Anda di halaman 1dari 20

BAB I

ULKUS MOLE

I.1 DEFINISI

Ulkus mole atau chancroid adalah suatu Penyakit Menular Seksual (PMS) akut,
biasanya terjadi pada daerah genitalia atau anus yang disebabkan oleh infeksi
Haemophylus ducreyi (H. ducreyi), suatu basil gram-negatif bersifat fakultatif anaerobik
yang memerlukan hemin (faktor x) untuk pertumbuhannya, dengan gejala klinis yang
khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi dan sering disertai dengan
pembesaran kelenjar getah bening regional.(1)

I.2 EPIDEMIOLOGI

Penyakit ulkus mole dapat dijumpai di seluruh dunia, terutama di daerah tropis
dan subtropis. Penyakit ini sering menjadi penyebab ulserasi genitalia orang dewasa di
Afrika dan beberapa negara berkembang di dunia. Insidens chancroid di Amerika Serikat
berkurang antara tahun 1950-1978, tetapi pada tahun 1985 untuk pertama kalinya
dilaporkan bertambah diatas 2000 kasus sejak tahun 1956 dan kemudian bertambah
menjadi 3418 kasus pada tahun 1986. Sejak tahun 1977 jumlah kasus chancroid juga
dilaporkan bertambah di Turki, Kanada, dan Republik Federal Jerman.(1,2)

Ulkus mole lebih banyak di diagnosis pada laki-laki dengan perbandingan rasio
antara laki-laki dan perempuan adalah antara 3:1 sampai 25:1 atau lebih tinggi. Laki-laki
yang tidak di sirkumsisi memiliki resiko 2 kali lebih tinggi daripada laki laki yang
disirkumsisi.(2)

Prevalensi ulkus mole tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah terutama
pekerja seks, dan tampaknya pekerja seks menjadi reservoir pada semua laporam epidemi

1
penyakit ini. Diantara pekerja seks komersial kelas bawah, prevalensi ulkus genital antara
5-35% dan H.ducreyi dapat dikultur dari kira-kira 50% dari ulkus tersebut.(2)

Baru-baru ini beberapa penelitian di Afrika menunjukkan bahwa ulkus mole


merupakan faktor resiko penting penyebaran HIV pada heteroseksual. Jika Ulkus mole
terjadi pada individu yang imunokompeten dan mendapat terapi sesuai maka infeksinya
dapat disembuhkan. Pada penderita HIV (+) angka kesembuhan infeksi H.ducreyi dengan
pengobatan antibiotika standar menjadi lebih rendah dibandingkan populasi umum
sehingga direkomendasikan untuk memberi terapi dalam jangka waktu yang lebih lama.
Pada kasus ulkus yang sangat berat sehingga terbentuk skar yang permanen, maka
diperlukan pengobatan dalam jangka waktu yang lebih lama.(2)

I.3 ETIOLOGI

Chancroid atau Ulkus mole disebabkan oleh Haemophilus ducreyi yang


merupakan basil gram negatif, bersifat fakultatif anaerobik yang membutuhkan hemin
(faktor X) untuk pertumbuhannya. Basil ini juga dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan
mengandung 0,38 mol DNA guanosin plus cytosine. Organisme kecil ini tidak bergerak,
tidak membentuk spora, dan memperlihatkan rantai streptobasilaris yang khas pada
pewarnaan gram, terutama pada kultur.(3)

Haemophilus ducreyi dapat dibedakan dari beberapa strain Haemophilus lainnya


melalui beberapa faktor biokimia. Ciri khas genus ini adalah mereduksi nitrat menjadi
nitrit. Haemophilus ducreyi juga membutuhkan zat besi (iron) yang didapat dari
intraseluler dengan cara menginvasi atau merusak sel tersebut.(3)

I.4 PATOGENESIS

Haemophylus ducreyi masuk ke dalam kulit melalui jaringan epitel yang


mengalami diskontinuitas atau kerusakan, yang dapat terjadi akibat hubungan seksual.
Saat bakteri sudah mencapai kulit, maka keratinosit, fibroblas, sel endotel, dan melanosit
akan mengeluarkan interleukin 6 (IL-6) dan interleukin 8 (IL-8). Interleukin 8

2
mempengaruhi sel polimorfonuklir (PMN) dan makrofag untuk membentuk pustul
intradermal. Interleukin 6 di sisi lain merangsang sel T melalui perantaraan IL-2 yang
pada gilirannya akan merangsang sel CD4 dalam daerah tersebut.(4)

Haemophylus ducreyi mengeluarkan suatu toksin yang bernama cyto-lethal


distending toxin (Hdcdt) yang menyebabkan apoptosis dan nekrosis sel-sel seperti sel
myeloid, epitel, keratinosit, dan terutama fibroblas. Toksin ini menghambat proliferasi sel
dan menyebabkan kematian sel sehingga pada akhirnya memicu terbentuknya borok
(ulkus) yang menjadi karakteristik ulkus mole.(4)

Haemophylus ducreyi mampu menghindari proses fagositosis sehingga derajat


penyembuhan ulkus begitu lambat. Karena suatu alasan yang tidak diketahui, ternyata
makrofag di dalam ulkus memiliki reseptor kemokin CCR5 dan Cxcr4 yang jauh lebih
banyak dibanding sel normal. Padahal reseptor ini merupakan reseptor virus HIV. Jumlah
inokulum untuk menimbulkan infeksi adalah lebih dari 100.000. Pada lesi, organisme
terdapat dalam makrofag dan neutrofil atau bebas berkelompok (mengumpul) dalam
jaringan interstisial.(4)

I.5 MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasinya adalah berkisar antara 4 sampai 7 hari dan jarang yang kurang
dari 3 hari atau lebih dari 10 hari. Biasanya tidak disertai gejala prodromal. Berikut
adalah perjalanan pembentukan ulkus mole:
1. Adanya papula lunak, dengan kulit yang eritema di sekelilingnya
2. Tidak ditemukan adanya vesikel pada tiap tingkat perjalanan penyakit

3
3. Dalam 24 sampai 48 jam, papula akan berubah menjadi pustula, kemudian
mengalami erosi dan ulserasi.
4. Pinggir ulkus tidak teratur dan bergaung, dasar ulkus biasanya ditutupi jaringan
nekrotik dan eksudat yang berwarna abu-abu kekuningan di atas jaringan
granulasi yang mudah berdarah. Berbeda dengan sifilis, ulkus mole biasanya
lunak dan sering kali multipel.
5. Diameter ulkus berkisar antara 1 mm sampai dengan 2 cm.(1,5)

Pada laki-laki keluhan yang ditemui biasanya berhubungan langsung dengan ulkus
atau abses di inguinal. Ulkus mole terasa nyeri. Pada wanita keluhan tergantung pada
lokasi ulkus. Keluhan tersebut dapat berupa nyeri pada saat buang air, perdarahan
perektal, dispareunia, atau keluarnya duh tubuh dari vagina. Lokalisasi ulkus pada laki-
laki adalah preputium, lipatan balanopreputial, frenulum, glans penis dan sulkus
koronarius. Sering tampak edema pada preputium, meatus uretra dan batang penis.
Chancre yang terdapat pada uretra sering mengakibatkan uretritis purulenta tetapi jarang
terjadi. Pada wanita terutama pada vulva pada cammisura posterior (berbentuk ulkus
longitudinal), labia minora, vestibulum, labia mayora, dan daerah uretra.(1,5)

Variasi bentuk klinis:(1,5)


1. Giant Chancroid (ulkus raksasa) yaitu lesi soliter yang meluas ke perifer dan
tampak adanya ulserasi yang luas.
2. Ulkus serpiginosa yang besar yaitu lesi-lesi yang bergabung dan melebar karena
autoinokulasi. Dapat terjadi infeksi campuran pada kasus ini dan dapat mengenai
daerah inguinal, paha atau dinding abdomen.

4
3. Chancroid phagadenic, yaitu bentuk lain ulkus yang disebabkan oleh superinfeksi
dengan fusospirochetosis. Dapat terjadi destruksi jaringan yang cepat dan dalam
(ulkus mole gangrenosum)

Gambar 1. Destruksi jaringan


sekitar ulkus(5)

4. Transient chancroid, berupa


ulkus kecil yang membaik secara
spontan dalam beberapa hari.
Keadaan ini dapat diikuti dengan limfadenitis regional yang akut dalam 2-3
minggu kemudian.
5. Follicular chancroid, yaitu ulkus kecil multipel, yang timbul di sekitar folikel
rambut, sering kali di daerah mons pubis. Dapat terlihat beberapa ulkus folikuler.
6. Papular chancroid, terdiri atas papul-papul yang mengalami ulserasi
granulomatous. Dapat menyerupai donovanosis atau kondiloma lata (sifilis
stadium II).

I.6 DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penderita, keluhan dan gejala klinis
serta pemeriksaan laboratorium untuk menemukan agen penyebabnya. Pemeriksaan

5
penunjang dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan langsung dari bahan ulkus, biakan,
tes serologi, PCR, dan pemeriksaan histopatologis. (2,6) Yang paling sering dilakukan
adalah pemeriksaan langsung dari bahan ulkus, yaitu dengan cara:
 Dapat dilakukan dengan perwarnaan gram, giemsa, atau mikroskop elektron.
 Identifikasi yang cepat dapat dilakukan dengan pewarnaan methyl greenpyronin,
pappenheim dan unna, juga dapat dilakukan dengan pewarnaan blue and wright.
Namun pemeriksaan langsung tersebut sering kali menyesatkan karena banyaknya
flora polimikrobial yang dapat dijumpai pada ulkus genital.

Gambar 2. Apusan eksudat gram yang diambil dari ulkus genital menunjukkan
pola karakteristik H. Ducreyi(5)

 Spesimen diambil dengan menggunakan swab kapas atau swab calcium alginate,
juga dapat menggunakan sengkelit platina.
 Swab harus diambil dari dasar ulkus yang sebelumnya dibersihkan dengan kain
kasa yang dibasahi larutan normal salin.
 Lalu dengan lidi kapas steril dihapuskan pada kaca benda dalam satu arah agar
dapat ditemukan morfologi organisme yang berbentuk rantai.
 Organisme hanya dapat bertahan hidup selama 2-4 jam pada swab jika tidak
disimpan dalam lemari pendingin.
 Jumlah H.ducreyi pada eksudat ulkus berkisar antara 10 7-108 /ml pus. Pada pus
bubo biasanya tidak didapatkan mikroorganisme tetapi dapat ditemukan dalam

6
abses inguinal. Basil dijumpai dalam bentuk kelompok kecil atau rantai yang
paralel dari 2 atau 3 organisme yang tersebar sepanjang untaian sekret mukous,
baik intra maupun ekstrasel. Gambaran seperti ini diistilahkan sebagai ”school of
fish” atau ”railroad track”.

I.7 DIAGNOSIS BANDING

Penyakit ini didiagnosis banding dengan penyakit yang juga menyebabkan lesi
ulseratif pada genitalia seperti: (2,6)
1. Sifilis primer
Pada sifilis stadium I (ulkus durum), ulkus bersih, indolen, terdapat
indurasi, superfisial dan tidak terdapat tanda-tanda radang akut. Jika terjadi
pembesaran kelenjar getah bening regional juga tidak disertai tanda-tanda radang
akut kecuali tumor. Lesi dapat khas, akan tetapi dapat juga tidak khas. Jumlah
tukak biasanya hanya satu, meskipun dapat juga multipel. Lesi awal biasanya
berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras karena terdapat indurasi. Dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan lapangan gelap dan serologis berulang.(2,6)

Gambar 3. Lesi pada Sifilis.(6)


2. Herpes genitalis
Herpes genitalis kelainan kulitnya ialah vesikel yang berkelompok dan
jika pecah menjadi erosi, lebih superfisial, jadi bukan ulkus seperti pada ulkus
mole disertai gejala prodromal. Tanda-tanda radang akut lebih mencolok pada

7
ulkus mole. Diagnosis dengan biakan atau mikroskop electron negatif stain. Pada
sediaan hapus berupa bahan yang diambil dari dasar ulkus tidak ditemukan sel
raksasa berinti banyak pada ulkus mole.(2,6)

Gambar 4. Vesikel berkelompok dan vesikel


yang pecah menjadi erosi.(6)

3. Lesi primer Limfogranuloma venereum


Pada limfogranuloma venerum dapat
timbul lesi primer yang dapat asimptomatik, atipik, polimorf. Diawali dengan
papul lunak, kemerahan, terdapat erosi yang tidak nyeri dan sembuh spontan
tanpa skar dalam beberapa hari. Kelenjar inguinal membesar, padat dan akan
terjadi perlunakan kelenjar ditandai fluktuasi pada sebagian besar kasus dan
membentuk abses multipel pada 1/3 kasus sedang yang lain membentuk masa
padat kenyal di daerah inguinal.(2,6)
Sering terlihat pula 2 atau 3 kelompok kelenjar yang berdekatan dan
memanjang seperti sosis di bagian proksimal dan distal ligamentum pouparti dan
dipisahkan oleh sulkus. Gejala tersebut disebut stigma of groove. Untuk
membedakannya dengan ulkus mole dapat dilakukan pemeriksaan complement
fixation test (hasil negatif, kurang dari 1:16).(2,6)

8
Gambar 5. Pembesaran kelenjar getah bening inguinal.(6)

4. Granuloma inguinale
Pada granuloma inguinal lesi dapat menjadi ulkus granulomatosa
berbentuk bulat, menimbul seperti beludru, dan mudah berdarah. Pembengkakan
di daerah inguinal dapat timbul menyertai lesi genital, sebagai masa induratif atau
abses yang akhirnya pecah menimbulkan ulkus yang khas.(2,6)

Gambar 6. Lesi granulomatosa dengan ulkus yang khas.(6)

I.8 PENATALAKSANAAN

Pengobatan Sistemik
Haemophylus ducreyi diketahui telah mengalami resistensi terhadap Sulfonamid,
Tetrasiklin, Ampisilin, Kloramfenikol dan Kanamisin. Centre of Disease Control (CDC)
merekomendasikan pengobatan ulkus mole dengan: (7)

9
 Azitromisin 1 gr per oral, dosis tunggal
 Seftriakson 250 mg IM, dosis tunggal
 Siprofloksasin 2x500 mg/hari per oral, selama 3 hari
 Eritromisin 4x500 mg sehari per oral, selama 7 hari
 Trimetoprim 160 mg dan Sulfametoksasol 800 mg 2x sehari selama 7 hari
 Kombinasi Amoksisilin 500 mg dan Asam Klavulanat 125 mg oral 3x sehari
selama 7 hari
 Fleroksasin 200 mg dosis tunggal
 Sefalotin 3 gr IV / hari, selama 7 hari

Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal pada kasus ini terdiri atas pemberian antispetik seperti
povidon iodin. Limfadenitis tidak boleh diinsisi. Bila perlu diaspirasi untuk mencegah
ruptur spontan. Aspirasi menggunakan jarum besar dan ditusuk di bagian lateral sampai
menembus kulit normal. Pada penderita yang mengeluh ulkusnya sangat nyeri, dapat
diberi terapi topikal dengan kompres dingin untuk mengurangi peradangannya. Penderita
dianjurkan untuk istirahat, karena bila penderita tetap melakukan aktivitasnya maka akan
memudahkan terjadi adenopati. Penderita dengan phimosis sebaiknya dilakukan
sirkumsisi apabila semua lesi aktif telah sembuh, dan tampaknya bubo jarang
berkembang setelah sirkumsisi dilakukan.(7)

Penatalaksaan ulkus mole pada penderita HIV

Penderita yang mengalami ko-infeksi dengan HIV harus dimonitor dengan ketat.
Pada penderita ini, waktu penyembuhan akan lama dan kegagalan terapi sering terjadi.
Seperti halnya yang terjadi di Kenya, terapi menggunakan azitromisin, preparat
seftriakson atau dengan fleroksasin dosis tunggal. Sedangkan di Malawi, kegagalan
terjadi setelah ulkus mole diterapi dengan menggunakan erthromisin dosis rendah atau
siprofloksasin. CDC merekomendasikan pemakaian preparat seftriakson dan azithromicin
pada penderita HIV, namun terbatas hanya pada penderita yang dapat diikuti dengan
seksama.(7)

10
Penatalaksanaan Pasangan Seksual

Seseorang yang memiliki kontak seksual dengan penderita ulkus mole dalam 10
hari sebelum muncul gejala ulserasi di kelamin penderita, maka sebaiknya diberi terapi,
meskipun gejala klinisnya belum muncul. Terbukti karier pembawa H.ducreyi dapat
terjadi pada penderita yang asimtomatis. Obat yang diberikan pada pasangan seksual ini
sama dengan yang diberikan pada penderita baik jenis maupun dosis obatnya. Jika tidak
mungkin melakukan abstinensia seksual, maka penderita harus menggunakan kondom
saat berhubungan seksual selama lesi masih ada. Meskipun demikian, kondom yang tidak
dipakai dengan cara yang benar dalam artian lesi ulkus tidak tertutup kondom secara
sempurna, masih memungkinkan untuk terjadinya penularan penyakit.(7)

I.9 PROGNOSIS

Penyakit ini tidak menyebar secara sistemik. Tanpa pengobatan, ulkus genital dan
abses inguinal kadang akan menetap selama bertahun-tahun. Infeksi tidak menimbulkan
imunitas dan dapat terjadi infeksi ulang. Pada penderita yang tidak disirkumsisi atau pun
penderita yang juga terinfeksi HIV, kemungkinan terjadi relaps setelah diterapi dengan
antibiotik adalah sebesar 5%. Namun jika penderita tersebut berstatus HIV seronegatif
dan mengalami relaps, maka dengan terapi yang sama dengan terapi yang sebelumnya
pernah diberikan masih tetap efektif. Penderita dianjurkan untuk menggunakan kondom
untuk menghidari infeksi ulang.(7)

BAB II

ULKUS DURUM / SIFILIS PRIMER

II.1 PENDAHULUAN

Sifilis adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Sifilis
biasanya menular melalui hubungan seksual atau dari ibu kepada bayi, akan tetapi sifilis
juga dapat menular tanpa hubungan seksual pada daerah yang mempunyai kebersihan

11
lingkungan yang buruk. Treponema pallidum juga dapat menular melalui transfusi darah.
(1,8)

Meskipun insidens sifilis kian menurun, penyakit ini tidak dapat diabaikan, karena
merupakan penyakit berat. Hampir semua organ tubuh dapat diserang, termasuk sistem
kardiovaskular dan saraf. Selain itu wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan
penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyebabkan
kelainan bawaan dan kematian. Istilah untuk penyakit ini yaitu raja singa sangat tepat
karena keganasannya.(2,8)

II.2 EPIDEMIOLOGI

Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara
0,04 - 0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika
Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. Di bagian kami penderita yang terbanyak ialah
stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium
II.(2,9)
WHO memperkirakan bahwa terdapat 12 juta kasus baru pada tahun 1999,
dimana lebih dari 90% terdapat di negara berkembang.(2,9)

II.3 DEFINISI/ETIOLOGI

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum,


merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat
menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat
ditularkan kepada bayi di dalam kandungan.(2,8)
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah
Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan
genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar
0,15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi
sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan
melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam.(2)
Klasifikasi sangat sulit dilakukan, karena spesies Treponema tidak dapat
dibiakkan in vitro. Sebagai dasar diferensiasi terdapat 4 spesies yaitu Treponema
pallidum sub species pallidum yang menyebabkan sifilis, Treponema pallidum sub

12
species pertenue yang menyebaban frambusia, Treponema pallidum sub species
endemicum yang menyebabkan bejel, Treponema carateum menyebabkan pinta.(2,10)
Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir (misalnya di
vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam, bakteri akan sampai ke
kelenjar getah bening terdekat, kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran
darah. Sifilis juga bisa menginfeksi janin selama dalam kandungan dan menyebabkan
cacat bawaan.(2)

II.4 PATOGENESIS

Stadium dini
T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya
melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk
infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel- sel plasma, terutama di perivaskular,
pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T. pallidum dan sel-sel
radang. Treponema tersebut terletak di antara endotelium kapiler dan jaringan
perivaskular di sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan
hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans).
Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak
sebagai S1.(9,10)
Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara
limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke
semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini
diikuti oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi enam sampai delapan minggu
sesudah S1. S1 akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya
berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa
sikatriks. SII jugs mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang.(9,10)
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif
masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi
dengan sifilis kongenital.(9,10)

Stadium lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam
keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita.

13
Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah,
sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat
itu muncullah S III berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan
T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun.
Setelah mengalami masa laten yang bervariasi guma tersebut timbul di tempat-tempat
lain.(9,10)

II.5 GAMBARAN KLINIS


Sifilis primer (SI) / Ulkus Durum

Sifilis primer biasanya ditandai oleh tukak tunggal (disebut chancre), tetapi bisa
juga terdapat tukak lebih dari satu. Tukak dapat terjadi dimana saja di daerah genitalia
eksterna, 3 minggu setelah kontak. Lesi awal biasanya berupa papul yang mengalami
erosi, teraba keras karena terdapat indurasi. Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi
ulserasi. Ukurannya bervariasi dari beberapa mm sampai dengan 1-2 cm. Bagian yang
mengelilingi lesi meninggi dan keras. Bila tidak disertai infeksi bakteri lain, maka akan
berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa nyeri. Kelainan tersebut dinamakan afek
primer. Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronarius, sedangkan pada
wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah,
tonsil, dan anus. Pada pria selalu disertai pembesaran kelenjar limfe inguinal medial
unilateral/bilateral.(10,11)
Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah
bening regional di inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer.
Kelenjar tersebut solitar, indolen, tidak lunak, besamya biasanya lentikular, tidak
supuratif, dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak menunjukkan tanda-tanda
radang akut.(10,11)

14
Gambar 7. Lesi sifilis primer.(6)
II.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan


pemeriksaan laboratorium berupa:
1. a. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)
Ream sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Serum diperoleh
dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar.
Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak imersi. T. pall
berbentuk ramping, gerakan lambat, dan angulasi. Harus hati-hati membedakannya
dengan Treponema lain yang ada di daerah genitalia. Karena di dalam mulut
banyak dijumpai Treponema komensal, maka bahan pemeriksaan dari rongga mulut
tidak dapat digunakan.(12)
b. Mikroskop fluoresensi
Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan aseton, sediaan
diberi antibodi spesifik yang dilabel fluoresein, kemudian diperiksa dengan
mikroskop fluoresensi. Penelitian lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat
memberi hasil nonspesifik dan kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan
lapangan gelap.(12)
2. Penentuan antibodi di dalam serum.
Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan Sifilis, Frambusia,
atau Pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi. Beberapa tes yang dikenal
sehari-hari yang mendeteksi antibodi nonspesifik, akan tetapi dapat menunjukkan
reaksi dengan IgM dan juga IgG, ialah:
a. Tes yang menentukan antibodi nonspesifik.
 Tes Wasserman
 Tes Kahn
 Tes VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory)
 Tes RPR (Rapid Plasma Reagin)
 Tes Automated reagin

b. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF (Reiter Protein


Complement Fixation).

c. Yang menentukan antibodi spesifik yaitu:


 Tes TPI (Treponema Pallidum Immobilization)
 Tes FTA-ABS (Fluorescent Treponema Absorbed).
 Tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)

15
 Tes Elisa (Enzyme linked immuno sorbent assay)

II.7 DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan


berdasarkan hasil pemerikasan laboratorium dan pemeriksaan fisik.
Pada fase primer atau sekunder, diagnosis sifilis ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan mikroskopis terhadap cairan dari luka di kulit atau mulut. Bisa juga
digunakan pemeriksaan antibodi pada contoh darah.(11)
Untuk neurosifilis, dilakukan pungsi lumbal guna mendapatkan contoh cairan
serebrospinal. Pada fase tersier, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksan antibodi.(11)
II.8 DIAGNOSIS BANDING

Dasar diagnosis S I didapatkan pada anamnesis dan dapat diketahui masa


inkubasi; gejala konstitusi tidak terdapat, demikian pula gejala setempat yaitu tidak ada
rasa nyeri. Pada afek primer yang penting ialah terdapat erosi/ulkus yang bersih, solitar,
bulat/lonjong, teratur, indolen dengan indurasi: T. pallidum positif. Kelainan dapat nyeri
jika disertai infeksi sekunder. Kelenjar regional dapat membesar, indolen, tidak
berkelompok, tidak ada periadenitis, tanpa supurasi. Tes serologik setelah beberapa
minggu bereaksi positif lemah.(1,9)
Sebagai diagnosis banding dapat dikemukakan berbagai penyakit:

1. Herpes simpleks
Penyakit ini residif dapat disertai rasa gatal nyeri, lesi berupa vesikel di alas kulit
yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah tampak kelompok erosi, sering
berkonfluensi dan polisiklik, tidak terdapat indurasi.(11)
1. Ulkus piogenik
Akibat trauma misalnya garukan dapat terjadi infeksi piogenik. Ulkus tampak
kotor karena mengandung pus, nyeri, tanpa indurasi. Jika terdapat limfadenitis
regional disertai tanda-tanda radang akut dapat terjadi supurasi yang serentak, dan
terdapat leukositosis pada pemeriksaan darah tepi.(2,11)
3. Skabies
Pada skabies lesi berbentuk beberapa papul atau vesikel di genitalia eksterna,
terasa gatal pada malam hari. Kelainan yang sama terdapat pula pada tempat
predileksi, misalnya lipat jari tangan, perianal. Orang-orang yang serumah juga akan
menderita penyakit yang sama.(2,11)

16
4. Balanitis
Pada balanitis, kelainan berupa erosi superfisial pada glans penis disertai eritema,
tanpa indurasi. Faktor predisposisi: diabetes melitus dan yang tidak disirkumsisi.(2,11)
5. Limfogranuloma venereum (L.G.V.)
Afek primer pada L.G.V. tidak khas, dapat berupa papul, vesikel, pustul, ulkus,
dan biasanya cepat hilang. Yang khas ialah limfadenitis regional, disertai tanda-tanda
radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat periadenitis. Limfogranuloma venerum
disertai gejala konstitusi: demam, malese, dan artralgia.(2,11)
3. Karsinoma sel skuamosa
Umumnya terjadi pada orang usia lanjut yang tidak disirkumsisi. Kelainan kulit
berupa benjolan-benjolan, terdapat indurasi, mudah berdarah. Untuk diagnosis, perlu
biopsi.(2,11)
6. Penyakit Behcet
Ulkus superfisial, multipel, biasanya pada skrotum/labia. Terdapat pula ulserasi
pada mulut dan lesi pada mata.(2,11)
7. Ulkus mole
Ulkus lebih dari satu, disertai tanda-tanda radang akut, terdapat pus, dindingnya
bergaung. Haemophilus ducreyi positif. Jika terjadi limfadenitis regional juga disertai
tanda-tanda radang akut, terjadi supurasi serentak.(2,11)

II.9 PENATALAKSANAAN

Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan selama
belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan dimulai sedini mungkin,
makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis laten terapi bermaksud mencegah proses
lebih lanjut.(12)
Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain.
1. Penilisin
Obat yang merupakan pilihan ialah Penisilin. Obat tersebut dapat menembus
plasenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang
terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.(12,13)
Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan kurang dari 0,03
unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut harus bertahan dalam serum selama 10 sampai
14 hari untuk Sifilis dini dan lanjut, 21 hari untuk Neurosifilis dan Sifilis Kardiovaskular.
Jika kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah lebih dari 24 sampai 30 jam, maka
kuman dapat berkembang biak.(12,13)

17
Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:2
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi
bersifat kerja singkat.
b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM),
lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.
a. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juts unit akan bertahan dalam serum
dua sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per oral tidak
dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cerna kurang dibandingkan dengan suntikan.
Cara pemberian Penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-masing; yang
pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang ketiga biasanya
setiap minggu.(12,13)
Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, maka kadar obat dalam serum
dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu disuntik setiap hari
seperti pada pemberian penisilin G prokain dalam akua. Obat ini mempunyai kekurangan,
yakni tidak dianjurkan untuk Neurosifilis karena sukar masuk ke dalam darah di otak,
sehingga yang dianjurkan ialah Penisilin G prokain dalam akua. Karena penisilin G
Benzatin memberi rasa nyeri pada tempat suntikan, ada peneliti yang tidak menganjurkan
pemberiannya kepada bayi. Demikian pula PAM memberi rasa nyeri pada tempat
suntikan dan dapat mengakibatkan abses jika suntikan kurang dalam; obat ini kini jarang
digunakan.(12,13)

Reaksi Jarish-Herxheimer
Pada terapi Sifilis dengan Penisilin dapat terjadi reaksi Jarish-Herxheimer. Sebab
yang pasti tentang reaksi ini belum diketahui, mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas
akibat toksin yang dikeluarkan oleh banyak T. pallidum yang coati. Dijumpai sebanyak
50-80% pada Sifilis dini. Pada Sifilis dini dapat terjadi setelah 6 sampai 12 jam pada
suntikan Penisilin yang pertama.(12,13)
Gejalanya dapat bersifat umum dan lokal. Gejala umum biasanya ringan berupa
demam. Selain itu dapat pula berat: demam yang tinggi, nyeri kepala, artralgia, malaise,
berkeringat, dan kemerahan pada muka. Gejala lokal yakni afek primer menjadi bengkak
karena edema dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi biasanya akan menghilang
setelah 10 sampai 12 jam.(12,13)
Pada Sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita, misalnya: edema glotis
pada penderita dengan guma di laring, penyempitan arteria koronaria pada muaranya

18
karena edema dan infiltrasi, dan trombosis serebral. Selain itu juga dapat terjadi ruptur
aneurisma atau ruptur dinding aorta yang telah menipis yang disebabkan oleh
terbentuknya jaringan fibrotik yang berlebihan akibat penyembuhan yang cepat.(12,13)
Pengobatan reaksi Jarish-Herxheimer ialah dengan Kortikosteroid, contohnya
dengan Prednison 20-40 mg sehari. Obat tersebut juga dapat digunakan sebagai
pencegahan, misalnya pada sifilis lanjut, terutama pada gangguan aorta dan diberikan dua
sampai tiga hari sebelum pemberian penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga hari
kemudian.(13,14)
2. Antibiotik Lain
Selain Penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai
pengobatan Sifilis, meskipun tidak seefektif Penisilin.
Bagi yang alergi terhadap Penisilin diberikan Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atau
Azritromisin 4 x 500 mg/hari, atau Doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama pengobatan 15
hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi ibu hamil,
efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada Tetrasiklin, yakni
90-100%, sedangkan Tetrasiklin hanya 60-80%.(14)
Obat yang lain ialah golongan Sefalosporin, misalnya Sefaleksin 4 x 500 mg
sehari selama 15 hari. Juga Seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m. atau i.v. selama
15 hari.(14)
Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama di negara yang
sedang berkembang untuk menggantikan Penisilin. Dosisnya 500 mg sehari sebagai dosis
tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk. Penyembuhannya
mencapai 84,4%.(14)

II.10 PENCEGAHAN

 Hindari berhubungan sex dengan lebih dari satu pasangan


 Menjalani screening test bagi anda dan pasangan anda
 Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang
 Gunakan kondom ketika berhubungan sexual
Sifilis tidak bisa dicegah dengan membersihkan daerah genital setelah berhubungan
seksual.(14)

DAFTAR PUSTAKA

19
1. Amiruddin, MD, Heryanto S, Asnawi M, Safruddin A, editor. Dalam: Penyakit
Menular Seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK-
UNHAS: 2004. Hlm 111-21.
2. Lautenschlager, S. Chancroid. Klauss Wolff, et al, editors. In: Fitzspatrick's
Dermatology in General Medicine. 6th Ed. USA : McGraw-Hill, 2003, p. 1983-6.
3. Judanarso, J. Ulkus Mole. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah, editor.
Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th Ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
2010, hal. 418-21.
4. James, WD et al. Chancroid. In Andrew’s Disease of The Skin: Clinical
Dermatology. 10th Ed. Saunders Elsevier: 2006, p. 274-5.
5. Habif, TP. Chancroid. In Clinical Dermatology. 4th Ed. New York : Mosby, 2004,
p. 327-9.
6. Natahusada, EC, Djuanda A. Sifilis dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010. h:393-413.
7. Hutapea, NO. Sifilis dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F. Infeksi Menular
Seksual, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,2009. h:84-102.
8. Sifilis available at http//www.medicastore.com. Acccesed on May 14, 2010.
9. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit Hipokrates. Jakarta. 2000. h:170.
10. CDC National Prevention Information Network. Syphilis available at
http//www.cdc.com. accessed on May 14, 2010.
11. Aprianti S, Pakashi RDN, Hardjoeno. Tes Sifilis dan Gonorrhoe dalam:
Hardjoeno dkk. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Penerbit LETHAS,
Makasar.2003. h:353-61.
12. Dugdale DC, Vyas JM, Zieve D. Syphilis available at
http//www.medlineplus.com. Accessed on may 14, 2010.
13. Wong T et al. Serological Treatment Response to Doxycycline/Tetracycline versus
Benzathine Penicillin. Am J Med 2008 Oct; 121:903.
14. Riedner G, Rusizoka M, Todd J, Maboko L, Hoelscher M, Mmbando D et al.
Single-Dose Azithromycin versus Penicillin G Benzathine for the Treatment of Early
Syphilis. NEJM 2005 Volume 353:1236-1244.

20

Anda mungkin juga menyukai