Anda di halaman 1dari 7

Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana Sebagai Upaya Pengurangan Resiko

Bencana di Indonesia

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara dengan segudang potensi bencana alam.


Sebanyak 20.476 kejadian bencana dalam kurun waktu 200 tahun terakhir. Sejak
Tahun 1815-2015 di Indonesia telah terjadi 6.200 kejadian bencana banjir dan
menyebabkan korban 18.927 nyawa meninggal, 3.913 kejadian bencana angin
puting beliung dengan 345 korban. Hal ini sangat berbeda dengan bencana
letusan gunung api yang terjadi 139 kali dengan jumlah korban meninggal
sebanyak 78.627 dan hanya 10 kejadian bencana gempa bumi yang disertai
tsunami menyebabkan korban sebanyak 167.779 jiwa (BNPB, 2015).

Bencana memiliki karakteristik yang berbeda-beda, bencana banjir dan


angin puting beliung sering terjadi namun korban yang disebabkan oleh bencana
tersebut cenderung sedikit sangat berbeda dengan bencana gempa bumi,
tsunami dan gunung meletus, bencana ini sangat jarang terjadi namun saat
terjadi banyak korban yang ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa masyarakat
Indonesia sangat rentan terhadap bencana letusan gunung api, gempa bumi dan
tsunami.

Pengalaman gempa yang terjadi di pulau Sumatera Barat menunjukkan


betapa besarnya dampak kerusakan sekolah, khususnya ruang kelas. Akibatnya,
proses kegiatan belajar-mengajar secara normal pun terhenti. Hampir di
sebagian besar wilayah Indonesia, sarana dan prasarana sekolah yang ada
sangatlah rentan terhadap bencana. Selain infrastruktur bangunan sekolah, tak
dapat dibayangkan apabila kejadian bencana terjadi pada jam-jam sekolah
(Sunarhadi, 2012).

Kemampuan dan kapasitas dalam menghadapi bencana bagi peserta


didik menjadi sangat penting karena sebagian besar waktu peserta didik
dihabiskan di sekolah. Apabila terjadi bencana di sekolah, perbandingan jumlah
guru/orang dewasa di lingkungan sekolah menjadi tantangan dalam proses
penyelamatan peserta didik yang jumlahnya sangat banyak. Oleh karena itu,
peserta didik harus mampu dan siap dalam menghadapi bencana yang menimpa
mereka kapanpun. Kegiatan pengurangan risiko bencana seperti mitigasi
bencana menjadi sangat perlu dilakukan.

Mitigasi bencana dapat dilakukan secara struktural dan non-struktural


yaitu, mitigasi dengan melakukan perbaikan secara fisik dan melakukan
peningkatan kesiapsiagaan. Kapasitas kesiapsiagaan menghadapi bencana tidak
serta-merta ada dan memiliki nilai yang baik pada setiap peserta didik namun
perlu waktu dan usaha. Selama ini peningkatan kesiapsiagaan dan upaya
mitigasi bencana telah dilakukan dalam proses pembelajaran. Namun, hasil
evaluasi tingkat kesiapsiagaan peserta didik menunjukkan bahwa peserta didik
masih belum siap dalam menghadapi bencana dan tidak berpartisipasi dalam
kegiatan mitigasi. Padahal materi mengenai kebencanaan sangat banyak dan
harus dikuasai oleh peserta didik sebagai bekal dalam ketangguhan menghadapi
bencana di Indonesia. Pendidikan kebencanaan juga sangat perlu diberikan
sedini mungkin pada anak-anak.

Pendidikan kebencanaan harus dialami oleh peserta didik dimulai sedini


mungkin. Kegiatan yang harus dilakukan agar pendidikan kebencanaan dapat
berlangsung secara berkelanjutan adalah dengan memasukkan pendidikan
kebencanaan dalam pendidikan di sekolah. Namun, beban kurikulum peserta
didik telah banyak dan di Indonesia pendidikan kebencanaan hanya dibahas
pada Kompetensi Dasar Kelas X Semester Genap. Oleh karena itu, kegiatan
pendidikan kebencanaan dapat dilaksanakan melalui kegiatan ektrakurikuler.
Pada akhirnya berdasarkan identifikasi masalah yang ditemukan maka rumusan
masalah yang akan dibahas yaitu, bagaimana model ekstrakurikuler mitigasi
bencana dan metode ekstrakurikuler mitigasi bencana yang akan diterapkan
kepada peserta didik di sekolah?
Pembahasan

A. Pengurangan Resiko Bencana

Pengurangan risiko bencana ialah upaya sistematis yang dilakukan untuk


mengembangkan dan menerapkan kebijakan, strategis dan tindakan yang dapat
meminimalisir korban dan kerugian materil akibat bencana, baik melalui upaya
mitigasi ataupun pengurangan kerentanan (BNPB, 2013). Terdapat tiga
pemangku kepentingan dalam upaya mengurangi risiko bencana yaitu individu
dan rumah tangga, pemerintah serta komunitas sekolah (Hidayati dalam
Nurchayat, 2014). Peserta didik yang merupakan bagian komunitas sekolah
mampu memadukan pengetahuan baru bagi kehidupan sehari-hari dan menjadi
sumber pengetahuan bagi orang di sekelilingnya. Pemberian pengetahuan serta
informasi yang memadai mengenai kebencanaan dapat meningkatkan
ketangguhan terhadap bencana.

Pada hakikatnya tingkat risiko bencana tergantung pada:

1. Tingkat ancaman kawasan

2. Tingkat kerentanan kawasan yang terancam

3. Tingkat kapasitas komunitas dalam menghadapi bencana

Ketiga variabel ini saling berpengaruh dimana apabila ancaman bencana


besar, kawasan sangat rentan dan kapasitas komunitas masyarakat rendah
maka risiko yang ditimbulkan menjadi sangat besar.

Upaya pengurangan risiko bencana pada sistem pendidikan telah banyak


dilakukan melalui pengembangan program-program dan proyek yang secara
umum bertujuan untuk menyelamatkan dan mempersiapkan komunitas sekolah.
Beragam program/proyek yang telah dikembangkan memiliki konsep dan strategi
yang berbeda-beda untuk meningkatkan kapasitas komunitas sekolah.
B. Mitigasi Bencana

Upaya penanggulangan bencana di Indonesia telah tercantum dalam UU


Nomor 24 Tahun 2007. Salah satu tindakan yang penting dalam
penanggulangan bencana adalah tindakan mitigasi bencana. Mitigasi adalah
tindakan yang dilakukan sebelum terjadi bencana untuk mengurangi dampak
yang ditimbulkan (Aditya, 2009).

Mitigasi bencana terdiri atas mitigasi struktural dan mitigasi non-struktural.


Mitigasi struktural merupakan kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat
fisik seperti pembangunan tanggul, pembuatan rumah tahan gempa dan
pembuatan selokan sedangkan, mitigasi non-struktural merupakan segala upaya
dalam pengurangan risiko bencana yang dilakukan namun tidak bersifat fisik.
Mitigasi non-struktural dapat berupa peningkatan kesiapsiagaan, peningkatan
pengetahuan dan tanggap darurat terhadap bencana.

C. Model Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana

Model ekstrakurikuler mitigasi bencana secara singkat adalah kegiatan


ektra yang diikuti oleh peserta didik yang bertujuan untuk meningkatkan
keikutsertaan dalam mitigasi, kapasitas, dan kemampuan diri dalam menghadapi
bencana. Ektrakurikuler mitigasi bencana sebagai kegiatan pendidikan
kebencanaan merupakan salah satu solusi dalam meningkatkan kesiapsiagaan
dan ketangguhan terhadap bencana serta mitigasi terhadap bencana di
lingkungan sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler mitigasi bencana merupakan hasil
pengembangan dari Program Sekolah Siaga Bencana, yaitu sekolah yang
memiliki kemampuan untuk mengelola risiko bencana di lingkungannya.

Model kegiatan ekstrakurikuler yaitu memadukan antara kegiatan mitigasi


non-struktural dan kegiatan mitigasi stuktural yang dilakukan langsung di
lingkungan peserta didik. Kurikulum yang kemudian diturunkan menjadi
rancangan proses pembelajaran yan penyusunan indikator capaian sesuai
dengan kemampuan peserta didik, tujuan dan proses penilaian yang mendukung
pendidikan mitigasi bencana, menggunakan strategi yang efisien seperti simulasi
serta muatan materi yang menarik. Adapun peningkatan kesiapsiagaan peserta
didik dalam menghadapi bencana harus selalu di evaluasi dan dimonitoring oleh
pihak sekolah. Hasil evaluasi dan monitoring tingkat kesiapsiagaan peserta didik
harus selalu dilakukan di setiap semesternya dan hasil ini harus tertulis pada
raport peserta didik, sehingga dapat diidentifikasi kelemahan-kelemahan pada
parameter-parameter tingkat kesiapsiagaan dan dilakukan peningkatan atau
perbaikan pada parameter tersebut.

D. Penerapan Kegiatan Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana

Penyusunan kurikulum ekstrakurikuler mitigasi bencana didasarkan pada


analisis kebutuhan dari tingkat kerentanan peserta didik serta merupakan
kurikulum preventif. Kurikulum bersifat preventif yaitu kurikulum yang didesain
membahas segala hal yang berhubungan dengan aspek kebencanaan (Nuryany
dalam Ahmad, 2009). Kurikulum kegiatan ekstrakurikuler mitigasi bencana
diharapakan akan sesuai dengan karakteristik dan potensi bencana disetiap
daerah namun memiliki garis besar kurikulum yang sama untuk Indonesia, yaitu
mengenai pegetahuan dasar bencana, mitigasi bencana, kesiapsiagaan
terhadap bencana, tanggap darurat bencana dan tindakan pemulihan pasca
bencana.

Pelaksanaan kegiatan dilakukan sekali dalam seminggu diluar jam belajar


sekolah karena merupakan kegiatan ektrakurikuler. Pengembangan kurikulum
ektrakurikuler akan disesuaikan dengan dearah lokasi penerapan kurikulum
karena potensi bencana yang terjadi berbeda sesuai dengan karakteriktik
wilayah. Apabila dilakukan penyeragaman kurikulum maka akan menghilangkan
kapasitas lokal masyarakat terutama menyangkut dengan kearifan lokal terhadap
bencana di wilayah tertentu. Bentuk kurikulum berupa Rancangan Proses
Pembelajaran (RPP) yang disusun sebagai acuan proses pembelajaran.

Pelaksanaan ekstrakurikuler mitigasi bencana ini harus dilakukan secara


serentak dan merata di seluruh wilayah Indonesia pada jenjang sekolah dasar,
menegah hingga sekolah menengah atas. Tindakan mitigasi yang dapat
dilakukan oleh peserta didik selama mengikuti kegiatan berupa analisis
kerentanan wilayah sekolah, pembersihan selokan, pembuatan selokan,
pengamanan perabotan di kelas, dan pembuatan jalur evakuasi.
Kesimpulan

Pengurangan risiko bencana pada bidang pendidikan melalui kegiatan


ekstrakurikuler mitigasi bencana dilakukan dengan mitigasi struktural dan
peningkatan kesiapsiaaan. Keikutsertaan dalam melakukan mitigasi dan tingkat
kesiapsiagaan setiap individu dapat diukur dan dianalisis sehingga dapat
dilakukan pengkajian dan perbaikan dimasa yang akan datang.

Bentuk mitigasi dilingkungan sekolah berupa pembersihan selokan,


pembuatan selokan, pengamanan perabotan di kelas, dan pembuatan jalur
evakuasi. Penerapan integrasi kesiapsigaan dalam kegiatan ekstrakurikuler
mitigasi bencana menjadi suatu siklus penilaian kesiapsiagaan. Siklus ini dialami
oleh peserta didik dan diharapkan peserta didik siap menghadapi berbagai
macam potensi bencana di wilayah Indonesia dimanapun mereka berada.

Penerapan ekstrakurikuler mitigasi bencana memerlukan sistem yang


terencana dalam capaian mitigasi kesiapsiagaan pada setiap jenjang pendidikan.
Instrumen penilaian harus tervalidasi dan mencakup materi-materi seluruh
potensi kebencanaan di wilayah Indonesia. Penerapannya juga memerlukan
unsur pendukung dan kerjasama berbagai pihak terkait (stakeholder) seperti,
Dinas Pendidikan, BNPB, PMI, BPBD, Non-Governmental Organization (NGO),
instansi swasta, masyarakat dan komunitas sekolah. Pengintergarasian
kesiapsiagaan dalam sistem pendidikan di Indonesia bisa terlaksana apabila
seluruh unsur pendukung telah siap dalam memberlakukan kebijakan ini dan
pada akhirnya diharapakan perkembangan kesiapsiagaan peserta didik di
Indonesia menjadi lebih baik sehingga akan mengurangi dampak korban
bencana pada generasi muda/anak-anak.

Daftar Pustaka

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2015. Data Kejadian Bencana


Indonesia periode Tahun 1815-2015. www.dibi.bnpb.go.id.

Ahmad, Widhyanto Muttaqin dan Barry Aditya Ahmad. 2009. Anak Siaga
Bencana. Jakarta: Risalah MDMC, hal: 49.
Sunarhadi, Amin. Musiyam, M. Susilawati, Siti Azizah., dan Diniyati, Ari. 2012.
Integrasi Pengetahuan Mitigasi Bencana Dalam Kurikulum Sekolah
Menengah di Kabupaten Sukoharjo. Seminar Nasional Penginderaan
Jauh dan Sisitem Informasi Geografis. Fakutas Geografi UMS. Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai