Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

KERATOSIS SEBOROIK

Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti kepaniteraan klinik


senior (KKS) di bagian Ilmu Kedokteran Kulit dan Kelamin di RSUD Dr.Rm.
Djoelham Binjai

Disusun Oleh:
PUTRI MJRNI YULIANTI
102119032

Pembimbing :
dr. Hj. Hervina,Sp.KK, FINSDV, MKM

KKS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD. Dr.R.M. DJOELHAM BINJAI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas
berkah dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan refarat yang
berjudul “Keratosis Seboroik”.

Terwujudnya Refarat ini adalah berkat bantuan dan dorongan berbagai


pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :

1. dr. Hj. Hervina,Sp.KK selaku dosen pembimbing yang telah


memberikan pengarahan dalam penulisan Refarat ini.
2. Dokter-dokter Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD RM
DJOELHAM yang telah banyak berjasa memberikan bimbingan dan
pengajaran kepada penyusun selama ini.
3. Rekan-rekan kepaniteraan SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin,
atas bantuan, dukungan, dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa refarat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
sehingga penyusunan ini dapat lebih baik sesuai dengan hasil yang diharapkan.

Akhir kata dengan mengucapkan Puji syukur kepada Tuhan YME, semoga
Tuhan selalu meridhoi kita semua dan tulisan ini dapat bermanfaat.

Binjai, Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1............................................................DEFINISI KERATOSIS SEBOROIK
......................................................................................................................3
2.2..........................................................ETIOLOGI KERATOSIS SEBOROIK
......................................................................................................................4
2.3................................................EPIDEMIOLOGI KERATOSIS SEBOROIK
......................................................................................................................4
2.4.............................................FAKTOR RESIKO KERATOSIS SEBOROIK
......................................................................................................................5
2.5.......................................GAMBARAN KLINIS KERATOSIS SEBOROIK
......................................................................................................................5
2.6..................CARA PENEGAKAN DIAGNOSIS KERATOSIS SEBOROIK
......................................................................................................................6
2.7..................................................PATOGENESIS KERATOSIS SEBOROIK
....................................................................................................................11
2.8...............................................PATOFISIOLOGI KERATOSIS SEBOROIK
....................................................................................................................14
2.9. DIAGNOSIS BANDING KERATOSIS SEBOROIK.............................15
2.10.PENATALAKSANAAN KERATOSIS SEBOROIK.............................16
2.11.EDUKASI KERATOSIS SEBOROIK....................................................19
2.12.KOMPLIKASI KERATOSIS SEBOROIK.............................................20
2.13.PROGNOSIS KERATOSIS SEBOROIK...............................................20
2.14.PROFESIONALISME KERATOSIS SEBOROIK.................................20

BAB IIIPENUTUP...............................................................................................22

iii
3.1...............................................................................................KESIMPULAN
....................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

iv
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Keratosis merupakan suatu istilah klinis yang sering dipakai untuk semua

lesi yang disebabkan oleh peningkatan pembentukan keratin yang tidak

disebabkan oleh proses peradangan. Secara histopatologis, istilah keratosis

tidak dapat diterima sebagai diagnosis klinis, karena keratosis seboroik adalah

suatu papiloma dan lebih tepat disebut sebagai veruka seboroik. Walaupun

demikian istilah keratosis masih terus digunakan. (Adhi et all, 2018)

Keratosis seboroik merupakan tumor jinak kulit yang paling banyak

muncul pada orang yang sudah tua, sekitar 20% dari populasi dan biasanya

tidak ada atau jarang pada orang dengan usia pertengahan. Keratosis seboroik

memiliki banyak manifestasi klinik yang bisa dilihat, dan keratosis seboroik

ini terbentuk dari proliferasi sel-sel epidermis kulit. Keratosis seboroik dapat

muncul dalam berbagai bentuk lesi, bisa satu lesi ataupun tipe lesi yang

banyak atau multipel. (Adhi et all, 2018)

Walaupun tidak ada faktor etiologi khusus yang dapat diketahui, keratosis

seboroik lebih sering muncul pada daerah yang terpapar sinar matahari,

terutama pada daerah leher dan wajah, juga daerah ekstremitas. (Siregar,

2016)

Secara global atau internasional, keratosis seboroik merupakan tumor

jinak pada kulit yang paling banyak diantara populasi di Amerika Serikat.

Angka frekuensi untuk munculnya keratosis seboroik terlihat meningkat


2

seiring dengan peningkatan usia seseorang. Tidak ada tendensi bahwa lesi ini

dapat berubah menjadi ganas. Biasanya pengangkatan keratosis seboroik

adalah atas indikasi kosmetik, namun pasien juga harus diingatkan bahwa lesi

baru akan terus tumbuh. (Adhi et all, 2018)


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI KERATOSIS SEBOROIK

Sering di sebut Senile wart, senile keratosis, senilis seborrhoic, basal

cell papilloma dan seborrheic wart. (Adhi et all, 2018)

Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang biasanya berfigmen

dengan ciri macula hitam yang menonjol diatas permukaan kulit dan

umumnya pada orang tua dan serta berasal dari proliferasi keratinosit

epidermal. (Adhi et all, 2018)

Gambar 1. Gambaran keratosis seboroik di bagian kepal


4

2.2. ETIOLOGI KERATOSIS SEBOROIK

Sampai sekarang etiologi dari lesi keratosis seboroik belum diketahui

dengan pasti. Ada beberapa pendapat mengenai etiologi keratosis seboroik

yaitu : (Fitzpatrick’s, 2017)

- Mutasi Fibroblas growth factor rexeptor 3 (FGFR 3)

Hal ini terlihat dari 40% lesi keratosis seroboik ditemukan mutasi

FGFR 3 somatik.

- Mutasi Phosphatidylinositol-4,5-bisphosphate 3-kinase (PIK3CA)

Dengan meningkatnya jumlah sel yang bermutasi menunjukkan adanya

hubungan dengan terjadinya keratosis seboroik ini.

- Infeksi virus

- Diduga kemungkinan keterlibatan virus papilloma karena banyak

pasien dengan keratosis mendapatkan tes human papilloma virus –

deoxyribose nucleic acid (HPV-DNA) positif pada pemeriksaan

polymerase chain reaction (PCR). Namun pada penelitian didapati

bahwa pada pemeriksaan HPV-DNA dideteksi kebanyakan hanya pada

permukaan keratosis seboroik dan tidak lebih dalam oada lesi, sehingga

diduga hanya kontaminasi permukaan saja.

- Growth factor epidermal dan melanocyte-derived growth factor.

(Fitzpatrick’s, 2017)
5

2.3. EPIDEMIOLOGI KERATOSIS SEBOROIK

Secara global atau internasional, keratosis seboroik merupakan tumor

jinak pada kulit yang paling banyak diantara populasi di Amerika Serikat.

(Adhi et all, 2018).

Sering dijumpai pada ras kulit putih dengan jumlah pasien laki-laki

dan perempuan sebanding. Kelainan muncul pada decade 5. Pada decade 3

dan 4, dapat ditemukan bentuk yang agak datar. 1 Namun, kelainan ini dapat

muncul sejak usia 15 tahun dan prevalensi meningkat dengan bertambahnya

umur. Keratosis lebih jarang ditemukan pada anak-anak dan ras kulit hitam.

(Adhi et all, 2018).

2.4. FAKTOR RESIKO KERATOSIS SEBOROIK

Keratosis seboroik akan terjadi pada usia yang lebih tua, dan makin

membesar dan bertambah banyak seiring dengan kenaikan usia. Genetik

biasa memainkan peran penting sebagai faktor resiko terjadinya keratosis

seboroik, karena pasien dengan lesi multipel seringkali memiliki riwayat

keluarga yang positif. (Fitzpatrick’s, 2017)

Kontroversi masih berlanjut tentang peran sinar UV dalam

perkembangan terjadinya keratosis seboroik. Hanya sedikit penelitian

epidemiologi yang mengindikasikan peran yang mungkin dari sinar UV

dalam perkembangan keratosis seboroik. Pada satu penelitian di Australia,

pasien Kaukasia memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan

penelitian di Inggris; penulis penelitian ini melaporkan kejadian tidak


6

seimbang keratosis seboroik pada daerah kulit yang terpapar sinar matahari

(misal: kepala, leher, dan punggung tangan). Penelitian di Korea yang

disebutkan sebelumnya memberikan hasil yang sama. Pasien dengan

paparan kumulatif lebih dari 6 jam sehari memiliki 2,3 kali resiko keratosis

seboroik yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang kurang dari 3

jam sehari terkena paparan. Meskipun demikian penelitian kasus-kontrol di

Belanda menemukan bahwa tidak ada riwayat surnburn yang nyeri ataupun

paparan kumulatif tinggi terhadap sinar UV untuk meningkatkan resiko

memiliki keratosis seboroik. (Adhi et all, 2018)

2.5. CARA PENEGAKAN DIAGNOSIS KERATOSIS SEBOROIK

Keratosis Seboroik dapat tumbuh di bagian tubuh mana saja, paling

banyak terdapat didaerah wajah dan badan atas. Lesi yang ditemukan

berupa plak verukosa, papul, atau nodus menempel pada kulit

hiperpigmentasi warna coklat sampai hitam, dengan skuama di atasnya.

Papul atau nodus dapat berupa kubah, permukaan licin tidak berkilat dengan

sumbatan pada lubang folikel, Bentuk lesi sering oval berukuran 1 mm

sampai beberapa cm dan bila multiple lesi tersusun searah lipatan kulit.

Dikelopak mata atau daerah lipatan, lesi dapat bertangkai. Biasanya,

keratosis seroboik asimtomatik walaupun kadang-kadang dapat gatal dan

biasanya berobat karena keluhan kosmetik. (Fitzpatrick’s, 2017)


7

Anamnesis

- Biasanya asimptomatik, pasien hanya mengeluh terdapat bejolan hitam

terasa tidak nyaman.

- Lesi kadang dapat terasa gatal, ingin digaruk atau dijepit.

- Pasien kadang merasa benjolan semakin membesar secara lambat.

- Lesi tidak dapat sembuh sendiri secara tiba-tiba.

- Sebagian kasus terdapat riwayat keluarga yang diturunkan.

- Lesi dapat timbul di seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan kaki serta

membrane mukosa. (Adhi et all, 2018)

Pemeriksaan fisik

Inspeksi:

- Keratosis seboroik dapat terjadi pada seluruh permukaan kulit.

Walaupun demikian, paling sering ditemukan pada wajah, punggung,

daerah sternal, ekstremitas, dan daerah yang meradang.

- Bila terdapat lesi multipel, biasanya penyebarannya adalah bilateral dan

simetris.

- Keratosis seboroik tampak sebagai lesi multipel berupa papul atau plak

yang agak menonjol, namun dapat juga terlihat menempel pada

permukaan kulit.

- Lesi ini biasanya diliputi oleh kulit kering yang agak berminyak dan

biasanya mudah lepas.


8

- Lesi biasanya memiliki pigmen warna yang sama yaitu coklat, namun

kadang kadang juga dapat ditemukan yang bewarna hitam atau hitam

kebiruan.

- Permukaan lesi biasanya berbenjol benjol.

- Pada lesi yang memiliki permukaan halus biasanya terkandung jaringan

keratotik yang menyerupai butiran gandum. (Adhi et all, 2018)

Gambar 2. Bagian klinis keratosis seborik pada leher dan dada

bagian atas

Gambar 3. Lesi soliter keratosis seboroik


9

Gambar 4. Multipel keratosis seboroik pada warisan secara

autosomal dominan

Palpasi:

- Pada perabaan terasa lunak dan berminyak. (Adhi et all, 2018)

Pemeriksaan Kulit:

- Lokalisasi :

Dada punggung, perut, wajah dan leher, distribusi simetris bilateral.

(Siregar. 2016)

- Efloresensi/sifat-sifatnya :

Papula dan plak berbentuk lonjong, ukuran miliar sampai lenticular

dengan permukaan kasar, berwarna kecoklatan sampai kehitaman.

(Siregar. 2016)

Pemeriksaan Penunjang (Histopatologi)

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan

histopatologi. Komposisi keratosis seboroik adalah sel basaloid dengan


10

campuran sel skuamosa. Invaginasi keratin dan horn cyst merupakan

karakteristiknya. Sarang-sarang selskuamosa kadang dijumpai, terutama

pada tipe irritated. Satu dari tiga keratosis seboroik terlihat hiperpigmentasi

pada pewarnaan hematoksilin-eosin. Setidaknya ada 5 gambaran histologi

yang dikenal : acanthotic (solid), reticulated (adenoid), hyperkeratotic

(papilomatous), clonal dan irritated. Gambaran yang bertumpang tindih

biasa dijumpai. (Siregar, 2016)

- Tipe acanthotic dibentuk oleh kolumna-kolumna sel basal dengan

campuran horn cyst. (Adhi et all, 2018)

- Tipe reticulated mempunyai gambaran jalinan untaian tipis dari sel

basal, seringkali berpigmen, dan disertai horn cyst yang kecil. (Adhi et

all, 2018)

- Tipe hiperkeratotik terlihat eksofilik dengan berbagai tingkat

hiperkeratotis, papilomatosis dan akantosis. Terdapat sel basaloid dan

sel skuamosa. (Adhi et all, 2018)


11

- Tipe clonal mempunyai sarang sel basaloid intraepidermal. (Adhi et all,

2018)

- Pada tipe irritated, terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi berat,

dengan gambaran likenoid pada dermis bagian atas. Sel apoptotik

terdapat pada dasar lesi yang menggambarkan adanya regresi imunologi

pada keratosis seboroik. Kadang kala terdapat infiltrat sel yang

mengalami inflamasi berat tanpa likenoid, Jarang terdapat netrofil yang

berlebihan dalam infiltrat. Pada pemeriksaan dengan menggunakan

mikroskop elektron menunjukkan bahwa sel basaloid yang kecil

berhubungan dengan sel pada lapisan sel basal epidermis. (Adhi et all,

2018) Kelompok – kelompok melanososm yang sering membatasi

membran dapat ditemukan di antara sel. (Fitzpatrick’s, 2017)


12

2.6. PATOGENESIS KERATOSIS SEBOROIK

Paparan terhadap sinar matahari diperkirakan sebagai faktor risiko

KS, dimana dilaporkan prevalensi yang lebih tinggi pada area yang terpapar

sinar matahari (Tindall dan Smith, 1993). Pada sebuah studi di Australia,

pasien Kaukasia memiliki prevalensi yang lebih tinggi daripada pasien

Inggris, dengan kejadian KS yang tidak proporsional pada area yang

terpapar sinar matahari. Penelitian lain yang dilakukan di Korea

mendapatkan hasil yang serupa. Pasien dengan paparan sinar matahari

kumulatif lebih dari 6 jam per hari memiliki risiko KS sebanyak 2,3 kali

lipat jika dibandingkan dengan pasien yang terpapar sinar matahari kurang

dari 3 jam per hari (Thomas dan Swanson, 2008). Sinar matahari adalah

sumber utama radiasi sinar ultraviolet (UV) untuk semua sistem kehidupan

manusia. Radiasi sinar UV dibagi menjadi tiga kategori, yaitu radiasi UV-A

(315-400 nm), radiasi UV-B (280-315 nm), dan radiasi UV-C (100-280

nm). Radiasi sinar UV memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan

manusia, khususnya pada kulit yaitu pembentukan vitamin D3 atau aplikasi

dalam kombinasi dengan obat dalam terapi penyakit kulit seperti psoriasis

dan vitiligo, serta memiliki kapasitas untuk menghasilkan spesies kimia

reaktif, seperti radikal bebas yang dapat menyebabkan terjadinya efek akut

dan efek kronis yang merugikan bagi kulit. Radiasi sinar UVA dapat

menembus kulit manusia hingga lapisan epidermis dan dapat menimbulkan

efek yang berbahaya, seperti kulit menjadi kusam dan menggelap, timbul

kerutan, berkurangnya kolagen maupun kekenyalan kulit, serta kekeringan


13

pada wajah, memicu terjadinya kerusakan DNA. Radiasi sinar UV yang

paling banyak berpengaruh terhadap kesehatan kulit adalah radiasi sinar

UV-B, dimana radiasi sinar UV-B memiliki efek yang paling kuat dalam

menyebabkan terjadinya photodamage pada kulit salah satunya eritema.

Intensitas radiasi sinar UVB maksimal terjadi pukul 10.00 hingga pukul

14.00. dalam jumlah yang sedikit, sinar ini dapat memberi vitamin D untuk

tulang. Sinar UV-C merupakan sinar paling berbahaya dari seluruh sinar UV

karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi manusia yaitu dapat

menimbulkan kerusakan kulit dan kanker kulit (Clydesdale,dkk 2010).

Penelitian yang dilakukan pada tikus, radiasi sinar UVA menginduksi

pembentukan lesi yang menyerupai KS. Akan tetapi, vitamin D3 didapatkan

menurunkan pembentukan sel-sel tumor pada kulit yang diradiasi UVB. Hal

ini menunjukkan respon hipersensitifitas kontak UVB yang menurun akibat

kalsitriol, yang selanjutnya menurunkan respon inflamasi dan kerusakan

DNA (Fitzpatrick’s, 2017)

Penelitian terbaru menunjukkan adanya mutasi gen fibroblast growth

factor 3 (FGFR 3) yang memegang kunci penting pada perkembangan KS

(Zhang dan Zhu, 2011). Mutasi pada FGFR 3 ini ditemukan pada 40-85%

kasus KS (Sober dkk, 2002). Protein FGF sebagai hormon berfungsi dalam

mengatur homeostasis fosfat sistemik dan metabolisme vitamin D. Mutasi

pada protein ini menyebabkan kondisi hipofosfatemia, termasuk diantaranya

menurunnya kadar fospor serum, meningkatnya pengeluaran fospat melalui

ginjal, menurunnya kadar 1,25-dihydroxyvitamin D dan tulang yang rapuh.


14

Menurunnya kadar 1,25-dihydroxyvitamin D ini diakibatkan oleh

menurunnya kadar mRNA ginjal untuk enzim 25-hydroxyvitamin D-1a-

hydroxylase (Su dkk., 2014). Selanjutnya mutasi pada gen FGFR3 ini

memicu peningkatan ekspresi protein FGFR 3 yang selanjutnya

menyebabkan peningkatan produksi protein anti-apoptosis bcl-2, sehingga

terjadi resistensi apoptosis sel keratin. Hal tersebut akan memicu proliferasi

sel dan menyebabkan terjadinya akantosis pada KS (Heffernan dan Khavari,

1998). (Fitzpatrick’s, 2017)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mutasi gen

phosphatidylinositol 3 kinase yang mengkode subunit p110 (katalitik) kelas

1 (PIK3CA) juga terlibat dalam patogenesis KS. Meskipun memiliki potensi

onkogenik dan sering ditemukan pada sejumlah kanker, seperti kanker

kolon,payudara dan kandung kemih, mutasi PIK3CA juga berkontribusi

dalam patogenesis tumor jinak kulit (Darjani dan Ramezanpour, 2002).

(Adhi et all, 2018)

Perkembangan KS juga dikaitkan dengan epidermal growth factors

yang berada di sirkulasi dan melanocyte-derived growth factors disamping

adanya peningkatan lokal ekspresi faktor nekrosis tumor-α dan enzim

endothelin-convertin. Dua hal terakhir dikaitkan dengan peningkatan

ekspresi melanogen keratinosit, endothelin-1 yang menyebabkan

hiperpigmentasi pada KS (Quinn dkk, 2010). (Fitzpatrick’s, 2017)


15

2.7. PATOFISIOLOGI KERATOSIS SEBOROIK

Epidermal Growth faktor (EGF) atau reseptornya, telah terbukti

terlibat dalam pembentukan keratosis seboroik. Tidak ada perbedaan yang

nyata dari ekspresi immunoreactive growth hormone receptor di kertinosit

pada epidermis normal dan keratosis seboroik. (Halfian, dkk, 2018)

Ekspresi dari gen bcl-2, suatu gen onkogen penekan apoptosis, rendah

pada keratosis seboroik dibandingkan dengan basal sel karsinoma atau

skuamos sel karsinoma, yang memiliki nilai yang tinggi untuk jenis gen ini. 2

Tidak ada peningkatan yang dapat dilihat dalam sonic hedgehog signal

transducers patched (ptc) dan smoothened (smo) mRNA pad keratosis

seboroik dibandingkan kulit yang normal. (Halfian, dkk, 2018)

Keratitis seboroik memiliki derajat pigmentasi. Pada pigementasi

keratosis seboroik, prolifearasi dari keratinosit memacu aktivasi dari

melanosit disekitarnya dengan mensekresi melanocyte-stimulating

cytokines. Endotelin-1 memiliki efek simulasi ganda pada sintesis DNA dan

melanisasi pada melanosit manusia dan telah terbukti terlibat sebagai salah

satu peran penting dalam pembentukan hiperpigmentasi pada keratosis

seboroik. (Halfian, dkk, 2018)

Secara immunohistokimia, keratinosit pada keratosis seboroik

memperlihatkan keratin dengan berat molekul yang rendah, tatapi ada

sebagian kecil pembentukan keratin dengan berat molekul yang tinggi.

(Halfian, dkk, 2018)


16

2.8. DIAGNOSA BANDING KERATOSIS SEBOROIK

a. Melanoma maligna

Awalnya berupa tahi lalat yang berubah dalam warna, ukuran, mulai

timbul gejala (terbakar, gatal, sakit), terjadi peninggian lesi,

berkembangnya lesi satelit. Akademi dermatologi Amerika menekankan

pentingnya evaluasi lesi berpigmen,yaitu: A = asimetri, B = border

irregularity, C = color variegation, D = Diameter lebih dari 0,6 mm.

(Siregar, 2016)

b. Keratosis aktinik

Terjadi akibat paparan dengan sinar matahari kronis. Gambaran klinis

berupa macula atau plak kecoklatan, bentuk irregular, dapat soliter atau

multiple, berbatas tegas, permukaan yang kasar, kering, dan squama

yang melekat. Lebih baik diidentifikasi dengan palpasi karena

teksturnya seperti kertas amplas. (Siregar, 2016)


17

2.9. PENATALAKSANAAN KERATOSIS SEBOROIK

Non-Farmakologi:

- Belum ada dan biasanya tidak perlu di obati. (Adhi, et all, 2018)

Pembedahan:

- Krioterapi

Merupakan bedah beku dengan menggunakan cryogen bisa berupa

nitrogen cair atau karbondioksid padat. Mekanismenya adalah dengan

membekukan sel-sel kanker, pembuluh darah dan respon inflamasi

lokal. Pada keratosis seboroik bila pembekuan terlalu dingin maka

dapat menimbulkan skar atau hiperpigmentasi, tetapi apabila

pembekuan dilakukan secara minal diteruskan dengan kuretase akan

memberikan hasil yang baik secara kosmetik. (Fitzpatrick’s, 2017)

- Terapi Bedah listrik

Bedah listrik (electrosurgery) adalah suatu cara pembedahan atau

tindakan dengan perantaraan panas yang ditimbulkan arus listrik boiak-

balik berfrekwensi tinggi yang terkontrol untuk menghasilkan destruksi

jaringan secara selektif agar jaringan parut yang terbentuk cukup estetis
18

den aman baik bagi dokter maupun penderita. Tehnik yang dapat

dilakukan dalam bedah listrik adalah : elektrofulgurasi, elektrodesikasi,

elektrokoagulasi, elektroseksi atau elektrotomi, elektrolisis den

elektrokauter. (Fitzpatrick’s, 2017)

- Elektrodesikasi

Merupakan salah satu teknik bedah listrik. Elektrodesikasi dan kuret

dilakukan di bawah prosedur anestesia lokal, awalnya tumor dikuret,

kemudian tepi dan dasar lesi dibersihkan dengan elektrodesikasi,

diulang-ulang selama dua kali. Prosedur ini relatif ringkas, praktis, dan

cepat serta berbuah kesembuhan. Namun kerugiannya, prosedur ini

sangat tergantung pada operator dan sering meninggalkan bekas berupa

jaringan parut. (Fitzpatrick’s, 2017)

- Laser CO2

Sinar Laser adalah suatu gelombang elektromagnetik yang memiliki

panjang tertentu, tidak memiliki efek radiasi dan memiliki afinitas

tertentu terhadap suatu bahan/target. Oleh karena memiliki sel target

dan tidak memiliki efek radiasi sebagaimana sinar lainnya, ia dapat

digunakan untuk tujuan memotong jaringan, membakar jaringan pada

kedalaman tertentu, tanpa menimbulkan kerusakan pada jaringan

sekitarnya. Sebagai pengganti pisau bedah konvensional, memotong

jaringan sekaligus membakar pembuluh darah sehingga luka praktis

tidak berdarah saat memotong. (Fitzpatrick’s, 2017)

- Bedah scalpel
19

Satu cara konservatif namun tetap dipakai sampai sekarang ialah bedah

skalpel. Umumnya karena invasi tumor sering tidak terlihat sama

dengan tepi lesi dari permukaan, sebaiknya bedah ini dilebihkan 3-4

mm dari tepi lesi agar yakin bahwa seluruh isi tumor bisa terbuang.

Keuntungan prosedur ini ialah tingkat kesembuhan yang tinggi serta

perbaikan kosmetis yang sangat baik. (Fitzpatrick’s, 2017)

Farmakologi:

Pengobatan umumnya dilakukan karena alasan kosmetik, gatal, meradang,

atau nyeri. (Fitzpatrick’s, 2017)

- Keratolytic agent

Dapat menyebabkan epitelium yang menanduk menjadi mengembang,

lunak, maserasi kemudian deskuamasi.

 Amonium lactat lotion

Mengandung asam laktat dan asam alfa hidroxi yang

mempunyai daya keratolitik dan memfasilitasi pelepasan sel-sel

keratin. Sedian 15% dan 5% strenght; 12% strenght dapat

menyebabkan iritasi muka karena menjadikan sel-sel keratin

tidak beradesi. (Fitzpatrick’s, 2017)

 Trichloroacetic acid

Membakar kulit, keratin dan jaringan lainya. Dapat

menyebabkan iritasi lokal. Pengobatan keratosis seboroik

dengan 100% trichloroacetic acid dapat menghilangkan lesi, tepi


20

penggunaanya harus ditangan profesional yang ahli. Terapi

topikal dapat digunakan tazarotene krim 0,1% dioles 2 kali

sehari dalam 16 minggu menunjukkan perbaikan keratosis

seborik pada 7 dari 15 pasien. (Fitzpatrick’s, 2017)

2.10. EDUKASI DAN KOMUNIKASI

Edukasi yang dapat diberikan kepada pasien:

- Penyakit ini merupakan tumor jinak yang umumnya menyerang orang

tua dengan usia decade 3,4 untuk datar dan decade berbentuk nodus.

Dimana penyebab dari penyakit ini belum diketahui secara umum.

(Fitzpatrick’s, 2017)

- Tidak ada penanganan spesifik pada keratosis seboroik karena tidak

adanya tendensi untuk berubah menjadi keganasan. Jika lesi tidak

memberikan gejala, pengangkatan tidak penting, namun jika

memberikan gejala atau tidak dapat diterima dari segi kosmetik, dapat

diangkat. Sebelum dilakukan pengangkatan, pasien harus diberi

informasi bahwa lesi baru akan terus muncul. (Fitzpatrick’s, 2017)

- Selain itu dokter memberikan terapi awal dengan pertimbangan keluhan

kosmetik, gatal, meradang, atau nyeri. (Fitzpatrick’s, 2017)

2.11. KOMPLIKASI KERATOSIS SEBOROIK


21

Komplikasi yang sering terjadi antara lain terbentuknya jaringan

parut, perubahan pigmen, sisa lesi keratosis seboroik atau rekurensi.

Kejadian rekurensi tidak jarang terjadi dan sering memerlukan terapi

multiple untuk memastikan destruksi komplit pada lesi. Meski demikian,

pada saat terapi lebih baik mempertimbangkan untuk meminimalisir resiko

terjadinya jaringan parut. (Fitzpatrick’s, 2017)

2.12. PROGNOSIS KERATOSIS SEBOROIK

Keratosis seboroik adalah suatu tumor kulit benigna tanpa suatu

tendensi yang signifikan terhadap malignansi. Sesudah pembuangan lesi,

rekurensi lokal dapat terjadi. Tidak ada angka tepat tentang rekurensi.

(Siregar, 2016)

2.13. PROFESIONALISME

“ Tingkat kemampuan dokter umum yaitu 3A mampu membuat

diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-

pemerikaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya lab atau X-

Ray. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,

serta merujuk ke spesialis yang relevan (Bukan kasus gawat darurat)”.

- Dalam penanganan kasus ini dokter melakukan pemeriksaan awal

berupa pemeriksaan histopatologis untuk memastikan diagnosis.

(Fitzpatrick’s, 2017)
22

- Selain itu dokter memberikan terapi awal dengan pertimbangan keluhan

kosmetik, gatal, meradang, atau nyeri disertai pengontrolan dosis obat.

- Apabila tidak terjadi perkembangan pengobatan yang baik maka untuk

penanganan lebih lanjut dokter umum dapat merujuk ke dokter spesialis

kulit-kelamin. (Fitzpatrick’s, 2017)


23

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang biasanya berfigmen

dengan ciri macula hitam yang menonjol diatas permukaan kulit dan

umumnya pada orang tua dan serta berasal dari proliferasi keratinosit

epidermal. Sering dijumpai pada ras kulit putih dengan jumlah pasien laki-

laki dan perempuan sebanding. Kelaiana muncul pada decade 5. Keratosis

lebih jarang ditemukan pada anak-anak dan ras kulit hitam. Keratosis

Seboroik dapat tumbuh di bagian tubuh mana saja, paling banyak terdapat

didaerah wajah dan badan atas. Lesi yang ditemukan berupa plak verukosa,

papul, atau nodus menempel pada kulit hiperpigmentasi warna coklat sampai

hitam, dengan skuama di atasnya. Pengobatan umumnya dilakukan karena

alasan kosmetik, gatal, meradang, atau nyeri, selain itu jga dapat dilakukan

tindakan pembedahan. Selain itu Keratosis seboroik adalah suatu tumor kulit

benigna tanpa suatu tendensi yang signifikan terhadap malignansi. Sesudah

pembuangan lesi, rekurensi lokal dapat terjadi. Tidak ada angka tepat tentang

rekurensi.
24

DAFTAR PUSTAKA

1. Adhi, D., Aida, S.S D., Aryani, S., Benny, W. E., Detty, K.D., Emmy, D. S., Endi N.,

Erdina, P. H., Evita, E. H., Farida, Z., Githa, R., Hanny, N., Herman, C., Made, W. I.,

Irma, B., Kusmarinah, B., Larissa, P., Lili, L., Lily, S., … Melani, M. (2018). Ilmu

Penyakit Kulit Dan Kelamin. In Fkui.

2. Halfian, dkk. 2018. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Jakarta: Medicine Stuffs.

3. Siregar. 2016. Saripati Penyakit Kulit. Edisi : 3. Jakarta :EGC.

4. Fitzpatrick’s. 2017. Dermatology in General Medicine Eight. Edisi Volume 1 dan 2.

Jakarta: Mc Graw Hill.

5. Dorland Newman. 2007. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. EGC. Jakarta

6. Chandrasoma Parakrama dan Taylor Clive. 2017. Ringkasan Patologi Anatomi. EGC.

Jakarta.

7. Siregar. 2013. Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta.

8. Duncan Karynne, Oxman, Geisse John, Lefell David. 2018. Epidermal and Appendegeal

Tumors diseaes. In : Wolff KG,LA. Katz, SI. Gilchrest, BA. Paller, AS. Leffeld, DJ.

Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 7thed: McGraw Hill.

9. (PERDOSKI), P. D. S. K dan K.I (2017) ‘Keratosis Seboroik’ Panduan Praktik Klinis

bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia,

10. Indonesia, U. (2018) Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 7th ed. Jakarta: Fakultas

kedokteran universitas Indonesia; 2018., Journal of Chemical Information and

Modeling.

Anda mungkin juga menyukai