Diusulkan oleh:
Dina Nakita (19102010047) (2019)
Salsabela Nur Fauzia (19102010015) (2019)
Bastian Eldi (19108030052) (2019)
Dewasa ini, kondisi alam dan iklim yang ada di Indonesia semakin sulit
diprediksi. Aktivitas manusia yang banyak melakukan eksploitasi alam sehingga
terjadi pemanasan global dan adanya efek rumah kaca akibat revolusi industri
berpengaruh terhadap atmosfer bumi. Permasalahan ini menjadi tantangan
tersendiri bagi lembaga pendidikan terkait kesiapan masyarakat, terutamanya
generasi muda dalam memberikan pengajaran kepada siswa sehingga dapat
menyebarkan pengetahuan terhadap kesiapan masyarakat dalam menghadapi
bencana. Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) merupakan program
pendidikan yang dimaksudkan untuk mengurangi tingkat resiko bencana di
lingkungan sekolah. Program SPAB direalisasikan oleh Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan pada tahun 2010 dengan menerbitkan surat edaran No.
70a/SE/MPN/2010 tentang pengurangan resiko bencana (PRB) di lingkungan
sekolah. Disisi lain, Program SPAB ini juga perlu diterapkan pada masyarakat
berkebutuhan khusus yang disesuaikan dengan jenis dan tingkat kebutuhannya.
Hal ini ditujukan untuk merancang life skill mereka. SPAB mampu memberikan
pembelajaran dengan membangun kebiasaan anak sesuai dengan tingkat
pendidikannya. Termasuk juga yang terdapat di lembaga pendidikan luar biasa,
yang mana dalam segi penginderaan, respon, maupun ketangkasannya berbeda
dengan anak-anak di sekolah formal umum seperti yang terdapat di SDLB-A
Yaketunis Yogyakarta. Penelitian ini dirancang dengan metode kualitatif
menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan
teknik observasi dan wawancara mendalam. Prosedur analisis data dilakukan
dengan tahapan reduksi data, display, verifikasi, dan conclusion drawing.
Sedangkan keabsahan data diperoleh dari triangulasi metode dan triangulasi
sumber. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesiapan terhadap
siswa SDLB-A Yaketunis Yogyakarta dalam menerapkan SPAB dalam rangka
membangun masyarakat tanggap bencana.
Kata Kunci: SDLB-A, SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana), Tanggap
Bencana
BAB I
PENDAHULUAN
Bayangkan ketika seorang anak dengan penglihatan yang normal dapat dengan
mudah bergerak di lingkungannya,menemukan mainan dan teman-teman
bermainnya, serta melihat dan meniru orang tuanya dalam aktifitas sehari-hari.
Anak-anak tunanetra kehilangan saat-saat belajar kritis seperti itu, yang mungkin
akan berdampak terhadap perkembangan, belajar, keterampilan sosial, dan
perilakunya.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya Penerapan SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana)
Pada Siswa SDLB-A berdasarkan usia.
b. Diketahuinya Penerapan SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana)
Pada Siswa SDLB-A berdasarkan latar belakang.
c. Diketahuinya Penerapan SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana)
Pada Siswa SDLB-A berdasarkan jenis dan tingkatan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan terkait
Penerapan SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana) Pada Siswa SDLB-
A.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk Masyarakata
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi masyarakat
terutama orang tua terkait Penerapan SPAB (Satuan Pendidikan Aman
Bencana) pada anak Tunanetra agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan
yang menimbulkan cacat fisik baru.
b. Untuk Lembaga Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi tenaga
pendidik untuk meningkatkan pengetahuan terkait pentingnya penerapan
SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana) pada siswa SDLB-A.di masing-
masing wilayah dan melakukan pelatihan baik oleh tenaga pendidik ataupun
ahli dalam membangun masyarakat tanggap bencana.
c. Untuk Siswa
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai Penerapan SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana) pada
siswa SDLB-A, Khususnya untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang
menimbulkan cacat fisik baru.
BAB II
Tijauan Pustaka
2. Anak Tunanetra
Menurut Persatuan Tunanetra Indonesia/Pertuni (2004), orang tunanetra
adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total)
hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu
menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12
point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata
(kurang awas). Ini berarti bahwa seorang tunanetra mungkin tidak
mempunyai penglihatan sama sekali meskipun hanya untuk membedakan
antara terang dan gelap.
Orang dengan kondisi penglihatan seperti ini kita katakan sebagai ”buta
total”. Di pihak lain, ada orang tunanetra yang masih mempunyai sedikit
sisa penglihatan sehingga mereka masih dapat menggunakan sisa
penglihatannya itu untuk melakukan berbagai kegiatan sehari-hari
termasuk untuk membaca tulisan berukuran besar (lebih besar dari 12
point) setelah dibantu dengan kaca mata. Perlu dijelaskan di sini bahwa
yang dimaksud dengan 12 point adalah ukuran huruf standar pada
komputer di mana pada bidang selebar satu inci memuat 12 buah huruf.
Akan tetapi, ini tidak boleh diartikan bahwa huruf dengan ukuran 18 point,
misalnya, pada bidang selebar 1 inci memuat 18 huruf. Tidak demikian.
Orang tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan yang fungsional
seperti ini kita sebut sebagai orang ”kurang awas” atau lebih dikenal
dengan sebutan ”Low vision”. Anak tuna netra merupakan anak yang
mengalami kehilangan penglihatan sehingga memberikan dampak baik
secara langsung maupun tidak langsung bagi perkembangannya.
Lembaga pendidik sekolah luar biasa (SLB) saat ini masih kurang peduli
terhadap sistem pendidikan aman bencana (SPAB). Ketidaktahuan anak tunanetra
terhadap kebencanaan dan antisipasinya menjadi faktor penyebab kecelakaan dan
cacat fisik baru yang masih dianggap biasa karena adanya keterbatasan. Pendidik
maupun masyarakat berasumsi bahwa anak tunanetra bergantung pada orang
normal untuk bisa beraktivitas.
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metode
kualitatif menggunakan teknik purposive sampling. Dimana peneliti mengambil
sampel sebagai perspektif perwakilan dalam objek penelitian.
Penerapan SPAB
Pengaplikasian sesuai
kemampuan
2. Sampel
Teknik Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel berstrata,
dimana dari setiap tingkatan SDLB kelas 1 hingga 6 secara berurutan
diambil dari masing masing tingkatan tersebut.dengan jumlah 12 orang yang
terbagi laki laki dan perempuan.
3. Verifikasi
Data yang sudah terpola diverifikasi menyesuaikan maksud dan obyek data
dengan tujuan menyajikan data yang relevan dan terstruktur
4. kesimpulan
Data yang sudah terverifikasi kemudian disimpulkan bersamaan dengan
bukti
yang telah terkumpul sehingga dapat menyajikan data yang kredibel .
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Referensi
Nurjanah, dkk. (2011). Manajemen Bencana. Jakarta: Alfabeta.
Rudi Kasman. (2019). Bimbingan Satuan Pendidikan Aman Bencana Bagi Guru
dan Tenaga Kependidikan Pasca Bencana di Kota Palu, Sigi dan Donggala.
Jurnal Obor Penmas: Pendidikan Luar Sekolah. Vol. 2, No. 1. hlm. 67-77
Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Pengarusutamaan pengurangan risiko
bencana di sekolah, Surat Edaran Menteri No. 70a/SE/MPN/2010. Jakarta:
Kemententerian Pendidikan Nasional RI.