Anda di halaman 1dari 10

REFARAT

DERMATITIS POPOK
(NAPKINS ECZEMA, DIAPER RASH)
Refarat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti kepaniteraan klinik senior (KKS)
di bagian ilmu kedokteran kulit dan kelamin di RSUD Dr.R.M. Djoelham Binjai

Disusun Oleh :
JULVINA ADELIA
102119038

Pembimbing :
Dr. Hj. Hervina, Sp.KK, FINSDV, MKM

KKS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD DR. R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu, Alhamdulillah Segala puji dan


syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan karunia-
Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan refarat yang berjudul “DERMATITIS
POPOK”. Refarat ini di buat untuk melengkapi persyaratan dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik Departemen Kulit dan Kelamin di RSUD DR. R.M
Djoelham Binjai.
Terwujudnya Refarat ini adalah berkat bantuan dan dorongan berbagai pihak.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. dr. Hj. Hervina, Sp.KK, FINSDV, MKM selaku dokter pembimbing yang telah
memberikan pengarahan dalam penulisan refarat ini.
2. Dokter-dokter Departemen Kulit dan Kelamin di RSUD DR. R.M DJOELHAM
Binjai yang telah banyak berjasa memberikan bimbingan dan pengajaran kepada
penyusun selama ini.
3. Perawat-perawat Departemen Kulit dan Kelamin di RSUD DR. R.M
DJOELHAM Binjai yang telah banyak berjasa memberikan bimbingan dan
pengajaran kepada penyusun selama ini.
4. Rekan-rekan kepaniteraan SMF Departemen Kulit dan Kelamin di RSUD DR.
R.M DJOELHAM Binjai atas bantuan, dukungan, dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa Refarat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga
penyusunan ini dapat lebih baik sesuai dengan hasil yang diharapkan dan dapat
bermanfaat.

Binjai, April 2021

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
2
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
Latar Belakang...................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................3
DERMATITIS POPOK
A. Definisi...................................................................................................3
B. Etiologi ................................................................................................13
C. Epidemiologi.......................................................................................13
D. Faktor resiko........................................................................................14
E. Cara Penegakan Diagnosis................................................................15
1. Anamnesis................................................................................15
2. Pemeriksaan Fisik...................................................................16
3. Pemeriksaan Penunjang.........................................................16
F. Patogenesis..........................................................................................19
G. Patofisiologi.........................................................................................19
H. Diagnosis banding..............................................................................21
I. Penatalaksanaan..................................................................................22
1. Non Farmakologi ..............................................................22
2. Farmakologi........................................................................22
J. Komunikasi dan Edukasi..................................................................23
K. Komplikasi...........................................................................................23
L. Prognosis..............................................................................................24
M. Profesionalisme...................................................................................24

BAB III KESIMPULAN.....................................................................................25


DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

3
Diaper dermatitis atau disebut juga diaper rash atau ruam popok, merupakan
erupsi inflamasi di daerah yang tertutupi oleh popok, yaitu daerah paha, bokong,
dan anal. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit kulit tersering pada bayi dan
anak-anak yang popoknya selalu basah dan jarang diganti, dapat pula terjadi pada
pasien-pasien inkontinen yang memerlukan popok untuk menampung urin ataupun
feses.
Di Amerika terdapat sekitar 1 juta kunjungan rawat jalan diaper dermatitis
per tahun dan prevalensi tertinggi pada usia 6 sampai 12 bulan meskipun terkadang
terjadi pada orang dewasa. Di Amerika, diaper dermatitis merupakan 10% sampai
20% keluhan kulit dan menurut National Ambulatory Medical Care Survey tahun
1990 sampai 1997 terdapat 8,2 juta anak-anak dengan diaper dermatitis. Pada bayi,
prevalensi diaper dermatitis berkisar antara 7% sampai 35 % dengan puncak
insidens pada usia 9 dan 12 bulan.
Popok sekali pakai superabsorben menurunkan angka kejadian diaper
dermatitis. Diaper dermatitis secara umum terbagi dua, yaitu diaper dermatitis
iritan dan diaper dermatitis kandida yang secara umum mengenai area yang
menggunakan popok pada individu berbagai usia. Diaper dermatitis berpengaruh
pada kesehatan, menyebabkan gangguan signifikan pada bayi seperti perubahan
perilaku, yaitu meningkatnya tangisan, agitasi, perubahan pola makan dan tidur
yang menunjukkan ketidaknyamanan bayi. Perawatan penggunaan popok yang
baik secara umum akan mencegah diaper dermatitis. Edukasi dan langkah-langkah
berdasarkan konsensus umum adalah agar paparan urin dan feses sesingkat
mungkin pada kulit tertutup popok.
Terapi tergantung gejala klinis. Faktor-faktor yang memperberat penyakit
mempengaruhi keefektifan terapi. Terapi diaper dermatitis dapat diberikan secara
non-medikamentosa dan medikamentosa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

4
Diaper dermatitis (juga dikenal sebagai ruam popok, nappy rash atau
dermatitis iritan karena popok) adalah istilah umum untuk meggambarkan
inflamasi akut pada area terkena popok; kondisi ini umumnya terjadi pada
bayi. Kata “popok” digunakan bukan karena popok menyebabkan dermatitis,
melainkan secara garis besar akibat faktorfaktor dalam area popok seperti
urin, feses, kelembapan atau gesekan.
B. Etiologi
Etiologi dermatitis popok adalah multifaktorial. Penyebab diaper
dermatitis iritan adalah amoniak dalam urin ataupun tinja yang dapat
menyebabkan maserasi kulit. Penyebab lain yaitu peningkatan hidrasi kulit,
kulit lembap lebih mudah terluka karena gesekan popok saat anak bergerak
dan lebih mudah teriritasi. Kulit basah juga memungkinkan pertumbuhan
bakteri dan ragi yang dapat meningkatkan pH kulit lokal, meningkatkan
aktvitas lipase dan protease tinja. Diaper dermatitis juga dapat disebabkan
oleh Candida albicans yang merupakan parasit sekunder. Penggunaan
antibiotik juga meningkatkan kolonisasi Candida albicans.
C. Epidemiologi
Angka kejadian diaper dermatitis pada bayi sekitar 7% sampai 35%
dengan puncak insidens antara 9 sampai 12 bulan. Tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan perempuan ataupun kelompok etnis. Data penelitian di
Inggris Raya4 menunjukkan insidens diaper dermatitis 25% pada 4 minggu
pertama, tetapi juga dapat terjadi pada orang dewasa berbagai umur yang
menggunakan popok. Pada tahun 1997 data statistik menunjukkan bahwa
angka kejadian pada orang Asia adalah 4,5%, dengan 79,3% kulit putih, 15,1%
kulit hitam, dan 1% orang Indian-Amerika.
D. Faktor Resiko
Faktor-faktor lain adalah kontak dengan iritan kulit (urin, feses, garam
empedu), gesekan mekanis (kulit ke kulit, popok ke kulit), pH kulit, status
gizi atau diet (komposisi feses), diare, dan kondisi medis tertentu.
E. Penegakan Diagnose
1. Anamnesa

5
Dari Alloanamnesa didapatkan keluhan rasa tidak nyaman atau rewel
karena terdapat ruam kemerahan dan terasa gatal terutama pada
daerah bokong, perut bagian bawah, kelamin, lipatan paha dan paha
bagian depan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum dan gizi baik. Tanda
vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan dermatologis dijumpai
papul-papul eritem multipel, pustul multipel dan skuama halus
berwarna putih pada regio glutea, hipokondrium, pubika, genitalia,
inguinal dekstra et sinistra dan femoralis anterior dekstra et sinistra.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan KOH
Pemeriksaan kerokan kulit dilakukan pada pasien yang diduga
candidiasis popok, pengikisan lesi papul atau pustul
menunjukkan adanya pseudohifa, hifa dan blastospora dengan
diameter 2-4 µm dengan menggunakan larutan KOH 10%.
b. Pemeriksaan Histopatologi
Gambaran histologi diaper dermatitis umumnya seperti
dermatitis iritan primer dengan spongiosis epidermal dan
inflamasi ringan pada lapisan dermis.
F. Pathogenesis
Diaper dermatitis secara umum disebabkan reaksi iritan pada
lingkungan popok seperti friksi, oklusi, kelembapan, maserasi, urin, feses
atau kimia; juga berhubungan dengan kebiasaan minum susu lewat botol dan
adanya Candida albicans dalam saluran pencernaan.
Sel-sel stratum korneum saling terhubung melalui desmosom; terdapat
struktur lapisan lemak yang dapat melindungi kulit dari paparan air. Iritan
lebih mudah menembus barier rusak. Lingkungan yang berubah karena
pemakaian popok dapat mempengaruhi struktur, fungsi, dan respons
penghalang kulit. Lingkungan lembap dapat menyebabkan hidrasi berlebih
stratum korneum dan gangguan struktur lapisan lemak. Rusaknya integritas
stratum korneum dapat menyebabkan iritasi, mudah ditembus
6
mikroorganisme dan mengaktifkan sel Langerhans epidermis. Enzim lipase
dan protease pada tinja dapat mengganggu integritas stratum korneum dan
mendegradasi protein, sehingga dapat menembus sawar. Penetran atau iritan
yang berinteraksi dengan keratinosit, menstimulasi pengeluaran sitokin yang
kemudian berpengaruh pada pembuluh darah dermis dan menimbulkan
peradangan. Iritan tersebut juga dapat meningkatkan proliferasi,
metabolisme, dan diferensiasi, akibatnya epidermis mengatur ulang susunan
stratum korneum dan menghasilkan struktur yang rusak, pengaturan air
tidak normal, serta deskuamasi yang tidak memadai.
Lesi kulit yang tertutup popok dapat terjadi apabila enzim pankreas
tidak dinetralisir di usus besar dan apabila enzim pankreas bercampur garam
empedu akan meningkatkan oklusi, eritema, aliran darah, pH kulit, dan Trans
Epidermal Water Loss (TEWL). Kulit dengan pH tinggi berhubungan dengan
tingginya hidrasi kulit (kulit menjadi lebih basah). Pada pasien gangguan
metabolik terjadi peningkatan enzim pencernaan, sehingga berisiko
mengalami kerusakan kulit karena enzim yang tidak diserap diekskresikan
lewat feses dan dapat memecah protein stratum korneum. Pada bayi dan
anak-anak yang menjalani operasi usus atau dengan diare, waktu proses dan
pencernaan makanan dipercepat, menghasilkan aktivitas protease dan lipase
yang meningkat dan membuat kulit lebih rentan terhadap dermatitis popok
G. Patofisiologi
Penggunaan popok yang bersifat oklusif menghambat penguapan dan kulit
menjadi lembab, memudahkan maserasi dan memudahkan
proliferasimikroorganisme serta lebih mudah terjadi trauma gesekan
sehingga stratum korneum menjadi lebih permeabe dan mengakibatkan
terjadinya vasodilatasi dan memacu inflamasi.
H. Diagnose Banding
1. Psoriasis Inversa
Psoriasis adalah penyakit inflamasi dan hiperproliferasi kronik dengan
dasar genetik ditandai dengan perubahan kompleks pada
pertumbuhan dan abnormalitis differensiasi epidermis dan
abnormalitas differensiasi, biokimiawi, imunologi dan vaskular. Salah
7
satu bentuk psoriasis adalah psoriasis inversa yang juga dikenal
sebagai psoriasis fleksura atau psoriasis intertriginosa.
2. Kandidiasis Cutis
Kandidiasis kutis adalah penyakit infeksi pada kulit yang disebabkan
oleh organisme genus Candida. Spesies yang paling sering
menyebabkan penyakit ini adalah Candida albicans, Candida glabrata,
Candida krusei, Candida parapsiloris, dan Candida tropicalis.
I. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
Terapi non farmakologi paling utama diaper dermatitis adalah
menjaga kulit tetap kering dengan mengganti popok sesering mungkin
setelah terkena urin atau tinja.
2. Farmakologi
Pada lesi di daerah tertutup popok dapat diperiksa adakah
infeksi kandida; dapat dipertimbangkan penggunaan mikonazol krim
0,25%. Pilihan agen antijamur topikal adalah nistatin, mikonazol,
klotrimazol, dan siklopiroks; nistatin paling sering digunakan. Nistatin
topikal sudah digunakan selama 50 tahun untuk mengobati infeksi
kandida; aman dan efektif untuk terapi kandidiasis kutaneus pada
bayi. Penggunaan nistatin pada diaper dermatitis menunjukkan hasil
memuaskan. Klotrimazol juga efektif untuk dermatitis popok karena
Candida albicans dan pada dermatomikosis resisten terhadap nistatin
dan terapi anti-jamur lainnya. Jika tidak ditemukan infeksi kandida,
dapat diperiksa apakah ada infeksi bakteri. Infeksi dapat diberi
antibakteri topikal (pilihan utama polimiksin B sulfat dan zink
basitrasin, mupirosin krim 2%, atau asam fusidat krim 2%).
Zink oksida, petrolatum, minyak hati ikan kod, dimetikon, atau
lanolin dapat menjadi pilihan terapi. Zink oksida topikal 0,25% sangat
baik memberikan perlindungan tahan air, sehingga mengurangi
gesekan dan maserasi. Zink oksida efektif untuk pencegahan ataupun
terapi diaper dermatitis tipe sedang; untuk diaper dermatitis tipe lebih
parah diperlukan agen anti-jamur dan kortikosteroid potensi rendah
8
seperti hidrokortison. Lesi yang belum membaik dapat diberi
campuran salep nistatin dan hidrokortison 1% salep dengan
perbandingan yang sama. Gozen, dkk. melaporkan penggunaan terapi
air susu ibu (ASI) topikal, tetapi tidak lebih baik dari penggunaan krim
barier zink oksida. Leila, dkk. menyatakan bahwa ASI sama efektifnya
dengan hidrokortison 1% untuk pengobatan topikal dermatitis popok.
Kortikosteroid topikal potensi rendah seperti hidrokortison dan
hidrokortison asetat secara umum aman untuk anakanak,
direkomendasikan untuk diaper dermatitis sedang sampai parah.
Daniel, dkk. melaporkan perbaikan klinis pada terapi kombinasi
nistatin dan triamsinolon. Terapi kombinasi antijamur dan
kortikosteroid potensi sedang-tinggi tidak direkomendasikan karena
dapat menyebabkan atrofi kulit dan lebih mudah penetrasi pada
kondisi popok oklusif.
J. Edukasi dan Komunikasi
1. Edukasi orangtua sangatlah penting dalam penatalaksanaan dermatitis
popok, terutama tentang bagaimana higiene penggunaan popok.
2. Mengganti popok setiap kali buang air kecil / buang air besar,
bersihkan dengan air hangat, bila perlu dengan sabun dan bilas bersih
lalu keringkan

K. Komplikasi
Komplikasi diaper dermatitis termasuk punch out ulcers atau erosi
dengan tepi meninggi (Jacquet erosive diaper dermatitis), papul/nodul
pseudoverukosa, ataupun plak dan nodul keabuan (granuloma gluteal
infantum). Jacquet erosive diaper dermatitis merupakan bentuk parah diaper
dermatitis dengan gambaran klinis ulserasi parah atau erosi dengan tepi
meninggi. Absorpsi topikal kortikosteroid secara signifikan meningkat pada
area kulit tipis dan potensial atrofi, sehingga penggunaan di selangkangan
perlu diperhatikan. Pernah dilaporkan adanya striae atrofi setelah
penggunaan kombinasi produk nistatin dan triamsinolon.
L. Prognosis
9
Prognosis dermatitis popok tergantung tingkat keparahan. Kasus tanpa
komplikasi mempunyai prognosis baik; jika terjadi komplikasi,
membutuhkan waktu penyembuhan lebih lama.
M. Profesionalisme
1. Membantu mengontrol kesembuhan pasien dengan memberikan obat
dengan dosis yang tepat.
2. Kontrol ulang, bila ada keadaan tidak membaik bisa di rujuk ke Dokter
Spesialis Kulit dan Kelamin.

10

Anda mungkin juga menyukai