 2FDC 1x4, selasa, kamis, sabtu

1.3 Laboratorium Jenis Pemerikaan WBC DARAH RUTIN RBC HGB HCT PLT Hasil 15,59 x103/uL 4,13 x106/uL 8.2 g/dL 24,4 % 638x 103/uL Nilai Rujukan 4 - 10 x 103/uL 3.505.50 x 106/uL 11.5 - 16 g/dL 37 47% 150-500x 103/uL

1.4 Radiologi Foto Thorax PA Kesan : - KP Dextra Foto CT Thoraks (Tanpa Kontras) - Tampak massa isodens, batas relative tegas, bergelombol, pada paratrachea sampai ke paraaorta thoracalis, dan menyempitkan trachea. - Tampak bercak- bercak infiltrate dan cavitaspada segmen anterior lobus superior paru kanan - Cord an pembuluh darah besar dalam batas normal. - Hepar, lien, pancreas dan ginjal kiri yang terscandalam batas normal - Kedua lobus thyroid dalam batas normal - Tampak densitas cairan bebas pada cavum pleura kanan - Tulang-tulang tampak osteofits pada aspek anterior (spondylosis thoracalis). Kesan : - Massa mediastinum kanan sugestif Lymphoma TB paru lama aktif kanan Limfadenopati Dextra Bronchitis

1.6 Diagnosis TB Paru lama aktif kanan

II. Diskusi 2.1 PENDAHULUAN Tuberkulosis paru adalah suatu infeksi kronis yang sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra toraks yang khas pada TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan dari mumi dan ukiran di dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan terminologi phthisis yang diangkat dari bahasa yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini.1 Robert koch mengidentifikasi basil tahan asam M. tuberculosis untuk pertama kalinya sebagai bakteri penyebab TB. Ia mendemonstrasikan bahwa basil ini bisa dipindahkan kepada binatang yang rentan, yang akan memenuhi kriteria postulat koch yang merupakan prinsip utama dari patogenesis mikrobial.

Selanjutnya ia menggambarkan suatu percobaan yang memakai guenia pig, untuk memastikan observasinya yang pertama yang menggambarkan bahwa imunitas didapat mengikuti infeksi primer sebagai suatu fenomena koch. Konsep dari pada imunitas yang didapat (acqured immunity) diperlihatkan dengan pengembangan vaksin TB, satu vaksin yang sangat sukses, yaitu vaksin Bacillus calmette guerin (BCG) dibuat dari suatu strain mikrobakterium Bovis, Vaksin ini ditemukan oleh albert calmette dan camille guiren di institut pasteur perancis dan diberikan pertama kali pada manusia pada tahun 19211 A. DEFINISI Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.2 B. EPIDEMIOLOGI Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB

dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.3

Gambar 1.2. Angka Insidens TB didunia (WHO, 2009)

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Pada tahun 1990-an, situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).2 Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-5 di dunia

setelah India, Cina, Afrika Selatan dan.Nigeria (WHO, 2009). Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan, setiap tahun ada 429.730 kasus baru dan kematian 62.246 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk.2 Pada tahun 2009, prevalensi HIV pada kelompok TB di Indonesia sekitar 2.8% . Kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) diantara kasus TB baru sebesar 2%, sementara MDR diantara kasus penobatan ulang sebesar 20%. (WHO, 2009).2,3 Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

menunjukkanbahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.3 Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1) wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk; 2) wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk; 3) wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angkaprevalensi TB adalah 68 per 100.000 penduduk. Mengacu pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya.3
C. ETIOLOGI

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant atau tertidur lama dalam beberapa tahun.4

Sebagian besar dinding kuman terdiri atas lemak (lipid).Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam. Sifat bakteri ini adalah aerob.Sifat ini menunjukan bahwa bakteri lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigen. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian
apikal ini merupakan predileksi penyakit tuberkulosis.4

D.

Cara Penularan Sumber penularan adalah melalui pasien tuberkulosis paru BTA (+).Pada

waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Kuman yang berada di dalam droplet dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat menginfeksi individu lain bila terhirup ke dalam saluran nafas. Bakteri tuberkulosis yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran pernafasan, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.4 E. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu definisi kasus yang meliputi empat hal , yaitu:2 Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru; Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif; Riwayat pengobatan TB sebelumnya, pasien baru atau sudah pernah diobati Status HIV pasien. a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena:2

1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar

lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Pasien dengan TB paru dan TB ekstraparu diklasifikasikan sebagai TB paru

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis Keadan ini terutama ditujukan pada TB Paru:2 1) Tuberkulosis paru BTA positif. a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2) Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:2 a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif b) Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis. c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien dengan HIV negatif. d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut sebagai tipe pasien, yaitu:2 1) Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif 2) Kasus yang sebelumnya diobati Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

Kasus setelah putus berobat (Default ) Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif. Kasus setelah gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 3). Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan pengobatannya. 4). Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya, pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya, kembali diobati dengan BTA negatif. F. PATOMEKANISME Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB.Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.1,4 Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran

limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). 1,4 Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu.Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. 1,4 Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijauan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. 1,4 Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen.Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer.Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. 1,4 Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai

10

vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. 1,4 Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi

pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. 1,4 Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh.Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata.TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya

penyebaran.Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. 1,4 Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara iniakan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaranlesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed). Secarapatologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secarahistologi merupakan granuloma.1

11

Gambar 1. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer dan Perjalanan Penyembuhannya

G. GEJALA KLINIS Adapun keluhan yang sering didapat pada pasien tuberkulosis paru yaitu batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan dan demam/meriang lebih dari sebulan.1 H. PEMERIKSAAN FISIS Pemeriksaan fisis yang pertama kali ditemukan terhadap keadaan umum pasien yang ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, badan kurus dan berat badan menurun.1 Tempat kelainan lesi yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru.Bila dicurigai infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara ronki kasar, basah,dan nyaring.tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.1 Pada tuberkulosis yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot otot interkostal.Bagian paru yang sakit menjadi menciut

12

dan menarik isi mediastenum atau paru yang lainya.Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yaki lebih setengah dari jaringan paru paru akan terjadi pengecilan daerah aliran darah dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonal (hipertensi pulmonal), Diikuti terjadinya kor pulmonaldan gagal jantung kanan.Di sini akan didapatkan tanda tanda kor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipneu, takikardi, sianosis, Righ ventricular lift,righ atrial gallop, Mumur graham steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, ascites, edema.1 Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura.Paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan.Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.1 I. PEMERIKSAAN PENUNJANG Saat ini pemeriksaan radiologi dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberculosis.Lokasi lesi tuberculosis umumnya di apeks paru (segment apikal lobus atas atau segment apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya tumor paru pada endobronkial).5 Lesi primer yang telah menyembuh dapat meninggalkan nodul perifer kecil yang dapat mengalami kalsifikasi bertahun tahun.Kompleks ghon membentuk nodul perifer yang berkalsifikasi bersama dengan kelenjar limfe yang mengalami kalsifikasi.5 Pada awalnya penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologi berupa bercak bercak seperti berawan dengan batas batas yang tidak tegas.Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat seperti bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.5 Pada cavitas bayangannya berupa cincin yang berdinding tipis.Bila terjadi fibrosis maka bayangannya bergaris garis.Pada calsivikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat

13

sebagai fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus atau satu bagian paru.5 Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halis yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.5 Pada satu foto dada sering ditemukan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (klerotik dan non sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.5 J . PEMERIKSAAN DAHAK a. Pemeriksaan dahak mikroskopis Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa SewaktuPagi-Sewaktu (SPS).2 S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2 spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium.2 b. Pemeriksaan Biakan Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada pengendalian TB adalah untuk menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu :2 - Pasien TB Ekstra Paru - Pasien Tb Anak

14

- Pasien TB BTA Negatif Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan tersedia laboratorium yang telah memenuhi standar yang ditetapkan.2 c. Uji Kepekaan Obat TB Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberkulosis terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi dan lulus pemantapan mutu atau Quality Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR.2

K. DIAGNOSIS TUBERKULOSIS Diagnosis TB paru Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.2,6 Diagnosis TB ekstra paru Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.2,6

15

Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) Pada ODHA, diagnosis TB paru dan TB ekstra paru ditegakkan sebagai berikut:2,6 1. TB Paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak positif. 2. TB Paru BTA negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan gambaran klinis & radiologis mendukung Tb atau BTA negatif dengan hasil kultur TB positif. 3. TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.

16

L. PENGOBATAN Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Jenis , sifat dan dosis OAT yang akan dijelaskan pada bab ini adalah yang tergolong pada lini pertama. Secara ringkas OAT lini pertama dijelaskan pada tabel dibawah ini:2,8

17

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan

1.

Tahap awal (intensif) :2 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Tahap Lanjutan :2 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

2.

M. PADUAN OAT LINI PERTAMA DAN PERUNTUKANNYA. a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3):2 Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Pasien baru TB paru BTA positif.

18

Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif Pasien TB ekstra paru

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3):2 Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya: Pasien kambuh Pasien gagal Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

c. OAT Sisipan (HRZE):2 Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

N. PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS a. Kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.2 b. Ibu menyusui dan bayinya Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut

19

dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.2

c. Pasien TB pengguna kontrasepsi Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).2 d. Pasien TB dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.2 e. Pasien TB dengan kelainan hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.2 f. Pasien TB dengan gagal ginjal Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.2

20

g. Pasien TB dengan Diabetes Melitus Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut.2 h. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti:2 Meningitis TB TB milier dengan atau tanpa meningitis TB dengan Pleuritis eksudativa TB dengan Perikarditis konstriktiva. Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.2 O. DIAGNOSTIK DIFERENSIAL Dalam diagnostik diferensial tuberkulosis paru dapat disebut sebagai penyakit dan keadaan berikut :5 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh jamur (fungus) seperti

aspergillosis (penyebab : aspergillus) dan nocardiasis (penyebab : Nocardia asteroides) tidak jarang ditemukan pada para petani yang banyak bekerja di ladang. Kelainan radiologik yang ditemukan pada penyakit jamur ini mirip sekali dengan yang disebabkan oleh tuberkulosis, yaitu hampir semua berkedudukan di lapangan atas dan disertai dengan pembentukan lubang (kavitas) Perbedaannya ialah bahwa pada penyakit jamur ini pada pemeriksaan sepintas lalu terlihat bayangan bulat agak besar yang dinamakan aspergilloma yang pada pemeriksaa lebih teliti , biasanya dengan tomogram, ternyata ada suatu

21

lubang besar yang berisi bayangan bulat, yang sering dapat bergerak bebas dalam lubang tersebut. Penyakit yang dapat disalahtafsirkan sebagai sarang-sarang tuberkulosis paru karena berbentuk bercak-bercak dan berkedudukan di lapangan atas adalah infiltrat pneumoni lobaris lobus atas. P. KOMPLIKASI Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus Poncets arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, dan sindrom gagal napas (sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB).1,4

2.2

Resume Medis

Seorang laki-laki usia 54 tahun, dating dengan keluhan sesak napas, dialami sejak 2 bulan yang lalu, memberat 1 minggu terakhir. Sesak tidak dipengaruhi a ataupun cuaca. batuk (+), lendir (+) kadang-kadang, berwarna putih, demam (-), mual (-), muntah (-), sesak (-), nyeri dada (+), nyeri ulu hati (-), keringat malam (-), nafsu makan menurun (+), penurunan berat badan (+) 2 kg dalam 2 bulan terakhir. Riwayat kontak dengan penderita (-), Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (+), saat ini pasien menjalani pengobatan OAT bulan ke-3 ( 2FDC 1x4 hari selasa, kamis, sabtu) dari Rs Pelamonia. Riwayat diperiksa dahak sejak awal negative. HT (-), DM (-) Dari hasil pemeriksaan fisis, pasien sakit sedang, composmentis. Tanda vital: tekanan darah: 120/80 mmHg, nadi: 88x/menit, pernapasan: 28x/menit, suhu: 36.70C.

22

Diskusi Radiologi

Gambar 1. Foto thorax AP Hasil pemeriksaan Gambar 1 : Foto Thorax PA Kesan : - KP Dextra Limfadenopati Dextra Bronchitis

23

Gambar 2.a. CT Thoraks

Gambar 2.b. CT Thoraks

24

Gambar 2.c. CT Thoraks

Hasil pemeriksaan Gambar 2.a, 2.b, 2.c


Foto CT Thoraks (Tanpa Kontras) - Tampak massa isodens, batas relative tegas, bergelombol, pada paratrachea sampai ke paraaorta thoracalis, dan menyempitkan trachea. - Tampak bercak- bercak infiltrate dan cavitaspada segmen anterior lobus superior paru kanan - Cord an pembuluh darah besar dalam batas normal. - Hepar, lien, pancreas dan ginjal kiri yang terscandalam batas normal - Kedua lobus thyroid dalam batas normal - Tampak densitas cairan bebas pada cavum pleura kanan - Tulang-tulang tampak osteofits pada aspek anterior (spondylosis thoracalis). Kesan : - Massa mediastinum kanan sugestif Lymphoma

25

TB paru lama aktif kanan

Pembahasan: EFUSI PLEURA A. Definisi Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dirongga pleura (Price and Wilson, 1995). Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan karena terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita. Terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2 faktor yaitu : 1. 2. Infeksi : Tuberkulosis Pneumonitis Non infeksi : Karsinoma paru Gagal hati Karsinoma mediastinum Tumor ovarium - Gagal ginjal - Hipotiroidisme - Kilotoraks - Emboli paru - Abses paru - Abses subfrenik

Karsinoma pleura : primer dan sekunder Bendungan jantung : gagal jantung, perikarditis konstruktiva.

B.

Etiologi Menurut jenis cairan yang terakumulasi etiologi efusi pleura dapat dibedakan menjadi : 1. Transudat ( filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh ). Penyakit yang menyertai transudat : Gagal jantung kiri. - Asites pada serosis hati.

26

- Sindrom nefrotik. - Sindrom meigs (asites dengan tumor ovarium). - Obstruksi vena kava uperior. 2. Eksudat ( ekstravasasi cairan kedalam jaringan ). Cairan ini dapat terjadi karena adanya : Infeksi Neoplasma/tumor Infark paru

Gambaran Radiologik

Foto thoraks Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Kadang kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus. Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi. Cairan dalam pleura bisa juga tidak membentuk kurva, karena terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah paru-paru yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan juga sebagai efusi subpulmonik. Gambarannya pada sinar tembus sering

27

terlihat sebagai diafragma yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan udara dalam lambung, ini cenderung menunjukkan efusi subpulmonik. Begitu juga dengan bagian kanan dimana efusi subpulmonik sering terlihat sebagai bayangan garis tipis (fisura) yang berdekatan dengan diafragma kanan. Untuk jelasnya bisa dilihat dengan foto lateral dekubitus. Sehingga gambaran perubahan efusi tersebut menjadi nyata. Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus paru, biasanya lobus bawah dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi parenkim lobus, bisa juga mengumpul di daerah paramediastinal dan terlihat dalam foto sebagai fisura interlobaris, bisa juga terdapat secara paralel dengan sisi jantung, sehingga terlihat sebagai kardiomegali. Cairan seperti empiema dapat juga terlokalisasi. Gambaran yang terlihat adalah sebagai bayangan dengan densitas keras di atas diafragma, keadaan ini sulit dibedakan dengan tumor paru. Hal lain yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Di samping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, tumor, adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru. Gambaran efusi pleura pada radiografi toraks posisi tegak sebagaimana yang lazim diketahui adalah: 1) penumpulan sinus kostofrenikus bila cairan >500 ml pada Foto PA, dan >200 ml pada foto lateral 2) meniscus sign 3) serta perselubungan luas yang mungkin disertai pendorongan jantung dan medistinum. Hal yang agak berbeda dijumpai pada posisi supine dengan ditemukannya tanda-tanda radiologik berupa:

28

1) peningkatan densitas hemitoraks yang terkena, 2) meniscus sign 3) hilangnya bayanganatau batas hemidiafragma 4) berkurangnya ketajaman gambaran vaskuler di daerah basal paru 5) apical capping 6) penebalan fisura minor.

Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari sifat cairan yang bergerak menyesuaikan dengan perubahan posisi penderita.

Karena berbagai kondisi, terpaksa dilakukan posisi foto supine seperti pada penderita dengan kondisi kritis atau kesadaran menurun, pasien tidak dapat dimobilisasi, bayi dan anak-anak dengan penyakit yang dapat menyebabkan efusi pleura.

Gambaran efusi pleura pada foto torak posisi supine berbeda dengan gambaran pada posisi tegak dan lateral dekubitus yang sudah lazim diketahui , sehingga diperlukan kecermatan untuk mencegah salah diagnosis. Sementara itu, USG adalah sarana diagnostik radiologis yang sangat tinggi akurasinya ( bisa mencapai 100% ) untuk mencitrakan efusi pleura dengan adanya gambaran anechoic pada kavum pleura. Hasil pemeriksaan USG sebagai standar baku emas.

Dua tanda radiologis yang sering luput dicermati sebagai tanda adanya efusi pleura adalah penebalan fisura minor dan apical capping. Jumlah efusi menentukan terdeteksi tidaknya pada radiografi torak. Pada posisi tegak, biasanya gambaran efusi mulai terdeteksi ketika jumlah cairan mencapai 175 cc, sedangkan pada posisi supine biasanya setelah mencapai 300 cc.

29

TB Paru Pemeriksaan Radiologi Gambaran Radiologi Tuberculosis Foto toraks menunjukkan gambaran fibroinfiltrat dan kavitas di paru kanan serta gambaran sarang tawon di apeks paru kiri. Gambaran radiologis beranekaragam ini semakin menguatkan diagnosis tuberkulosis, namun untuk memastikan diagnosis melalui gambaran radiologis selain gambaran posterior anterior dan lateral seharusnya dilakukan foto toraks top lordotik, oblik, dan tomografi dengan densitas keras karena masing-masing gambaran yang beranekaragam ini menggambarkan juga proses penyakit lain seperti kavitas pada abses paru dan infiltrat pada wkanker paru (Zulkifli, 2006). Sedangkan gambaran radiologis pada pasien skenario kemungkinan dimulai dengan proses TB primer dimulai di paru kanan yang membuat banyak lesi dan kavitas sehingga memungkinkan relaps menjadi TB pascaprimer yang menyebar ke paru kiri serta akibat terbentuknya banyak kavitas menyebabkan juga bronkiektasis di apeks paru kiri karena tingginya tekanan oksigen di daerah tersebut dibandingkan daerah lain membuat kuman tumbuh dengan baik. Pemeriksaan radiologis seringkali menunjukkan adanya TB, tetapi hampir tidak dapat membuat diagnosis berdasarkan pemeriksaan ini saja karena hampir semua manifestasi TB dapat menyerupai penyakit-penyakit lainnya (Price dan Standridge, 2006). Secara patologis, manifestasi TB paru biasanya berupa suatu kompleks kelenjar getah bening parenkim. Pada orang dewasa, segmen apeks dan posterior lobus atas atau segmen superior lobus bawah merupakan tempat-tempat yang sering menimbulkan lesi yang terlihat homogen dengan densitas yang lebih pekat. Dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya bilateral. Ketidaknormalan apapun pada foto dada seseorang yang positif HIV dapat mengindikasikan adanya penyakit TB. Sebenarnya, seseorang yang positif HIV dengan penyakit TB dapat memiliki foto dada yang normal (CDC, 2000) Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk

30

menentukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal memberikan keuntungan seperti pada tuberculosis anak-anak dan tuberculosis milier. Pada kedua hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif. Lokasi lesi tuberculosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau daerah hillus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endokondrial) Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberculoma. Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lamalama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberculosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan pleura /(pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radio-lusen di pinggir paru/ pleura (pneumotoraks) Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema. Tuberculosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, terutama gambaran radiologis; sehingga dikatakan tuberculosis is the great imitator. Gambaran infiltrasi dan tuberculoma sering diartikan sebagai pneumonia, mikosis paru,

31

karsinoma bronkus atau karsinoma metastasis. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru. Di samping itu perlu diingat juga faktor kesalahan dalam mebaca foto. Faktor kesalahan ini dapat mencapai 25%. Oleh sebab itu untuk diagnosisd radiologi sering dilakukan juga foto dengan proyeksi densitas keras. Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya aktivitas penyakit, kecuali suatu infiltrat yang betul-betul nyata. Lesi penyakit yang sudah non-aktif, sering menetap selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas, schwarte, sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua. Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oelh tuberculosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan mengalami pembedahan paru. Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibanding lebih superior dibanding radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal. Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada-perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan koronal (Amin dan Bahar, 2007). Gambaran Radiologi Bronkiektasis Bronkiektasis adalah keadaan yang ditandai dengan dilatasi/ pelebaran bronkus dan bronkiolus. Timbul bila dinding bronkus melemah. Bahan-bahan purulen terkumpul pada bagian yang melebar ini mengakibatkan infeksi yang menetap. Biasanya bronkiektasis disebabkan oleh obstruksi bronkus jangka lama, penyakit fibrokistik pada pankreas; infeksi berulang dan sebagai komplikasi campak, batuk rejan, influenza; atau kelainan kongenital sindrom kartagener. Penyebab yang terakhir ini diturunkan sebagai gen resesif autosomal. Gambaran klinis uatam bronkiektasis adalah batuk kronik yang jarang, sputum mukopurulen berbau

32

busuk, hemoptisis, pada tingkat lanjut penumonia rekuren, malnutrisi, jari tabuh (Rahmatullah, 2007)

33

DAFTAR PUSTAKA
1. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis Paru. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009; p. 2230- 2239. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. Jakarta. 3. Hudoyo A. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. 2012. Available for

http://ppti.info/ArsipPPTI/PPTI-Jurnal-Maret-2012.pdf 7. Cited 3/10/2013 4. Daniel, M. Thomas. 1999. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu penyakit dalam Edisi 13 Volume 2. Jakarta : EGC : 799-808

5. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. Hal. 131-147. 6. Price, Sylvia dkk. Tuberkulosis Paru. Patofisiologi. volume

2.Jakarta:EGC, 2006.852-861
7. Istiantoro YH, Setiabudy R.T uberkulostatik dan Leprostatik. Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2011; p. 613- 32 8. World Health Organization. Treatment of Tuberculosis Guidelines .4thed.

Geneva, Switzerland. 2010.p.104-113

34

Anda mungkin juga menyukai