Tiffany Valentina
Fadhil Wiryawam
Eka Ulfatul
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
1
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami pun
mengucapkan terima kasih kepada dr. Irma selaku tutor dalam tutorial
kami.
Makalah ini adalah sebuah rangkuman selama kami mengikuti kegiatan
tutorial. Makalah ini dibuat agar kita lebih memahami semua materi yang
telah kami
sajikan pada kegiatan tutorial. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Kami sadar makalah ini masih jauh dari sebuah kata kesempurnaan,
namun
mudah-mudahan kita semua dapat mengambil semua ajaran yang
terdapat di
dalamnya. Kami mengucapkan terima kasih.
Jakarta, 3 Mei 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Jamur berkembang pada daerah yang lembab dari tubuh, dimana dua permukaan
kulit bertemu: diantara jari, pada area genital, ketiak, dan dibawah payudara. Infeksi
jamur pada kulit (dermatofit) sebagian besar terjadi pada lapisan paling atas dari kulit.
Infeksi jamur dapat disebabkan oleh faktor-faktor :
Penggunaan antibiotik: Antibiotik mengurangi bakteri menguntungkan yang hidup
pada tubuh, mengubah keseimbangan flora normal. Jamur dapat menggunakan
kesempatan ini untuk berkoloni.
Penggunaan kortikosteroid: Kortikosteroid mengurangi peradangan dan digunakan
untuk mengobati berbagai penyakit kulit. Bagaimanapun juga, obat ini menekan
respon kekebalan dan meningkatkan kondisi untuk terjadinya pertumbuhan jamur.
Kondisi Kesehatan: Diabetes dan beberapa kanker, seperti leukemia membuat
seseorang mudah terkena infeksi jamur.
Gangguan sistem kekebalan tubuh: Sistem kekebalan tubuh yang terganggu akan
kesulitan dalam menangkal semua jenis infeksi. Demikian juga halnya dengan infeksi
jamur akan semakin sulit untuk diatasi.
Faktor lingkungan: Kelembaban merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan
reproduksi jamur. Paparan jamur lebih sering terjadi pada area komunitas yang
lembab seperti ruang loker atau kamar mandi.
Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur (fungi). Sebernarnya mikosis
nanti dibagi menjadi beberapa yaitu : m. Superfisialis, m. Profunda/ subkutan, dan m.
Sistemik tergantung dari organisme dan faktor host. Mikosis superfisialis adalah infeksi
3
jamur yang terbatas hanya di stratum korneum epidermis, rambut dan kuku. Mikosis
superfisialis sangat bervariasi dari yang inflamasi yang hebat seperti pada dermatofitosis
dan inflamasi sangat ringan seperti non-dermatofitosis.
Bercak kemerahan makin lama makin melebar dan muncul bercak kecil di sekelilingnya.
3 hari yang lalu timbul bintil berisi cairan yang kemudian pecah
RPD:
RPK:
Tidak ada keluhan serupa di keluarga
3. HIPOTESIS
1. Kandidosis intertriginosa
2. Tinea kutis
3. Dermatitis seboroik
4. MEKANISME
Ny. As (40 tahun)
Timbul kemerahan pada ketiak dan lipatan paha sejak 5 hari yang lalu
Bercak semakin melebar
5
Kandidosis mukokutan
7. LEARNING ISSUE
a. Kandidosis mukokutan
b. Penyakit infeksi jamur dan adneksa kulit
Tinea kapitis
Tinea barbae
Tinea fasialis
Tinea korporis
Tinea manus
Tinea unguium
6
Tinea kruris
Tinea pedis
Ptiriasis versikolor
Kandidosis mukokutan ringan
c. Penyakit yang ditimbulkan oleh infeksi parasit
Pedikulosis humanus
Pedikulosis pubis
Skabies
Reaksi gigitan serangga
RPS
Bercak kemerahan makin lama makin
melebar dan muncul bercak kecil di
sekelilingnya.
Bercak tersebut gatal digaruk
menjadi lecet
3 hari yang lalu timbul bintil berisi
cairan yang kemudian pecah
RPD
Pasien tidak pernah menderita
penyakit ini sebelumnya
DM sejak 5 tahun yang lalu tetapi
jarang kontrol
RPK
Tidak ada keluhan serupa di keluarga
HIPOTESIS
Kandidosis intertriginosa
Tinea kruris
Dermatitis seboroik
a.
b.
c.
d.
PX. FISIK
a. Status generalis: keadaan umum baik
b. Status dermatologis:
Bercak eritematosa
Maserasi dengan dikelilingi lesi satelit berupa
vesikel
PX. PENUNJANG
Vesikel mudah pecah meninggalkan dasar berupa
Px. Lab
makula eritem koralet
GDS: 210 mg/dl
GDP: 130 mg/dl
GD2P: 210 mg/dl
SGPT: dbn
Px. histopatologis
Menyerupai reaksi radang akut, terdapat mikroabses
berisi sel mononuklear dengan infiltrasi limfosit pada
deris bagian atas.
Px. KOH
Pseudohifa dengan blastospora
SDA
8
Koloni berwarna krim atau
putih kekuningan dengan
permukaan halus, licin, lama-lama berkeriput dan berbau
ragi
DIAGNOSIS
Kandidosis intertriginosa dengan DM
TATALAKSANA
Lesi basah: kompres dengan larutan kalium permanganat 1/10.000 atau kompres NaCl
0,9% 2x sehari selama 5 menit
Lesi akut dapat digunakan kombinasi steroid dengan anti fungal digunakan 2x sehari.
Kombinasi obat ini akan mengurangi gatal, nyeri atau rasa terbakar. Selanjutnya
digunakan anti fungal saja: krim ketokonazol 2% atau krim mikonazol 2% 2x sehari
BAB II
BAB II
PEMBAHASAN
Antibiotik tipikal: krim asam fusidat untuk lecet, sehari 2x, dioleskan setelah kompres
II.1 Dermatofitosis
Dermatofitosis ialah mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur golongan
dermatofita. Jamur ini mengeluarkan enzim keratinase sehingga mampu mencerna keratin
pada kuku, rambut dan stratum korneum pada kulit. Dermatofitosis disebabkan jamur
golongan dermatofita yang terdiri dari tiga genus yaitu genus: Mikrosporon, Trikofiton dan
Epidermofiton. Dari 41 spesies dermafito yang sudah dikenal hanya 23 spesies yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang terdiri dari 15 spesies Trikofiton, 7
spesies Mikrosporon dan 1 spesies Epidermafiton.
Gambaran klinis umumnya gejala-gejala klinik yang ditimbulkan oleh golongan geofilik
pada mausia bersifat akut dan sedang dan lebih mudah sembuh. Dermatofita yang antropofilik
terutama menyerang manusia, karena memilih manusia sebagai hospes tetapnya. Golongan
jamur ini dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan residif , karena reaksi
9
penolakan tubuh yang sangat ringan. Contoh jamur yang antropofilik ialah: Mikrosporon
audoinii Trikofiton rubrum.
I. PROGNOSIS
Baik
Infeksi jamur dermatofita pada daerah dagu/jenggot yang menyerang kulit dan folikel
rambut
B. EPIDEMIOLOGI
Selalu pada orang dewasa,tak pernah pada anak-anak
Biasanya pada pria dewasa
C. ETIOLOGI
Biasanya oleh golongan Trichophyton dan Microsporum
D. FAKTOR PREDISPOSISI
Dapat mengenai semua bangsa tapi >> sering pada kulit putih
Daerah tropis dengan kelembapan tinggi
Banyak pada orang-orang dengan hygine yang kurang baik
Kotor merupakan faktor yang mempermudah infeksi
E. GEJALA KLINIS
Gatal dan pedih pada daerah yang terkena
Bintik-bintik kemerahan yang terkadang bernanah
F. PEMERIKSAAN DERMATOLOGI
11
Lokalisasi: biasanya pada daerah dagu/jenggot tapi bisa menyebar ke wajah dan leher.
Efloresensi: rambut daerah yang terkena menjadi rapuh dan tidak mengkilat,tampak
reaksi radang pada folikel berupa kemerahan,edema,terkadang ada pustula.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar wood : flouresensi kehijauan
Pembiakan pada media agar sabouraud
Preparat langsung dari kerokan kulit atau rambut jenggot yang terkena dengan larutan
KOH 10-20 %: dapat terlihat hifa atau spora dan miselium. Preparat langsung dari
rambut dapat terlihat hifa atau spora didalam rambut(endotriks) atau diluar
rambut(ektotriks).
Pemeriksaan histopatologis: pada batang dan folikel rambut terkadang tampak
organisme,tetapi jarang pada lesi yang lebih dalam. Pada keadaan kronik terlihat
nanah,sel raksasa dan infiltrasi sel-sel radang kronik
G. DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis kontak alergika
Akne sistika
Dermatitis seboroika
H. PENATALAKSANAAN
1.
Umum : rambut daerah jenggot dicukur bersih. Jaga kebersihan umum
2.
Khusus
Sistemik
- Griseofulvin 500mg-1gr/hr selama 2-4 mgg -Itrakonazol 100 mg/hr slm 2 mgg
- Ketokonazol 200 mg/hr slm 3 mgg
- Antibiotik jika ada infeksi sekunder
Topikal
- Kompres sol PK 1:4000 atau sol as.asetat 0.025 %,2-3 kali sehari
- Antifungi : ketokonazol krim/ointment 2% slm 5-7 hari atau itrakonazol 1% 5-7 hari
K. PROGNOSIS
Umumnya baik
C. EPIDEMIOLOGI
Umumnya anak-anak sekolah dasar
Anak pria lebih banyak daripada anak wanita
D. FAKTOR PREDISPOSISI
Semua bangsa dapat terkena penyakit ini
Lebih banyak pada daerah beriklim panas
Kebersihan yang buruk dan kontak dengan binatang peliharaan seperti anjing atau
kucing berperan dalam penularan
Lingkungan kotor dan panas,serta udara yang lembab ikut berperan dalam penularan
E. GEJALA KLINIS
Gatal dan nyeri kepala
Bercak kemerahan, lesi bersisik di kepala
Kerontokan rambut dan alopesia
F. PEMERIKSAAN DERMATOLOGI
Lokalisasi : daerah kulit kepala dan rambut
Efloresensi : bergantung dari jenisnya
Gray patch ringworm : papula-papula miliar sekitar muara rambut,rambut mudah
putus,meninggalkan alopesia yang berwarna coklat
Black dot ringworm : infeksi jamur didalam rambut (endotriks) atau diluar
rambut(ektotriks),rambut putus tepat pada permukaan kulit, meninggalkan makula
coklat berbintik hitam,dan warna rambut sekitar menjadi suram
Kerion : pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil dengan skuamasi akibat radang
lokal,rambut putus dan mudah dicabut
Tinea (favosa) : bintik-bintik berwarna merah kuning ditutupi oleh krusta yang
berbentuk cawan (skutula), berbau busuk(mousy odor), rambut diatasnya putus-putus
dan mudah dicabut
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar wood : flouresensi kehijauan
Pembiakan skuama dalam media agar sabouraud
Preparat langsung dari kerokan kulit dengan larutan KOH 10 %,dapat terlihat hifa atau
spora dan miselium. Preparat langsung dari rambut dapat terlihat hifa atau spora didalam
rambut(endotriks) atau diluar rambut(ektotriks)
H. DIAGNOSIS BANDING
Alopesia areata(dengan bentuk black dot) :biasanya kulit tampak licin dan
bewarna coklat
Dermatitis seboroika (dengan bentuk tinea favosa) : rambut tampak berminyak, kulit
kepala ditutupi skuama yang berminyak.
Psoriasis (dengan bentuk tinea favosa) : sisik (skuama) tebal, bewarna putih mengkilat
13
F. PEMERIKSAAN DERMATOLOGIS
Lokalisasi : regio inguinalis bilateral,simetris. Meluas ke perineum,sekitar
anus,intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke suprapubis dan abdomen
bagian bawah
Efloresensi : makula eritematosa numular sampai geografis,berbatas tegas dengan lesi
lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika kronik makula menjadi hiperpigmentasi
dengan skuama di atasnya
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kerokan kulit daerah lesi dengan KOH 10% : tampak elemen jamur seperti hifa,spora dan
miselium
H. DIAGNOSIS BANDING
Eritrasma : batas lesi tegas,jarang disertai infeksi,flouresensi merah bata yang khas
dengan sinar wood
Kandidiasis : lesi relatif lebih basah,berbatas jelas disertai lesi-lesi satelit
Psoriasis intertriginosa : skuama lebih tebal dan berlapis-lapis
I.
H. DIAGNOSIS BANDING
Kandidiasis : biasanya terdapat skuama yag berwarna putih pada sela jari ke 4,5 dan
ada lesi satelit
Akrodermatitis perstans : terlihat radang,vesikel-vesikel yang dalam,steril dan dapat
dibedakan dengan pemeriksaan histopatologi
Pustular bactericid : secara klinis susah dibedakan,tapi dengan biakan dapat ditemukan
agen penyebab
I.
PENATALAKSANAAN
Profilaksis sgt penting,mengeringkan kaki dengan baik setiap habis mandi,kaus kaki
yang selalu bersih dan bentuk sepau yang baik.
Griseofulvin 500 mg sehari slm 1-2 bulan.
Salep whitfild 1 atau II, tolnaftat dan toksilat.
Obat-obat gol azol dan terbinafin, preparat triazol (tab,krim/lar).
J. PROGNOSIS
Pencegahan dan pengobatan yang adekuat memberikan prognosis baik
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit universal, banyak di daerah tropis.
Menyerang sama banyak pria dan wanita.
Dapat menyerang semua umur.
C. ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO
Disebabkan Malassezia furfur/Pityrosporum orbiculare, yang merupakan flora normal
tubuh. Dapat bersifat patogen dengan faktor predisposisi endogen (gangguan.imun) dan
18
E. PEMERIKSAAN DERMATOLOGI
Lokalisasi : dapat timbul dimana saja di permukaan kulit, lipat paha, ketiak, dan bagian
tubuh lainnya
Efloresensi dan sifat : makula yang dapat hipopigmentasi, kecoklatan, keabuan, batas
tak teratur, skuama halus.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar Wood: fluoresensi kuning keemasan
Pemeriksaan KOH : tampak kelompokan hifa pendek tebal, dikelilingi spora
berkelompok
G. DIAGNOSA BANDING
Pitiriasis rosea: kerokan kulit, hifa spora negatif. Sinar Wood negatif.
Eritrasma : Sinar Wood warna coral red
H. PENATALAKSANAAN
Umum : menjaga higienitas individu
Khusus: anti jamur golongan imidazol (ekonazol, mikonazol, klotrimazol, toksiklat) dalam
krim atau salep 1-2% selama 10 hari. Itrakonazol 100mg/hari selama 2 minggu
I. PROGNOSIS
Baik
II.11 Kandidosis
A. DEFINISI
Penyakit kulit akut/subakut yang disebabkan oleh jamur intermediate yang dapat
menyerang kulit, lapisan subkutan, mukosa dan organ viseral.
B. EPIDEMIOLOGI
Menyerang segala umur dan dapat terjadi baik pria mau wanita
Prevalensi tinggi pada negara berkembang dan negara tropis
Insidensi meningkat pada musim hujan dan daerah yang tergenang air
C. FAKTOR RESIKO
Orang yang bekerja dengan kontak air yang sering : petani, buruh cuci, pekerja kebun
20
D. KLASIFIKASI
21
E. ETIOLOGI
Disebabkan oleh infeksi jamur golongan Candida sp. Kandidiasis mukosa dan kutan lebih
sering disebabkan oleh species Candida albicans
Aspek Mikologi
- Taksonomi
Kingdom : Fungi
Divisio : Ascomycota Class:Saccharomycetes
Ordo: Saccharomycetales
Family: Saccharomycetaceae
Genus: Candida
Species: Candida albicans , Candida glabrata , Candida tropicalis
- Morfologi dan Identifikasi
Biakan 37 derajat selama 24 jam Sel ragi tunas bentuk oval, pesudohifa, koloni lunak
warna krem dengan bau seperti ragi. Bersifat dimorfik, termasuk flora normal dan
menimbulkan infeksi opurtunistik.
22
Manifestasi Klinis
1. Kandidiasis pada kulit
Rasa gatal, panas-terbakar. Bisa terasa nyeri jika ada infeksi sekunder
Lesi dikulit sekitar bokong-anus, lipat ketiak, lipat paha, dilipatan payudara dan
disela-sela jari baik tangan maupun kaki.
Daerah eritematosa, erosive, terdapat papula, sisik dan lesi satelit
Kondisi kronis = hiperpigmentasi, likenifikasi, hyperkeratosis,
fisura
2. Kandidiasis pada Kuku
Rasa gatal disekitar daerah kuku
Bisa mengenai kuku jari tangan dan kaki
Kuku menebal, tidak bercahaya, berwarna coklat-hitam atau keputihan. Bisa
erosive dan terdapat vesikel diperifer kuku
3. Kandidiasis Mukosa Rasa gatal dan panas
Rongga mulut, bagian sudut mulut, vulva dan labia mayor vagina
Pseudomembran keputihan, lesi satelit, dengan daerah eritematosa erosif
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Histopatologis
Terdapat sel ragi pseudohifa dengan blastospora dengan serbukan sel radang pada
dermis
b. Pemeriksaan Mikologi
Dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% atau kerokan lesi
kuku
dengan KOH 20% terdapat elemen jamur, seperti ragi maupun
pseudohifa Pewarnaan dengan metode Gram pseudohifa dengan sel
ragi bertunas
Biakan dengan media agar Sabouraud yeast-like colony : coklat, mengkilat,
basah Px.Kimia : Fermentasi gulA Fruktosa +, Glukosa +
DIFERENSIAL DIAGNOSISA
Kulit : Dermatitis Seboroika, DKA, Dermatitis intertriginosa, Eritrasma,
Tinea Kruris Kuku : Paronikia, Psoriasis kuku, Tinea Unguium
Vulvovaginitis : Trikomonas vaginalis, Gonorea Akut, Leukoplasia
TATA LAKSANA
a. Non Farmakolgi
Perbaiki keadaan umum dan atasi factor predisposisi :
1. Diet jika BMI berlebih
23
nyamuk) dan merambat letusan (penyakit yang disebabkan akibat infeksi seperti
nematoda Ancylostoma, Ascaris dan cacing tambang).
Parasit mengevasi imunitas protektif dengan mengurangi imunogenisitas dan
menghambat respon imun host. Parasit yang berbeda menyebabkan imunitas
pertahanan yang berbeda.
Parasit mengubah permukaan antigen mereka selama siklus hidup dalam host
vertebrata. Dua bentuk variasi antigenik:
Stage-specific change dalam ekspresi antigen, misalnya antigen stadium sporosit
pada malaria berbeda dengan antigen merozoit.
Adanya variasi lanjutan antigen permukaan mayor pada parasit, misalnya yang
terlihat pada Trypanosoma Afrika: Trypanosoma brucei dan Trypanosoma
rhodensiensi. Adanya variasi lanjutan kemungkinan karena variasi terprogram
dalam ekspresi gen yang mengkode antigen permukaan mayor.
Parasit menjadi resisten terhadap mekanisme efektor imun selama berada dalam
host. Misalnya larva Schistosomae yang berpindah ke paru-paru host dan selama
migrasi membentuk tegumen yang resisten terhadap kerusakan oleh komplemen
dan CTLs.
Parasit protozoa dapat bersembunyi dari sistem imun dengan hidup di dalam sel
host atau membentuk kista yang resisten terhadap efektor imun. Parasit dapat
menyembunyikan mantel antigeniknya secara spontan ataupun setelah terikat pada
antibodi spesifik.
Parasit menghambat respon imun dengan berbagai mekanisme untuk masingmasing parasit. Misalnya Leishmania menstimulus perkembangan CD25 sel T
regulator, yang menekan respon imun. Contoh lain pada malaria dan
Tripanosomiasis yang menunjukkan imunosupresi non spesifik. Defisiensi imun
menyebabkan produksi sitokin imunosupresi oleh makrofag dan sel T aktif serta
mengganggu aktivasi sel T.
semua kutu dan telur terlepas. Jika masih terdapat telur, seminggu kemudian
diulangi dengan cara yang sama.
Obat lain adalah zil benzoate 25 %, dipakai dengan cara yang sama.
Pada keadaan infeksi sekunder yang berat sebaiknya rambut dicukur, infeksi
sekunder dionati dulu dengan antibiotic sistemik dan topical. Dan kemudian disusul
dengan pemberian obat dia atas dalambentuk shampoo. Hygiene merupakan syarat
agar tidak terjadi residif.
H. Prognosis
Baik bila higiene diperhatikan
II.15 Scabies
A. DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi
(kepekaan) terhadap Sarcoptes scabiei var. Humini. Penyakit kulit yang disebabkan
oleh tungau (mite) yang mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke
manusia atau sebaliknya.
B. ETIOLOGI
Scabies disebabkan oleh Sarcoptes scabei.
Secara morfologik sarcoptes scabei merupakan tungau kecil berbentuk oval
punggungnya cembung dan bagian perutnya rata berwarna putih kotor dan tidak
memiliki mata. Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit stratum corneum dan
lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Di dalam terowongan inilah
Sarcoptes betina bertelur dan dalam waktu singkat telur tersebut menetas menjadi
hypopi yakni sarcoptes muda. Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan
hypopi yang memakan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal.
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, super famili
Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scbiei var. hominis. Kecuali itu terdapat
S. Scabiei yang lain, misalnya kambing dan babi.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung
dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna puith kotor, dan tidak
bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron,
sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron.
Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat
untuk melekat, dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut,
28
sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat
berakhir dengan alat perekat.
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi
di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa
hari dalam terowongan yang digali oleh betina. Tungau betina yang telah dibuahi
menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 mm sehari
dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40
atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan
menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3
pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar.
Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan
betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai
bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari.
C. CARA PENULARAN
Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur
bersama dan hubungan seksual.
Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan
lain-lain.
Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atai
kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis yang
kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak
memelihara binatang peliharaan misalnya anjing.
D. MANIFESATI KLINIS
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardial berikut ini :
a) Pruritus (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang
lebih lembab dan panas.
b) Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang tungau tersebut.
c) Kunikulus (adanya terowongan) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada
ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder
ruam kulit menjadi polimorfi (pustula, ekskoriasi, dll). Tempat predileksi biasanya
daerah dengan stratum korneum tipis, yaitu sela-sela jari tangan, peregelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola mammae
(wanita) dan lipatan glutea, umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut
bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki bahkan
seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kulit
kepala dan wajah.
29
d) Terdapat agen parasitik satu atau lebih stadium hidup agen parasitik ini, merupakan
hal yang paling diagnostik. Pada pasien yang menjaga hygiene, lesi yang timbul
hanya sedikit sehingga diagnosis kadangkala sangat sulit ditegakkan. Jika penyakit
berlangsung lama, dapat timbul likenifikasi, impetigo, dan furunkulosis
E. DIAGNOSIS BANDING
Pitriaris rosea, tinea versikolor, pedikulosis korporis, prurigo, dermatitis, liken planus
dan berbagai penyakit kulit lainnya dengan keluhan gatal.
F. KOMPLIKASI
Bila skabies tidak di obati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul:
Dermatitis akibat garukan.
Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis, folikulitis, dan
furunkel.
Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat menimbul
komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis.
Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat antiskabies yang
berlebihan, baik pada terapi awal atau dari pemakaian yang terlalu sering.
G. PENGOBATAN
Pencegahan skabies dapat dilakukan dengan berbagai cara:
Mencuci bersih, bahkan sebagian ahli menganjurkan dengan cara direbus, handuk,
seprai maupun baju penderita skabies, kemudian menjemurnya hingga kering.
Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama.
Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang terinfeksi untuk
memutuskan rantai penularan.
Mandi dengan air hangat dan sabun untuk menghilangkan sisa-sisa kulit yang
mengelupas dan kemudian kulit dibiarkan kering.
Gunakan pakaian dan sprei yang bersih, semua perangkat tidur, handuk dan pakaian
yang habis dipakai harus dicuci dengan air yang sangat panas kalau perlu direbus
dan dikeringkan dengan alat pengering panas.
Jenis obat topikal:
o Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20 % dalam bentuk salep atau krim. Pada
bayi dan orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam minyak sangat aman efektif.
Kekurangannya ialah pemakaian tidak boleh kurang dari tiga hari karena tidak
efektif terhadap stadium telur, berbau, mengotori pakaian, dan dapat menimbulkan
iritasi.
o Emulsi benzil-benzoat 20-25 % efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap
malam selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadangkadang semakin gatal setelah dipakai.
30
31
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan eukariotik dan tidak
termasuk golongan tumbuhan. Ilmu yang mempelajari jamur disebut mikologi. Jamur
berkembang pada daerah yang lembab dari tubuh, dimana dua permukaan kulit bertemu.
Infeksi pada kulit sebagian besar terjadi pada lapisan paling atas dari kulit. Penyakit yang
disebabkan oleh jamur disebut mikosis. Mikosis dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
: mikosis superfisial dan mikosis sistemik/profunda.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Susetio B. Penatalaksanaan Infeksi Jamur pada Mata. Cermin Dunia Kedokteran. 1993:40-1.
2. Singh D. Fungal keratitis. Medscape Reference; 2013 [updated October 27, 2011; cited 2015
24 April].
3. Atlas Berwarna Saripati Kulit, Edisi 2. Prof.Dr.R.S. Siregar, Sp.KK(K)
4. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
33