Anda di halaman 1dari 15

REFARAT

ERITRASMA

OLEH :
SITI ASTARI PUTRI
N 101 10 067

PEMBIMBING KLINIK
dr. NUR HIDAYAT, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD UNDATA DAN UNIVERSITAS TADULAKO

2014
BAB I

PENDAHULUAN

Eritrasma adalah salah satu penyakit bakteri yang selama lebih dari 100

tahun lamanya dianggap sebagai penyakit jamur. Burchard melukiskan penyakit

ini sebagai penyakit kulit yang disebabkan oleh Actynomycetes, Nocardia

minitussima berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan sediaan langsung

dengan ditemukan struktur semacam hifa halus pada tahun 1859. Baru pada tahun

1962 Sarkani dkk. menemukan Corynebacterium sebagai etiologi berdasarkan

penelitian pada biakan.(1)

Penyakit ini bersifat universal, namun lebih banyak terlihat di daerah

tropik dan subtropik. Eritrasma lebih sering ditemui pada orang dewasa daripada

anak-anak dan paling sering ditemui pada laki-laki. Kulit yang lembab, udara

yang lembab, pakaian yang ketat, sepatu yang sempit, dan hiperhidrosis

merupakan faktor-faktor mempengaruhi perjalanan penyakit ini. Sedangkan faktor

predisposisi pada eritrasma adalah lingkungan yang panas dan lembab, obesitas

dan diabetes melitus. (1,2,3,4)

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Eritrasma adalah suatu infeksi bakteri superfisial ringan yang terlokalisasi

pada kulit, ditandai dengan adanya patch berwarna merah kecoklat-coklatan

yang iregular dan terjadi di area intertriginosa, yang disebabkan oleh

Corynebacterium minitussismum.(1,2,5)

2. Epidemiologi

Lingkungan yang panas dan lembab merupakan faktor predisposisi

terjadinya eritrasma. Secara klinis, penyakit ini lebih sering ditemui pada

orang dewasa daripada anak-anak. Eritrasma lebih sering ditemui pada laki-

laki dan dapat terjadi dalam bentuk asimptomatik di area genitokrural. Pada

kelompok masyarakat dengan kelainan mental, Somerville dkk. menemukan

insidens pada sela jari kaki 30%, pada bokong 18%, dan ketiak 4%. Pada

orang yang gemuk eritrasma dapat ditemukan pada ketiak, lipatan

inframamae, dan dapat menyebar ke badan dan lipatan paha. Eritrasma sering

terjadi pada penderita diabetes melitus.(2,5)

3. Etiologi

Cukup lama kelompok jamur actinomycetes, yaitu Nocardia minutissima,

diduga sebagai penyebab. Saat ini kuman batang gram positif yang ditemukan

pada pemeriksaan eritrasma diketahui sebagai Corynebacterium

minutissimum.(2)

2
Corynebacterium minutissimum merupakan bakteri basil gram positif yang

tidak membentuk spora dengan granula subterminal, mikroaerofilik, dan

pseudodiphtheroid.(5,11,12)

4. Patogenesis

Corynebacterium minutissimum yang merupakan anggota flora normal

kulit ini menginvasi sepertiga atas stratum korneum pada kondisi yang

cenderung panas dan lembab, sehingga organisme ini mampu berproliferasi

dan menyebabkan eritrasma setiap kali ada gangguan dari mekanisme

pertahanan lokal yang menghasilkan terjadinya tanda-tanda klinis. Stratum

korneum menebal. Organisme yang menyebabkan eritrasma dapat dilihat di

interseluler maupun didalam sel, menghancurkan fibril-fibril keratin.

Corynebacterium juga menghasilkan porfirin yang dapat menyebabkan

fluoresensi coral-red. Komposisi dan klasifikasi dari porfirin ini belum

dijelaskan secara pasti.(6,11,12,13)

5. Manifestasi Klinis

Simptom bervariasi dari bentuk asimptomatik, hingga bentuk genitokrural

dengan pruritus, bahkan bentuk umum dengan plak skuama lamelar pada

badan, area inguinal, dan sela-sela jari kaki. Ketika terjadi pruritus, iritasi dari

lesi dapat menyebabkan perubahan sekunder berupa ekskoriasi dan

likenifikasi.(5)

Secara klinik eritrasma sering ditemukan pada lipatan paha, ketiak, daerah

intergluteal, dan lipatan submamae. Eritrasma juga sering ditemukan pada

sela-sela jari kaki, dimana eritrasma hadir sebagai plak maserasi putih

hiperkeratosis, khususnya diantara jari kaki ke-4 dan ke-5. Lesi kulit dapat

3
berukuran sebesar miliar sampai plakat. Lesi eritroskuamosa, berskuama

halus kadang-kadang dapat terlihat merah kecoklat-coklatan. Makulanya

berbatas tegas dan memiliki bentuk yang tidak teratur; mulanya berwarna

merah, lama kelamaan menjadi coklat. Lesi-lesi yang baru biasanya licin dan

lesi yang lama memberikan gambaran kasar dan berskuama.(2,5)

Pada keadaan tertentu, lesi dapat meluas ke badan dan paha. Perluasan lesi

terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginosa. Lesi tidak menimbul

dan tidak terlihat vesikulasi. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan

pada perabaan terasa berlemak. Khusus di daerah tropik, iritasi lesi pada

lipatan paha dapat mengakibatkan terjadi garutan dan terjadi likenifikasi di

sela-sela jari kaki. Infeksi sering asimtomatik, karena gejala terjadinya

skuama, fisura, dan maserasi tidak selalu disebabkan oleh korinebakterium.

Infeksi C. minutissimum sangat jarang memberikan penyerta sistemik, tapi

pernah dilaporkan adanya abses dan endokarditis.(1,2)

Gambar 1. Eritrasma pada aksila(5)

4
Gambar 2. Eritrasma pada lipatan paha(5)

Gambar 3. Eritrasma pada sela jari kaki(5)

5
6. Diagnosis

a. Anamnesis

Gejala eritrasma bervariasi dari asimptomatik hingga bentuk genitokrural

dengan pruritus yang dapat berlangsung berminggu-minggu, berbulan-bulan,

sampai bertahun-tahun. Eritrasma sering ditemukan pada area intertriginosa,

terutama di aksila, genitokrural, sela jari kaki antara jari kaki ke-4 dan ke-5

dan jarang ditemukan diantara jari kaki ke-3 dan ke-4. Eritrasma juga dapat

ditemukan di daerah intergluteal, perianal, dan area inframamae. Eritrasma

menimbulkan keluhan subyekif, bila terjadi ekzematisasi oleh karena

penderita berkeringat banyak atau terjadi maserasi pada kulit. Terdapat

hubungan erat antara eritrasma dan diabetes melitus.(1,7,14)

b. Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisis tampak makula berbatas tegas berukuran sebesar

miliar sampai plakat dan memiliki bentuk yang tidak teratur; mulanya

berwarna merah, lama kelamaan menjadi coklat. Lesi-lesi yang baru biasanya

licin dan lesi yang lama memberikan gambaran kasar dan berskuama. Lesi

dapat ditemukan di badan, daerah inguinal, dan sela-sela jari kaki. Pada sela-

sela jari kaki, dapat terjadi maserasi, erosi, atau fisura. Jika terjadi pruritus,

iritasi dari lesi dapat menyebabkan perubahan sekunder berupa ekskoriasi dan

likenifikasi.(1,2,5,14)

c. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi merah

membara (coral-red). Fluoresensi ini terlihat karena adanya porfirin.

Pencucian atau pembersihan daerah lesi sebelum diperiksa akan

6
mengakibatkan hilangnya fluoresensi. Dengan pemeriksaan gram dan giemsa,

tampak gambaran batang halus.(1,2,7)

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan lampu Wood

Pemeriksaan lampu Wood merupakan media diagnostik untuk eritrasma.

Area yang terkena menunjukkan ”coral red fluorescence”, yang disebabkan

oleh terdapatnya porfirin pada lesi. Membersihkan lesi sebelum pemeriksaan

dapat mengeliminasi fluoresensi.(7)

Gambar 4. Gambaran eritrasma dengan pemeriksaan Lampu Wood(8)

b. Pemeriksaan sediaan langsung

Bahan untuk sediaan langsung dengan cara mengerok. Lesi dikerok

dengan skalpel tumpul atau pinggir gelas obyek. Bahan kerokan kulit

ditambah satu tetes eter, dibiarkan menguap. Bahan tersebut yang lemaknya

sudah dilarutkan dan kering ditambah biru metilen atau biru laktofenol,

ditutup dengan gelas penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan

pembesaran 10 x 100. Bila sudah ditambah biru laktofenol, susunan benang

7
halus belum terlihat nyata, sediaan dapat dipanaskan sebentar di atas api kecil

dan gelas penutup ditekan, sehingga preparat menjadi tipis.(1)

Organisme terlihat sebagai batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1

mikron atau kurang, yang mudah putus sebagai bentuk basil kecil atau

difteroid.(1)

8. Diagnosis Banding

a. Tinea kruris

Pada tinea kruris, gambaran klinik biasanya adalah lesi simetris di lipat

paha kanan dan kiri. Mula-mula lesi ini berupa bercak eritematosa dan gatal,

yang lama kelamaan meluas sehingga dapat meliputi skrotum, pubis, glutea,

bahkan sampai paha. Tepi lesi aktif, polisiklis, ditutupi skuama, dan kadang-

kadang disertai dengan banyak vesikel kecil-kecil. Pemeriksaan kerokan kulit

dengan mikroskopik langsung memakai larutan KOH 10-20% dapat

ditemukannya elemen jamur seperti hifa dan spora.(2)

Gambar 5. Tinea kruris(5)

8
b. Dermatitis seboroik

Pada dermatitis seboroik badan dan sela-sela, jenis ini mengenai daerah

presternal, interskapula, ketiak, inframamma, umbilikus, krural (lipatan paha,

perineum). Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang pada

permukaannya ada skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Pada

daerah kepala, lesinya bisa berbentuk seperti lingkaran dengan penyembuhan

sentral. Di daerah intertrigo, kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga

menyebabkan infeksi sekunder. Gambaran histologik dermatitis seboroik

yaitu parakeratosis fokal yang mengandung beberapa neutrofil, akantosis

moderat, spongiosis (edema interseluler), inflamasi nonspesifik pada dermis.

Gambaran yang khas adalah neutrofil pada ujung pembukaan folikular yang

berdilatasi, yang muncul seperti krusta atau skuama.(2,14)

Gambar 6. Dermatitis seboroik(15)

c. Kandidiasis intertriginosa

Lesi di daerah lipatan kulit aksila, lipat paha, intergluteal, lipat payudara,

antara jari tangan atau kaki, glans penis, dan umbilikus. Yang khas disini

adalah bercak eritematosa yang berbatas tegas, bersisik, basah, yang agak

lebar pada lipatan kulit tersebut, dengan dikelilingi oleh lesi-lesi satelit

9
berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah

meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar tanpa

peninggian lesi dan berkembang seperti lesi primer. Di tengah lesi yang lebar

sering terjadi erosi. Pada orang yang banyak mencuci, jamur ini menyerang

daerah interdigital tangan maupun kaki. Terjadi daerah erosi dengan maserasi

berwarna keputihan di tengahnya. Juga disini terjadi lesi-lesi satelit di

sekelilingnya. Diagnosis kandidiasis kutis ditunjang dengan pemeriksaan

KOH 10% atau preparat Gram. (1,2)

Gambar 7. Kandidiasis intertriginosa(5)

9. Penatalaksanaan

Pengobatan untuk eritrasma terdiri dari medikamentosa dan non

medikamentosa.

Non medikamentosa

a. Mencegah agar jangan banyak keringat

b. Menjaga higiene dan kebersihan kulit(2,9)

10
Medikamentosa

Topikal

a. Gel benzoyl peroxide 5% dan sabun benzoyl peroxide

Gel atau sabun benzoyl peroxide efektif dalam kasus eritrasma

terutama di sela jari kaki. Untuk profilaksis sekunder, sebuah sabun

antibakteri benzoyl peroxide digunakan ketika mandi sangat

efektif.(5)

b. Klindamisin (solusio 2%)

Solusio klindamisin 2% juga merupakan agen topikal yang efektif

untuk eritrasma.(5)

c. Obat anti jamur golongan azol

Klotrimazol dan mikonazol sangat efektif untuk pengobatan

eritrasma, bila diaplikasikan secara topikal. Lamanya pengobatan

bervariasi antara 1 hingga 2 minggu.(2)

d. Salep tetrasiklin 3%

Salep ini juga bermanfaat untuk eritrasma.(1)

Sistemik

a. Eritromisin

Eritromisin merupakan obat pilihan. Satu gram sehari (4 x 250 mg)

selama 2 minggu.(10)

b. Clarithromycin

Clarithromycin 1 gram single dose juga efektif untuk pengobatan

eritrasma.(5)

11
10. Prognosis

Prognosis cukup baik, bila semua lesi diobati dengan tekun dan

menyeluruh.(1)

11. Komplikasi

Komplikasi eritrasma termasuk infeksi luka, endokarditis infektif dan

mungkin septikemia, yang dapat menyebabkan kematian pada pasien dengan

immuno-compromised. Infeksi lain yang berhubungan dengan eritrasma

termasuk selulitis, fistula arteriovenous, infeksi intravaskular yang

berhubungan dengan kateter, bakteremia primer, dan meningitis. Kondisi

yang berulang dapat dipertimbangkan sebagai komplikasi.(4)

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja, U. Eritrasma. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor.

Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013.

2. Warouw, W.F. Eritrasma. Dalam: Harahap, M., editor. Ilmu Penyakit

Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000.

3. Blaise G, Nikkels AF, Hermanns-Le T, Nikkels-tassoudji N, Pierard GE.

Corynebacterium-associated skin infections. International Journal of

Dermatology: 2008. Vol 47(9). p 884-890(7).

4. McKinney, M. Lippincott’s guide to infectious diseases. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins, 2011.

5. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,

editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th Ed. United

state of America: Mc Graw Hill, 2008.

6. Kibbi, A.G. Erythrasma. In: James, W.D, editor. Medscape, 2014.

7. Arnold HL, Odom RB James WD, editor. Andrews’ diseases of the skin.

Clinical Dermatology. 10th Ed. Philadelphia: W.B.Saunders, Elsevier, 2006.

8. Miller S.D., David-Bajar K.A. Brilliant case of erythrasma. New England

Journal of Medicine: 2004; Vol. 351(16).

9. Siregar R.S. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Edisi ke-2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2013.

10. Holdinesss MR. Management of cunateneous erythrasma. Drugs: 2002.

Vol. 62 (8); p 1131-41.

13
11. Katsambas, A.D., Lotti, T.M. European handbook of dermatological

treatments. 2nd Ed. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2003.

12. Zaidi, Z., Walton, S. A manual of dermatology. 1st Ed. India: Jaypee

Brothers Medical Publishers; 2013.

13. Levine, N., Levine, C.C. Dermatology therapy : a-z essentials. Germany:

Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2004.

14. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical

Dermatology. 6th Ed.United States: The McGraw-Hill Companies; 2009.

15. Schwartz, R.A., Janusz, C.A., Janniger, C.K. Seborrheic dermatitis: an

overview. American Academy of Family Physicians: 2006; Vol. 74 (1); p

125-130.

14

Anda mungkin juga menyukai