Oleh Kelompok 2
Tutor : dr. Badariyatud Dini SP.BP.RE (K).
7. SOAP............................................................................................................................... 25
i
SKENARIO TUTORIAL
Seorang laki-laki bernama Bapak Fajar berusia 37 tahun datang ke poliklinik Ummi dengan
keluhan kulit kering disertai dengan bercak kemerahan pada wajah sejak 1 bulan terakhir.
Keluhan disertai dengan sedikit rasa gatal, terutama jika sedang berkeringat atau sedang
terpapar sinar matahari terus menerus. Keluhan tersebut awalnya timbul di sekitar alis
kemudian menyebar ke kelopak mata, sekitar hidung dan sekitar mulut. Lalu sejak seminggu
ini keluhan juga timbul di telinga kanan dan kiri, dan jika digaruk lama kelamaan akan menjadi
basah dan sisiknya menjadi kekuningan. Pasien bekerja sebagai mandor bangunan, sering
bekerja dibawah terik matahari dan sering berkeringat. Pasien mengaku belum mengobati
keluhannya dan cenderung membiarkan, namun lama kelamaan merasa tidak percaya diri
karena bercak merah dan sisik semakin nampak. Pasien mengaku bahwa baru saja divonis
menderita HIV. Pasien belum menikah namun memang memiliki riwayat sering berganti-ganti
pasangan seksual.
Dari hasil pemeriksaan fisik pada regio malar, regio periorbita dekstra et sinistra, perioral, regio
meatus akustikus eksterna dekstra et sinistra didapatkan makula eritematous dengan batas tidak
jelas tertutup skuama tipis berwarna putih kekuningan, didapatkan ekskoriasi dan erosi.
Kemudian pasien diberi obat oles oleh dokter dan dijadwalkan untuk kembali kontrol satu
minggu kemudian untuk evaluasi hasil terapi.
1
BAB I
KATA SULIT
1. Regio Malar: Regio yang berada di daerah pipi dan tulang zigomatic yang membentuk
tonjolan pipi.
2. Regio periorbital: Terdiri atas alis mata, kelopak mata atas dan bawah, glabella, dan
perikantus yang rentan terhadap tanda-tanda awal penuaan.
4. Erosi:
Lesi yang cenderung basah,batas tegas,depres lession,terjadi akibat hilangnya
semua/sebagian epidermis. Biasanya terjadi akibat koagula yang pecah.
Kehilangan jaringan tidak sampai startum basalis yang diiringi cairan serosa.
5. Makula eritematus:
Perubahan warna kulit yang tidak disertai perubahan permukaan kulit
(datar,kemerahan).
Makula (perubahan warna kulit dengan batas tegas tanpa disertai cekungan),
eritematus (muncul bercak merah akibat pelebaran pembuluh darah kulit yang
dipicu oleh peradangan).
Bentuk kelainan kulit primer (pada awal penyakit).
6. HIV:
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh yang dapat melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi
dan penyakit. Virus yang merusak sistem kekebalan tubuh dengan menginfeksi dan
menghancurkan sel CD4. Jika makin banyak sel CD4 yang hancur, daya tahan tubuh
akan makin melemah sehingga rentan diserang berbagai penyakit.
Penyakit yang disebabkan HIV adalah AIDS (sekumpulan gejala yang timbul
akibat penurunan sistem imun akibat serangan virus HIV).
7. Ekskoriasi:
Lecet kulit yang disebabkan hilangnya stratum basalis sampai stratum pailary
yang ditandai dengan keluarnya serum serta darah.
2
Ruam sekunder berupa kehilangan epidermis dan dermis bagian atas dari
lapisan kutis yang disertai keluarnya cairan berupa serum dan darah, bisa karena
efek garukan yang dalam.
8. Skuama:
Sisik di kulit karena stratum korneum terlepas dari kulit.
Jenis efloresensi sekunder (akibat perubahan yang terjadi pada efloresensi
primer).
Bisa dilihat dari ukuran,warna,ketebalan,dan perlekatannya. 2 Tipe, namun
dalam skenario termasuk pitiriasis alba (putih,tipis).
3
BAB II
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah terdapat hubungan antara jenis kelamin dan usia terhadap gejala yang diderita
oleh px?
2. Mengapa px mengalami keluhan berupa kulit kering dan disertai becak kemerahan pada
wajah selama 1 bulan terakhi?
3. Mengapa keluhan disertai sedikit rasa gatal terutama jika sedag berkeringat atau sedang
terpapar sinar matahari terus-menerus?
4. Mengapa keluhan yang px alami awalnya timbul disekitar alis kemudian menyebar ke
kelopak mata,sekitar hidung,dan sekitar mulut?
5. Mengapa keluhan gatal yang dirasakan px jika digaruk terus-menerus akan menjadi
basah dan sisiknya menjadi kekuningan?
6. Apa hubungan riwayat pekerjaan dengan keluhan yang diderita px?
7. Mengapa bercak dan sisik semakin nampak ketika dibiarkan dan tidak diobati?
8. Apa hubungan px yang belum menikah dan berganti px dengan penyakit yang diderita
oleh px?
9. Mengapa px diberikan obat oles dan dijadwalkan kembali kontrol 1 minggu kemudian
untuk evaluasi tahap terapi?
10. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik pada px?
11. Apa ddx yang dialami oleh px?
4
BAB III
BRAINSTORMING
1. Apakah terdapat hubungan antara jenis kelamin dan usia terhadap gejala yang
diderita oleh px?
Jenis kelamin: Laki-laki mengalami peningkatan insiden dua kali lebih besar
dibandingkan perempuan, dikaitkan dengan stimulasi hormon androgen,
sehingga terjadi aktivitas kelejar sebasea (biasanya DS terjadi pada area tubuh
yang banyak mengandung kelenjar sebasea; scalp atau kulit kepala, wajah, dan
badan) untuk memproduksi sebum yang lebih. Peningkatan sebum dapat
menginduksi proliferasi Malassezia dan memicu terjadinya dermatitis seboroik.
Usia: Pada usia lanjut salah satunya akan terjadi penurunan jumlah lipid di
stratum korneum dan penipisan epidermis serta dermis. Hal ini dapat
mengakibatkan kerentanan yang lebih tinggi terhadap rangsangan eksternal.
Selain itu daya tahan tubuh yang semakin menurun dapat mengakibatkan orang
dengan lanjut usia menjadi rentan terhadap berbagai macam penyakit, seperti
dermatitis seboroik.
3. Mengapa keluhan disertai sedikit rasa gatal terutama jika sedang berkeringat
atau sedang terpapar sinar matahari terus-menerus?
Lesi yang muncul terpapar sinar matahari langsung sehingga cenderung
berminyak, minyak/keringat tersebut dapat mengenai tempat yang
menimbulkan gatal. Apabila digaruk dapat timbul ruam merah dan bersisik.
Pada waktu suhu panas, peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi
penguapan keringat dari kelenjar keringat (sehingga suhu tubuh dapat dijaga
tidak terlalu panas), namun dalam kondisi lembab tersebut membuat jamur lebih
cepat berkembang sehingga menimbulkan rasa gatal.
Saat berkeringat suhu tubuh meningkat, dimana tubuh akan melakukan
kompenasasi. Saat terjadi kompensasi yang aktif tubuh bingung melakukan hal
tersebut, justru tubuh menganggap sebagai ancaman sehingga mengeluarkan
histamin (bercak merah dan merangsang ujung saraf bebas untuk melakukan
garukan).
5
4. Mengapa keluhan yang px alami awalnya timbul disekitar alis kemudian
menyebar ke kelopak mata,sekitar hidung,dan sekitar mulut?
Menyebar karena digaruk, daerah tersebut memiliki banyak kelenjar sebasea
sehingga produksi keringat meningkat. Alis sebagai tempat penahan keringat
yangmana terdapat mikroorganisme (sebagai tempat berkembangnya).
Distribusi nya mengikuti daerah berminyak dan banyak rambut (kepala, leher,
kulit kepala, bulu mata, alis, dll).
Keluhan gatal tersebut menyebar ke area tubuh dengan aktivitas kelenjar
sebasea yang tinggi, sebum berperan aktif dengan keluhan px (untuk menjaga
evaporasi berlebih sehingga kulit tidak kering).
Terjadinya reaksi hipersensitivitas dimanai reaksi komplemen yang akan
mengeluarkan sel histamin, sel CD4 rusak sehingga mediator inflamasi
emmproduksi berlebih (histamin dikeluarkan terus menerus dan menimbulkan
gatal).
7. Mengapa bercak dan sisik semakin nampak ketika dibiarkan dan tidak diobati?
6
Jamur yang tidak diobati bisa melebar dan menginfeksi daerah lain, warna luar
menjadi tanda ruam dan komplikasi sehingga semakin gatal. Pekerjaan yang
beringat dan menghasilkan sebum berlebih yang membuat area tersebut menjadi
semakin gatal dan ingin digaruk memperparah gejala).
8. Apa hubungan px yang belum menikah dan berganti px dengan penyakit yang
diderita oleh px?
Ganti-ganti pasangan menyebabkan HIV, sedangkan DS adalah salah satu
manifestasi kulit yang sering muncul pada penderita HIV/ AIDS. Pada penderita
HIV diperkirakan terjadi perubahan kadar sitokin yang mengakibatkan DS.
Kadar Interferon-α dan Tumor Necrosis Factor meningkat pada penyakit infeksi
HIV. Sitokin ini mengakibatkan perubahan metabolisme lipid, meningkatkan
kadar trigliserid dan kolesterol dalam serum. Perubahan metabolisme lipid
tersebut diduga dapat meningkatkan sensitivitas terhadap mediator inflamasi
yang dihasilkan oleh Malassezia.
HIV menyebabkan pertahan respon imun tubuh berkurang, sehingga penyakit
semakin parah.
10. Mengapa px diberikan obat oles dan dijadwalkan kembali kontrol 1 minggu
kemudian untuk evaluasi tahap terapi?
Terapi lini pertama adalah obat topikal, berupa corticosteroid, inhibitor
kalsineurin, antifungi, dan keratolitik. Corticosteroid sangat efektif untuk
mengurangi eritema, skuama, dan pruritus secara cepat; gunakan potensi lemah
lebih dulu untuk menghindari efek samping dan rebound phenomena. Inhibitor
kalsineurin (tacrolimus dan pimecrolimus) menghambat kalsineurin, mencegah
sitokin inflamasi pada sel limfosit T. Inhibitor kalsineurin tidak menyebabkan
telangiektasia dan atrofi kulit seperti pada pemberian corticosteroid, dan dapat
digunakan sebagai terapi pemeliharaan untuk mencegah relaps atau eksaserbasi,
namun obat golongan ini diduga terkait dengan risiko kanker.
7
Dermatitis seboroik ini penyakit kronis dan sering kambuh, bisa ditekan namun
tidak sembuh permanen. Sehingga membutuhkan pengobatan yang rutin.
8
-Tanda awal berupa menculnya ketombe.
-Lesi yang berat berupa cradle crap (seluruh kepala tertutup oleh krusta, kotor,
berbau).
-Psoriasis hampir sama dalam pmx histologi. Pada dermatitis seboroik
spongiosus minimal dan dilatasi pembuluh pada pebuluh darah.
9
BAB IV
PETA MASALAH
10
BAB V
TUJUAN PEMBELAJARAN
11
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
12
komplemen alternatif. Orang yang rentan terhadap dermatitis ini juga mungkin
memiliki disfungsi penghalang kulit. Karena dermatitis seboroik jarang terjadi pada
anak-anak praremaja, dan tinea kapitis jarang terjadi setelah masa remaja, ketombe
pada anak lebih mungkin menunjukkan infeksi jamur. Kultur jamur harus diselesaikan
untuk konfirmasi. Berbagai obat dapat memicu atau menginduksi dermatitis seboroik.
Obat-obat ini termasuk auranofin, aurothioglucose, buspirone, chlorpromazine,
cimetidine, ethionamide, fluorouracil, gold, griseofulvin, haloperidol, interferon alfa,
lithium, methoxsalen, methyldopa, phenothiazine, psoralen, stanozolol,
thiothiothalixen.
13
Kelenjar sebasea adalah kelenjar holokrin yang tersebar di seluruh tubuh, kecuali
telapak tangan, telapak kaki, dan punggung kaki. Konsentrasi tertinggi pada wajah,
punggung, dan dada. Peran kelenjar sebasea pada DS ditunjukkan dengan area
predileksi DS dan terjadi saat tingginya aktivitas kelenjar sebasea, seperti pada bayi dan
remaja/dewasa muda. Aktivitas kelenjar sebasea distimulasi oleh androgen dan
kortikosteroid adrenal. Androgen sangat penting untuk regulasi kelenjar sebasea,
sehingga DS lebih banyak pada laki-laki. Pada wanita, DS lebih disebabkan karena
penggunaan kosmetik. Lapisan lipid permukaan kulit diproduksi oleh sebosit dan
keratinosit. Keratinosit menghasilkan lipid yang bergabung ke struktur stratum
korneum, sedangkan sebosit mensekresikan ke permukaan kulit; keduanya memiliki
komposisi yang berbeda. Sebum mengandung squalene, wax esters, dan trigliserida.
Pada kulit pasien DS, tidak selalu didapatkan peningkatan aktivitas kelenjar sebasea,
namun didapatkan perubahan komposisi lipid permukaan kulit. Malassezia bergantung
pada lipid eksogen karena tidak memiliki gen untuk sintesis asam lemak (kecuali M.
pachydermatis). Lipase dan fosfat yang dihasilkan Malassezia menghidrolisis lipid
kelenjar sebasea, menghasilkan penurunan trigliserida dan peningkatan asam lemak
bebas. Malassezia menggunakan asam lemak jenuh, sedangkan asam lemak tak
jenuh yang iritatif seperti asam oleat dibiarkan dan diduga menjadi pencetus utama
inflamasi dan memediasi terjadinya skuama seperti dandruff pada individu yang rentan.
Asam lemak bebas meningkatkan pertumbuhan Malassezia, dan menyebabkan
hiperproliferasi stratum korneum, sehingga kulit bersisik, dan diferensiasi korneosit
yang tidak sempurna, akhirnya merusak fungsi barrier kulit. Kerusakan barrier
epidermis mempermudah penetrasi metabolit iritatif ke dalam kulit.
Imunologi dan Biologi Molekuler
Malassezia diduga menginduksi maturasi sel dendritik, stimulasi sel T helper 2,
berbagai jalur inflamasi, dan sekresi sitokin. Banyak penanda inflamasi meningkat pada
DS, yaitu IL-1α, IL-1ß, IL-2, IL-4, IL-6, IL-8, IL-10, IL-12, TNF-α, beta-defensin, IFN-
γ, nitric oxide, dan histamin. Penelitian lain menunjukkan peningkatan sel T yang
menghasilkan IL-17. Selain itu, terjadi kerusakan pada keratin 1, 10, dan 11, seramid,
dan lipid sfingoid yang penting untuk integritas barrier kulit. Dugaan penyebab lain
adalah inflamasi yang diinduksi oleh stres oksidatif melalui reactive oxygen species.
Pengaruh Genetik
Studi terbaru menunjukkan adanya kerentanan genetik terlihat dari subtipe human
leukocyte antigen (HLA) yang cenderung meningkatkan risiko DS. Adanya masalah
ekspresi gen yang menginduksi inflamasi dan memetabolisme lipid juga ditemukan
pada DS.
Hubungan dengan Penyakit Sistemik
Dua penyakit yang paling berhubungan dengan DS adalah HIV dan penyakit
Parkinson. Prevalensi DS pada pasien HIV sebesar 20%-83%, menunjukkan bahwa
disregulasi imun mengganggu mikrobiota dan respons inflamasi, menyebabkan DS.
Limfopenia CD4 menyebabkan proliferasi Malassezia yang tidak terkontrol pada kulit.
14
Inflamasi DS pada pasien HIV lebih berat dan generalisata, dengan skuama yang lebih
kuning, tebal, dan berminyak. Sekitar 60% pasien penyakit Parkinson mengalami DS.
Densitas Malassezia ditemukan hampir 2 kali lipat pada pasien Parkinson dibandingkan
pasien bukan Parkinson, mungkin disebabkan hiperaktivitas sistem parasimpatis,
sehingga terjadi peningkatan produksi sebum. Imobilitas fasial juga menyebabkan
akumulasi sebum, yang meningkatkan virulensi Malassezia karena produksi asam
lemak bebas seperti asam oleat menjadi makin banyak. M. globosa yang paling banyak
menghidrolisis sebum, paling dominan pada penyakit Parkinson. Peningkatan α-
melanocyte-stimulating hormone juga turut berperan pada terjadinya DS. Terapi
levodopa dapat memperbaiki kondisi kulit dengan cara mengurangi kadar sebum
melalui penghambatan α-melanocyte stimulating hormone. Prevalensi DS juga
meningkat pada kelainan neurologi lain, seperti kelainan mood, penyakit Alzheimer,
siringomielia, epilepsi, infark serebrovaskular, post-ensefalitis, retardasi mental,
poliomielitis, cedera nervus trigeminal, dan alkoholisme.
15
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kriteria diagnosis dermatitis
seboroik.
16
Diagnosis DS umumnya dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis, yaitu berdasarkan adanya lesi eritroskuamosa di daerah predileksi
yang kronis dan berulang. Anamnesis mengenai kondisi, penyakit penyerta, riwayat
keluarga, serta gaya hidup sehari- hari dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
banding. Untuk kasus DS berat, rekalsitran, dan resisten terhadap pengobatan,
kecurigaan adanya penyakit penyerta antara lain HIV/AIDS, perlu dipikirkan. Tidak
diperlukan pemeriksaan khusus untuk menegakkan diagnosis; pemeriksaan
laboratorium dan biopsi dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Tidak ada
hasil laboratorium abnormal yang konsisten pada DS. Namun, pada kasus-kasus yang
menyerupai penyakit lain atau kasus berat memerlukan pemeriksaan penunjang yang
berguna untuk memperkuat diagnosis, mengetahui faktor yang ikut berperan atau
memperberat penyakit tersebut, menjelaskan aspek etiopatogenesis dan epidemiologi
sehingga membantu dalam menentukan terapi spesifik.
17
bahwa ketombe dan DS merupakan spektrum penyakit yang sama, namun berbeda
dalam tingkat keparahan dan lokasi.
Merupakan peradangan pada kulit akibat efek sitotosik langsung dari bahan
kimia, fisik, atau agen biologis pada sel-sel epidermis tanpa adanya produksi dari
antibodi spesifik. DKI disebabkan oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor
endogen yang menyebabkan terjadinya DKI antara lain yaitu genetic, jenis kelamin,
umur, etnis, lokasi kulit, dan riwayat atopi. Faktor eksogen meliputi sifat-sifat kimia
iritan (pH, keadaan fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi,
bahan pembawa dan kelarutan), karakteristik paparan (jumlah, konsentrasi, durasi,
jenis kontak, paparan simultan terhadap iritan lainnya, dan interval setelah paparan
sebelumnya), faktor lingkungan (suhu, dan kelembapan), faktor mekanik (tekanan,
gesekan, atau abrasi), dan radiasi ultraviolet (UV) (Wijaya et al., 2016).
Merupakan penyakit kulit yang paling sering ditemui pada praktek umum, dan
paling sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak. Penyakit kulit ini diturunkan
secara genetik, ditandai oleh infl amasi, pruritus, dan lesi eksematosa dengan
episode eksaserbasi dan remisi. Penyakit ini sangat mempengaruhi kualitas hidup
pasien maupun keluarga dan orangorang terdekat pasien. Patogenesis DA belum
sepenuhnya dipahami tetapi diduga merupakan interaksi faktor genetik, disfungsi
imun, disfungi sawar epidermis, dan peranan lingkungan serta agen infeksius.
Fungsi sawar epidermis terletak pada stratum korneum sebagai lapisan kulit terluar.
Stratum korneum berfungsi mengatur permeabilitas kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit, melindungi kulit dari mikroorganisme dan radiasi ultraviolet,
menghantarkan rangsang mekanik dan sensorik. Pada penderita DA ditemukan
mutasi gen filagrin sehingga mengganggu pembentukan protein yang esensial untuk
pembentukan sawar kulit (Movita, 2014).
18
10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana dermatitis seboroik.
Tujuan terapi dermatitis seboroik tidak hanya untuk meredakan tanda dan
gejalanya tetapi juga untuk menghasilkan struktur dan fungsi kulit yang normal.
Dermatitis seboroik dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien secara signifikan
sehingga terapi bertujuan untuk memperbaiki gejala kulit serta kualitas hidup.
A. Terapi Topikal
Terapi topikal adalah pendekatan lini pertama pada terapi dermatitis seboroik skalp.
Terapi topikal yang digunakan adalah substansi yang memiliki fungsi anti jamur,
pengatur sebum, keratolitik dan/atau anti inflamasi. Agen tersebut tersedia dalam
berbagai formulasi seperti krim, emulsi, foam, salep dan sampo.
Kortikosteroid
Ketokonazole
Ketokonazol adalah anti jamur golongan azol yang bersifat fungistatik, fungisidal
dan anti inflamasi. Ia menghambat pertumbuhan jamur melalui penghambatan
lanosterol 14 dimetilase sehingga menghambat sintesis ergosterol.
Siklopiroksolamin
19
Pyroctone olamine juga dikenal sebagai octopirox dan efektif untuk terapi infeksi
jamur. Pyroctone olamine adalah bahan aktif yang dapat meredakan inflamasi kulit
kepala dan menurunkan pembentukan skuama pada kulit dengan penghambatan jamur.
Pyroctone olamine secara fungsional dapat mengganggu pembelahan sel ragi dan
transfer material (inhibisi kanal natrium kalium) dan juga menghambat pertumbuhan
jamur.
Bisabolol atau Butyrospermum parkii biasa dikenal dengan nama shea butter.
Bahan ini memiliki sifat anti inflamasi sekaligus sifat anti jamur sehingga sering
digunakan dalam pengobatan dermatitis seboroik. Namun bisabolol kurang begitu
poten bila diberikan secara mono terapi sehingga biasanya dikombinasikan dengan
agen lain.
Glycyrrhetic acid
Glycyrrhetic acid memiliki sifat anti inflamasi, anti iritasi, anti alergi dan antivirus.
Asam salisilat
Asam salisilat adalah sejenis asam beta hidroksi yang dapat melepaskan sisik keras
dan tebal dari kulit kepala melalui aktivitas keratolitik sehingga efektif untuk terapi
dermatitis seboroik.
Zinc pyrithione
Zinc pyrithione, anti jamur fungistatik yang bekerja dengan meningkatkan kadar
tembaga dalam sel jamur dan merusak ikatan protein besi sulfur sehingga mengganggu
metabolisme jamur. Malassezia yang menjadi target didapatkan terutama pada
infundibulum folikuler. Sementara agen ini bekerja pada infundibulum folikuler kulit
kepala serta bertahan pada folikel rambut hingga 10 hari.
Pada dermatitis seboroik non skalp umumnya sediaan topikal yang digunakan
berbentuk krim, foam atau salep.
Penghambat kalsineurin
20
Salep tacrolimus dan pimekrolimus
Dua obat tersebut sama efektifnya dalam mengurangi gejala eritema, mengelupas
dan gatal, tetapi masa remisi yang lebih panjang tampak pada kelompok pimekrolimus.
B. Terapi sistemik
Ketokonazole
Ketokonazol adalah anti jamur sistemik pertama yang digunakan untuk terapi DS,
saat ini sudah tidak digunakan lagi karena sifat hepatotoksisitasnya. Saat ini
ketokonazol hanya digunakan secara topikal saja.
Itrakonazole
Itrakonazol saat ini dianggap sebagai pilihan pertama untuk terapi sistemik DS baik
kasus akut maupun relaps. Itrakonazol mengalami metabolisme sitokrom P450 pada
hati. Ia bersirkulasi di plasma sebagai metabolit aktif. Obat yang dimetabolisme oleh
sitokrom P450 berinteraksi dengan obat-obatan yang lainnya sehingga dapat
meningkatkan toksisitasnya ataupun menurunkan efikasinya. Itrakonazol memiliki
tingkat keamanan yang baik pada dosis 200 mg/hari. Hepatotoksisitas, nyeri
epigastrium, gangguan irama jantung, hipokalemia, hipertrigliseridemia dan
peningkatan transaminase adalah efek samping yang paling sering dijumpai selama
terapi itrakonazol.
Flukonazole
21
siklosporin, takrolimus dan teofilin. Rifampisin menurunkan kadar flukonazol dalam
darah.
Terbinafin
Terbinafin adalah molekul lipofilik sehingga dapat tersimpan pada kulit untuk
memelihara konsentrasi efektif obat bahkan setelah terapi dihentikan. 15 Terbinafin
memiliki profil farmakologi yang aman dan ditoleransi baik dengan insiden efek
samping yang rendah. Efek samping yang dapat terjadi antara lain nyeri epigastrium,
hepatotoksisitas, neutropenia, ruam dan sindrom Steven Johnson.
Prognosis
Dermatitis seboroik adalah kondisi kronis dan hanya dapat dikontrol dengan
perawatan. Tingkat keparahannya dapat dikurangi dengan merawat kulit seseorang dan
mengendalikan faktor risiko yang memperburuk kondisi lebih lanjut. Dermatitis
seboroik adalah penyakit kulit inflamasi umum dengan morfologi papuloskuamosa di
daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, terutama kulit kepala, wajah, dan lipatan
tubuh. Varian infantile (Infantile Seborrheic Dermatitis) dan dewasa (Adult Seborrheic
Dermatitis) mencerminkan kejadian bimodal kondisi tersebut. ISD biasanya
mempengaruhi kulit kepala dan ringan dan sembuh sendiri, sedangkan ASD
menyajikan pola penyakit kulit kronis yang ditandai dengan kekambuhan dan
remisi. ASD sangat dapat dikontrol tetapi tidak dapat disembuhkan. (Tucker et al.,
2022).
12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan dan KIE dermatitis
seboroik
Bayi
1. Memberitahukan kepada orang tua untuk menjaga kebersihan bayi dan rajin
merawat kulit kepala bayi.
22
2. Memberitahukan kepada orang tua bahwa kelainan ini umumnya muncul pada
bulan-bulan pertama kehidupan dan membaik seiring dengan pertambahan usia.
3. Memberikan informasi bahwa penyakit ini sukar disembuhkan tetapi dapat
terkontrol dengan mengontrol emosi dan psikisnya. (Panduan Praktik Klinik, 2017)
Dewasa
1. Menghindari faktor pemicu/pencetus misalnya Dermatologi Non Infeksi:
Penggunaan pendingin ruangan (air conditioner) atau udara dengan
kelembapan rendah di lingkungan kerja.
Hindari garukan yang dapat menyebabkan lesi iritasi.
Hindari bahan-bahan yang dapat menimbulkan iritasi.
Mengkonsumsi makanan rendah lemak.
Tetap menjaga higiene kulit
2. Mencari faktor-faktor predisposisi yang diduga sebagai penyebab.
3. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai perjalanan penyakit
(tujuan pengobatan, hasil pengobatan yang diharapkan, lama terapi, cara
penggunaan obat, dan efek samping obat yang mungkin terjadi).
4. Edukasi mengenai pentingnya perawatan kulit dan menghindari pengobatan
diluar yang diresepkan. (PERDOSKI, 2017).
13. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan integrasi islam terkait scenario.
Surat Ar-Rum Ayat 41-42
ِ ع ِملُوا لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْر
ج َ ض الَّذِي ِ َّت أ َ ْيدِي الن
َ اس ِليُذِيقَ ُه ْم بَ ْع ْ س َب ِ َساد ُ فِي ْالبَ ِر َو ْالب
َ حْر ِب َما َك َ َظ َه َر ْالف
َ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
23
SOAP
S (Subjective)
Nama: Tn. Fajar
Jenis Kelamin: Laki-laki
Usia: 37th
Keluhan Utama: Kulit kering disertai dengan bercak kemerahan pada wajah sejak 1 bulan
terakhir.
RPS: Keluhan disertai dengan sedikit rasa gatal, terutama jika sedang berkeringat atau sedang
terpapar sinar matahari terus menerus. Keluhan tersebut awalnya timbul di sekitar alis
kemudian menyebar ke kelopak mata, sekitar hidung dan sekitar mulut. Lalu sejak seminggu
ini keluhan juga timbul di telinga kanan dan kiri, dan jika digaruk lama kelamaan akan menjadi
basah dan sisiknya menjadi kekuningan.
RPD: HIV
RPK:- -
RS:
Pasien bekerja sebagai mandor bangunan, sering bekerja dibawah terik matahari dan
sering berkeringat.
Pasien belum menikah dan sering gonta-ganti pasangan.
Riwayat Alergi:-
Riwayat Obat:-
O (Objective)
Tanda Vital: -
Pemeriksaan Fisik: Regio malar, regio periorbita dekstra et sinistra, perioral, regio meatus
akustikus eksterna dekstra et sinistra didapatkan makula eritematous dengan batas tidak jelas
tertutup skuama tipis berwarna putih kekuningan, didapatkan ekskoriasi dan erosi.
\
A1 (Initial Assesment)
DDx (Differential Diagnosis): Dermatitis kontak, dermatitis atopic.
P1 (Planning Diagnosis)
Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan mikroskopis dengan larutan KOH.
24
A2 (Assesment)
WDx (Working Diagnosis): Dermatitis seboroik.
P2 (Planning)
Tatalaksana Farmakologis:
Anti jamur topical (Krim Ketokenaole 2%) 2x sehari selama 4 minggu/AIFp (non-
steroidal anti-inflammatory agent with antifungal properties)/Krim piroctone olamine
2x sehari selama 4 minggu.
Kortikosteroid topical kelas II; salep aklometasoen 0.05% 2x sehari.
Tatalaksana non-Farmakologis:
Mengonsumsi makanan rendah lemak.
Tetap menjaga hygiene kulit dan lingkungan.
KIE:
Menghindari faktor pemicu/pencetus misalnya Dermatologi Non Infeksi:
Penggunaan pendingin ruangan (air conditioner) atau udara dengan
kelembapan rendah di lingkungan kerja.
Hindari garukan yang dapat menyebabkan lesi iritasi.
Hindari bahan-bahan yang dapat menimbulkan iritasi.
Mengkonsumsi makanan rendah lemak.
Tetap menjaga higiene kulit
Mencari faktor-faktor predisposisi yang diduga sebagai penyebab.
Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai perjalanan penyakit (tujuan pengobatan,
hasil pengobatan yang diharapkan, lama terapi, cara penggunaan obat, dan efek
samping obat yang mungkin terjadi).
Edukasi mengenai pentingnya perawatan kulit dan menghindari pengobatan diluar
yang diresepkan.
25
BAB VII
PETA KONSEP
26
BAB VIII
DAFTAR PUSTAKA
27
28