Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2017


UNIVERSITAS PATTIMURA

ERITRASMA

Disusun oleh :
Stazia Noija
NIM.2016-84-024

Pembimbing :
dr. Hanny Tanasal, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Eritrasma merupakan infeksi bakteri kronis yang disebabkan oleh

Corynebacterium minutissimum dengan predileksi utama pada daerah intertriginosa

seperti aksila, selangkangan, dan sela jari kaki. Penyakit ini sering salah didiagnosis

sebagai infeksi jamur karena predileksinya yang sama.1,2

Selama lebih dari beberapa abad, eritrasma diketahui merupakan infeksi jamur

yang diperkenalkan oleh Burchard sebagai penyakit kulit yang disebabkan oleh

Actynomycetes, Nocardia minitussima berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan

sediaan langsung dengan ditemukan struktur seperti hifa halus pada tahun 1859.

Corynebacterium ditetapkan sebagai etiologi eritrasma oleh Sarkani pada tahun 1962

berdasarkan penelitian biakan.3 Epidemiologi eritrasma belum sepenuhnya dijelaskan.

Dapat ditemukan pada semua jenjang usia, namun didominasi pada usia dewasa.

Iklim yang hangat dan lembab menjadi faktor predisposisi penyakit ini. Eristrasma

juga dapat ditemukan pada pasien diabetes mellitus.4

Manifestasi klinis dari eritrasma umumnya asimptomatik, dengan

karakteristik lesi yang ditemukan pada daerah intertriginosa seperti selangkangan

(dominan), aksila, fleksura submammae, dan intergluteal, berupa makula eritematosa

hingga coklat, berbatas tegas, dengan skuama halus di atasnya. Selain berdasarkan

klinis, diagnosis eritrasma harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan lampu Wood’s.4,5

1
Pilihan terapi pada eritrasma dapat berupa topikal untuk lesi yang sedikit atau

terlokalisir, sedangkan eristrasma yang luas dapat diberikan terapi sistemik.5

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Eritrasma merupakan infeksi kulit superfisial bersifat kronis yang disebabkan

oleh Corynebacterium minutissimum, dengan karakteristik lesi kulit berupa makula

eritematosa hingga kecoklatan, ireguler namun berbatas tegas, pada daerah lipatan

(intertriginosa), atau berbentuk fisura dengan maserasi putih di sela-sela jari.6

2.2. Etiopatofisiologi

Agen penyebab eritrasma adalah difteroid Corynebacterium minutissimum,

merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang pendek, dengan granula

subterminal.5,6 C. minutissimum merupakan bakteri aerob positif katalase yang diduga

merupakan flora normal kulit. Perubahan lingkungan lokal pada kulit, seperti

kelembapan atau peningkatan suhu atau oklusi, menstimulasi C. minutissimum

berproliferasi pada permukaan stratum korneum. Proliferasi tersebut menyebabkan

penebalan stratum korneum, dimana bakteri tersebut secara intraseluler memicu

degradasi keratin.7

Infeksi akibat bakteri ini lebih sering ditemukan di daerah iklim tropis. Infeksi

ini umumnya ditemukan di daerah lipatan yang tertutup (seperti inguinal, aksila,

lipatan intergluteal, infra-mammae, umbilikus, dan sela-sela jari).5,6

3
2.3.Faktor Risiko

Faktor predisposisi antara lain iklim yang lembab dan hangat, higiene yang

buruk, hiperhidrosis, obesitas, diabetes mellitus, usia lanjut dan keadaan

imunosupresi.5 Walaupun jarang, infeksi C. minutissimum dapat berhubungan dengan

penyakit sistemik seperti endokarditis atau abses berulang4, dan menjadi patogen

oportunistik pada pasien kanker dan HIV.8

2.4.Manifestasi Klinis

Lesi pada eritrasma biasanya bersifat asimptomatis, kecuali pada daerah

selangkangan yang bisa terasa gatal dan menyengat. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan lesi berupa makula eritematosa hingga coklat, berbatas tegas, dengan

skuama halus di atasnya.5,9 Kadang disertai hiperkeratosis dengan maserasi putih,

erosi atau fissura terutama pada sela-sela jari kaki. Kondisi ini dapat menimbulkan

pruritus, sehingga mengakibatkan ekskoriasi dan likenifikasi.1,4,6,10

Tempat predileksi adalah daerah intertriginosa, terutama di aksila dan genito-

krural, sela jari kaki ke-4 dan ke-5, dan yang lebih jarang ditemukan pada sela jari

kaki ke-2. Ko-eksistensi eristrasma atau infeksi C. minutissimum dengan kelainan

kulit akibat dermatofita dan kandida sering ditemukan terutama pada lesi

interdigital.5,11

4
Gambar 1. Hiperkeratosis berwarna kuning
pada sela jari kaki.6

Gambar 2. Lesi berbatas tegas berwarna merah kecoklatan


pada aksila dan selangkangan6

Gambar 3. Eritrasma pada aksila4

5
2.5. Pemeriksaan Penunjang

Lampu Wood’s merupakan salah satu alat bantu diagnostik untuk eritrasma.

Daerah yang terinfeksi menunjukkan fluoresensi berwarna merah coral akibat adanya

porfirin (koproporfirin III).5,6

Pada pemeriksaan mikroskopik langsung dengan pewarnaan Gram

menunjukkan banyaknya bakteri Gram positif berbentuk batang pendek pada stratum

korneum.5,6 Kerokan dari lesi kulit juga dapat menggunakan pewarnaan Giemsa atau

KOH yang menunjukkan adanya bakteri dan filamen-filamen halus.1 Kultur biasanya

tidak berhasil dan tidak diperlukan dalam diagnosis eritrasma.11

Eritrasma dapat didiagnosa berdasarkan lokasi dan karakteristik lesi/proses

lesi pada permukaan kulit, akan tetapi harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan lampu

Wood’s.6

Gambar 4. Hasil pemeriksaan lampu Wood’s pada (a) aksila dan (b) selangkangan,
menunjukkan fluoresensi berwarna merah coral12,13

6
2.6. Diagnosis Banding

Adapun diagnosis banding dari eritrasma berdasarkan tampilan lesi kulit namun

dapat dibedakan dengan pemeriksaan lampu Wood’s, antara lain.

a. Pitiriasis versikolor

Predominan lesi ditemukan pada tubuh bagian atas, bersifat soliter dan tidak

eritematous.4 Pada pemeriksaan lampu Wood’s ditemukan flurosensi gold yellow

atau kuning keemasan (yellowish-white/copper-orange) menunjukkan infeksi

dari Malassezia furfur sebagai agen penyebab pitiriasis versikolor.14

b. Tinea

Lesi pada tinea memiliki ciri khas central clearing, adanya vesikulasi, dan

cenderung menunjukkan tanda radang.4,6 Flurosensi tinea pada pemeriksaan

lampu Wood’s tergantung dari agen penyebab, misalnya pada spesies

Microsporum kebanyakan ditemukan flurosensi biru kehijauan, sedangkan

Microsporum gypseum memberikan flurosensi kuning pucat, dan agen

Trichophyton schoenleinii ditandai dengan flurosensi biru pucat.14

c. Infeksi Kandida

Infeksi kandida pada area lipatan kulit ditandai dengan pruritus disertai makula

eritematosa berbatas tegas dalam berbagai ukuran dan bentuk, dengan ciri khas

lesi satelit, sedangkan pada pemeriksaan lampu Wood tidak menunjukkan

flurosensi apa pun.4

7
2.7. Tatalaksana

Untuk eritrasma yang terlokalisir, khususnya pada sela-sela jari kaki, dapat

digunakan sabun dan gel benzoil peroksida 5% sebagai terapi yang efektif pada

sebagian besar kasus. Klindamisin atau eritromisin (solusio 2%) atau krim azol

sebagai antifungal seperti klotrimazol dan mikonazol, merupakan beberapa pilihan

agen topikal yang efektif.4.5,6 Selain itu, dilaporkan dalam suatu penelitian oleh Avci15

bahwa penggunaan krim asam fusidat menunjukan efikasi yang signifikan (dengan

tingkat keberhasilan 96,8%) dibandingkan terapi sistemik mungkin disebabkan

karena penggunaan obat topikal dapat menghilangkan koproporfirin III dari stratum

korneum.

Untuk eritrasma yang luas, eritromisin oral merupakan terapi yang efektif,

dengan dosis 4 x 250 mg per hari selama 1 minggu atau dosis yang sama selama

2 minggu merupakan pilihan utama terapi.1,5,6 Studi kasus oleh Blasco-Morente13

dilaporkan bahwa pemberian eritromisin 2 x 500 mg per hari selama 14 hari

menunjukkan angka kesembuhan 100%. Lini kedua pengobatan eritrasma adalah

tetrasiklin dan kloramfenikol.1 Selain itu, penggunaan klaritromisin 1 gr dosis tunggal

juga direkomendasikan.5,6 Penggunaan klaritromisin dalam pengobatan eritrasma

pertama kali diperkenalkan dalam suatu uji klinis pada pasien eritrasma dengan

lokalisasi genitokrural yaitu dosis tunggal 1 gr/hari, mampu mengurangi rasa gatal

pada hari kedua dan sembuh total dalam waktu 2 minggu. Klaritromisin terbukti lebih

efektif dibandingkan eritromisin terkait dengan bioavaibilitasnya yang lebih baik dan

waktu paruh yang panjang. Adapun efek samping dari klaritromisin adalah kram

8
perut yang ringan. Oleh sebab itu, klaritromisin menjadi pilihan terapi yang murah,

efektif dan aman bagi pasien.15

Eritrasma interdigital atau eritrasma yang gagal terapi dengan eritromisin,

maka dapat dikombinasikan dengan klindamisin topikal, Whitfield’s ointment

(mengandung asam benzoat dan asam salisilat, terbukti lebih efektif), krim asam

fusidat, atau sabun antibakterial dapat digunakan sebagai pilihan terapi sekaligus

profilaksis.1

Pada kasus relaps atau pun tindakan profilaksis, dapat digunakan sabun

antiseptik dalam jangka waktu lama seperti povidon iodin dan bedak absorben seperti

bedak Zeasorb AF dapat ditaburkan pada area lesi.1,4

2.8. Prognosis

Penyakit ini dapat bersifat asimtomatik selama bertahun-tahun, atau dapat

juga terjadi eksaserbasi periodik.5,6 Relaps dapat terjadi walaupun setelah mendapat

terapi antibiotik.6 Tanpa terapi, lesi pada eritrasma cenderung menetap dan bertambah

berat.4

9
BAB III
KESIMPULAN

Eritrasma merupakan infeksi kulit superfisial bersifat kronis yang disebabkan

oleh Corynebacterium minutissimum, dengan karakteristik lesi kulit berupa makula

eritematosa hingga kecoklatan, ireguler namun berbatas tegas, pada daerah lipatan

(intertriginosa), atau berbentuk fisura dengan maserasi putih di sela-sela jari.

Manifestasi klinis biasanya asimptomatis, kadang disertai gatal terutama pada

daerah selangkangan. Diagnosis eritrasma didasarkan pada hasil pemeriksaan fisik

ditemukan karakteristik lesi berupa makula eritematosa hingga coklat, berbatas tegas,

dengan skuama halus di atasnya, kadang disertai hiperkeratosis dengan maserasi

putih, erosi atau fissura terutama pada sela-sela jari kaki. Kondisi ini dapat

menimbulkan pruritus, sehingga mengakibatkan ekskoriasi dan likenifikasi.

Diagnosis eritrasma dikonfirmasi dengan pemeriksaan lampu Wood’s ditemukan

flurosensi coral red.

Tatalaksana yang diberikan berupa terapi topikal untuk lesi yang terlokalisir

seperti pemberian krim azol, Whitfield’s ointment, atau krim asam fusidat. Terapi

sistemik ditujukan untuk lesi yang luas, dengan pilihan utama eritromisin dosis

4 x 250 mg per oral selama 1-2 minggu, atau klaritromisin 1 gr dosis tunggal selama

2 minggu. Jika terapi tunggal dengan eritromisin gagal atau pada eritrasma

interdigital, dapat dikombinasikan dengan terapi topikal. Pada kasus relaps atau pun

tindakan profilaksis, dapat digunakan sabun antiseptik dalam jangka waktu lama

10
seperti povidon iodin dan bedak absorben seperti bedak Zeasorb AF dapat ditaburkan

pada area lesi.

Prognosis umumnya baik, namun dapat terjadi relaps walaupun sudah

mendapat terapi antibiotik.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Tuchman M, Weinberg JM. Erythrasma in bacterial infection. In: Kelly AP,

Taylor SC, editors. Dermatology for skin of color. New York; McGraw-Hill:

2009. p. 413.

2. Badri T, et al. Erythrasma : study of 16 cases. La tunisie Medicale. 2014; 92 (4):

245-8.

3. Budimulja U. Eritrasma. In: Djuanda A, Hamsah M, Aisah S, editors. Ilmu

penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6. Jakarta; Badan Penerbit FKUI: 2010. p.334-

4. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s : textbook of dermatology. 8th

edition. Oxford; Blackwell Publishing: 2010. p. 3037-8.

5. Widaty S. Eritrasma. In: Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu penyakit

kulit dan kelamin. Edisi 7. Jakarta; Badan Penerbit FKUI: 2015. p.450

6. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K.

Fitzpatrick’s: dermatology in general medicine. 8th edition. New York; McGraw-

Hill: 2012.

7. Friedman A. Erythrasma. J Fam Pract. 2016; 66 (3): 21-7.

8. Penton PK, Tyagi F, Humrighouse BW, McQuiston JR. Complete genome

sequence of Corynebacterium minutissimum, an opportunistic pathogen and the

causative agent of erythrasma. Genome Announc J. 2015; 3 (2): 1-2.

12
9. Gupta AK, MacLeod MA, Foley KA, Gupta G, Friedlander SF. Fungal skin

infections. Pediatr Rev. 2017; 38 (1): 8-17.

10. Hongal AA, Rajashekhar N, Gejje S. Palmoplantar dermatoses-a clinical study of

300 cases. J Clin Diagn Res. 2016; 10 (8) : 4-7.

11. Sariguzel FM, Koc AN, Yagmur G, Berk E. Interdigital foot infections:

Corynebacterium minutissimum and agents of superficial mycoses. Braz J

Microbiol. 2014; 45 (3): 781-4.

12. Pinto M, et al. Clinical and epidemiological features of coryneform skin

infections at a tertiary hospital. Indian Dermatol Online J. 2016; 7: 168-73.

13. Morente GB, Santiago SA, Lopez IP, Lopez AM. Coral-red fluorescence of

erythrasma plaque. Sultan Qaboos University Med J. 2016; 16 (3): 381-2.

14. Ponka D, Baddar F. Wood lamp examination. CFP. 2012; 58: 976.

15. Avci O, Tanyildizi T, Kusku E. A comparison between the effectiveness of

erythromycin, single-dose clarithromycin and topical fusidic acid in the treatment

of erythrasma. J Dermatol Treat. 2013; 24: 70-4.

13

Anda mungkin juga menyukai