Disusun oleh :
NIM.2016-84-036
AMBON
2018
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan judul Barotrauma ini dengan baik. Makalah ini dibuat dalam rangka tugas
karena itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan, dan semoga referat
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas segala pihak yang telah
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Barotrauma yaitu kerusakan jaringan tubuh yang berongga dan terisi udara,
seperti telinga tengah dan sinus, akibat perubahan tekanan barometrik yang terjadi
pada saat menyelam ataupun pada saat terbang. Tubuh manusia mengandung gas
dan udara dalam jumlah yang signifikan. Beberapa diantaranya larut dalam cairan
tubuh. Udara sebagai gas bebas yang terdapat di rongga tubuh volumenya akan
kepala, ekspansi gas yang terperangkap dalam telinga tengah bisa menyebabkan
nyeri telinga, dan perasaan kembung atau penuh pada perut jika ekspansi gas terjadi
sering ditemukan pada penyelaman dan terbang. Hal ini terutama karena
telinga yaitu barotrauma telinga waktu turun (descent) dan barotrauma telinga
dengan perubahan tekanan pada ketinggian 18.000 kaki diatas bumi. Dengan
demikian, perubahan tekanan lingkungan terjadi lebih cepat pada saat menyelam
dibandingkan dengan saat terbang. Hal ini dapat menjelaskan relatif tingginya
telinga tengah terjadi pada 30% penyelam pemula dan 10% pada penyelam
3
berpengalaman.[5] Kecepatan dan besarnya perubahan tekanan berpengaruh
terhadap terjadinya barotrauma. Makin cepat perubahan tekanan yang terjadi dan
makin besar perbedaan tekanan yang ada, maka makin mudah barotrauma
terjadi.[4,6]
dari 74 orang penyelam, dengan barotruma telinga tengah sebanyak 83,3%. Derajat
1.2. Tujuan
Mengingat insiden yang cukup tinggi tersebut maka referat ini bertujuan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
5
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar
serumen.
2. Telinga tengah[3]
promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas
tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar
ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel
kubus bersilia, seperti epitel saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lapis
lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
6
elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkular pada bagian
dalam.[3]
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of
light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan
pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini
dengan mastoid.[3]
7
Gambar 2.2. Anatomi telinga tengah[8]
3. Telinga dalam[3]
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibular yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala
media (duktus koklearis). Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa,
sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di
8
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidahyang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri
dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran
timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan
9
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu
lobus temporalis.[1,3]
2.3.1 Defenisi
menyamakan tekanan udara antara ruang berudara pada tubuh (seperti telinga
pesawat terbang atau pada saat menyelam. Barotrauma dapat terjadi pada telinga,
wajah (sinus), dan paru, dalam hal ini bagian tubuh yang memiliki udara di
tekanan yang tiba-tiba diluar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau saat
volume gas dalam ruang tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur yang lentur,
maka struktur tersebut dapat rusak karena ekspansi ataupun kompresi. Barotrauma
dapat terjadi bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-
10
paru) menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi
normal.[1,11,15]
2.3.2 Epidemiologi
berhubungan dengan penerbangan dan telah menjadi salah satu faktor dari
kecelakaan penerbangan. Sekitar 65% dari anak-anak dan 46% dari orang dewasa
melaporkan adanya rasa tidak nyaman atau nyeri di telinganya saat penerbangan.
Insiden dari barotrauma pada penerbang yang sehat mencapai 1,9-9%. Dalam satu
penerbangan, 31% merasakan adanya rasa tidak nyaman di telinganya saat takeoff
dan 85% saat landing.[9] Tingginya jumlah penumpang yang bepergian dengan
dialami saat menyelam. Sekitar 30% terjadi saat menyelam pertama kali dan 10%
terjadi pada penyelam yang sudah sering melakukan penyelaman. Pada penelitian
kepulauan Seribu, pulau Panggang dan pulau Pramuka tahun 1994-1996 didapatkan
tipe I dan II, serta 23 orang menunjukkan osteonekrosis disbarik. Penelitian Kartono
gangguan saluran hidung 16,9% dan gangguan paru 14,9%. Data yang dikumpulkan
Dit Sepim Kesma Depkes sampai dengan tahun 2008, dari 1.026 penyelam
11
yaitu sebanyak 29,8% menderita nyeri sendi, 39,5% menderita gangguan
2.3.3 Patofisiologi
kedua tempat tersebut tetap sama dengan cara membiarkan udara dari luar masuk
ke telinga tengah atau sebaliknya. Untuk memelihara tekanan yang sama pada
kedua sisi dari gendang telinga yang intak, diperlukan fungsi tuba yang normal. Jika
tuba Eustachius tersumbat, tekanan udara di dalam telinga tengah berbeda dari
menyamakan tekanan antara telinga tengah dan lingkungan saat terjadi perubahan
terjadinya barotrauma. Makin cepat perubahan tekanan yang terjadi dan makin
besar perbedaan tekanan yang ada, maka makin mudah barotrauma terjadi. Faktor-
faktor yang dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba adalah adanya proses infeksi
saluran napas atas seperti rinitis, sinusitis, faringitis, hipertrofi adenoid dan infeksi
telinga tengah, adanya riwayat alergi, sumbatan jalan napas seperti septum deviasi
dan massa tumor pada daerah telinga, hidung dan tenggorok dan hal lain yang juga
penting adalah perasat Toynbee dan Valsava yang dilakukan kurang optimal.[1,4,6]
12
Barotrauma waktu turun saat pesawat landing, tekanan atmosfer
kembali ke normal. Karena itu, udara di telinga tengah akan berkurang. Pada
proses ini udara tidak secara pasif memasuki telinga tengah. Hal inilah yang
turun. Untuk membuka tuba diperlukan aktifitas dari otot dengan cara
menguap atau menelan. Tuba juga bisa dibuka dengan melakukan perasat
Valsava.[1,12,13]
tinggi dibandingkan tekanan telinga tengah akan timbul rasa penuh pada
nasofaring akan tertutup dengan tekanan yang lebih besar dari kekuatan otot
untuk membuka tuba. Hal itu akan menyebabkan tuba tetap tertutup dan usaha
akan ruptur dan biasanya menyebabkan hilangnya rasa sakit dan tekanan pada
telinga namun dapat menyebabkan gejala lanjutan berupa tuli, vertigo, dan
muntah. King melaporkan bahwa 4,2% membran timpani ruptur pada 897
menutup spontan.[8] Peristiwa barotrauma akibat turun ini dikenal juga sebagai
13
“Sequeeze”. Jadi sequeeze umumnya terjadi pada waktu seseorang penyelam
Saat pesawat naik, tekanan atmosfer turun dan udara di telinga tengah
akan mengembang sesuai dengan hukum Boyle. Jika tuba Eustachius tidak
tengah. Proses pelepasan tekanan secara pasif ini jarang menjadi masalah saat
jika tuba Eustachius terganggu akan terdapat rasa tidak nyaman dan nyeri di
kenaikan tekanan dalam rongga dan terdapat bahaya terjadinya emboli vena.
Barotrauma yang terjadi pada saat penyelam naik dari kedalaman secara cepat
14
Gambar 2.4. Patofisiologi barotrauma[11]
Barotrauma auris waktu turun dan naik ini masing-masing juga dibagi
waktu turun air dapat masuk kedalam meatus akustikus eksternus. Bila meatus
akustikus eksternus tertutup, air tak dapat masuk dan terdapat udara yang
terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan air dan tekanan udara dalam rongga
kanalis akustikus eksternus sebesar ±150 mmHg atau lebih (sedalam selama
Sebaliknya ketika pada waktu naik, sesuai dengan hukum Boyle akan
15
fisiologis pengembangan udara dalam kavum timpani dapat disalurkan ke
nasofaring lewat tuba eustachius. Tekanan positif dalam kavum timpani akan
membuka tuba eustachius tanpa kesulitan. Bila mana pada waktu naik tuba
Barotrauma auris media waktu turun adalah yang paling sering dialami
oleh para penyelam, terutama para pemula. Barotrauma ini biasanya dialami
lewat tuba eustachius. Dalam keadaan normal tuba eustachii merupakan satu-
satunya saluran untuk fungsi ekualisasi tekanan udara dalam kavum timpani
kedalam kavum timpani adalah lebih sulit daripada mengeluarkan udara dari
waktu turun adalah lebih sulit dari pada waktu naik. Ini disebabkan adanya
valve action dari muara tuba di daerah nasofaring yang normalnya menutup.
[15,16]
16
Barotrauma ini biasanya adalah komplikasi dari barotrauma auris media
Bila pada saat itu penyelam melakukan manuver valsava dengan keras,
maka tekanan didalam kavum timpani akan meningkat dengan cepat, dan
membran timpani akan kembali ke posisi normal dengan cepat, dan stapes
kedalam. Aliran balik (reversed flog) dari perilimfe tidak secepat aliran akibat
dari tekanan yang terjadi. Hal ini mengakibatkan ruptura dari membran
2.3.4 Gejala
tampak mengalami injeksi dengan pembentukan bleb hemoragik atau adanya darah
Perlu ditekankan bahwa tinnitus yang menetap, vertigo dan tuli sensorineural
jarang menimbulkan kerusakan telinga dalam yang merupakan masalah serius dan
17
menetap. Semua orang yang mengeluh kehilangan pendengaran dengan barotrauma
episode-episode vertigo singkat yang terjadi saat naik atau turun disebut vertigo
alternobarik. Hal ini sering dikeluhkan dan lazim menyertai barotrauma telinga
tengah. Selama vertigo dapat mereda dalam beberapa detik, tidak diperlukan
barotrauma.
18
1) Perasaan buntu (Blokade)
Ketulian ini bisa total atau hanya pada frekuensi tinggi (4000- 8000 Hz).
3) Tinnitus
disorientasi.
2.3.5 Diagnosis
1. Anamnesis [1,4,9,10,15,16,17]
nyeri pada telinga, autofoni, perasaan ada air dalam telinga, penurunan
pendengaran, tinnitus, sakit kepala, mual, muntah dan vertigo, yang terjadi
tekanan lingkungan.
2. Pemeriksaan fisik
4. Derajat IV : hematotympanum
19
Gambar 2.5. Skala Teed untuk derajat barotrauma telinga tengah [18]
b. Tes pendengaran
jika hanya terbatas pada telinga tengah atau sensorineural jika telah
c. Tes fistula
20
Dikatakan tes fistula ini positif jika terjadi nistagmus. Pada fistula
membran foramen maka akan tampak nistagmus yang ringan dengan durasi
d. Pemeriksaan penunjang
Timpanometri [3,6,9]
21
berdasarkan energi suara yang dipantulkan kembali (ke arah luar) oleh
gendang telinga.
Pencitraan
ditegakkan.[19]
22
Gambar 2.6. CT scan mastoid[19]
didapat karena trauma yang lain, fraktur tulang temporal, penyakit dekompresi
2.3.6 Penatalaksanaan
Untuk mengurangi nyeri telinga atau rasa tidak enak pada telinga, pertama-
tama yang perlu dilakukan adalah berusaha untuk membuka tuba Eustachius dan
dekongestan atau melakukan perasat Valsava selama tidak ada infeksi saluran nafas
atas .[3,20] Saat seseorang sudah berada di darat dan masih terdapat keluhan
telinganya terasa penuh walaupun belum terdapat transudat, maka ventilasi yang
23
yang adekuat jika dengan Valsava tidak berhasil. Cara melakukan perasat politzer
yakni satu lubang hidung dimasukkan kateter yang ujungnya dihubungkan dengan
kantung udara, sedangkan lubang hidung yang lain ditekan dengan jari. Pasien
tengah. Jika belum berhasil sebaiknya diulang lagi beberapa hari kemudian sampai
Pada kasus yang ringan, NSAID atau steroid digunakan untuk mengurangi
edema mukosa tuba eustachius dan meredakan nyeri. Antibiotik pada kasus
perdarahan atau perforasi membran timpani juga dapat diberikan agar mencegah
infeksi pada telinga tengah.[9,13,16,17] Perforasi pada membran timpani dapat tertutup
dengan spontan, jika diobservasi perforasi tersebut tidak kunjung sembuh maka
Apabila ada cairan atau cairan yang bercampur darah menetap pada telinga
tengah sampai beberapa minggu maka dianjurkan untuk tindakan miringotomi dan
2.3.7 Pencegahan
mulai terasa penuh. Jika gerakan tersebut gagal menghilangkan keluhan, maka
seseorang harus melakukan perasat Valsava selama tidak ada infeksi saluran nafas
atas.[1,9,20] Teknik ini paling sering digunakan karena mudah dan efektif. Dilakukan
dengan cara meniupkan dengan keras dari hidung sambil hidung dipencet serta
24
mulut ditutup. Hal ini menimbulkan tekanan di faring, memaksa udara masuk ke
cavum telinga tengah lewat tuba Eustachius yang terbuka. Perasat ini tidak boleh
Kelemahan dari teknik Valsava adalah bahwa jika digunakan terlalu kuat dan
tiba-tba, secara teoritis kemungkinan bahwa telinga bagian dalam dapat rusak.
Kelemahan lain adalah bahwa hidung harus di tekan menggunakan jari tangan, hal
ini tidak mudah dilakukan oleh penyelam yang menggunakan helm atau masker.
[1,3,9,10,20]
Perasat tonybee: perasat ini dilakukan dengan cara menelan ludah sambil
hidung dipencet serta mulut ditutup. Tuba Eustachius akan terbuka, memungkinkan
udara untuk memasuki atau meninggalkan telinga tengah. Tuba Eustachius terbuka
hanya sebentar dengan manuver ini dan hal itu menyebabkan tekanan negatif di
faring, sehingga hanya sejumlah kecil udara dapat masuk ke dalam cavum telinga
menyelam atau berpergian dengan pesawat. Beberapa obat telah digunakan untuk
seperti penderita infeksi atau alergi hidung dan tenggorokan, sebaiknya sesaat
25
menyemprotkan ke setiap sisi hidung dengan dekongestan topikal, lalu beberapa
Infeksi bakteri pada telinga tengah dapat terjadi melalui peforasi membran
timpani atau lewat jalur tuba eustachius yang mengalami edema pada mukosa dan
produksi sekret berlebih. Keterlibatan telinga dalam lewat ruptur membran foramen
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Boies LR, Higler Effendi H editors. Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta: EGC. 1997: 90-2.
2. Prasetyo A.T, Soemantri BJ, Lukmantya. Pengaruh Kedalaman dan Lama
Menyelam Terhadap Ambang-Dengar Penyelam Tradisional Dengan
Barotruma Telinga. ORLI Vol. 42 No. 2 .2012.
3. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2012
4. Fyntanaki O, Alevitsovitis G, Angelakis L, Moutevelis V. Acute Barotitis
Media in Flight: Pathophysiology, Symptoms, Prevention, Treatment.
Balkan Military Medical Review. 2013;16(1): 50-55
5. Lynch JH, Bove AA. Diving Medicine : A review of current evidence :
Clinical Review. JABFM. 2009;22(4)399-407
6. Pitoyo Y, Bashiruddin J, Hafil AF, Haksono H, Bardosono S. Hubungan
nilai tekanan telinga tengah dengan derajat barotrauma pada calon
penerbang. Divisi Neurotologi Departemen THT FKUI-RSCM. 2009
7. Goplen FK, Gronning M, Aasen T, Nordahl SHG. Vestibular effects of
diving – a 6-year prospective study.Occ Med J. 2010;60:43-48
8. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. Ed.13.
Hoboken: John Wiley & Sons, 2012
9. Mirza S, Richardson H. Otic barotrauma from air travel. The J of Laryngol
& Otology, UK. 2005; 119:366.
10. Edmonds, Carl MD, et al. Physics Diving Chapter 2 dalam Diving Medicine
for SCUBA Divers 5 th Edition. Australia: National Library of Australia.
11. Grever G, Probst R, Iro H. Basic Otolaryngology: Step by step learning.
Thieme Medical Publisher Inc: New York. 2006;6,154-231
12. Kanick SC, Doyle WJ. Barotrauma during air travel: predictions of a
mathematical model. J Appl Physiol. 2005;98:1592-1602.
27
13. Koriwchak MJ, Werkhaven JA. Middle ear barotrauma in scuba divers.
Vanderbilt university medical center USA. 1994; 389-398
14. Becker GD, Parel. GJ. Barotrauma Of The Ears And Sinuses After Scuba
Diving. Eur Arch Otorhinolaryngol (2001) 258:159-163
15. Abshor U. Pengaruh barotrauma auris terhadap gangguan pendengaran pada
nelayan penyelam di Kecamatan puger Kabupaten Jember. Fakultas
Kedokteran Universitas Jember. 2008
16. Bentz BG, Hughes CA. Barotrauma. [Serial Online]. 2016. [Cited 2016
November 24]; [5 screens] Available from URL: http://american-
hearing.org/disorders/barotrauma/
17. Azizi MH. Ear disorders in scuba divers. The Int J of Occ and Enviro Med,
Iran. 2011;2:1,20-7,
18. Hyperbaric information. Teed Scale for describing the severity of otologic
barotrauma. [Serial online] [2016 November 24] Avaliable from :
http://www.hyperbaricinformation.com/HBO-Articles/Ear-Clearing-
Barotrauma/TEED-SCALE-for-Describing-the-Severity-of-Otologic-
Barotraum.pdf
19. Balatsouras D, Dimitropoulos P, Fasolis A, Kloutsos G, Economou NC,
Korres S, Kaberos A. Bilateral spontaneous hemotympanum : case report.
Head and Face Med J, 2006;2(31)1-4
20. Devine JA, Rock PB, Cymerman A. The use of tympanometry to detect
aerotitis media in hypobaric chamber operations. Aviation, Space, and
Environment Med. 1990:251-5.
21. Evens RA, Bardsley B, Manchaiah VKC. Auditory complaints in scuba
divers : an overview. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg, 2011;64(1)72-
7
28