Pemahaman
mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana sehingga dampaknya tidak
besar.
Upaya atau tindakan mitigasi Bencana alam (Tanah longsor) adalah sebagai berikut:
Tidak mendirikan bangunan di daerah tebing atau tanah yang tidak stabil
Memantau informasi gejala tanah longsor dari media elektronik, misalnya website BMKG
1) Pembangunan permukiman dan vasilitas utama lainnya menghindari daerah rawan bencana. 2)
Menyarankan relokasi. 3) Menyarankan pembangunan pondasi tiang pancang untuk menghindari
bahaya liquefation. 4) Menyarankan pembangunan pondasi yang menyatu, untuk menghindari
penurunan yang tidak seragam (differential settlement). 5) Menyarankan pembangunan utilitas yang
ada di dalam tanah harus bersifat fleksibel. 6) Mengurangi tingkat keterjalan lereng.
Upaya atau tindakan mitigasi Bencana non-alam (covid-19) adalah sebagai berikut:
1) Menyiapkan masyarakat secara luas termasuk aparat pemerintah khususnya di jajaran kesehatan dan
lintas sektor terkait untuk memahami resiko bila wabah terjadi serta bagaimana cara-cara
menghadapinya bila suatu wabah terjadi melalui kegiatan sosialisasi yang berkesinambungan. 2)
Menyiapkan produk hukum yang memadai untuk mendukung upaya-upaya pencegahan, respon cepat
serta penanganan bila wabah terjadi. 3) Menyiapkan infrastruktur untuk upaya penanganan seperti
sumberdaya manusia yang profesional, sarana pelayanan kesehatan, sarana komunikasi, transportasi,
logistik serta pembiayaan operasional. 4) Upaya penguatan surveilans epidemiologi untuk identifikasi
faktor risiko dan menentukan strategi intervensi dan penanganan maupun respon dini di semua jajaran.
Upaya atau tindakan mitigasi pada bencana sosial (kerusuhan) adalah sebagai berikut:
1) Mendorong peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam rangka memelihara stabilitas ketentraman
dan ketertiban 2) Mendukung kelangsungan demokratisasi politik dengan keberagaman aspirasi politik,
serta di tanamkan moral dan etika budaya politik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 3)
Mengembangkan supremasi hukum dengan menegakkan hukum secara konsisten, berkeadilan dan
kejujuran. 4) Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta meningkatnya perlindungan
penghormatan, dan penegakkan HAM. 5) Meningkatkan kinerja aparatur negara dalam rangka
mewujudkan aparatur negara yang berfungsi melayani masyarakat, profesional, berdayaguna, produktif,
transparan, bebas dari KKN.
b. Pendidikan kebencanaan
Untuk memulai pendidikan siaga bencana di sekolah, idealnya setiap sekolah melakukan
risiko bencana,
Mingguan dan Harian dan pemantauan hasil belajar dengan cara: mengintegrasikan
materi PRB ke dalam bahan belajar; mengintegrasikan materi PRB ke dalam mata
pelajaran pokok dan muatan lokal; mengintegrasikan materi PRB ke dalam program
pengembangan diri,
Bentuk pendidikan kebencanaan dapat di lakukan baik dengan intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Intra
kurikuler dilakukan dengan pemberian informasi, praktik dan simulasi, dan buku panduan. Sedang
ekstrakurikuler dapat dilakukan dengan pramuka dan lain-lain.
c. Pendidikan kebencanaan untuk menuju masyarakat sadar bencana adalah metode atau
rangka mengembangkan pengertian dan kesadaran yang diperlukan untuk mengambil sikap
dalam melakukan adaptasi kehidupan di daerah rawan bencana. Arti dari pendidikan
kebencanaan yakni sebagai upaya sadar untuk menciptakan suatu masyarakat yang peduli,
efektif adalah:
1) Kenali setiap sasaran dengan baik: hal ini dimaksudkan bahwa ketika kegiatan sosialisasi
akan dilakukan hendaknya kita mengenali subjek dan objek yang akan kita beri informasi, ini
penting karena semakin kita mengenalinya maka akan mempermudah dilakukan kegiatan
sosialisasi. Tentunya ini akan berbeda jika kita tidak mengenal objek dan subjek sasaran
sosialisasi.
2) Fokuskan pada upaya merubah perilaku: sosialisai yang baik adalah berusaha untuk merubah
perilaku dari yang sebelumnya kurang atau belum baik menuju ke perilaku yang lebih baik
dari senbelumnya, kaitannya dengan kebencanaan yakni perubahan perilaku ke arah sadar dan
mempermudah penyampaian pesan, karena dengan bahasa yang mudah dimengerti mereka
subjek sasaran sosialisasi juga akan semakin mudah faham dan akhirnya mampu menafsirkan
4) Sampaikan pesan terus-menerus, penyampaian pesan dan informasi mengenani bencana dan
pendidikan bencana hendaknya dilakukan secara kontinu dan berkesinambungan, hal ini
dimaksudkan agar sasaran sosialiasi tidak mudah lupa yang akan mengakibatkan pengulangan
sosialisasi.
sosialisasi dengan lancar, karena dengan penggunaan media yang beragam maka sasaran
2. Penanaman sikap
Sikap yang dilakukan masyarakat bukanlah perilaku yang baik. Seharusnya masyarakat sesegera mungkin
melakukan evakuasi secara mandiri tepat setelah adanya tanda-tanda akan datangnya bencana.
Sebelumnya masyarakat telah mendapatkan pendidikan atau sosialisasi mengenai hal-hal yang harus
dilakukan apabila terdapat tanda-tanda bencana bahkan telah tersedia jalur evakuai dan temoat
evakuasi. Namun masyarakat justru menunggu bencana datang baru melakukan evakuasi. Hal ini dapat
memperparah dampak dari adanya bencana dan menimbulkan lebih banyak korban jiwa.
3. Tugas
1. Komaruddin memberikan contoh seperti bencana banjir. Menurutnya apabila pengetahuan terkait
bencana sudah diberikan dari usia dini, anak-anak bisa ikut mengingatkan orang tuanya sehingga
meminimalisir korban dan kerugian.
Lebih lanjut, Komaruddin menyebut kesadaran dan penerapan penanggulangan bencana berbasis
masyarakat, serta keterlibatan aktif generasi muda dan pelajar, harus ditingkatkan.
Komaruddin mengklaim BNPB kini sedang berusaha membangun akademi tentang penanggulangan
bencana, meski belum menginformasikan secara rinci rencana tersebut.
"Sekarang, sekolah tentara sudah membuat kurikulum tentang kebencanaan. BMKG (Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika) punya sekolah akademinya. Nah, BNPB juga ini sedang kita sarankan sesuai
peraturan dan undang-undang,"
Penerapan pendidikan kebencanaan pada lembaga pendidikan anak usia dini sebagai upaya dalam
memberikan pengetahuan dan pemahaman sejak dini pembelajaran siaga bencana. Melalui pendidikan
kebencanaan peserta didik diharapkan mampu berpikir dan bertindak secara cepat dan tepat dalam
menghadapi bencana.
penyelenggaraan pendidikan
kebencanaandengan mengintegrasikan muatan
evaluasinya;
2. Video
3. Sementara di level masyarakat, sambungnya, perlu membuat aturan skala desa atau kelurahan
tentang jadwal gotong-royong, pemeliharaan kebersihan dan pengaktifan pos kamling yang bermanfaat
di masyarakat. Kaum ibu dapat berperan dalam PKK dengan program peningkatan kesejahteraan masya-
rakat.
BPBD Sumut pernah membuat kegiatan pengembangan budaya sadar bencana di kabupaten/kota
berupa Sosialisasi ke masyarakat, tingkat aparatur kabupaten hingga aparatur desa dan masyarakat
periode 2011-2015.
"Kami menyampaikan pemahaman tentang karakteristik bencana di lingkungan sekolah. Melatih dengan
gim, memutar video serta simulasi penyelamatan diri atau evakuasi," kata Riadil.
Selain itu BPBD Sumut juga getol menggali kearifan lokal (local wisdom) yang menyangkut peringatan
dini. Seperti Pulau Semeulu dengan kearifan lokalnya yakni menggunakan kata smong untuk menyebut
tsunami. Sehingga hanya enam orang meninggal padahal pada 2004 sebanyak 250.000 jiwa meninggal
dan hilang.
"Kami juga membangun teknologi sistem peringatan dini berbiaya murah khususnya untuk bencana
banjir dan tanah longsor. Biayanya di bawah 1 juta rupiah," pungkas Riadil.
Manfaat penting mendapatkan informasi PRB
Penanggulangan bencana di Mentawai penting melibatkan semua pihak. Karena hal ini menyangkut
keselamatan individu dan masyarakat. Semua elemen harus terlibat dalam penyusunan rencana
pengelolaan pengurangan resiko bencana. Salah satu pihak yang punya andil besar adalah Kepala Dusun
dan Kepala Desa. Markus Sababalat (43) Kepala Dusun Berkat lama Desa Sikakap, Mentawai
mengatakan, ia terlebih dahulu membekali dirinya terkait pengetahuan dan pemahaman mengenai
program pengurangan resiko bencana (PRB).
Setelah ia memiliki pemahaman yang lebih holistik, ia mulai merancang program pembangunan dengan
memperhatikan faktor pengurangan resiko bencana, terutama pembangunan sarana-sarana umum.
Dengan pemahamannya yang utuh terhadap pengurangan resiko bencara, ia pun getol menyo-
sialisasikan ke masyarakat terkait pengembangan pemukiman ke dataran yang lebih tinggi. Ia juga tidak
memberikan izin kepada masyarakat untuk mengembangkan pemukiman di wilayah yang dekat dengan
pantai.
Perubahan persepsi dan keterampilan juga dialami anggota Satlinmas setempat. Contohnya, Sundar
Samaloisa (42) sekretaris Satlinmas Dusun Manganjo Desa Saumanganya. Pelatihan pengurangan resiko
bencana yang inklusif, menurutnya, telah membawa pola pikir baru bagi dirinya dan kolega.
"Kami sudah terlatih untuk melakukan aksi langsung dengan membuat pesan siaga bencana di gapura
dengan menggunakan Bahasa Mentawai. Kami sadar betul, masih banyak orangtua kami yang tidak
mengerti Bahasa Indonesia. Ada juga penyandang difabel tuna wicara, sehingga mereka dapat
mengakses pesan kesiapsiagaan melalui tulisan," terangnya.
Wilayah Dusun Manganjo dekat dengan pantai, membuat tugas pemerintah dan Satlinmas lebih besar.
Pasalnya masyarakat Dusun Manganjo mencapai sekitar 500 orang. "Ini menjadi tanggung jawab kami
untuk membantu mereka agar terhindar dari ancaman bencana. Pembangunan gapura menjadi bukti
kepedulian kami kepada kaum rentan," cetus Sundar.
Tak hanya di Dusun Manganjo, program pengurangan resiko bencana juga digelar secara
berkesinambungan di Desa Matobe. Desa ini juga berada di zona merah rawan bencana. Lokasinya
dengat dengan pantai. "CDRM bukan hanya membangun fisik, tetapi mereka juga telah bergerilya
membangun mental masyarakat kami," puji Paber
Sapatadekat (32), Kepala Desa Matobe. Sosialisasi dan simulasi kebencanana ini juga mendapat respon
positif dari warga desa lainnya, sepasti Rihat Siritoitet (40). Ia mengatakan, sosialisasi yang dilakukan
CDRM melalui berbagai media seperti video dan nonton film bareng, pemajangan baliho, latihan
mendirikan barak pengungsi serta simulasi kebencanaan ampuh untuk membangun kesadaran
masyarakat akan bencana dan menjadikan budaya siaga tumbuh pesat.
Budaya sadar bencana penting dibangun di sekolah dan di masyarakat yang tinggal di lokasi rawan
bencana sebagai upaya untuk Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Kalau warga sekolah dan masyarakat
sadar mereka hidup di daerah rawan bencana, hal ini dapat meningkatkan kesiapsiagaan mereka dalam
menghadapi bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi.
"Mereka harus tahu ancaman bencana apa yang ada di daerahnya. Tanda-tanda terjadinya bencana
seperti apa. Kemudian mereka harus tahu cara penyelamatan dirinya ketika bencana itu terjadi. Jika
ditinjau dari siklus bencana yakni pra bencana, saat bencana dan pasca bencana, maka budaya sadar
bencana ini merupakan tindakan mitigasi bencana yang dilakukan pra bencana. Jadi jika terjadi bencana,
mereka akan cepat memberikan respon untuk penyelamatan diri. Dan pada saat pasca bencana, mereka
akan cepat pulih kembali," kata Dwi Wahyuni Nurwihastuti, dosen Universitas Negeri Medan Unimed
yang menulis disertasi tentang kebencanaan.
Menurut Nurwihastuti, membangun budaya sadar bencana bisa dilakukan melalui pendidikan
kebencanaan di sekolah dan di masyarakat. Pendidikan mitigasi kebencanaan di sekolah dapat dilakukan
dengan memasukkan materi muatan lokal tentang ancaman bencana di wilayahnya. Kemudian prinsip-
prinsip pengurangan risiko bencana perlu dimasukkan dalam pengelolaan sekolah, pengembangan
kurikulun dan terintegrasi ke dalam pembelajaran.
Pendidikan pengurangan risiko bencana di sekolah bertujuan untuk beberapa hal yakni
menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusian, menumbuh-kembangkan sikap dan kepedulian
terhadap risiko bencana, mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang
kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan perilaku dan motivasi.
Tujuan lainnya, kata Dr Dwi, untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pencegahan dan
pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang bertanggung jawab
serta adaptasi terhadap risiko bencana.
Termasuk mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali komunitas saat bencana
terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan karena terjadinya bencana.
Selain di sekolah, pendidikan kebencanaan juga perlu diterapkan di masyarakat. Hal itu dapat dilakukan
dengan pendekatan kearifan lokal.
Dr Dwi mencontohnya, jika di suatu wilayah tersebut mempunyai kesenian tradisional, buat acara
kesenian tradisional dan masukkan materi bencana yang mengancam wilayah tersebut. Atau pada
acara-acara adat dapat diselipkan juga materi bencana yang mengancam wilayah tersebut.
"Selain itu, poster, leaflet, papan nama juga bisa digunakan sebagai media untuk membangun budaya
sadar bencana," pungkas Dwi. Pentingnya Pedoman Simulasi Menghadapi Bencana
Direktur CDRM Universitas HKBP Nommensen Kepler Silaban mengatakan, penanggulangan bencana
adalah tanggung jawab semua pihak, bukan pemerintah saja. Namun perlu diingat masyarakat adalah
pelaku penting dalam mengurangi kerentanan dari dampak bencana. Mereka adalah pihak pertama
yang langsung berhadapan dengan ancaman dan bencana.
"Karena itu, masyarakat perlu meningkatkan kemampuan diri dalam menangani bencana. Kesiapan
mereka akan sangat menentukan besar kecilnya dampak yang akan mereka terima," tuah Kepler.
Di sinilah, menurut Kepler, pedoman simulasi menghadapi bencana menjadi penting disusun.
Tujuannnya untuk mengetahui sejauh mana kesiapsiagaan warga menghadapi ancaman bencana yang
mungkin terjadi. Dalam kegiatan latihan lapangan (simulasi), tim mengerahkan segala sumber untuk
menguji coba situasi darurat yang akan dilaksanakan di lapangan.
Mereka yang dilibatkan antara lain anggota Satlinmas Pengurangan Bencana, kelompok rentan (terdiri
dari anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, orang tua dan orang cacat), guru dan murid-murid di sekolah,
pekerja di perkantoran maupun tempat usaha, pihak terkait sepasti PMI, Pusat kesehatan, Militer dan
Kepolisian dan seluruh anggota masyarakat.
Dengan adanya pedoman baku prosedur simulasi, terang Kepler, masyarakat dipastikan mengenal
prosedur penyelamatan jika terjadi bencana. Dengan begitu, masyarakat memahami prosedur
pengelolaan resiko saat bencana seperti pengurangan resiko untuk kelompok rentan, pendataan dan
koordinasi.
Simulasi ini sekaligus ajakan diskusi bagi masyarakat. Dengan adanya diskusi terarah, skrenario
bencanapun bisa disusun. Koordinator umum Satlinmas PB menyampaikan kembali situasi darurat yang
telah disepakati bersama sebelumnya. Isinya tentang ancaman yang akan terjadi, tanda peringatan dini
yang akan disampaikan, cara komunikasi untuk menyampaikan peringatan kepada warga, tindakan
warga, jumlah warga yang mengungsi, jalur evakuasi.
Kemudian cara evakuasi (guna memprioritaskan kelompok rentan), perkiraan waktu yang ditempuh,
letak dan tempat pengungsian, jangka waktu berada di pengungsian, jenis dan jumlah kebutuhan
penduduk selama mengungsi.
Kemudian, masing-masing seksi melaporkan sumber daya yang mereka gunakan untuk memenuhi
kebutuhan. Jika kekurangan sumber daya, maka disepakati jalan keluarnya. Amat perlu mengevaluasi
persiapan dan pelaksanaan latihan secara keseluruhan di semua seksi yang terlibat.