Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEI 2022
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

DERMATITIS SEBOROIK

Oleh :
IRAWAN ADE TRIADI
105501102721

Pembimbing :

Dr.dr. Sitti Musafirah Arif, Sp.KK, FINS-DV

(Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : IRAWAN ADE TRIADI

Nim : 105501102721

Judul Laporan Kasus : Dermatitis Seboroik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Makassar, 11 Mei 2022

Pembimbing

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat dalam rangka

memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Radiologi dengan judul “Dermatitis

Seboroik”. Ucapan terima kasih kepada Dr.dr. Sitti Musafirah Arif, Sp.KK,

FINS-DV selaku dokter pembimbing yang telah membimbing dan memberikan

banyak masukan dalam menyelesaikan referat ini. Dalam pembuatan referat ini

terdapat banyak kekurangan dan kesalahan sehingga saran dan kritik yang

membangun sangatlah di harapkan demi kesempurnaannya. Semoga referat ini

dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Makassar, 11 Mei 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. 2


KATA PENGANTAR ............................................................................................ 3
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7
1. KELENJAR SEBASEA ............................................................................... 7
2. DERMATITIS SEBOROIK......................................................................... 9
A. DEFINISI ................................................................................................. 9
B. EPIDEMIOLOGI ................................................................................... 10
C. ETIOPATOGENESIS ............................................................................ 10
D. DIAGNOSIS........................................................................................... 13
E. DIAGNOSIS BANDING ........................ Error! Bookmark not defined.
F. PENATALAKSANAAN ....................................................................... 21
G. KOMPLIKASI ....................................................................................... 26
H. PROGNOSIS .......................................................................................... 26
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29

4
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit eritroskuamosa kronis yang

berulang dengan predileksi pada area yang memiliki banyak kelenjar sebasea

seperti area wajah, kepala, telinga, badan bagian atas dan daerah lipatan-lipatan

tubuh. Dermatitis seboroik (DS) yang juga disebut dengan eksema seboroik, adalah

penyakit yang sering terjadi yang ditandai oleh adanya sisik diatas dasar kulit

kemerahan. Penyakit peradangan kronis superfisial ini sering mengenai daerah kulit

yang memiliki produksi sebum yang tinggi dan daerah lipatan. Walaupun

patogenesisnya belum sepenuhnya diketahui, diperkirakan terdapat hubungan

dengan produksi sebum yang berlebihan dan ragi komensal Malassezia.1,2

Prevalensi dermatitis seboroik di seluruh dunia adalah sekitar 5%, tetapi

prevalensi varian non-inflamasi, ketombe, mungkin mendekati 50%. Dermatitis

seboroik mempengaruhi semua kelompok etnis di semua wilayah secara global.3

Pada anak-anak prasekolah Australia, prevalensi DS adalah sekitar 72% pada tiga

bulan kemudian turun dengan cepat dengan insiden keseluruhan 10%. Selanjutnya,

analisis data Studi Rotterdam menemukan bahwa 14% orang dewasa paruh baya

dan lanjut usia memiliki DS.4 Pada HIV-AIDS, bagaimanapun, 35% dengan infeksi

HIV dini memiliki DS, dan prevalensi mencapai 85% pada pasien dengan AIDS.5

Data di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2000 sampai 2002 menunjukkan

insidensi rata-rata DS sebesar 8,3% dari jumlah kunjungan dan rasio laki-laki

dibandingkan perempuan 1,5:1.3.6

5
Karena perjalanannya yang kronis dan kambuh-kambuhan, DS dapat

ditekan namun tidak dapat sembuh secara permanen. Sehingga kondisi ini

memerlukan pengobatan yang rutin selama bertahun-tahun. Pendekatan tatalaksana

DS sebaiknya dipilih berdasarkan tampilan klinis, perluasan dan lokasi penyakit.5,6

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. KELENJAR SEBASEA

Kelenjar sebasea adalah kelenjar kulit yang bekerja menghasilkan sebum.

Kelenjar sebasea bersama dengan rambut, folikel rambut dan muskulus arektor

pili disebut sebagai unit pilosebasea. Sebum keluar dari kanal duktus kelenjar

pilosebasea setinggi daerah antara isthmus dan infundibulum dan mengalir

keluar ke permukaan kulit hingga sepanjang batang rambut.9

Gambar 1. Potongan melintang lapisan kulit.10

Kelenjar sebasea memiliki struktur asiner, dimana terdapat beberapa cabang

yang menuju ke duktus utama. Sel terluar, lapisan sel basal dekat membran,

berukuran kecil, berinti, aktif membelah dan menghasilkan lipid droplets.

7
Bersamaan dengan perpindahan sebosit menuju ke bagian tengah kelenjar,

sebosit mulai menghasilkan lipid. Proses diferensiasi terjadi di bagian tengah

asinus. Selanjutnya, sel menjadi distensi karena berisi penuh lipid droplets dan

inti beserta struktur subseluler menghilang. Saat sel-sel mendekati duktus

sebasea, sel-sel tersebut memisahkan diri dalam suatu proses sekresi yang

disebut holokrin. Waktu yang diperlukan dari pembentukan hingga

pengeluaran sebum bervariasi dari 7 sampai 25 hari.9

Gambar 1. Polisebasea unit. hair follicle (HF). arrector pili muscle (AP);

sebaceous duct (SD). sebaceous glands (SG).1

Sebum memiliki komposisi yang terutama terdiri dari wax ester (25%),

skualan (12%), trigliserida (60%) serta sedikit kolesterol (1-2%) dan asam

lemak bebas (1-2%). Pada penderita DS terdapat perubahan kualitatif bukan

kuantitatif pada komposisi sebum yaitu peningkatan kolesterol dan ester dan

penurunan skualan.9

8
Produksi sebum pada tiga bulan pertama kehidupan manusia, sebagai hasil

dari pengaruh androgen adrenal fetus dan neonatus, selanjutnya secara

bertahap menurun hingga nol mendekati usia 6 bulan. Produksi sebum tetap

inaktif hingga dimulainya masa awal adrenarche, sekitar 7-8 tahun, ketika

androgen adrenal dehidroepiandrosteron (DHEA) menstimulasi produksi

sebum kembali. Peningkatan produksi sebum lebih lanjut dan signifikan oleh

karena produksi androgen adrenal dan gonad terjadi pada masa-masa awal

pubertas menghasilkan peningkatan ekskresi sebum. Peningkatan ekskresi

sebum tampak pada pubertas dan mencapai puncaknya pada usia 16-20 tahun.

Penurunan secara bertahap tampak mulai usia 40 tahun pada perempuan dan

50 tahun pada laki-laki. Penurunan kadar androgen pada orang tua

menyebabkan melambatnya turnover sel-sel kelenjar sebasea, menghasilkan

hiperplasia sel.9,10

2. DERMATITIS SEBOROIK
A. DEFINISI

Dermatitis seboroik adalah kelainan papuloskuamosa yang sering dijumpai

dan bersifat kronis dapat mengenai bayi dan dewasa. Penyakit ini secara khas

didapatkan pada daerah tubuh yang memiliki folikel sebasea dengan konsentrasi

yang tinggi dan kelenjar sebasea yang aktif seperti wajah, kulit kepala, telinga,

tubuh bagian atas, dan daerah lipatan (inguinal, inframammae dan aksila). Daerah

yang lebih jarang terkena termasuk interskapula, umbilikus, perineum dan lipatan

anogenital. Dermatitis ini dikaitkan dengan melasesia, terjadi gangguan imunologis

mengikuti kelembaban lingkungan, perubahan cuaca, ataupun trauma, dengan

9
penyebaran lesi dimulai dari derat ringan misalnya ketombe sampai dengan bentuk

eritroderma.1,11

B. EPIDEMIOLOGI

Dermatitis seboroik dibagi dalam dua kelompok usia, bentuk infantil yang

dapat sembuh sendiri terutama pada tiga bulan pertama kehidupan dan bentuk

dewasa yang kronis. Predominansi laki-laki tampak pada semua usia, tanpa

predileksi ras, atau transmisi horizontal. Karakteristik DS memiliki tren bimodal,

dengan frekuensi puncak pertama saat kelahiran dan yang kedua adalah pada

dewasa usia antara 30 sampai 60 tahun. Prevalensinya diperkirakan 5%, tetapi

insiden seumur hidup termasuk tinggi secara signifikan. Dermatitis seboroik yang

ekstensif dan resisten terhadap terapi adalah suatu tanda kulit yang penting untuk

infeksi HIV, penyakit Parkinson dan gangguan mood.1,12

Prevalensi dermatitis seboroik secara umum berkisar 3-5% pada populasi

umum. Lesi ditemukan pada kelompok remaja, dengan ketombe sebagai bentuk

yang lebih sering dijumpai, pada kelompok HIV, angka kejadian dermatitis

seboroik lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum. Sebanyak 36% pasien

HIV mengalami dermatitis seboroik. Umumnya diawali sejak usia pubertas dan

memuncak pada umur 40 tahun. Dalam usia lanjut dapat dijumpai bentuk yang

ringan, sedangkan pada bayi dapat terlihat lesi berupa kerak kulit kepala (Cradle

Cap) jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.11

C. ETIOPATOGENESIS

Etiologi dermatitis seboroik belum diketahui secara pasti, namun erat

hubungannya dengan jamur Malassezia, imunologis, aktivitas kelenjar sebasea dan

10
kerentanan pasien. Kelenjar sebasea pasien DS tidak lebih banyak dibandingkan

dengan individu sehat. Selain itu tidak didapatkan kelainan morfologi dan ukuran

kelenjar pada penderita DS dibandingkan dengan orang sehat.1,11

Beberapa faktor endogen dan eksogen telah terlibat dalam perkembangan SD.

Faktor eksogen termasuk jamur Malassezia dan mikrobiota lainnya, stres, praktik

perawatan kulit dan rambut yang buruk, kondisi cuaca lembab yang panas dan obat-

obatan tertentu seperti agen antineoplastik dan penghambat reseptor faktor

pertumbuhan epidermal (EGFR). Faktor endogen termasuk jenis kelamin laki-laki,

peningkatan aktivitas androgen, aktivitas kelenjar sebaceous dan komposisi lipid,

dengan penelitian terbaru menunjukkan peran yang sangat mungkin dari genetika

yang mendasari dan sistem kekebalan tubuh. Peranan kelenjar sebasea dalam

patogenesis dermatitis seboroik masih diperdebatkan. Kelenjar sebasea aktif pada

saat bayi baru dilahirkan, namun dengan menurunnya androgen ibu, kelenjar ini

menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun. Remaja dengan kulit berminyak yang

mengalami dermatitis seboroik, menunjukkan sekresi sebum yang normal pada

laki-laki dan menurun pada perempuan. Produksi sebum terbesar pada wajah dan

kepala. Dengan demikian penyakit ini lebih tepat disebut sebagai dermatitis di

daerah sebasea. Namun demikian, patogenesis dermatitis dapat diuraikan sebagai

berikut : dermatitis seboroik dapat merupakan tanda awal infeksi HIV, dermatitis

seboroik sering ditemukan pada pasien HIV/AIDS, transplantasi organ, malignansi,

pankreatitis alkoholik kronik. Hepatitis C juga pasien parkinson.1,11,13

11
Gambar. Patofisiologi dermatitis seboroik13

Tidak semua orang dengan hiperseborea mengalami DS, tetapi pasien

dengan DS dapat memiliki kuantitas sebum yang normal atau bahkan kulit yang

kering. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah sebum bukanlah faktor

penyebab terjadinya DS. Pada sebum pasien DS, trigliserida dan kolesterol

meningkat, sementara skualan dan asam lemak bebas berkurang. Asam lemak bebas

yang diketahui memiliki efek antimikroba dibentuk dari trigliserida oleh lipase

bakteri, diproduksi oleh Corynebacterium acne dan Malassezia yang merupakan

flora residen. Asam lemak bebas dan radikal oksigen reaktif dapat mengubah

keseimbangan flora normal kulit.2,9

Spesies Malassezia tidak dapat memproduksi asam lemak yang penting untuk

pertumbuhannya. Namun, ia menghasilkan lipase dan fosfolipase yang akan

memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas. Selanjutnya, spesies Malassezia

12
menggunakan asam lemak jenuh dan melepaskan asam lemak tak jenuh ke

permukaan kulit. Akhirnya, spesies ini menginduksi pelepasan sitokin proinflamasi

(IL6 dan 8 dan tumor necrosis factor α).9

Menurut beberapa literatur, DS lebih sering terjadi pada pasien dengan

penyakit Parkinson dan facial palsy. Terapi dengan L-dopa hanya akan menurunkan

sekresi sebum jika terdapat sekresi berlebihan, tetapi tidak berdampak secara klinis

pada sekresi kelenjar sebasea yang normal. Namun beberapa studi yang

dipublikasikan menyatakan bahwa L-dopa menyebabkan perbaikan klinis pada DS.

Peningkatan genangan sebum pada kulit yang mengalami imobilitas mungkin

penting pada kasus ini. Lingkungan panas dan lembab serta keringat diketahui dapat

memperparah gejala DS, terutama gatal pada kulit kepala. Sinar matahari dan iklim

tropis dapat juga memperparah gejala DS. Sehingga temuan ini mengarahkan

bahwa kondisi iklim dapat mempengaruhi pertumbuhan spesies Malassezia.

Namun untuk klarifikasi lebih lanjut masih diperlukan studi lebih spesifik.7,9

D. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis ditegakkan berdasarkan morfologi khas lesi eksema dengan skuama


kuning berminyak diarea predileksi. Pada kasus yang sulit perlu pemeriksaan
histopatologi.11

1. Manifestasi Klinis

Lokasi yang terkena seringkali di daerah kulit kepala beramput, wajah, alis,

lipat nasolabial, side burn, telinga dan liang telinga, bagian atas- tengah dada

dan punggung, lipat gluteus, inguinal, genital, ketiak. Sangat jarang menjadi

luas. Dapat ditemukan skuama kuning berminyak, eksematosa ringan, kadang

13
kala disertai rasa gatal dan menyengat. Ketombe merupak tanda awal

manifestasi dermatitis seboroik. Dapat dijumpai kemerahan perifolikular yang

pada tahap lanjut menjadi plak eritematosi berkonfluensi, bahkan dapat

membentuk rangkaian plak disepanjang batas rambut frontal dan disebut

sebagai korona seboroika.11

Beberapa daerah lesi dermatitis seboroik

1. Seboroik kepala

Di daerah berambut, dijumpai skuama berminyak dengan warna kekuning-

kuningan sehingga rambut saling melekat, kadang dijumpai krusta yang

disebut Pityriasis Oleosa. Kadang juga skuamanya kering dan berlapis-lapis

dan sering lepas sendiri yang disebut pitiriasis sika. Seboroik kepala bisa

menyebabkan rambut rontok, hingga alopesia dan rasa gatal.

2. Seboroik muka

Di daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabial, dagu dan lain-lain. Terdapat

makula eritema, yang di atasnya terdapat skuama berminyak berwarna

kekuning-kuningan. Jika sampai ke palpebra, bisa terjadi blefaritis. Jika

didapati di daerah berambut seperti dagu dan atas bibir maka dapat terjadi

folikulitis.

Gambar. Dermatitis seboroik muka

14
3. Seboroik badan dan sela-sela

Di daerah interskapula, ketiak, umbilikus, krural (lipatan paha, perineum).

Dijumpai ruam berbentuk makula eritema, pada permukaannya ada skuama

berminyak berwarna kekuning-kuningan. Di daerah badan, lesinya

berbentuk seperti lingkaran. Didaerah intertrigo, kadang dapat timbul fisura

sehingga menyebabkan infeksi sekunder.

Gambar. Dermatitis seboroik dada dan punggung1

Pada bayi, DS dapat tampak pada area kulit kepala, wajah, retroaurikuler,

lipatan tubuh dan badan; jarang menjadi generalisata. Cradle cap adalah

manifestasi klinis yang paling sering. Dermatitis seboroik pada anak-anak

biasanya sembuh sendiri. Sebaliknya, dermatitis seboroik pada dewasa

biasanya kronis dan kambuhan. Gatal jarang dirasakan, tetapi sering terjadi

pada lesi di kepala. Komplikasi utamanya adalah infeksi sekunder bakterial,

yang meningkatkan kemerahan, eksudat dan iritasi lokal. Namun pada bayi

juga dapat memberat berupa perluasan lesi kulit hingga lebih dari 90% area

tubuh sebagai eritroderma deskuamativum (penyakit Leiner). Manifestasi

klinisnya berupa demam, anemia, diare, muntah, penurunan berat badan dan

dapat menyebabkan kematian.14

15
Gambar. Dermatitis seboroik pada bayi1

Pada fase kronik dapat dijumpai kerontokan rambut. Lesi dapat juga

dijumpai pada daerah retroaurikular. Bila terjadi di liang telinga, lesi berupa

otitis eksterna atau di kelopak mata sebagai blefaritis. Bentuk varian di tubuh

yang dapat dijumpai pitiriasiform (mirip piririasis rosea) atau anular. Pada

keadaan parah, dermatitis seboroik dapat berkembang menjadi eritoderma. 11

Gambar. Dermatitis seboroik pada pasien dengan HIV/AIDS1

16
2. Pemeriksaan Fisik

Pada bayi, dapat ditemukan skuama kekuningan atau putih yang berminyak

dan tidak gatal. Skuama biasanya berbatas pada batas kulit kepala (skalp) dan

dapat pula ditemukan di belakang telinga dan area alis mata. Pada anak dan

dewasa dapat bervariasi mulai dari Ketombe dengan skuama halus atau difus,

tebal dan menempel pada kulit kepala. Kemudian lesi eksematoid berupa plak

eritematosa superfisial dengan skuama terutama di kulit kepala, wajah dan

tubuh. Serta pada dada dapat pula ditemukan lesi petaloid atau pitiriasiformis.

Apabila lesi terdapat di kelopak mata, dapat disertai dengan blefaritis dan

meluas hingga menjadi eritroderma.15

3. Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk diagnosis. Apabila

diagnosis meragukan, maka dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan

pewarnaan KOH untuk menyingkirkan infeksi jamur ataupun dengan

melakukan biopsi kulit.15

Gambar. Histopatologi dermatitis seboroik

17
Gambaran histologi dermatitis seboroik tidak spesifik. Pada bagian

epidermis, dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada stadium akut dan

subakut, epidermis mengalami ortokeratosis, parakeratosis serta spongiosis.

Pada tepi muara folikel rambut yang melebar dan tersumbat masa keratin,

ditemukan tumpukan parakeratosis yang mengandung neutrofil. Pada dermis

bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskuler. Pada yang

kronis, gambarannya hampir sama dengan gambaran pada psoriasis.

Gambar. perbedaan histopatologi dermatitis seboroik dengan dermatitis

seboroik HIV/AIDS1

4. Diagnosis banding

Tingkat keparahan SD dan ketombe sangat bervariasi dan tidak ada

sistem penilaian yang divalidasi sehingga banyak penelitian hanya

menggunakan kategori deskriptif. Skor klinis yang disebut indeks

keparahan area dermatitis seboroik (SDASI), yang didasarkan pada

indeks keparahan area psoriasis (PASI), telah diusulkan oleh kelompok

Turki.1

18
Gambar. Diagnosis banding dermatitis seboroik berdasarkan lokasi

Diagnosis banding dermatitis seboroik adalah 11

1. Psoriasis : skuama lebih tebal berlapis transparan seperti mika, lebih

dominan di daerah ekstensor

Gambar. psoriasis

2. Dermatitis atopik dewasa : terdapat kecenderungan stigmata atopi

19
Gambar. Dermatitis atopi

3. Dermatitis kontak iritan : riwayat kontak misalnya dengan sabun pencuci

wajah atau bahan iritan lainnya untuk perawatan wajah (tretinoin, asam

glikolat, asam alfa hidroksi)

Gambar. Dermatitis iritan

4. Dermatofitosis : perlu pemeriksaan skraping kulit dengan KOH

Gambar. Dermatofitosis

20
5. Rosasea : perlu anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.

Gambar. Rosasea

F. PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi DS tidak hanya untuk meredakan tanda dan gejalanya tetapi juga

untuk menghasilkan struktur dan fungsi kulit yang normal. Dermatitis seboroik

dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien secara signifikan sehingga terapi

bertujuan untuk memperbaiki gejala kulit serta kualitas hidup. 16

a. Terapi topikal

Terapi topikal bertujuan untuk mengatur produksi sebum, mengurangi

kolonisasi M. furfur pada kulit dan mengendalikan inflamasi. Tatalaksana

DS dengan obat obatan topikal dibagi menjadi terapi skalp dan non skalp.

Sebuah studi epidemiologi multisenter transversal yang dilakukan pada

2159 pasien dengan DS pada wajah dan kulit kepala menunjukkan bahwa

terapi yang paling sering digunakan adalah steroid topikal (59,9%), anti

jamur imidazol (35,1%), topikal calcineurin inhibitor (TCI) (27,2%)

bersamaan dengan penggunaan produk pelembab atau emolien (30,7%).8

1. Terapi dermatitis seboroik pada kulit kepala

21
Terapi topikal adalah pendekatan lini pertama pada terapi DS skalp.

Terapi topikal yang digunakan adalah substansi yang memiliki fungsi

anti jamur, pengatur sebum, keratolitik dan/atau anti inflamasi. Agen

tersebut tersedia dalam berbagai formulasi seperti krim, emulsi, foam,

salep dan sampo (Tabel 1).8

Formularium tipikal harus mencakup antijamur, keratolitik,

antipruritik, dan antiinflamasi (kortikosteroid topikal dan inhibitor

kalsineurin). Selain itu, rotasi pengobatan mungkin lebih efektif dan

berhubungan dengan efek samping yang lebih sedikit daripada bertahan

dengan monoterapi. Untuk perawatan SD kulit kepala dan non-kulit

kepala, bukti mendukung penggunaan ketoconazole 1% hingga 2%

topikal, 1% ciclopirox, 1% zinc pyrithione, dan 1% hidrokortison.

Penggunaan intermiten kortikosteroid topikal ringan dan kombinasi

antijamur imidazol nyaman dan bisa sangat efektif, tetapi kortikosteroid

kuat mungkin diperlukan untuk pengobatan jangka pendek DS dewasa

kulit kepala. Sampo biasanya mengandung kombinasi bahan seperti

pinus atau tar batubara (antipruritik/keratolitik), asam salisilat

(keratolitik), belerang (antimikroba/keratolitik), dan sulfacetamide

(antiinflamasi/antibakteri).10,16

22
Gambar. Algoritma penatalaksanaan DS pada kulit kepala

Tabel. Obat yang digunakan pada DS kulit kepala

23
2. Terapi dermatitis seboroik pada kulit tidak berambut

Pilihan terapi topikal tersedia untuk DS kulit tidak berambut derajat

ringan dan sedang dapat dilihat pada tabel 2. Beberapa agen telah

dibahas dalam terapi dermatitis seboroik pada kulit kepala. Pada

dermatitis seboroik non skalp umumnya sediaan topikal yang digunakan

berbentuk krim, foam atau salep.16

Gambar. Algoritma penatalaksanaan DS pada kulit tidak berambut

24
Tabel 2. Obat yang digunakan pada DS kulit tidak berambut

b. Terapi sistemik

Penggunaan obat sistemik pada DS ditujukan pada kasus-kasus akut,

area keterlibatan luas, bentuk resisten, berhubungan dengan HIV dan

kelainan neurologis. Tujuan dari terapi sistemik adalah menurunkan gejala

akut sedangkan penggunaan terapi topikal sebagai pencegahan dan

pemeliharaan.8

c. Terapi pada bayi

Penanganan DS kulit kepala pada bayi lebih sederhana, seperti keramas

rutin dengan sampo bayi dan menyikat dengan lembut untuk melepaskan

sisik. Penggunaan petrolatum putih setiap hari dapat membantu

melunakkan skuama. Jika hal tersebut masih kurang membantu, maka

dapat digunakan sampo ketokonazol 2% sampai terjadi perbaikan gejala.

25
Manfaat klinis krim anti inflamasi non steroid yang memiliki sifat anti

jamur terbukti dapat mengurangi sisik secara signifikan dibandingkan

plasebo.17

G. KOMPLIKASI
Dermatitis seboroik biasanya berlangsung jinak, dan komplikasi serius sangat

jarang terjadi. Daerah intertriginosa dan kelopak mata rentan terhadap infeksi

bakteri sekunder, terutama selama flare akut, dan daerah popok sangat rentan

terhadap pertumbuhan berlebih dengan Candida spp.10

Eritroderma telah dilaporkan pada neonatus imunosupresi dengan DS pada

bayi umum, tetapi lebih sering fitur pada orang dewasa dengan HIV-AIDS. Namun,

penelitian belum secara tegas menetapkan bahwa DS menyebabkan eritroderma

sendiri, mengingat kecenderungannya untuk kulit yang kaya sebaceous. Masalah

paling umum yang terkait dengan DS pada bayi dan dewasa berhubungan dengan

kesalahan diagnosis kondisi tersebut .10

H. PROGNOSIS

Umumnya DS pada remaja atau orang dewasa memiliki perjalanan

kekambuhan kronis dan berulang. Akibatnya, tujuan utama pengobatan harus

mengontrol gejala seperti pruritus, eritema, dan sisik, daripada menyembuhkan

penyakit. Pasien harus diberitahu bahwa mereka perlu mempersiapkan diri untuk

wabah kembali di masa depan dan menghindari faktor yang memperberat DS.

Namun, pada bayi memiliki perjalanan yang jinak dan terbatas; pada bayi

menghilang secara spontan pada usia 6 sampai 12 bulan. Eksaserbasi parah dengan

26
dermatitis eksfoliasi dapat terjadi, meskipun jarang, tetapi prognosisnya biasanya

baik. Bayi dengan dermatitis seboroik tidak berkembang menjadi dewasa.1

I. ASPEK KEISLAMAN

Thaharah diambil dari bahasa arab artinya suci atau bersih. Menurut istilah,

thaharah adalah bersuci dari hadas, baik hadas besar maupun hadas kecil dan

bersuci dari najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda yang

terbawa/terdapat pada badan.

Agama islam sangat mementingkan kebersihan, sehingga orang yang

membersihkan diri atau mengusahakan kebersihan tergolong orang yang dicintai

oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

َ َ‫ب ْال ُمت‬


َ‫ط ِه ِرين‬ ُّ ‫ب الت َّ َّوا ِبينَ َويُ ِح‬ َّ ‫ ِإ َّن‬...
ُّ ‫َّللاَ يُ ِح‬
"...Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang
yang membersihkan diri". (Al-Baqarah [2]: 222).

27
BAB III
KESIMPULAN

Dermatitis seboroik adalah kelainan papuloskuamosa yang sering dijumpai

dan bersifat kronis dapat mengenai bayi dan dewasa. Penyakit ini secara khas

didapatkan pada daerah tubuh yang memiliki folikel sebasea dengan konsentrasi

yang tinggi dan kelenjar sebasea yang aktif seperti wajah, kulit kepala, telinga,

tubuh bagian atas, dan daerah lipatan (inguinal, inframammae dan aksila).

Etiologi dermatitis seboroik belum diketahui secara pasti, namun erat

hubungannya dengan jamur Malassezia, imunologis, aktivitas kelenjar sebasea dan

kerentanan pasien. Kelenjar sebasea pasien DS tidak lebih banyak dibandingkan

dengan individu sehat. Selain itu tidak didapatkan kelainan morfologi dan ukuran

kelenjar pada penderita DS dibandingkan dengan orang sehat.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan morfologi khas lesi eksema dengan

skuama kuning berminyak diarea predileksi. Pada kasus yang sulit perlu

pemeriksaan histopatologi. Tujuan terapi DS tidak hanya untuk meredakan tanda

dan gejalanya tetapi juga untuk menghasilkan struktur dan fungsi kulit yang normal.

Terapi dapat diberikan secara topikal ataupun sistemik. Tatalaksana DS dengan

obat obatan topikal dibagi menjadi terapi skalp dan non skalp. Penggunaan obat

sistemik pada DS ditujukan pada kasus-kasus akut, area keterlibatan luas, bentuk

resisten, berhubungan dengan HIV dan kelainan neurologis.

Umumnya DS pada remaja atau orang dewasa memiliki perjalanan

kekambuhan kronis dan berulang. Dermatitis seboroik pada bayi dapat menghilang

secara spontan pada usia 6 sampai 12 bulan dan biasanya prognosisnya baik.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Collins CD, Hivnor C. Seborrheic Dermatitis. In: Goldsmith LA, Katz SI,

Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick's

Dermatology in General Medicine. 9th ed. New York: McGraw-Hill

Companies; 2019.

2. Reider N, Fritsch PO. Other eczematous eruptions. In: Bolognia JL, Jorizzo

JL, Schaffer JV. Dermatology 3rd Ed. United States: Elsevier Saunders.

2009: 219-220.

3. Palamaras I, Kyriakis KP, Stavrianeas NG. Seborrheic dermatitis: lifetime

detection rates. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2012 Apr;26(4):524-6.

4. Sanders MGH, Pardo LM, Franco OH, Ginger RS, Nijsten T. Prevalence

and determinants of seborrhoeic dermatitis in a middle-aged and elderly

population: the Rotterdam Study. Br J Dermatol. 2018 Jan;178(1):148-153.

5. Scognamiglio P, Chiaradia G, De Carli G, et al. The potential impact of

routine testing of individuals with HIV indicator diseases in order to prevent

late HIV diagnosis. BMC Infect Dis. 2013;13:473. Published 2013 Oct 10.

doi:10.1186/1471-2334-13-473

6. Kurniati DD. Dermatitis seboroik: gambaran klinis. In: Tjarta A, Sularsito

SA, Kurniati DD, Rihatmaja r. Editor. Metode Diagnostik dan

Penatalaksanaan Psoriasis dan Dermatitis Seboroik. Jakarta: Balai Penerbit

FK UI; 2007:53-59.

29
7. Berth-Jones J. Eczema, lichenification, prurigo and erythroderma. In: Burns

T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology 9th.

2016. Ed. Oxford: Blackwell Publishing Ltd

8. Lacarrubba F, Nasca MR, Benintende C, Micali G. Seborrheic dermatitis.

Gurgaon: Macmilllan Medical communications. 2015:41-50.

9. Bettoli V, Zauli S, Ruina G, Ricci M, Borghi A, Toni G, Virgili A. The

Sebaceous gland. In: Seborrheic dermatitis. Gurgaon: Macmilllan Medical

communications. 2015: 3-6.

10. Hoover E, Aslam S, Krishnamurthy K. Physiology, Sebaceous Glands.

[Updated 2021 Oct 14]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):

StatPearls Publishing; 2022 Jan-.

11. Jacoeb Thut NA. Dermatitis seboroik dalam Menaldi SL, Bramono K,

Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan

Penerbit FKUI; 2016.

12. Monfrecola G, Marasca C. Epidemiology. In: Seborrheic dermatitis.

Gurgaon: Macmilllan Medical communications. 2015: 9-11.

13. Juanjuan Li, Yahui Feng, Chen Liu, Zhiya Yang, Sybren de Hoog, Yuying

Qu, Biao Chen, Dongmei Li, Huabao Xiong, Dongmei Shi, Presence of

Malassezia Hyphae Is Correlated with Pathogenesis of Seborrheic

Dermatitis , Microbiology Spectrum. 2022. 10(1).

14. Schwartz JR, Messenger AG, Tosti A, Todd G, Hordinsky M, Hay RJ,

Wang X, Zacharie C, Kerr KM, Henry JP, Rust RC, Robinson MK. A

comprehensive pathophysiology of dandruff and seborrheic dermatitis –

30
Towards a more precise definition of scalp health. Acta Derm Venereol.

2013;93:131-137.

15. Widaty S, Bramono K, Kariosentono H, et al. Pedoman nasional pelayanan

kedokteran tata laksana dermatitis seboroik [in Indonesian]. Jakarta: Central

Communications; 2017. p.1-29.

16. Cheong WK, Yeung CK, Torsekar RG, Suh DH, Ungpakorn R, Widaty S,

Azizan NZ, Gabriel MT, Tran HK, Chong WS, Shih I-H, Dall’Oglio F,

Micali G. Treatment of seborrhoeic dermatitis in Asia: A consensus Guide.

Skin Appendage Disord. 2015;1:187-196.

17. David E, Tanuos H, Sullivan T, yan A, Kircik LH. A double blind, placebo

controlled pilot study to estimate the efficacy and tolerability of a

nonsteroidal cream for the treatment of craddle cap (seborrheic dermatitis).

J Drugs Dermatol. 2013;12:448-452

31

Anda mungkin juga menyukai