Anda di halaman 1dari 13

ERITRASMA

I. PENDAHULUAN
Eritrasma merupakan infeksi kulit superfisial yang disebabkan oleh bakteri,

ditandai oleh makula eritematosa hingga kecoklatan , berbatas tegas, didaerah

lipatan, atau berbentuk fisura dengan maserasi di sela-sela jari kaki.1-2

Gejala yang timbul bervariasi, mulai dari bentuk yang tanpa gejala, gatal, sampai

kulit bersisik pada daerah inguinal atau sela-sela jari kaki. Gatal yang timbul
pada daerah yang terinfeksi akan menimbulan perubahan sekunder pada kulit
berupak ekskoriasi dan likensifikasi.2 Secara histopatologi akan tampak

gambaran hyperkeratosis, parakeratosis, akantosis, serta pelebaran ujung-ujung

pembuluh darah dan sebukan sel-sel polinuklear.3

Umumnya eritrasma didiagnosis melaluI visualisasi klinis, namun dapat terjadi

kesalahan diagnosis menjadi kandidiasis, psoriasis, dermatitis seboroik,

dermatitis kontak atau dermatofitosis. Maka dari itu digunakan lampu Wood

untuk konfirmasi diagnosis ini.4 Degan lampu Wood daerah yang terinfeksi akan

menunjukan fuoresensi berwarna merah coral.2

Awalnya eritrasma diduga terjadi karena infeksi jamur, namun pada 50 tahun
terakhir telah dikonfirmasi bahwa penyebab infeksinya adalah bakteri
Corynebacterium minutissimum.4

II. EPIDEMIOLOGI
Kasus eritrasma terjadi sekitar 4% diseluruh dunia, dan lebih banyak terjadi pada

area subtropis dan tropis. Suatu studi mengatakan bahwa 46,7% dari 122 pasien

yang mengalami lesi di sela-sela jari kaki merupakan kasus eritrasma.5 Infeksi
bakteri ini lebih sering terjadi pada daerah tropis dan lebih sering terjadi pada
pria.2
Faktor predisposisinya adalah iklim lembab dan hangat, kebersihan diri yang

buruk, hiperhidrosis, obesitas, diabetes mellitus, usia lanjut dan keadaan

imunosupresi.1,5

III. ETIOPATOGENESIS
Bakteri Corynebacterium minutissimum merupakan agen yang menyebabkan
eritrasma yang merupakan bakteri batang Gram positif, tidak berspora, aerobik
atau fakultatif anaerobik.1,2,6 Corynebacteria akan menginvasi stratum korneum.

Proliferasi bakteri ini didukung oleh lingkungan yang hangat dan lembab .

Kemudian akan terjadi penebalan stratum korneum . Organisme ini akan berada

pada ruang interselular dan melarutkan serabut-serabut fibrin.5 Sehingga stratum


korneum pada orang yang terinfeksi mikroorganisme ini akan mengalami
hiperkeratosis dan terjadi proses keratolisis.4 Bakteri ini merupakan flora normal
kulit dan pada beberapa populasi dapat ditemukan pada daerah genital dan sela-
sela jari kaki. Bakteri ini akan menghasilkan porfirin yang akan menyebabkan lesi

ini akan berpendar dengan warna merah coral jika dipaparkan oleh lampu Wood,
namun masih belum jelas fungsi dari komponen porfirin tersebut dalam
patofisiologi dari eritrasma.7

IV. GAMBARAN KLINIS


Eritrasma biasanya ditemukan pada lipatan yang tertutup, misalnya inguinal,

aksila, intragluteal, infra-mammae, umbilikus dan sela-sela jari. Lesi biasanya

bersifat asimtomatik, namun di daerah selangkangan dapat menimbulkan gejala

berupa rasa gatal dan rasa menyengat. Ko-eksistensi eritrasma dengan


kelainan kulit akibat dermatofita dan kandida sering dtemukan terutama pada
lesi interdigital. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan lesi berupa makula

eritematosa hingga coklat, berbatas tegas dengan skuama halus diatasnya.

Tempat predileksinya didaerah intertriginosa, terutama aksila dan genito-krural

dan sela jari ke IV dan V.1,2,8

2
Pada sela-sela jari kaki, akan tampak gambaran maserasi plak hiperkeratosis

dan muncul terutama diantara jari IV dan V. Pada daerah genital, aksila dan

lipatan payudara, gambaran lesi yang muncul berupa bercak coklat kemerahan

dan sedikit bersisik. Lesi pada daerah ini memiliki gambaran yang homogen
beda halnya dengan yang terdapat pada tinea corporis ataupun tinea kruris
yang biasanya lebih aktif di daerah pinggir lesi.2

Gambar 1. Likensifikasi dan hiperpigmentasi pada eristrasma dengan hasil yang negatif pada
pemeriksaan dengan KOH
Sumber: Erythrasma Clinical Presentation: History, Physical, Causes [Internet].
Emedicine.medscape.com. 2017 [diakses 11 April 2017]. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1052532-clinical#b4

Gambar 2. Eritrasma dengan karakteristik perubahan warna merah kecoklatan pada lipatan
tubuh
Sumber: Klatte J, van der Beek N, Kemperman P. 100 years of Wood's lamp revised. Journal of
the European Academy of Dermatology and Venereology. 2014;29(5):842-847.

3
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Lampu Wood

Penyakit ini biasanya didiagnosis melalui gejala klinis dan dikonfirmasi


dengan pemeriksaan lampu Wood yang akan memancarkan flouresensi yang
disebabkan adanya coproporphyrin III yang di produksi oleh bakteri
Corynebacterium minutissimum dan terkumpul pada jaringan kulit. Lampu
Wood memancarkan radiasi ultraviolet A dengan panjang gelombang antara
320-400 nm dan sinar ini sangat berguna dalam mendiagnosis kelainan
pigmentasi dan infeksi kulit. Pada eritrasma, pemeriksaan lampu Wood akan

menimbulkan fluoresensi merah coral.1,5,9 Namun pemeriksaan ini akan


memberikan hasil negatif atau kurang maksimal bila pasien mandi 24 jam
sebelum pemerkisaan dilakukan, karena coproporphyrin III yang dihasilan
bakteri tersebut akan hilang dan mengurangi fluorensnsi yang akan
dihasilkan.4,9

Gambar 3a. Bercak difus kecoklatan dengan skuama pada daerah inguinal yang diderita oleh
seorang laki-laki 50 tahun. 3b. Pemeriksaan lampu Wood menunjukan fuoresensi merah coral
yang merupakan karakteristik dari eritrasma

Sumber: Blasco-Morente G, Arias-Santiago S, Prez-Lpez I, Martnez-Lpez A. Coral-Red


Fluorescence of Erythrasma Plaque. Sultan Qaboos University Medical Journal.
2016;16(3):e381-382.

4
B. Pewarnaan Gram

Pemeriksaan mikroskopik langsung dengan pewarnaan Gram menunjukkan


banyak bakteri batang pendek Gram positif di stratum korneum .1 Selain itu
hasil kultur yang menunjukan Corynebacterium dalam jumlah yang banyak
akan menguatkan penegakkan diagnosis. Diagnosis dapat dibuat melalui

lokasi dan karakter dari lesi yang ada, namun harus dikonfirmasi dengan

flouresensi merah coral yang ditemukan pada pemeriksaan lampu Wood.2

Gambar 4. Pewarnaan Gram yang menunjukan bentuk coccoid dan filamen tipis yang
cocok dengan gambaran Corynebacterium minutissimum

Sumber: Morales-Trujillo M, Arenas R, Arroyo S. Interdigital Erythrasma: Clinical,


Epidemiologic, and Microbiologic Findings. Actas Dermo-Sifiliogrficas (English
Edition). 2008;99(6):469-473.

VI. DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis kelainan ini, pada anamnesis dapat ditemukan adanya
keluhan mengenai adanya perubahan pada kulit pada daerah lipatan tubuh,

berupa kemerahan sampai kecoklatan dan dapat disertai rasa gatal . Kemudian

pada pemeriksaan fisik akan ditemukan lesi pada tubuh pasien. Namun perlu

diperhatikan bentuk, morfologi, dan tempat beradanya lesi tersebut.

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan lampu Wood,

pewarnaan Gram ataupun kultur.

5
VII. DIAGNOSIS BANDING
A. Dermatitis intertriginosa
Intertrigo atau dermatitis intertriginosa merupakan peradangan yang terjadi
pada lipatan kulit yang dipicu atau diperparah dengan udara panas,
kelembaban, gesekan atau kurangnya sirkulasi udara dibagian tersebut.
Intertrigo sering diperparah dengan infeksi jamur, bakteri atapun virus.
Kelaianan ini umumnya terjadi di daerah aksila, perineum, lipatan perut
ataupun sela-sela jari. Intertrigo dapat menimbulkan keluhan berupa gatal,
rasa terbakar ataupun nyeri pada lipatan badan dan menimbulkan
efluoresensi berupa papula eritematosa dan/atau plak yang dapat disertai
erosi, fisura dan maserasi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan tes
mikrobiologi dasar untuk menentukkan agen penyebab dari intertrigo.10

Gambar 5. Intertrigo berupa bercak merah sirkumskripta dapat disertai supurasi


yang terasa sakit dan panas. Dapat merupakan infeksi sekunder dari bakteri dan
jamur.
Sumber: Konrad P. Diaper dermatitis in pediatrics and geriatrics [Internet]
plenkovadermatitida.cz [Diakses 22 April 2017] Diakses dari:
http://www.plenkovadermatitida.cz/?lang=en#literatura

B. Tinea Kruris
Tinea kruris merupakan dermatofitosis pada lipat paha , daerah perineum,

dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut maupun menahun . Lesi

kulit dapat berbatas tegas pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke

daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah.15


Tinea kruris dilihat dari lesinya yang lebih aktif dibagian pinggir dan tenang
dibagian tengah dan biasanya gatal pada daerah selangkangan yang
disertai papula eritematosa.2,3,16

6
Gambar 6. Tinea Kruris
Sumber: Tinea Cruris Clinical Presentation: History, Physical, Causes [Internet].
Emedicine.medscape.com. 2017 [diakses 11 April 2017]. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1091806-clinical#b4

C. Kandidiasis intertriginosa
Kandidiasis merupakan penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies
Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans. Infeksi jamur ini dapat

menyerang seluruh bagian kulit terutama daerah genito-krural, daerah anus,

aksila dan ekstremitas. Lesi dimulai dengan vesikel yang akan bertambah

yang kemudian menyatu, terlihat basah, bersisik, eritematosa dan terasa

gatal. Lesi tersebut akan dikelilingi satelit berupa vesikel-vesikel dan


pustule-pustul kecil yang bila pecah akan meningalkan daerah yang erosive
dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.15,17

Gambar 7. Kandidiasis dengan gambaran eritema, maserasi dan pustul satelit pada daerah
aksila yang disertai rasa gatal.
Sumber: Hidalgo J. Candidiasis Clinical Presentation [Internet]. Emedicine.medscape.com.
2016. [Diakses 11 April 2017]. Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/213853-
clinical

7
Maka dari itu sangat direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan KOH
untuk mengeksklusi dermatofitosis, karena 31,65 62% pasien dengan

eritrasma disertai juga dengan infeksi dermatofit. Ditemukan bahwa Trichophyton

rubrum (81.25%), Trichophyton mentagrophytes (6.25%), dan spesies Candida

(12.5%) menyertai eritrasma.14

VIII. PENGOBATAN
A. Sistemik
Tujuan dari terapi pada eritrasma adalah menghilangkan infeksi dan
mencegah komplikasi. Tersedia beberapa pilihan dalam terapi eritrasma,

termasuk diantaranya adalah terapi oral dan topikal. Bakteri C. minutissimum

umumnya rentan terhadap penisilin, sefalosporin generasi pertama,

eritromisin, klindamisin, ciprofloxacin, tetrasiklin dan vankomisin.5 Terapi

yang paling direkomendasikan adalah eritromisin 250mg, 4 kali/hari selama

14 hari yang menghasilkan angka kesembuhan sampai 100% , terapi oral

lainnya adalah klaritromisin dan tetrasiklin. Klaritromisin merupakan


golongan makrolid yang menghambat sintesis protein dari bakteri dengan
afinitas yang tinggi untuk bakteri Gram positif seperti Corynebacerium
minutissimum. Klaritromisin memiliki manfaat yang lebih baik karena memiliki
masa paruh yang lebih panjang dan memiliki spektrum yang lebih luas
dibandingkan dengan eritromosin. Lesi pada kulit pasien dapat hilang 4

minggu kemudian dengan hasil negatif pada pemeriksaan lampu Wood.1,9,11


Pilihan lainnya dapat digunakan dosis tunggal 1 gram eritromisin oral dan
hasilnya cukup efektif.

Studi yang dilakukan Avci pada 151 pasien diatas 18 tahun yang dibagi
dalam 5 grup dan masing-masing diberikan eritromisin, dosis tunggal

klaritromisin, asam fusidik topikal dan tablet/krim placebo. Dalam studi ini
dinyatakan bahwa asam fusidik merupakan terapi paling efektif dibanding
terapi lainnya. Selain itu, grup yang diterapi menggunakan klaritromisin

8
menunjukan hasil yang lebih baik pada 48 jam pertama dimulai terapi
dibandingkan dengan grup yang diterapi menggunakan erotromisin. Namun,
tidak ditemukan perbedaan pada kedua terapi tersebut pada 7 hari terapi
dan 14 hari terapi.13

Gambar 8a. Eritrasma sebelum pengobatan. 8b. Eritrasma pada pasien yang sama setelah 4
minggu sejak terapi dengan dosis tunggal 1 gram klaritromisin; bercak eritrasma sudah
menghilang dan terlihat gambaran hipopigmentasi post inflamasi

Sumber: Chodkiewicz H, Cohen P. Erythrasma: successful treatment after single-dose


clarithromycin. International Journal of Dermatology. 2012;52(4):516-518

B. Topikal

Untuk eritrasma yang terlokalisir, khususnya pada sela-sela jari kaki, gel
benzoil peroksida 5% merupakan terapi yang efektif pada sebagian besar
kasus. Klindamisin dalam bentuk solusio 2% atau krim azol merupakan

pilihan agen topikal efektif pilihan lainnya.1,2

Ketokonazol diketahui memiliki spectrum yang luas dalam akifitasnya.


Dikatakan bahwa ketoconazole memiliki fungsi anti bakteri dan anti inflamasi.
Hal ini ditetemukan pad apenilitian dengan menggunakan media kulit babi.
Pada kulit babi akan dipaparkan terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
baik yang hidup maupun yang mati. Pada kulit yang dipaparkan bakteri mati,
ketokonazol topikal dinilai meiliki fungsi anti-inflamasi yang dibandingkan
dengan hidrokortison asetat. Pada kulit yang dipaparkan bakteri hidup,

9
ketokonazol dinilai lebih unggul dibandingkan hidrokortison. Sehingga
pemberian ketokonazol ,yang juga memiliki sifat anti fungal, pada eritrasma
dapat sekaligus mengatasi infeksi jamur yang sering berdampingan dengan
eritrasma.4

Menurut studi yang dilakukan oleh Turk terhadap 40 pasien, didapatkan


bahwa mikroorganisme tersebut secara statistik rentan terhadap amoksisilin-
klavulanat, cefaclor dan asam fusidik. Karena kultur tidak rutin digunakan

pada praktek klinis sehari-hari, rekomendasi untuk terapi awal adalah

dengan menggunakan asam fusidik topikal. Jika obat ini tidak tersedia dapat

diganti menggunakan eritromisin topikal sebagai alternatif. Pada kasus-

kasus yang gagal diterapi menggunakan topikal maka eritromisin,


klaritromisin dosis tunggal atau amoksisilin-klavulanat dapat dipilih sebagai
terapi sistemik.12

Antibiotik sistemik memang terbukti efisien dalam menangani eritrasma.


Namun eritrasma umumnya merupakan keadaan yang tidak berbahaya
sehingga penggunaan terapi antibiotik sistemik menjadi diragukan .
Dikatakan bahwa asam fusidik 2% terbukti efisien dalam terapi eritrasma
yang hasilnya mirip dengan terapi menggunakan eritromisin sistemik.

Dengan menggunakan terapi topikal, umumnya sudah dapat menangani


kelainan ini sehingga risiko dan efek samping yang terjadi dapat
diminimalisir.4

IX. PROGNOSIS

Eritrasma memiliki prognosis yang baik. Eritrasma biasanya merupakan kasus

yang tidak berbahaya. Namun kasus ini dapat menyebar dan menjadi infasif

pada orang-orang dengan imunitas buruk.5

X. KESIMPULAN
Eritrasma merupakan salah satu penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh
bakteri. Agen penyebabnya adalah Corynebacterium minutissimum yang

10
merupakan kelompok bakteri batang Gram positif. Penyakit ini sering terjadi pada
daerah tropis maupun subtropik yang memiliki lingkungan yang hangat dan
lembab. Eritrasma biasanya terjadi pada kulit didaerah lipatan-lipatan tubuh yang

terututup. Infeksi kulit ini akan meberikan gambaran makula eritematosa hingga

coklat, berbatas tegas dengan skuama halus diatasnya.


Diagnosis eritrasma dapat dibuat dengan melihat gejala klinis dan juga tempat
predileksi terjadinya kelainan ini. Namun, lebih baik di konfirmasi dengan

menggunakan lampu Wood yang mudah digunakan dan tidak infasif .


Pemeriksaan dengan lampu Wood akan menghasilkan fluoresensi merah coral.
Kelainan yang terjadi pada eritrasma mirip dengan kelainan yang terjadi pada
Tinea kruris, tinea pedis dan juga kandidiasis kutis. Maka dari itu sangat
disarankan pemeriksaan KOH untuk mengeksklusi kelainan-kelainan lain yang
mirip dengan eritrasma.
Bayak jenis terapi yang dapat dipakai sebagai tatalaksana pada eritrasma.
Namun, yang paling direkomendasikan adalah eritromisin oral dengan dosis
250mg 4kali/hari selama 14 hari yang dapat menghasilkan kesembuhan sampai
angka 100%. Prognosis eritrasma umumnya baik dan bukan merupakan suatu

kasus yang berbahaya.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 7. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2016.


2. Thomas VD, Swanson AN, Lee KK. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill; 2008. p.1708
3. Siregar R. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke 3. Jakarta: ECG;
2015. P.56-57
4. Bikowski J. Practical Dermatology. Update on Diagnosis and Topikal

Management of Erythrasma. 2009

5. Khibbi A. Erythrasma: Background, Pathophysiology, Epidemiology [Internet].

Emedicine.medscape.com. 2016 [diakses 11 April 2017]. Diakses dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1052532-overview
6. Dalal A, Likhi R. Corynebacterium minutissimum bacteremia and meningitis: A
case report and review of literature. Journal of Infection. 2008;56: 77-79
7. Morales-Trujillo M, Arenas R, Arroyo S. Interdigital Erythrasma: Clinical,

Epidemiologic, and Microbiologic Findings. Actas Dermo-Sifiliogrficas

(English Edition). 2008;99(6):469-473.


8. Erythrasma - American Osteopathic College of Dermatology (AOCD)
[Internet]. Aocd.org. 2017 [diakses 11 April 2017]. Diakses dari:

http://www.aocd.org/page/Erythrasma

9. Blasco-Morente G, Arias-Santiago S, Prez-Lpez I, Martnez-Lpez A.

Coral-Red Fluorescence of Erythrasma Plaque. Sultan Qaboos University

Medical Journal. 2016;16(3):e381-382.


10. Vakharia P. Intertrigo. [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2017 [Diakses
22 April 2017]. Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/1087691-
overview
11. Chodkiewicz H, Cohen P. Erythrasma: successful treatment after single-dose

clarithromycin. International Journal of Dermatology. 2012;52(4):516-518.

12
12. Turk B, Turkmen M, Aytimur D. Antibiotic susceptibility of Corynebacterium

minutissimum isolated from lesions of Turkish patients with erythrasma .

Journal of the American Academy of Dermatology. 2011;65(6):1230-1231.

13. Avci O, Tanyildizi T, Kusku E. A comparison between the effectiveness of

erythromycin, single-dose clarithromycin and topikal fusidic acid in the

treatment of erythrasma. Journal of Dermatological Treatment. 2011;24(1):70-

74.

14. Polat M, lhan M. The Prevalence of Interdigital Erythrasma. Journal of

the American Podiatric Medical Association. 2015;105(2):121-124.

15. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 6. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.

16. Wiederkehr M. Tinea Cruris: Background, Pathophysiology, Epidemiology

[Internet]. Emedicine.medscape.com. 2016 [Diakses 11 April 2017]. Diakses

dari: http://emedicine.medscape.com/article/1091806-overview

17. Hidalgo J. Candidiasis Clinical Presentation [Internet].

Emedicine.medscape.com. 2016. [Diakses 11 April 2017]. Diakses dari:

http://emedicine.medscape.com/article/213853-clinical

13

Anda mungkin juga menyukai