Anda di halaman 1dari 11

ERITRASMA

PENDAHULUAN

Eritrasma adalah salah satu penyakit bakteri yang selama lebih dari 100

tahun lamanya dianggap sebagai penyakit jamur. BURCHARD melukiskan

penyakit ini sebagai penyakit kulit yang disebabkan oleh Actiniomycetes,

Nocardia minitussima berdasarkan gambaran klinis pemeriksaan sediaan langsung

dengan ditemukan susunan struktur semacam hifa halus pada tahun 1859. Baru

pada tahun 1962 SARKANI dkk. menemukan Corynebacterium sebagai etiologi

berdasarkan penelitian biakan. Penyakit ini bersifat universal, namun lebih banyak

terlihat di daerah tropik.1

DEFINISI

Eritrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang

disebabkan oleh sekelompok bakteri aerobik bentuk coryneform yang biasa

disebut juga Corynebacterium minitussimum. Ditandai dengan adanya lesi berupa

eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha yang umumnya

tidak bergejala1,2.

EPIDEMIOLOGI

Walaupun eritrasma cukup sering ditemukan, tetapi epidemiologinya

belum banyak yang diungkapkan. Sebelumnya eritrasma digolongkan pada

kelompok penyakit jamur, akan tetapi pada perkembangan selanjutnya ditemukan

bakteri kelompok Coryneform aerobik. Masih terdapat keraguan apakah bakteri

1
ini merupakan flora normal pada sela-sela jari kaki dan dalam hubungan parasitik

dengan induk semangnya menghasilkan bentuk eritrasma yang kalsik.

Lingkungan yang panas dan lembab merupakan faktor predisposisi terjadinya

eritrasma. Eritrasma tersebar luas namun lebih sering pada daerah tropis.3,4

Secara klinis, penyakit ini lebih sering ditemui pada oang dewasa dari pada

anak-anak. Pada kelompok masyarakat dengan kelainan mental, somerville dkk.

Menemukan insiden pada sela jari kaki 30%, bokong 18%, dan ketiak 4%. Pada

orang yang gemuk, eritrasma ditemukan pada ketiak, lipatan inframamae, dan

dapat menyebar ke lipatan paha. Eritrasma sering terjadi pada penderita Diabetes

melitus2,4

ETIOLOGI

Pada awalnya, eritrasma diduga diakibatkan oleh organisme

Actynomycetes yang disebut Nocardia minutissima. Akan tetapi, setelah dilakukan

isolasi akhirnya diketahui bahwa penyebab dari eritrasma adalah bakteri dengan

nama Corynebacterium minutissimum. C.Minutissimum adalah bakteri gram

positif, aerobik atau fakultatif anaerobik, membentuk spora. Corynebacterium

minitussismum merupakan flora normal di kulit yang dapat menyebabkan infeksi

epidermal superfisial pada keadaan-keadaan tertentu5.

PATOGENESIS

Dalam sebuah penelitian, didapatkan hasil bahwa bakteri Corynebacterium

minitussismum memproduksi porphyrin yang menjadi penyebab adanya

efflorosensi yang khas “coral red” pada pemeriksaan lampu Wood’s. Akan tetapi,

2
turunan zat ini berupa Copro III belum dapat dijelaskan lebih lanjut bagaimana

biosintesisnya sehingga memberikan efek terhadap infeksi pada penyakit

eritrasma.6

Ketika berada pada kondisi yang mendukung seperti panas dan lembab,

bakteri ini kemudian menyerang sepertiga atas stratum korneum sehingga stratum

korneum menebal dan akan membentuk lesi eritroskuamosa merah-kecoklatan.

Oleh karenanya, penggunaan pakaian oklusif, sepatu, dan hiperhidrosis menjadi

faktor predisposisi penyakit ini. Beberapa penulis beranggapan ada hubungan erat

antara eritrasma dan diabetes.1,7

GAMBARAN KLINIK

Gambaran klinik yang muncul bervariasi dari yang bentuk asimptomatik,

dengan durasi minggu hingga bulan bahkan tahunan. Gambaran effloresensi

hiperpigmentasi, halus, berbatas tegas, dengan cokelat-kemerahan, berskuama,

dapat terjadi fissura. Lesi yang didapatkan kadang multiple atau simetris.7

Gambar 1. Makula hiperpigmentasi pada daerah aksilla8

Tempat predileksi didaerah aksilla dan inguinal. Kadang-kadang berlokasi

di daerah intertriginosa lain terutama pada penderita dengan obesitas. Perluasan

3
lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpinginosa. Lesi tidak terlihat

vesikulasi. skuama kering yang halus menutupi lesi dan perabaan terasa

berlemak.1,9

Gambar 2. Distribusi predileksi erytrasma10

Diagnosa

Untuk membantu menegakkan diagnosis eritrasma, dapat dilakukan

beberapa pemeriksaan penunjang, seperti1,2,5,8 :

 Pemeriksaan lampu Wood :

Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan utama untuk menegakkan

diagnosa eritrasma. Apabila didapatkan hasil positif, maka dapat

ditegakkan diagnosa eritrasma. Pada pemeriksaan ini terlihat lesi

berflouresensi merah membara (coral-red) atau jingga yang dikaitkan

dengan Coproporphyrin III yang diproduksi oleh bakteri Corynebacterium

4
minitussimum. Tetapi apabila pasien mandi, lesi dicuci, atau dibersihkan

sebelum dilakukan pemeriksaan, maka lesi tersebut kemungkinan tidak

terlihat.

Gambar 3. Lesi berfloresensi pada jari kaki keempat dan kelima di bawah sinar Wood6

 Pengambilan sediaan langsung :

Pemeriksaan ini umunya dilakukan untuk memastikan diagnosa

karena bakteri dan bukan karena jamur dengan menggunakan pemeriksaan

KOH atau dengan pewarnaan gram/giemsa. Bahan dari sediaan langsung

dengan cara mengerok. Lesi dikerok dengan skalpel tumpul atau pinggiran

kaca objek. Apabila pada hasil akhir pemeriksaan ditemukan organisme

berbentuk batang pendek, halus, bercabang, berdiameter 1µ atau kurang,

yang mudah putus maka dapat dipastikan penyebabnya adalah bakteri

berbentuk difteroid atau basil kecil.

 Kultur bakteri :

Kultur bakteri umumnya tidak diperlukan jika pada gejala klinis

dan pemeriksaan lampu Wood positif. Selain itu, pemeriksaan ini juga

sulit dilakukan karena dapat ditemukan banyak bakteri lain selain bakteri

Corynebacterium. Misalnya bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus

5
group B, Candida , Pseudomonas dapat ditemukan pada kultur bakteri dari

spesimen di kaki.

 Histopatologi

Secara histopatologi, eritrasma merupakan dermatosis yang tak

terlihat. Bakteri yang terdapat di stratum korneum tidak dapat di

identifikasi. Jika diperlihatkan secara hitologi, maka akan didapatkan

gambaran hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, serta pelebaran ujung-

ujung pembuluh darah dan sebukan sel-sel polinuklear

Gambar 4. Struktur dengan parakeratotik pada eritrasma (dengan perbesaran 40x)11

DIFFERENTIAL DIAGNOSA

1. Tinea Versicolor

Pitiriasis Versikolor yang disebabkan oleh Malessezia furfur ditandai

dengan bercak lesi yang bervariasi mulai dari hipopigmentasi, kemerahan sampai

kecoklatan atau hiperpigmentasi. Kelainan ini umumnya menyerang badan dan

kadang- kadang terlihat di ketiak, lipat paha, tungkai atas, leher, muka dan kulit

kepala. Warna lesi mulai dari hipopigmentasi, merah muda, kuning kecoklatan,

coklat muda atau hiperpigmentasi.1

6
Pada pitiriasis versicolor, terdapat perbedaan yang cukup mendasar

dibandingkan eritrasma. Jika dilakukan pemeriksaan dengan KOH untuk

diagnosis, pada pitriasis versikolor akan didapatkan hasil positif berupa

gambaran hifa bersekat dibawah mikroskop, akan tetapi pada eritrasma tidak

terlihat. Selain itu, pada pemeriksaan pada lampu wood didapatkan gambaran

khas “coral red” untuk eritrasma dan pada pitriasis versikolor memberikan

floresensi berwarna kuning keemasan.1

(a) (b)

Gambar 5. (a) pitriasis versikolor12, (b) eritrasma

2. Tinea Kruris

Tinea kruris adalah dermatositosis yang tersering pada lipat paha,

daerah perineum, dan sekitar anus. Lesi kulit dapat berbatas pada daerah

genito-krural saja, atau meluas ke daerah ke sekitar anus, daerah gluteus dan

perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Efloresensi papulovesikel

eritemat, keluhan kadang disertai gatal.13

7
Pada Tinea kruris, diagnosis dapat ditegakkan bila terdapat gambaran

klinis yang khas ditambah dengan ditemukannya elemen jamur pada

pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH pada mikroskop. Sedangkan pada

eritrasma dilakukan pemeriksaan kultur bakteri.1

(a) (b)

Gambar 6. (a) Eritrasma, (b)Tinea Cruris14

PENGOBATAN

Untuk eritrasma lokal dapat diberikan terapi topikal berupa gel benzoil

peroksida 5% yang efektif dalam kebanyakan kasus. Klindamisin atau eritromisin

(larutan 2%) atau krim golongan azole adalah beberapa dari agen topikal yang

efektif.15

Pada lesi kulit yang luas, terapi sistemik dengan eritromisin dan

Klaritromisin 1 g dosis tunggal mempunyai efektifitas yang baik. Untuk

mencegah kekambuhan, penggunaan benzoil peroksida saat mandi adalah cara

yang efektif dan murah15

8
KOMPLIKASI

Kekambuhan dapat terjadi jika faktor predisposisi tidak diatasi. Sangat

jarang ditemukan bakteri ini menyebabkan septikemia.7

PROGNOSIS

Prognosis cukup baik, bila semua lesi diobati dengan tekun dan

menyeluruh. Akan tetapi, dapat terjadi kekambuhan bahkan setelah pemberian

terapi antibiotik.15

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja U, Eritrasma. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S editor. Ilmu

Penyakit Kulit Dan Kelamin. 5th Edition. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Jakarta;2006.334-5

2. R.J Hay, B.M. Adriaans, Bacterial Infection, Burns T, Breathnach S, Cox

N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th Edition.

Washington:Wiley-Blackwell;2010.30.37-3

3. Arenas R, Arce M, Erytrasma, Arenas R, Estrada R, Tropical

Dermatology. Texas:Landes Bioscience;2001.31-3

4. Warou WF, Infeksi Bakteri Lain, Harahap M, Ilmu Penyakit Kulit. Edisi 1.

Jakarta: Hipokrates; 2000. 61-2

5. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Disease of The Skin :

Clinical Dermatology.10th Edition. Philadelphia: Saunder Elsavier; 2006.

267

6. Yasuma A, et al. Exogenous coproporphyrin III production by

Corynebacterium aurimucosum and Microbacterium oxydans in

erythrasma lesions, Journal of Medical Microbiology, 2011; 60, 1038–42

7. W.Klaus, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical

Dermatology. 6th edition. United States: The Mc-graw-Hill Companies;

2009.592-3

8. Habif TP. Clinical Dermatology.Hanover; Mosby. 2004.417-9

10
9. Granok AB, Benjamin P, Garette LS. Corynebacterium minuttissimum

Bacteria in an Immunocompetent Host with Celullitis. CID Brief Report,

2002;35:e40-2

10. Trozak DJ, Tennenhouse J, Russel JJ. Dermatology skills For Primary

Care, An Illustrated Guide. New Jersey: Humana Press;2006.117

11. Smoller BR, Hiatt KM, Dermatopathology the Basic. Arkans;Springer.

2009.98-9

12. Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M, Clinical Dermatology. 4th edition.

Victoria: Blackwell Pulishing; 2008.254-5

13. Verna S, Heffernan M, Superficial Fungal Infection; Dermatophytosis;

Oncomycosis;Tinea Nigra;Piedra, In: Wolff K, Goldsmith AL, Katz IS,

Gilchrest AB, Paller SA, Leffel JD editors. Fitzpatrick’s Dermatology In

General Medecine.7th Edition. New York: Mc Grew Hill Medical; p.1815

14. Sobera JO, Elewski BO, Fungal Disease, Bolognia JL, Jorizzo JL, Rappini

RP, Dermatology. Second edition. New York: Mosby Elsavier; 2008.

Chapter 76

15. Wolff K, Goldsmith AL, Katz IS, Gilchrest AB, Paller SA, Leffel JD

editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medecine.8th Edition. New

York: Mc Grew Hill Medical;2012.p.2146-47

11

Anda mungkin juga menyukai