Anda di halaman 1dari 15

Definisi

Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit yang berasal dari sel non keratin
lapisan basal epidermis. Karsinoma Sel Basal (KSB) disebut juga basalioma, atau
pada tingkat lanjut disebut ulkus rodens, merupakan keganasan kulit yang paling
sering ditemukan, umumnya di daerwah wajah.

Epidemiologi
Karsinoma sel basal umum dijumpai di masyarakat. Jumlah karsinoma sel basal
sekitar 75% dari semua kanker kulit. Berdasarkan data epidemiologi menunjukkan
bahwa keseluruhan insiden meningkat secara signifikan di seluruh dunia sebesar 3%-
10% per tahun. Karsinoma sel basal biasa terjadi pada orang tua namun semakin
sering terjadi pada orang yang berusia di bawah 50 tahun. Karsinoma sel basal
terutama terdapat pada ras Kaukasoid, menyerang terutama pada lanjut usia (lansia),
dengan jumlah rasio laki-laki lebih banyak dari pada perempuan 2:1, sedangkan di
Malaysia dan Singapura, rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan hampir
sama. Penelitian retrospektif di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) –
RSUP M. Hoesin Palembang, didapatkan adanya peningkatan insiden karsinoma sel
basal primer. Penelitian Toruan TL dkk. (2000), mendapatkan 20 kasus (0,042%)
karsinoma sel basal primer, sedangkan Yahya YF dkk. pada tahun (2008)
mendapatkan 47 pasien (0,11%) karsinoma sel basal primer. Faktor risiko terjadinya
karsinoma sel basal yaitu paparan sinar ultraviolet, rambut dan mata yang berwarna
terang, keturunan Eropa Utara dan ketidakmampuan untuk berjemur.

Etiopatogenesis
Etiopatogenesis karsinoma sel basal adalah predisposisi genetik, lingkungan, dan
paparan sinar matahari, khususnya ultraviolet B (UVB) yang merangsang terjadinya
mutasi suppressor genes. Radiasi UVB merusak DNA dan memengaruhi sistem imun
sehingga menghasilkan perubahan progresif genetik dan keganasan. Sinar ultraviolet

1
menginduksi mutasi pada gen penghambat tumor p53 telah ditemukan pada sekitar
50% kasus karsinoma sel basal.
Faktor genetik yang berperan terdapat pada kromosom 1 dan satu varian dari setiap
kromosom 5, 7, 9, dan 12. Varian kromosom tersebut diketahui berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam proteksi terhadap paparan sinar matahari, yang mungkin
berhubungan dengan faktor risiko tambahan terhadap paparan sinar matahari yang
bersifat heterozigot. Kelainan genetik yang bersifat homozigot terutama berhubungan
dengan pengaturan sonic hedgehog pathway signaling, paling sering terjadi pada
sindrom nevoid karsinoma sel basal atau sindrom Gorlin. Hedgehog pathway (HP)
aktif pada perkembangan fetus dan akan berhenti bila jaringan sudah dewasa. Pada
kasus-kasus karsinoma terjadi pengaktifan HP kembali dan ditemukan di PTCH1 dan
Smoothened (SMO). Mutasi yang paling sering diidentifikasi pada PTCH1 dan SMO
merupakan dari jenis yang konsisten dengan kerusakan akibat sinar ultraviolet.
Faktor lingkungan yang diketahui dapat memicu terjadinya karsinoma sel basal
adalah hidrokarbon, arsenik, batubara, aspal, obat topikal methoxipsoralen, dan sinar
UV. Rangsangan onkogen, kondisi imunosupresif, luka kronis, dan trauma akut juga
terbukti sebagai faktor pencetus timbulnya kanker kulit, memicu pertumbuhan
keratinosit menjadi lesi seperti karsinoma sel basal. 10 Efek radiasi sinar ultraviolet
terhadap kulit dapat bersifat akut dan kronik. Secara klinis, efek akut dari radiasi UV
adalah sunburn inflammation, eritema, nyeri, panas, tanning sintesis melanin,
imunosupresif lokal dan efek sistemik.
Kerusakan DNA yang terjadi akibat pembentukan 6,4-photoproducts seperti
cyclobutane pyrimidine dimmers, diperbaiki dengan nucleotide excision repair
(NER). Jika perbaikan DNA gagal dan sel yang bersangkutan tetap hidup, akan
terjadi kerusakan DNA menetap, berarti telah terjadi mutasi gen yang bersangkutan.
Radiasi UV-B meningkatkan apoptosis keratinosit untuk membunuh sel yang
kerusakan DNA-nya gagal diperbaiki terutama pada daerah yang aktif mengalami
proliferasi pada lapisan basal epidermis, sehingga kejadian mutasi oleh radiasi UV-B
tidaklah mudah terjadi. Jika mutasi ini mengenai gen yang menyandi sintesis faktor

2
pertumbuhan (protoonkogen) atau yang menyandi sintesis faktor penghambat
pertumbuhan (tumor supressor gene), maka karsinogenesis sudah berlangsung.
Sinar UV yang secara kronik mengenai sel induk kulit menyebabkan photoaging,
imunosupresi, dan fotokarsinogen. Fotokarsinogen melibatkan pembentukan foto
produk yang merusak DNA. Jika perbaikan DNA gagal, maka akan terjadi mutasi
protoonkogen menjadi onkogen atau inaktivasi gen penghambat kanker. Akumulasi
mutasi akibat fotokarsinogen termasuk penghapusan genetik menyebabkan tidak
aktifnya gen penghambat kanker yang menyandi pembentukan protein penghambat
proliferasi sel. Akumulasi mutasi gen inilah yang berperan dalam memicu terjadinya
karsinoma sel basal.

Gambaran Klinis
Berdasarkan patologi klinis, karsinoma sel basal memiliki sifat pertumbuhan yang
berbeda, yaitu sebagai berikut :
1. Nodul: Kista, berpigmen, keratosis; jenis karsinoma sel basal yang paling
sering dijumpai; biasanya muncul sebagai papul, berbentuk seperti mutiara,
berwarna serupa kulit dengan telangiektasis.
2. Infiltratif: tumor yang menginfiltrasi dermis di untaian tipis antara serat
kolagen, membuat tepi kanker kurang terlihat.
3. Mikronodular: tidak mudah terjadi ulserasi; ketika diregangkan muncul warna
putih-kuning, memiliki tepi yang berbatas tegas.
4. Morpheaform: Terlihat seperti putih atau kuning, lunak, plak sklerotik yang
jarang terjadi ulserasi; datar atau sedikit menurun, fibrotik dan berbatas tegas
5. Superfisial: Dapat dijumpai pada tubuh bagian atas atau bahu; secara klinis
terlihat eritem, patch atau plak, sering dengan skala keputihan.

 Karsinoma sel basal nodular (solid)

3
Karsinoma sel basal nodular terdiri dari 50%-80% dari semua karsinoma sel basal.
Biasanya terjadi pada area yang terpapar sinar matahari seperti kepala dan leher.
Lesi biasanya ditemukan di hidung (25%-30%), dahi, telinga, area periocular, dan
pipi. Karsinoma sel basal nodular terdiri atas satu atau beberapa kecil, waxy,
nodul semi transparan, terbentuk di sekitar depresi sentral yang dapat atau tidak
dapat terjadi ulserasi, krusta, dan berdarah. Tepi dari lesi memiliki karakteristik
rolled border. Telangiektasis melewati lesi tersebut. Perdarahan pada luka ringan
merupakan tanda umum.
Sebagai kemajuan pertumbuhan, krusta muncul di atas erosi atau ulkus sentral, dan
ketika krusta lepas, perdarahan terjadi dan ulkus menjadi terlihat jelas. Ulkus ini
ditandai dengan pembesaran kronik dan bertahap dari waktu ke waktu. Lesi
tersebut asimptomatik dan perdarahan satu-satunya kesulitan yang dihadapi.
Karsinoma sel basal tipe nodular seperti terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Karsinoma sel basal, tipe nodular

 Karsinoma sel basal infiltratif


Karsinoma sel basal infiltratif merupakan subtipe agresif yang ditandai oleh
infiltrasi dalam dari spiky islands epitel basaloid di stroma kaya fibroblas.
Karsinoma sel basal infiltratif terdiri atas untai kecil sel kanker basaloid, yang
mungkin hanya satu sampai dua lapisan sel tebal, seperti terlihat pada gambar 2.

4
Gambar 2. Lesi infiltrat dengan tepi dan ukuran ireguler
di daerah dahi laki-laki.

 Karsinoma sel basal mikronodular


Karsinoma sel basal mikronodular menunjukkan nodul sel kanker yang lebih kecil
dibandingkan dengan karsinoma sel basal nodular. Karsinoma sel basal
mikronodular seperti terlihat pada gambar 3. Kanker ini tidak khas secara klinis,
namun pola pertumbuhan mikronodular membuat karsinoma sel basal
mikronodular tidak dapat dikuretase.

Gambar 3. Karsinoma sel basal mikronodular.

 Karsinoma sel basal morpheaform


Karsinoma sel basal morpheaform adalah variasi pertumbuhan agresif karsinoma
sel basal dengan perbedaan klinis dan penampilan histologi. Lesi karsinoma sel
basal morpheaform berwarna putih gading dan menyerupai jaringan parut atau lesi
kecil morphea. Karsinoma sel basal morpheaform 95% terjadi di kepala dan leher.

5
Tidak terdapat ulserasi, pearly rolled border, krusta, namun terdapat telangiektasi,
seperti terlihat pada gambar 4.

Gambar 4. Karsinoma sel basal morpheaform.

 Karsinoma sel basal superfisial


Karsinoma sel basal superfisial paling sering terjadi di badan (45%), ekstremitas
distal (14%), dan 40% terjadi di kepala dan leher. Karsinoma sel basal superfisial
paling sering terlihat kering, berbentuk seperti psoriasis, dan lesinya bersisik.
Biasanya pertumbuhan karsinoma sel basal superfisial datar dan dangkal, pada
beberapa kasus menunjukkan sedikit kecenderungan untuk menginvasi atau
menjadi ulkus. Lesinya membesar sangat perlahan dan dapat salah didiagnosis
sebagai patch eksim atau psoriasis. Karsinoma sel basal superfisial dapat
membesar dengan diameter hingga 10-15 cm. Pemeriksaan pada tepi lesi akan
terlihat thread-like raise border. Plak eritem dengan telangiektasis kadang dapat
memperlihatkan atrofi atau skar. Beberapa lesi dapat masuk ke dermis yang lebih
dalam. Ketika hal ini terjadi, hal tersebut akan menyebabkan fibrosis dermis dan
ulserasi multi fokal, membentuk “field of fire” tipe karsinoma sel basal yang besar.
Adakalanya lesi tersebut akan sembuh di satu tempat, dengan skar atrofi putih dan
kemudian menyebar secara aktif ke kulit lain. Hal tersebut jarang terjadi pada
pasien yang memiliki beberapa lesi secara bersamaan. Bentuk karsinoma sel basal
tersebut paling sering terjadi pada pasien HIV.

6
A B
Gambar 5. A. Titik- titik pada KSB superficial multisentris. B. Karsinoma sel basal superfisial.

Histopatologi
Secara histopatologi karsinoma sel basal dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu:
karsinoma sel basal yang tidak berdiferensiasi dan karsinoma sel basal yang
berdiferensiasi. Karsinoma sel basal yang tidak berdiferensiasi terdiri atas berbagai
variasi pertumbuhan, ada yang pertumbuhannya lambat seperti superficial BCC,
nodular BCC, dan micronodular BCC, ada pula yang tumbuh agresif seperti
infiltrative BCC, metatypical BCC (basosquamous carcinoma), morpheiform BCC
(sclerosing BCC). Karsinoma sel basal yang berdiferensiasi seperti keratotic BCC,
infundibulocystic BCC, follicular BCC, pleomorphic BCC, BCC with sweat duct
differentiation, BCC with sebaceous diff erentiation, fibroepithelioma of Pinkus, dan
recurrent BCC.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan
histopatologi dari salah satu lesi untuk menentukan subtipe KSB. Biasanya penderita
KSB datang dengan keluhan bercak hitam di wajah mudah berdarah dan tidak
sembuh-sembuh, atau berupa tahi lalat yang bertambah besar dengan permukaan
tidak rata, dan biasanya terdapat riwayat trauma, serta dapat disertai dengan rasa gatal
atau nyeri. Idealnya dilakukan pemeriksaan histopatologi lesi. Pemeriksaan

7
penunjang seperti CT scan atau MRI diperlukan jika ada kecurigaan mengenai tulang
atau jaringan lainnya.
Diagnosis karsinoma sel basal dapat dicapai dengan interpretasi akurat dari hasil
biopsi kulit. Metode biopsy yang dianjurkan adalah shave biopsy, biasanya sudah
cukup, dan punch biopsy. Penggunaan silet yang disterilkan, yang dapat dimanipulasi
dengan baik oleh operator untuk mengatur kedalaman saat akan mengambil spesimen,
lebih sering dilakukan dibandingkan penggunaan skalpel no.15. Punch biopsy
dilakukan pada pemeriksaan lesi datar dari varian klinis KSB morfoik atau KSB
berulang yang terjadi di dalam jaringan parut.

Diagnosis Banding
A. Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma sel skuamosa adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit
epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak dan
merupakan salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah
basalioma. Faktor predisposisi karsinoma sel skuamosa antara lain radiasi
sinar ultraviolet bahan karsinogen, arsenic dan lain-lain. Umur yang paling
sering ialah 40 – 50 tahun (dekade V-VI) dengan lokalisasi yang tesering di
tungkai bawah dan secraa umum ditemukan lebih banyak pada laki – laki
daripada wanita. Tumor ini tumbuh lambat, merusak jaringan setempat
dengan kecil kemungkinan bermetastasis. Sebaliknya tumor ini dapat pula
tumbuh cepat, merusak jaringan di sekitarnya dan bermetasis jauh, umumnya
melalui saluran getah bening.

A B

8
Gambar 6. A. Predileksi Karsinoma Sel Skuamosa B. Karsinoma Sel Skuamosa In Situ
(Bowen Disease)

B. Melanocytic naevi (Nevus Pigmentosus)


Nevus Pigmentosus merupakan tumor jinak pada kulit yang berasal dari
proliferasi dari sel krista neural. Tumor jinak ini memiliki predileksi pada
kulit wajah dan badann lainnya. Gambaran klinik Melanocytic naevi: papul
berbatas tegas dan berkilat, umumnya berambut. Atas dasar histopatologik
ditemukan bentuk:
1. Intradermal
2. Nevus verukosus
3. Blue nevus
4. Compound nevus
5. Junctional nevus

Gambar 13. Junctional Melanocytic Naevi.


C. Melanoma Maligna
Melanoma maligna adalah tumor kulit yang ganas yang paling berbahaya.
Melanoma, yang berbeda dengan melanoma maligna lentigo, terjadi pada usia
muda daripada kanker kulit yang lain. Insiden tumor meningkat dengan cepat,
bahkan di daerah yang beriklim sedang, mungkin akibat dari peningkatan
paparan sinar matahai secara intermitan, yang saat ini sedang menjadi mode.
Etiologinya belum diketahui pasti. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan,

9
selain faktor keganasan ada umumnya ialah iritasi yang berulang pada tahi
lalat. Faktor herediter mungkin memegang peranan dan perlu diperhatikan
lebih teliti.
Bentuk dini sangat sulit dibedakan denngan tumor lainnya. Karena melanoma
malignan merupakan penyakit yang fatal bila telah metastasis jauh, maka
kemampuan untuk mengenali keganasan perlu diperdalam. Lokalisasi
dilaporkan terbanyak di ekstremitas bawah, kemudian di daerah badan,
kepala/leher ekstremitas atas, kuku. Berdasakan perjalanan penyakit,
gambaran klinis dan histogenesis oleh Clark dan Mihm melanoma maligna
dibagi menjadi sebagai berikut:
1. Bentuk superficial
2. Bentuk Nodular
3. Lentigo maligna melanoma

10
Gambar 14. Melanoma Maligna bentuk nodular

D. Trichoepitelioma
Merupakan tumor jinak kulit yang berasal dari folikel rambut. Predileksinya
biasanya pada kulit wajah dan badan. Manifestasi klinisnya berupa papul-
papul cokelat dengan telangektasis, berukuran miliar higga lentikuler. Anjuran
terapi biasanya dengan bedah listrik.

Gambar 15. Trichoepitelioma

Tatalaksana
Pemilihan tatalaksana KSB dipertimbangkan berdasarkan lokasi anatomis dan
gambaran histopatologi. Secara garis besar, terapi KSB dikelompokkan menjadi
teknik bedah dan non-bedah. Tujuan dari penatalaksanaan KSB adalah
menghilangkan total lesi KSB, menjaga jaringan normal, fungsi jaringan, serta
mendapatkan hasil optimal secara kosmetik.
Pendekatan meliputi eksisi bedah standar, bedah mikrografik Mohs (MMS), dan
kemoterapi topikal. Kesempatan terbaik untuk mencapai pengobatan adalah melalui
penatalaksanaan yang adekuat pada karsinoma sel basal primer, karena tumor yang
kembali lagi cenderung berulang dan menyebabkan kerusakan lokal lebih lanjut.
Pengobatan topikal muncul menjadi yang paling efektif pada pengobatan karsinoma
sel basal superfisial. Penggunaan 5-Fluorouracil (5-FU) untuk terapi karsinoma sel
basal seharusnya dipertimbangkan dengan seksama dan harus disertakan evaluasi

11
risiko rekurensi dan kegagalan terapi. Sedangkan pada penggunaan imiquimod secara
umum efek samping terhadap reaksi kulit lokal terbatas. Keamanan dan efektivitas
imiquimod untuk jenis karsinoma sel basal lain belum ditetapkan. Imiquimod dapat
dipertimbangkan sebagai terapi tunggal hanya untuk karsinoma sel basal superfisial
terbatas untuk tumor kecil pada lokasi yang memiliki resiko kecil pada pasien yang
tidak mau atau tidak dapat menjalani terapi dengan terapi yang lebih disarankan.
Terapi fotodinamik juga muncul sebagai salah satu pilihan terapi untuk karsinoma sel
basal. Pada terapi fotodinamik pasien harus dimonitor ketat selama 2-3 tahun pertama
setelah terapi fotodinamik, yaitu saat sebagian besar lesi kambuh terlihat. Hasil
kosmetik pada terapi fotodinamik secara signifikan lebih baik daripada pembedahan,
namun pada terapi fotodinamik memerlukan jumlah kunjungan di rumah sakit dan hal
tersebut mungkin tidak sesuai dengan semua orang dengan karsinoma sel basal.

Pencegahan dan Edukasi


Edukasi pasien yang memadai penting untuk mencegah kekambuhan dan penyebaran
karsinoma sel basal. Pasien harus menghindari faktor risiko, contohnya paparan sinar
matahari, radiasi ion, konsumsi arsenik, dan berjemur. Penggunaan pakaian yang
melindungi dari sinar matahari seperti topi yang lebar, baju panjang, kacamata
dengan proteksi sinar ultraviolet sangat direkomendasikan ketika beraktivitas di luar
rumah. Pasien tidak boleh terpapar sinar matahari khususnya selama tengah hari
(pukul 11.00 sd 15.00).
Penggunaan tabir surya dan aplikasi ulang tabir surya direkomendasikan sebelum
terkena sinar matahari. Tabir surya harus diaplikasikan secara menyeluruh, 20-30
menit sebelum beraktivitas keluar rumah, dan diaplikasikan kembali setiap 2 jam,
lebih sering ketika berenang atau berkeringat.
American Cancer Society menganjurkan agar memeriksakan kulit ke dokter setiap
tiga tahun bagi usia 20-39 tahun dan setiap tahun bagi usia di atas 40 tahun. Selain
itu, dapat juga dilakukan Periksa Kulit Sendiri (SAKURI), yaitu metode pemeriksaan

12
kulit mandiri yang rutin dilakukan sebulan sekali dalam rangka mendeteksi dini
kanker kulit dengan pencahayaan yang cukup.

Gambar 12. Pemeriksaan Kulit Sendiri.

Prognosis
Prognosis penderita karsinoma sel basal umumnya baik. Angka kekambuhan
karsinoma sel basal hanya 1% jika diterapi dengan tepat. Pasien harus tetap di-follow
up untuk kekambuhan atau lesi karsinoma sel basal baru. Edukasi penderita penting
agar melakukan pemeriksaan kulit periodik dan menghindari segala faktor risiko.
Perlindungan terhadap paparan sinar matahari dianjurkan untuk setiap pasien dengan
riwayat karsinoma sel basal.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis pada karsinoma sel basal.
Pada karsinoma sel basal apabila ukuran tumor >20 mm, tumor berada di wajah
bagian tengah, periocular, nasal, telinga, dan bibir, tepi lesi tidak dapat ditentukan
secara klinis, penyakit berulang, gambaran histologi berupa morpheic/infiltratif,
mikronodular, basoskuamosa dan terjadi invasi ke pembuluh darah atau perineural
akan meningkatkan resiko pada karsinoma sel basal.

13
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed ke-6. Jakarta: Fakultas kedokteran
universitas Indonesia: 2011.p.229-41.

Dormishev AL, Rusinova D, Botev I. Clinical variants, stages, and Management


Basal Cell Carcinoma. Indian Dermatology Online Journal. Vol. 4 2013; p 12-18.

14
Duncan KO, Geisse JK, Leffell DJ. Basal Cell Carcinoma. In: Wolff K, Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, eds. Fitzpatrick's Dermatology In
General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill 2012;.1295-1303

Herry SY. Kelainan pada Kulit (Skin Disorders). 2012. Diunduh dari
www.herryyudha.blogspot.com pada 14 Januari 2020.

Kinghorn GR, Brings , Gupta NK. Bacal cell carcinoma. In: Griffiths C, Barker J,
Bleiker T, Chalmers R, Creamer D, eds. Rook’s Textbook of Dermatology. Vol. 4. 8 th
ed. Oxford: Wiley Blackwell 2016. p.52.18-52.23.

Pramuningtyas R, Muwardi P. Gejala Klinis sebagai Prediktor pada Karsinoma Sel


Basal. Vol. 4 No. 1 2012; p.33-36.

Sukmawati TT, Ghaznawie M, Reginata G. Deteksi Dini Karsinoma Sel Basal.


Indonesia Journal of Cancer. 2015. 10 (2): hal. 61-66.

Sukmawati TT, Reginata G. Diagnosis dan Tatalaksana Karsinoma Sel Basal. 2015.
42 (12): hal. 897-900.

Wysocka MM, Dmochowska MB, Weklar DS. Basal Cell Carcinoma-Diagnosis.


Contemp Oncol 17 (4): 337-342.

Wolff K, Johnson AR, Saavedra A. Fitzpatrick’s Color atlas dan sypnosis of clinical
dermatology. 7th Ed McGraw Hill; 2013.

15

Anda mungkin juga menyukai