Anda di halaman 1dari 16

MODUL AMS

SELF LEARNING REPORT

SMALL GROUP DISCUSSION

IDENTIFIKASI AGEN & VEKTOR PENYAKIT

Tutor:

drg. Mutia Rochmawati, Sp. Perio

Disusun oleh:

Khansa Murtaja Salsabil

G1B020023

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

JURUSAN KEDOKTERAN GIGI

PURWOKERTO

2020
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1
1.1. Capaian Pembelajaran.....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................2
2.1. Demam Thypoid ...............................................................................................2
2.2.1. Deskripsi Penyakit ....................................................................................2
2.2.2. Agen Penyebab dan Vektor .....................................................................2
2.2.3. Transmisi Agen Penyakit .........................................................................3
2.2.4. Patogenesis Penyakit ................................................................................4
2.2.5. Tanda dan Gejala Penyakit .....................................................................4
2.2. Demam Berdarah Dengue (DBD) ................................................................5
2.2.1. Deskripsi Penyakit ....................................................................................5
2.2.2. Agen Penyebab dan Vektor .....................................................................5
2.2.3. Transmisi Agen Penyakit .........................................................................6
2.2.4. Patogenesis Penyakit ................................................................................7
2.2.5. Tanda dan Gejala Penyakit .....................................................................7
2.3. Filiarisis .........................................................................................................8
2.3.1. Deskripsi Penyakit ....................................................................................8
2.3.2. Agen Penyebab dan Vektor .....................................................................8

i
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Capaian Pembelajaran
1. Deskripsi Penyakit
2. Agen penyebab dan vektor, meliputi : jenis mikroorganisme, karakterisktik
morfologi, dan fisiologi mikroorganisme
3. Transmisi agen penyebab dan vektor
4. Patogenesis penyakit
5. Tanda dan gejala penyakit

1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Demam Thypoid
2.2.1. Deskripsi Penyakit
Menurut Handayani dan Ulfa (2018), demam tifoid
merupakan sebuah penyakit infeksi yang diakibatka karena
manusia terinfeksi oleh bakteri Salmonella typhi, penyakit
ini menyerang sistem pencernaan manusia, infeksi ini pada
beberapa orang dapat menyebabkan hilangnya kesadaran.
Sementara itu menurut Nuruzzaman dan Syahrul (2016),
demam tifoid merupakan penyakit infeksi pada usus halus
manusia dan bersifat akut, infeksi ini diakibatkan oleh
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A,B,
dan C. Penularan penyakit ini terjadi melalui fecal dan oral
yang selanjutnya masuk ke dalam tubuh manusia. Demam
tifoid merupakan penyakit yang dapat menyerang orang
banyak dan mudah menular, sehingga penyakit ini dapat
menyebabkan sebuah wabah pada suatu daerah. Penularan
pada daerah endemic terjadi melalui air yang tercemar,
sedangkan pada daerh non-endemik penularan dapat terjadi
melalui makanan yang telah terkontaminasi (Nuruzzaman
dan Syahrul, 2016).
2.2.2. Agen Penyebab dan Vektor
2.2.2.1. Agen Penyebab
2.2.2.1.1. Jenis Mikroorganisme
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dilihat
bahwa jenis mikroorganisme dari penyebab demam tifoid
ialah bakteri Salmonella typhi. Taksonomi dari Salmonella
typhi menurut Kumar (2012) ialah sebagai berikut:

Tingkatan Taksonomi Nama

2
Divisi Protophyta
Kelas Schizomycetes
Ordo Eubacteriales
Famili Enterobacteriaceae
Genus Salmonella
Spesies Salmonella Typhi

2.2.2.1.2. Karakteristik Morfologi dan Fisiologi


Salmonella termasuk ke dalam bakteri gram negatif
yang berukuran 2-4 × 0.6 µm, bersifat motil karena
memiliki flagella, bentuknya berupa basil, dan bersifat
anaerob fakultatif (Kumar, 2012). Salmonella typhi
memiliki flagella peritrikh dan akan mati pada suhu 60oC
selama 15-20 menit melalui pasteurisasi, pendidihan, dan
khlorinasi (Hendrayana dan Lestari, 2017).
2.2.2.2. Vektor Penyakit
Menurut Andayani dan Fibrana (2018), vektor dari
demam tifoid ialah lalat. Lalat dapat menjadi vektor karena
lalat berkembang biak dan makan di tempat yang kotor,
bakteri yang terdapat pada tempat lalat tersebut makan akan
menempel pada bantalan kaki dan mulut lalat dan
selanjutnya akan berpindah ketika lalat mendarat pada
tubuh manusia. Jenis lalat yang menjadi vector pada
Salmonella typhi ialah lalat hijau (Chrysomya
megacephala) dan lalat rumah (Musca domestica) (Femila,
dkk (2018)).
2.2.3. Transmisi Agen Penyakit
Transmisi dari Salmonella typhi sehingga bisa
masuk melalui tubuh manusia dapat melalui beberapa cara,
cara-cara tersebut disebut sebagai 5F, yaitu food, finger, fly,
feses, dan fomitus. Muntahan dan juga feses dari seorang
yang telah terinfeksi Salmonella typhi dapat menularkan

3
bakteri tersebut kepada individu lain yang diperantarai oleh
lalat. Lalat tersebut akan hinggap pada makanan yang akan
dikonsumsi oleh individu yang sehat dan menyebabkan
individu tersebut terinfeksi Salmonella typhi. Transmisi
dari demam tifoid juga dapat terjadi akibat adanya kontak
langsung antara tangan seorang individu dengan urin, tinja,
atau secret saluran nafas dari seorang individu yang
terinfeksi yang kemudian secara tidak sadar termakan
(Nuruzzaman dan Syahrul, 2016).
2.2.4. Patogenesis Penyakit
Infeksi didapat dengan menelan. Saat mencapai
usus, bakteri akan menempel pada mikrovili mukosa ileum
karena adanya senyawa adhesins pada permukaan bakteri.
Kemudian mereka akan menembus ke lamina propria dan
lapisan submukosa, yaitu tempat mereka terfagositosis oleh
neutrophil dan makrofag. Namun, mereka resisten terhadap
bentuk pertahanan tubuh tersebut dan berkembang biak di
dalam sel-sel tersebut. Setelah itu, mereka akan masuk ke
dalam nodus limfatik, lalu masuk ke dalam aliran darah
manusia, dan selanjutnta tiba di organ-organ manusia.
seperti, hati, kantung empedu, limpa, sumsum tulang, paru-
paru, dan ginjal. Di dalam organ manusia, mereka akan
mengalami pembelahan, lalu masuk kembali ke dalam
darah, dan menyebabkan bacteremia kedua yang lebih
berat, ditandai dengan adanya demam. Salmonella
berkembang biak dengan baik di empedu yang terus
menerus mengeluarkan sekretnya ke usus halus yang
terdapat plaque payer dan jaringan limfoid. Bagian tersebut
akan mengalami peradanfan yang diikuti olek nekrosis
(Kumar, 2012).
2.2.5. Tanda dan Gejala Penyakit

4
Masa inkubasi dari bakteri Salmonella typhi ini
terjadi selama 7-14 hari semenjak pajanan. gejala dan
tandanya bervariasi mulai dari demam hingga yang fatal.
Gejala awal ditandai dengan sakit kepala, malaise,
anorexia, dan coated tongue (permukaan lidah yang
tertutupi oleh selaput pseudomembran berwarna putih), lalu
terjadi juga diare dan konstipasi. Namun, diare jarang
terjadi yang sering terjadi di awal ialah kosntipasi. Pada
kasus yang tidak segera ditangani, suhu tubuh akan terus
meningkat pada satu minggu pertama, dan berlangsung
selama 7-10 hari. Setelah itu panas tubuh akan turun secara
perlahan selama minggu ketiga atau keempat terjadinya
infeksi. Kemudian, tanda lainnta ialah bradikardia ketika
sedang demam tinggi, heptomegali, splenomegali, dan juga
bintik-bintik merah pada sasa bagian depan pada minggu
kedua atau ketiga dan akan memudar jika ditekan (Kumar,
2012).
2.2. Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.2.1. Deskripsi Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
penyakit yang diakibatkan oleh infeksi dari virus dengue
dan ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopticus dan penyakit ini dapat menular. DBD
tersebar di seluruh daerah tropis dan menyebar luas yang
dipengaruhi oleh suhu, tingkat urbanisasi yang tinggi, dan
juga curah hujan (Kaeng, dkk. 2020).
2.2.2. Agen Penyebab dan Vektor
2.2.2.1. Agen Penyebab
2.2.2.1.1. Jenis Mikroorganisme
Mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya
DBD ialah Flavivirus. Flavivirus merupakan virus dengan
famili Flaviviridae yang pada awalnya disebut dengan

5
Tigaviridae, Flaviviridae dan terdiri atas Flavivirus,
Pectivirus, Hepacivirusdan bergenus Flavivirus (Kumar,
2012)
2.2.2.1.2. Karakteristik Morfologi dan Fisiologi
Flavivirus merupakan virus yang berbentuk bola
dan ditutupi oleh kapsul, dengan ukuran 40-60 nm,
ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan Alphavirus,
intinya diselubungi oleh lipid, dan materi genetiknya
berupa single stranded RNA (Kumar,2012).
2.2.2.2. Vektor Penyakit
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa vector dari
DBD ialah nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopticus.
Namun, yang paling banyak dan paling sering dalam
menginfeksi ialah nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk akan
menggigit tubuh seseorang untuk memenuhi kebutuhan
protein yang selanjutnya akan digunakan untuk
mematangkan telurnya. Ketika nyamuk tersebut menggigit
tubuh seorang individu yang di dalam darahnya terkandung
virus dengue maka virus tersebut akan ikut terhisap oleh
nyamuk (Bahriansyah,2019).
2.2.3. Transmisi Agen Penyakit
Transmisi dari virus Dengue diperantarai oleh
nyamuk Aedes aegypti. Ketika nyamuk tersebut menggigit
seorang penderita DBD yang di dalam darahnya terkandung
virus Dengue, maka virus tersebut akan ikut terhisap oleh
nyamuk. Kemudian virus akan memperbanyak diri di dalam
tubuh nyamuk juga akan menyebar ke selurun anggita
tubuh nyamuk termasuk ke kelenjar air liur nyamuk.
Setelah satu minggu, maka nyamuk tersebut akan siap
menularkan kepada individu lain, virus ini akan selalu ada
pada tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Penularan terjadi
setiap kali nyamuk tersebut menggigit tubuh seseorang

6
karena sebelum nyamuk menghisap darah dari manusia,
nyamuk terlebih dahulu akan mengeluarkan air liurnya agar
darah yang dihisap tidak membeku. Pada saat nyamuk
mengeluarkan air liurnya lah, virus juga akan berpindah
dari tubuh nyamuk dan akan masuk ke dalam aliran darah
manusia (Bahriansyah, 2019).
2.2.4. Patogenesis Penyakit
Setelah virus Dengue masuk ke dalam tubuh
manusia, maka akan menimbulkan viremia. Timbulnya
viremia akan menyebabkan tubuh penderita membuat
komplek imun antibody dan akan melepaskan zat seperti,
3a, C5a, bradikinin,histamin, thrombin, dan serotonin yang
akan merangsak PGE2 di hypothalamus, selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya hipertermia. Hipertermia akan
menyebabkan terjadinya peningkatan reabsorpsi dari Na+
dan air dan selanjutnya akan menyebabkan hipovolemi.
Kemudian komplek antibody juga dapat menyebabkan
timbulnya agregasi trombosit dan menyebabkan terjadinya
gangguan pada fungsi trombosit, trombositopeni, dan
koagulopati. Gangguan pada trombosit akan menyebabkan
pendarahan berlebihan yang bila tidak diatasi segera akan
menimbulkan syok (Rifniarneswari, 2017).
Syok yang terjadi dan tidak dapat diatasi akan
menyebabkan hipoxua jaringan dan selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya asidosis metabolik. Inkubasi dari
virus Dengue sedniri terjadi selama 3-15 hari dengan rata-
rata ialag 5-8 hari (Rifniarneswari, 2017).
2.2.5. Tanda dan Gejala Penyakit
Gejala dan tanda klinis dari DBD ialah demam
tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari. Lalu
terdapat manifestasi pendarahan, hepatomegali, perdarahan
gusi, nadi yang cepat dan lemah serta penurunan tekanan

7
nadi, kaki dan tangan dingin hipotensi,pasien tampak
gelisah, kulit lembab, dan tanda-tanda kegagalan kegagalan
sirkulasi (Bahriansyah, 2019).
2.3. Filiarisis
2.3.1. Deskripsi Penyakit
Filiarisis merupakan sebuah penyakit yang
diakibatkan karena terjadinya infeksi oleg cacing filaria,
penyakit ini bersifat menular di mana ditularkan oleh
gigitan nyamuk. Penyakit ini disebabkan oleh cacing yang
berasal dari kelompok nematode, yaitu Wunchereria
bancrofti. Cacing filaria dewasa yang menginfeksi
seseorang, akan hidup pada kelenjar limfe dan darah
manusia akan menyebabkan terjadinya pembengkakan pada
skrotum, kaki, tangan, dan juga glandula mammae.
Pembengkakan tersebut akan menyebabkan manusia yang
terinfeksi akan mengalami penurunan produktifitas dan
mengakibatkan kerugian dalam hal materi, yaitu kehilangan
jam kerja juga menyebabkan individu tersebut tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari (Hapsari, dkk, 2018).
2.3.2. Agen Penyebab dan Vektor
2.3.2.1. Agen Penyebab
2.3.2.1.1. Jenis Mikroorganisme
Menurut Kumar (2012), penyebab dari terjadinya
filariasis ialah adanya parasit Wuchereria bancrofti atau
cacing filaria, Brugia malayi, dan Brugia timori. Cacing
filaria memiliki taksonomi sebagai berikut:
Tingkatan Taksonomi Nama
Kerajaan Animalia
Kelas Secernentea
Ordo Spirurida
Famili Onchocercidae
Genus Wuchereria

8
Spesies Wuchereria bancrofti
Taksonomi dari Brugia malayi adalah sebagia berikut:

Tingkatan Taksonomi Nama


Kerajaan Animalia
Kelas Secernentea
Ordo Spirurida
Famili Onchocercidae
Genus Brugia
Spesies Brugia malayi

2.3.2.1.2. Karakteristik Morfologi


Wuchereria bancrofti memiliki beberapa ciri-ciri,
yaitu mikrofilarianya beruurang 250nm, panjangnta 65-
100nm pada cacing betina dewasa, dan 40 nm pada cacing
jantan dewasa. Kemudian di ujung kepaanya membesar,
kemudian cacing ini juga memiliki mulut tanpa bibir dan
berupa lubang sederhana. Cacing ini berbentujk seperti
benang. Kemudian parasite yang kedua ialah Brugia
malayi yang memiliki beberapa ciri, seperti bentuknya
yang mirip dengan Wuchereria bancrofti tetapi berukuran
lebih kecil, panjang cacing jantannya berkisar 13-23mm
sedangkan untuk wanitanya berkisar 43-55 mm. Cacing
jantan dapat memproduksi mikrofilaria pada tubuh
manusia yang memiliki panjang 130 hingga 170 nm dan
lebarnya 5 hingga 7 nm. Sementara itu, ciri dari Brugia
timori yaitu, ekornya berbentuk seperti pita dan agak
bundar, ujung kepala anteriornya membulat baik pada
jantang maupun betinanya. Kemudian, cacing jenis ini
yang sudah dewasa, mereka akan hidup pada saluran dan
pembuluh limfe. Kemudian pada cacing ini juga di tiap
sisinya didapatkan empat papil sirkum orak yang teratur
dengan esophagusnya sepanjang 1 mm (Maulidah, 2017).

9
2.3.2.2. Vektor Penyakit
Vektor utama dari terjadinya penyebaran penyakit
filiarisis adalah nyamuk Culex sp. Nyamuk ini merupakan
nyamuk yang biasanya hidup dan berkembang pada daerah
sekitar kandang ternak sapi, babi, sekitar rawa, sawah, atau
parit. Terinfeksi atau tidaknya tubuh seseorang akan
penyakiy filariasis ini bergantung pada kekebalan tubuh,
jika kekebalan tubuh seseorang tersebut tinggi maka tubuh
dapat mengalahkan cacing filaria yang terdapat dalam
tubuh. Selanjutnya, cacing filaria membutuhkan waktu 10
hari untuk berkembang di dalam tubuh manusia, jika ia
tidak dapat bertahan selama 10 hari maka cacing tersebut
akan mati. Seseorang dapat terkena filariasis jika ia
setidaknta pernah digigit nyamuk sebanyak 1000 gigitan
(Maulidah, 2017).
2.3.3. Transmisi Agen Penyebab
Menurut Anindita dan Mutiara (2016), transmisi
dari cacing filaria terjadi melalui nyamuk. Ketika nyamuk
menggigit individu yang terkena filarisis, maka mikrofilaria
akna ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk tersebut.
Kemudian mikrofilia akan melakukan penetrasi pada
dinding lambung dari nyamuk dan berkembang hingga
menjadi larva infektif yang selanjutnya akan berpindah
pada manusia yang digigit oleh nyamuk. Ketika nyamuk
menggigit manusia baru, maka larva infektik akna masuk
melalui lubang bekas gigtan nyamuk lalu berjalan
mengikuti aliran darah limfa. Kemudian sebelum menjadi
larva dewasa, maka mikrofilia akan berubah bentuk
sebanyak dua kali.
Lebih lengkapnya dirumuskan oleh Central Disease
of Control and Prevention (2018), tahapan perkebangan

10
dari vektor dan proses transmisi dari Wuchereria bancrofti
adalah sebagai berikut:
1. Selama mengisap darah, nyamuk yang terinfeksi
akan memasukan larva filaria dalam stage-3 ke kulit
manusia.
2. Mereka kemudian berkembang menjadi dewasa dan
tinggal di saluran limfatik.
3. Cacing dewasa akan menghasilkan mikrofilaria yang
berselubung dan bermigrasi ke limfa dan aliran
darah.
4. Nyamuk lain yang belum terinfeksi akan mengigit
manusia yang telah terinfeksi, lalu membawa
mikrofilaria bersama dengan darah yang diisap.
5. Di dalam tubuh nyamuk mikrofilaria kehilangan
selubungnya lalu tinggal di lambung dan usus
nyamuk
6. Mikrofilaria berkembang menjadi larva stage-1
7. Mikrofilaria berkembang hingga menjadi larva stage
-3
8. Larva Wuchereria bancrofti kemudian akan
bermigrasi ke kepala dan proboscis nyamuk 15
9. Larva ini kemudian akan menginfeksi manusia sehat
melalui gigitan nyamuk
2.3.4. Patogenesis Penyakit
Menurut Maulidah (2017), penyakit filiarisis dalam
perkembangannya dapat diperngaruhi oleh sering atau
tidaknya mendapat gigtan nyamuk, kekuatan imun tubuh
terhadap parasite, banyaknya larva infektif yang masuk ke
dalam tubuh, dan apakah ada atau tidak infeksi sekunder
yang berasal dari bakteri atau jamur. Filarisis dapat
merugikan manusia dikarenakan cacing filaria dewasa yang
menetap pada saluran limfe, cacing dewasa tersbeut akan

11
menyebabkan terjadinya dilatasi slauran limfe dan
menyebabkan terjadinya gangguan fungsi limfatik
2.3.5. Tanda dan Gejala Penyakit
Gejala dari terjadinya filariasis terbagi menjadi dua,
yaitu gejala akut dan gejala kronik. Gejala akut ditandai
dengan terjadinya limfangitis, limfadenitis, dan
adenolimfangitis yang biasanya disertai juga dengan
demam, lemas, sakit kepala, dan juga abses. Selanjutnya
abses dapat pecah dan jika abses pecah dapat menyebabkan
terjaidnya parut. Sementara itu, gejala kronik ditandai
dengan terjadinya lymph scrotum, hidrokel, limfadema, dan
kiluri. Dimana lymph scrotum ialah pelenbaran yang terjadi
pada saluran limfe yang letaknya superfisial pada scrotum.
Kemudian, limfadema ialah pembengkakan yang terjadi
akibat adanya gangguan aliran getah bening untuk kembali
ke dalam dara. Lalu, kiluria ialah kebocoran yang terjadi
akibat dari adanya pembuluh darah dan saluran limfe di
ginjal yang pecah. Sedangkan hidrokel merupakan
pembengkakan yang terjadi akibat adanya cairan yang
terkumpulnya cairan limfe di dalam tunica vaginalis testis,
pembengkakan ini terjadi di scrotum (Anindita dan
Mutiara, 2016).

12
Daftar Pustaka
Anindita dan Mutiara, H. 2016. Filariasis: pencegahan terkait faktor risiko.
Majority. 5(3): 11-16

Bahriansyah, Mohammad Adam. 2019. Perbedaan Pengetahuan dan Sikap tentang

Centers for Disease Control and Prevention. 2018. Life Cycle of W. Bancrofti.
https://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/biology_w_bancroft
i.html Diakses Pada 7 Desember 2020.
Femila, P., Jiwinatarum, Y., dan Yustin, E. 2018. Identifikasi bakteri Salmonella
SP pada lalat hijau (Chrysomya megacephala). Jurnal Analis Medika
Bio Sains. 5(1)
Handayani, O. W. K. dan Ulfa, F. 2018. Kejadian demam tifoid di wilayah kerja
puskesmas Pagiyanten. Higeia. 2(2): 227-238.
Hapsari, A.T., Shaluhiyah, Z., dan Suryoputro, A. 2018. Pengaruh faktor
pendukung terhadap perilaku masyrakat dalam pencegahan penyakit
filariasis di Kota Semarang. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia.
13(2): 143-154
Hendrayana, M. A. dan Lestari. I. D. A. M. D. 2017. Identifikasi dan Diaganosis
Infeksi Bakteri Salmonella typhi. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Dokter Universitas Udayana. Denpasar
Kaeng, L. W., Sumampouw, O.J., dan Warouw, F. 2020. Perilaku pencegahan dan
kepadatan hunian dengan kejadian demam berdarah dengue. Jurnal of
Public Health and Community Medicine. 1(3):1-6
Kumar, S. 2012. Textbook of Microbiology. Bangladesh : Jaypee Brothers
Medical Publishers.
Maulidah, R. N. 2017. Kondisi Lingkungan dan Vektor di Sekitar Kasus
Filariasis. Skirpsi. Univeristas Muhammadiyah Semarang. Semarang
Nuruzzaman, H. dan Syahrul, F. 2016. Analisis risiko kejadian demam tifoid
berdasarkan kebersihan diri dan kebiasaan jajan di rumah. Jurnal
Berkala Epidemiologi. 4(1): 74-86

13
Pencegahan Penyakit DBD Sebelum dan Sesudah Diberikan
Penyuluhan di Dusun Pesisir Desa Junganyar Bangkalan. Tesis.
Program Keperawatan Universitasn Muhammadiyah Gresik. Gresik

Rifniarneswari. 2017. Patofisiologi DBD.


https://kupdf.net/download/patofisiologidbd_5a30793ce2b6f5c721359
6b0_pdf . Diakses Pada 7 Desember 2020.

14

Anda mungkin juga menyukai