Anda di halaman 1dari 26

PETUNJUK TEKNIS

TENTANG
KESIAPSIAGAAN,
PENGURANGAN RISIKO
BENCANA DAN
ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
PALANG MERAH INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS
TENTANG
KESIAPSIAGAAN, PENGURANGAN RISIKO BENCANA, DAN ADAPTASI
PERUBAHAN IKLIM PALANG MERAH INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. UMUM

1. Peristiwa bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia merupakan


gejala yang tidak pernah dapat diperhitungkan oleh siapapun. Kerugian
apapun yang ditimbulkan selalu mengakibatkan dampak yang
berkepanjangan terhadap menurunnya kualitas hidup manusia,
khususnya masyarakat yang paling rentan. Berdasarkan data dari Data
dan Informasi Bencana Indonesia (DiBi) BNPB (2011), total kejadian
bencana dari tahun 1815-2011 tercatat sejumlah 8.711 bencana yang
memberikan dampak pada sejumlah lebih dari 19.5 juta penduduk di
Indonesia. Dari total kejadian bencana ini, bencana meningkat tajam
pada dua dekade terakhir (lihat pada grafik dibawah). Pada tahun 2010
saja, tercatat bahwa 729 bencana terjadi di Indonesia dengan total
korban sejumlah 1789 (termasuk didalamnya meninggal, luka, dan
hilang).
2. Lebih lanjut mengenai kejadian bencana di Indonesia, dalam hampir 10
dekade, 84% adalah kejadian bencana yang tergolong dalam jenis
bencana hidrometeorologi seperti banjir 31% (baik genangan maupun
bandang), longsor 12% , angin rebut 12%, , dan kekeringan 13%. Hal ini
kemudian diperparah dengan adanya fenomena pemanasan global dan
perubahan iklim yang dapat meningkatkan frekuensi terjadinya cuaca
ekstrim.
3. Masyarakat yang hidup disekitar hazard (ancaman) terkadang tidak
menyadari bahwa ancaman dan tingkat risiko bencana dapat terjadi
kapan saja. Selain itu, kegiatan pembangunan dan aktifitas kehidupan
masyarakat ada yang justru terlalu eksploitasi lingkungan yang dapat
memunculkan ancaman-ancaman baru yang dapat menimbulkan risiko
dan kerentanan masyarakat di lingkungannya. Dampak dan risiko
bencana/ perubahan iklim ini hanya akan menambah masyarakat rentan
menjadi semakin rentan.
4. Menyadari sepenuhnya bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang
paling rawan bencana, dan kita hidup dikelilingi oleh berbagai ancaman
bencana. Realita ini mendorong perlunya perubahan paradigma dan pola
pikir yang lebih rasional dan proporsional bagaimana masyarakat yang
tinggal bersama ancaman bencana ini lebih aman dan tangguh
menghadapi dampak/ risiko bencana. Harus ada upaya revitalisasi
sistem penanggulangan yang komprehensif untuk mewujudkan perilaku
yang adaptif, aman dan tangguh menghadapi dampak bencana/
perubahan iklim. Pola penanggulangan bencana harus diarahkan sebagai
investasi jangka panjang yang memungkinkan seluruh masyarakat bisa
hidup harmoni dengan ancaman dan risiko bencana.

26
5. Merespon kondisi tersebut, Musyawarah Nasional (Munas) Palang Merah
Indonesia (PMI) tahun 2009 telah memutuskan bahwa program pelayanan
Penanggulangan Bencana tidak hanya difokuskan pada tanggap darurat
bencana semata, namun juga harus memperkuat upaya Kesiapsiagaan
dan Pengurangan Risiko Bencana. PMI harus memberdayakan kapasitas
dan kompetensi masyarakat dan pemerintah lokal bagaimana
mengantisipasi, mencegah, mensiapsiagakan sumber dayanya serta
melakukan upaya-upaya mengurangi dampak/risiko bencana yang
terpadu dengan sistem penanggulangan bencana. PMI juga harus
terlibat aktif dalam pembentukan perilaku siaga bencana dan
adaptasi perubahan iklim untuk kehidupan masyarakat yang lebih aman,
tahan dan tangguh dengan melaksanakan berbagai upaya Pengurangan
Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat (PERTAMA). Segenap komponen
PMI baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota dapat menggunakan
petunjuk pelaksanaan ini sebagai acuan untuk merencanakan dan
melaksanakan upaya Kesiapsiagaan dan Pengurangan Risiko Bencana.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

1. Maksud
Meningkatkan kapasitas, kinerja dan kualitas upaya Kesiapsiagaan dan
Pengurangan Risiko Bencana / Adaptasi Perubahan Iklim (PRB/API) di
jajaran PMI.

2. Tujuan
Memberikan arahan pelaksanaan upaya Kesiapsiagaan dan PRB/API bagi
unsur-unsur pelaksana PMI di tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
sesuai dengan keadaan dan perkembangan pembangunan nasional,
kebijakan- kebijakan IFRC, ICRC dan PMI serta kemajuan strategi dan
pendekatan penanggulangan bencana di tingkat global.

3. Ruang Lingkup
Petunjuk teknis ini memuat:
a. Pendahuluan
b. Prinsip-prinsip, Pendekatan dan Indikator Keberhasilan
c. Ruang Lingkup Upaya Kesiapsiagaan, Pengurangan Risiko Bencana
dan Adaptasi Perubahan Iklim
d. Peran dan Tanggungjawab.
e. Pembinaan
f. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan
g. Penutup

26
BAB II
PRINSIP-PRINSIP, PENDEKATAN DAN
INDIKATOR KEBERHASILAN

A. PRINSIP-PRINSIP DAN PENDEKATAN

Pengalaman kerja nyata PMI bersama masyarakat dibeberapa wilayah di


Indonesia, telah menunjukkan bahwa, terlepas dari tantangan yang dihadapi,
keberhasilan dan keberlanjutan upaya Kesiapsiagaan dan Pengurangan Risiko
Bencana / Adaptasi Perubahan Iklim (PRB/API) ditentukan oleh tingkat
kualitas kerjasama, dukungan, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat,
lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang didasarkan kepada kebutuhan
masyarakat yang teridentifikasi.

Belajar dari pengalaman tersebut, penerapan upaya Kesiapsiagaan dan


PRB/API oleh PMI diarahkan agar memperhatikan prinsip dan pendekatan
sebagai berikut:

1. Data Berbasis bukti. Informasi mengenai pola berbagai macam


ancaman/ancaman, kerentanan dan kapasitas yang dimiliki dan
digunakan dalam perencanaan Kesiapsiagaan dan PRB/API harus berbasis
bukti. Informasi tersebut disosialisasikan kepada seluruh komponen PMI
dan masyarakat. Hal ini juga berarti menggunakan pendekatan multi-
hazard secara efektif, effisien dan keberlanjutan.

2. Pengarusutamaan kerangka kerja Kesiapsiagaan dan PRB/API tidak hanya


di dalam struktur dan program PMI, melainkan juga memperkuat
masyarakat dan sistem institusi untuk kesehatan, edukasi, pelayanan
sosial dan livelihood.

3. Memberdayakan kelompok masyarakat rentan. Mengingat bahwa


membangun ketahanan terhadap bencana, sejalan dengan prinsip dasar
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, maka upaya Kesiapsiagaan dan
PRB/API diprioritaskan kepada kelompok masyarakat yang paling
membutuhkan. Pelibatan dan Pemberdayaan masyarakat, terutama
kelompok masyarakat yang paling rentan, dilakukan disemua tahapan
sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi akan
memastikan ketepatan upaya PRB/API sesuai dengan tingkat kerentanan,
kebutuhan dan kapasitas masyarakat yang bersangkutan.

4. Pengembangan kapasitas untuk membangun, mempertahankan dan


memelihara kemampuan masyarakat dan organisasi PMI dalam
mengurangi risiko bencana / dampak perubahan iklim global secara
efektif. Termasuk di dalamnya adalah pelatihan, pertukaran informasi
dan teknologi, bantuan teknis khusus dan penguatan kapasitas komunitas
dan masyarakat untuk mengenali pola ancaman dan kerentanan serta di
risiko di daerahnya.

26
5. Mengarusutamakan sensitif Gender. Tiap kelompok usia baik laki-laki
dan perempuan menerima dan merasakan dampak bencana / perubahan
iklim yang berbeda. Mereka juga memiliki cara yang berbeda dalam hal
mengurangi risiko bencana tersebut. Sensitivif Gender perlu
diidentifikasi dan digunakan untuk memastikan bahwa upaya PRB/API
diarahkan kepada kelompok masyarakat yang tepat dan rentan.

6. Mengembangkan kemitraan dan jejaring dengan masyarakat, lembaga


swadaya masyarakat, lembaga pemerintah, lembaga pendidikan, media,
dll. Kemitraan dan jejaring memberi peluang dalam mengurangi risiko
bencana / dampak perubahan iklim global dengan cara bertindak
bersama-sama dan memobilisasi sumberdaya secara efektif.

7. Menguatkan desentralisasi tanggung jawab dan kontek lokal untuk


mengenali karakterisktik risiko, kebutuhan, kapasitas dan memotivasi
munculnya partisipasi lokal untuk efektifitas dan efisiensi sumberdaya.

B. INDIKATOR KEBERHASILAN

Upaya kesiapsiagaaan dan PRB/API difokuskan untuk membangun kapasitas


PMI di setiap tingkatan sebagai upaya mempersiapkan tanggap darurat
bencana dan mengurangi potensi dampak bencana secara cepat, tepat dan
terkoordinasi.

1. Kesiapsiagaan

Agar PMI di setiap tingkatan mampu memainkan peran sebagai pelaku


terdepan dalam menjalankan pelayanan tanggap darurat bencana secara
cepat, tepat dan terkoordinasi, maka upaya kesiapsiagaan yang
dilaksanakan sebelum bencana harus memastikan:
a. Kesiapsiagaan untuk tanggap darurat yang cepat
PMI di setiap tingkatan, khususnya PMI Kabupaten/Kota memastikan:
1) Kecepatan merespon kejadian bencana.
2) Adanya mekanisme dan alur informasi bencana berdasarkan hasil
asesmen.
3) Adanya mekanisme mobilisasi Tim SATGANA dan Tim SIBAT.
4) Adanya mekanisme mobilisasi peralatan penanganan bencana.

b. Kesiapsiagaan untuk tanggap darurat yang tepat

26
PMI di setiap tingkatan memastikan:
1) Kapasitas Organisasi yang memadai di setiap tingkatan.
2) Pengurus, staf, dan Relawan PMI memahami dan mampu
menerapkan pelayanan tanggap darurat bencana sesuai dengan
Mandat, Peraturan Organisasi, Pedoman, Juklak/ Juknis dan
Protap.
3) Tenaga pelaksana penanggulangan bencana yaitu Tim SATGANA
dan TSR-SIBAT yang terlatih, terampil, teladan, peduli dan
berpengalaman serta memiliki kapasitas dan kinerja dalam
merespon bencana sesuai dengan standar pelayanan palang
merah.
4) Tersedianya seragam, peralatan standar yang beridentitas PMI
sesuai coorporate identity.
5) Terjabarkannya perencanaan kesiapsiagaan yang baik, dalam
rencana kontinjensi baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/
kota.
6) Tersedianya dukungan dana, logistik, peralatan dan
perlengkapan tanggap darurat standar dalam jumlah yang
memadai sesuai dengan kebutuhan.
7) Tersedianya Posko Penanganan Bencana PMI yang didukung oleh
Sistem Informasi Bencana dan Disaster Manajemen Information
Sistem (DMIS).
c. Kesiapsiagaan untuk tanggap darurat yang terkoordinasi
PMI di setiap tingkatan memastikan:
1) Terjalin koordinasi dan komunikasi intensif baik internal dan
ekternal.
2) Adanya pertemuan koordinasi rutin dengan pemerintah
setempat, dan para pelaku tanggap darurat bencana lainnya.
3) Meningkatnya kemitraan dengan Pemerintah, Gerakan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Nasional /Internasional, dan para pihak terkait
lainnya.

2. Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim

Semua upaya Pengurangan Risiko Bencana / Adaptasi Perubahan Iklim


(PRB/API) yang dilaksanakan oleh PMI harus memperhatikan indikator
pencapaian sebagai berikut:
a. Terwujudnya pengarusutamaan dan integrasi kerangka kerja PRB/API
yang sensitif Gender baik di internal PMI maupun di institusi/
lembaga/ organisasi yang sudah ada di masyarakat.
b. Teridentifikasinya risiko (ancaman, kerentanan dan kapasitas) yang
sensitif Gender di wilayah sasaran.
c. Tersedianya akses komunikasi, informasi dan edukasi yang sensitif
Gender, khususnya bagi kelompok masyarakat yang paling rentan.
d. Terbangunnya pemahaman dan kemampuan masyarakat untuk
menilai, memantau, melindungi diri serta mengurangi risiko dan
dampak dari bencana / perubahan iklim yang ada diwilayahnya

26
e. Terkuatkannya kolaborasi dan integrasi antara PMI dengan
masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah,
swasta, perguruan tinggi dan para pemangku kepentingan terkait.
f. Meningkatnya kesadaran, komitmen dan kapasitas masyarakat dalam
melakukan upaya PRB/API.
g. Masyarakat mampu membangun kemitraan dan kemandirian untuk
upaya PRB/API yang berkelanjutan.
h. Terbangunnya rencana aksi PRB/ API yang sensitif Gender di tingkat
Individu, keluarga, dan masyarakat
i. Masyarakat memiliki kapasitas untuk pulih dari kondisi setelah
bencana dan melanjutkan upaya PRB/API yang berkelanjutan.

26
BAB III
RUANG LINGKUP
KESIAPSIAGAAN, PENGURANGAN RISIKO BENCANA
DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

Penyelenggaraan upaya Kesiapsiagaan dan Pengurangan Risiko Bencana /


Adaptasi Perubahan Iklim meliputi:

A. Kesiapsiagaan; terfokus pada upaya-upaya mempersiapkan kapasitas PMI dan


Masyarakat untuk menangani bencana.
B. Pengurangan Risiko Bencana / Adaptasi Perubahan Iklim (PRB/API);
terfokus pada upaya-upaya yang dapat mengurangi ancaman/ancaman dan
kerentanan yang ada dengan meningkatkan kapasitas PMI dan masyarakat
melalui kegiatan-kegiatan pengelolaan risiko dan meminimalkan dampak
yang mungkin timbul apabila terjadi bencana, termasuk dampak perubahan
iklim.

A. KESIAPSIAGAAN

Terjadinya Bencana sulit diprediksi atau bahkan tidak dapat diketahui kapan
dan dimana akan terjadi. Mengantisipasi hal ini, PMI berupaya untuk bersiap
siaga memberikan pelayanan terbaiknya, terutama kepada kelompok
masyarakat yang paling rentan. Kegiatan kesiapsiagaan yang dilaksanakan
oleh PMI antara lain:
1. Membangun rencana operasi penanganan bencana;
a. Melakukan identifikasi dan membangun pangkalan data (database)
informasi ancaman, kerentanan dan kapasitas, yang dimutakhirkan
secara berkala di setiap tingkatan PMI.
b. Melakukan Pemetaan Risiko dan penyusunan rencana aksi
penanganan bencana, bersama masyarakat dan pemerintah disetiap
tingkatan, untuk membangun pengetahuan dan kesadaran
masyarakat terhadap risiko bencana yang ada diwilayahnya sekaligus
mengupayakan strategi penanganannya, seperti pementaan zona
aman, penyiapan jalur evakuasi, tempat pengungsian sementara dll.
c. Menyusun rencana kontijensi PMI di tingkat pusat, provinsi, kab/kota
dan Kecamatan yang terintegrasi dengan rencana kontijensi
Pemerintah disetiap tingkatan.

2. Melaksanakan upaya kesiapsiagaan tanggap darurat bencana

26
a. Penguatan ketrampilan sumber daya manusia PMI dan masyarakat
melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran, pelatihan, Geladi
atau simulasi secara rutin di internal PMI maupun di masyarakat
bekerjasama dengan para pihak terkait di setiap tingkatan.
b. Memastikan ketersediaan dan kesiapan perlengkapan, sarana dan
logistik tanggap darurat bencana sesuai dengan kebutuhan
daerahnya.
c. Mengalokasikan dana kontijensi disetiap tingkatan PMI.
d. Mengaktifkan fungsi Posko dan SATGANA PMI di setiap tingkatan.

3. Melaksakan geladi atau simulasi Penanganan Bencana


a. Menyusun perencanaan geladi atau simulasi penanganan bencana
komprehensif, baik secara table top exercise maupun field exercise,
dengan memberdayakan masyarakat dan para pihak terkait disetiap
tingkatan PMI
b. Melaksanakan kegiatan geladi atau simulasi lapangan secara rutin,
baik diinternal PMI maupun bersama dengan masyarakat, lembaga
pemerintah, lembaga non-pemerintah dan para pihak terkait lainnya,
untuk mengasah kecakapan dan meningkatkan budaya kesiapsiagaan
organisasi PMI dan masyarakat.

4. Melaksanakan sistem peringatan dini berbasis masyarakat


a. Mengembangkan Sistem Informasi Bencana (SIB) dan memfungsikan
Disaster Management Information Sistem (DMIS), sehingga semua
informasi bencana dapat terinformasikan secara aktual.
b. Mengembangkan sistem peringatan dini, baik di intenal PMI maupun
sistem Peringatan Dini berbasis masyarakat. Pembangunan sistem
peringatan dini di PMI dan masyarakat mutlak dibutuhkan untuk
meminimalkan dampak bencana.

B. PENGURANGAN RISIKO BENCANA DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

Merujuk pada kerangka kerja Pengurangan Risiko Bencana Gerakan Palang


Merah dan Bulan Sabit Merah International, upaya Pengurangan Risiko
Bencana PMI dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Partisipatif dan pemberdayaan kapasitas masyarakat
2. Sensitif Gender
3. Peningkatan kapasitas organisasi PMI dan masyarakat lokal
4. Terintegrasi
5. Advokasi dan sosialisasi
6. Peningkatan kesadaran dan kemandirian masyarakat
7. Keberlanjutan

Ruang lingkup kegiatan upaya Pengurangan Risiko Bencana / Adaptasi


Perubahan Iklim di jajaran PMI adalah sebagai berikut:

26
1. Penilaian ancaman, kerentanan dan kapasitas
Penilaian tingkat ancaman, kerentanan dan kapasitas dilakukan secara
komprehensif, mempertimbangkan faktor-faktor alam, non alam,
maupun ulah manusia dengan mengumpulkan informasi atau data baik
secara kualitatif dan kuantitatif dengan bekerja sama dengan instansi
dan lembaga terkait baik yang ada di lingkungan masyarakat maupun di
luar untuk mengumpulkan informsi tentang ancaman, kerentanan dan
kapasitas di masyarakat secara komprehensif

2. Pengkajian risiko bencana / dampak perubahan iklim


Pengkajian risiko bencana dilakukan secara partisipatif bersama
masyarakat, berkoordinasi dengan instansi terkait, melihat potensi
terjadinya bencana dengan mengkombinasikan faktor ancaman,
kerentanan, dan kapasitas
3. Melakukan proses perencanaan kontijensi penanganan bencana
a. Rencana kontijensi dilakukan untuk proses perencanaan menangani
kemungkinan terjadinya bencana dimasa yang akan datang, dalam
keadaan yang tidak menentu, dimana skenario dan tujuan
disepakati, tindakan teknis dan manajerial ditetapkan, dan sistem
tanggapan dan pengerahan potensi disetujui bersama untuk
mencegah, atau menanggulangi secara lebih baik dalam situasi
darurat atau kritis.
b. Rencana kontijensi sedapat mungkin dibuat dengan melibatkan,
mengintegrasikan dan memberdayakan kapasitas dam sumberdaya
para pemangku kepentingan baik Pemerintah, non-pemerintah,
swasta, perguruan tinggi, lembaga internasional dan masyarakat
berdasarkan area intenvensi upaya PRB.
c. Rencana kontijensi pada tingkatan masyarakat pada wilayah tertentu
dapat diintegrasikan pada kegiatan pengurangan risiko berbasis
masyarakat
d. Melakukan identifikasi dan pemetaan wilayah rawan bencana
diwilayah kerja PMI setiap tingkatan
1) PMI disetiap tingkatan memiliki data dan informasi (profil
wilayah) mengenai kebencanaan (termasuk didalamnya
permasalahan kesehatan masyarakat) di wilayahnya masing-
masing
2) PMI disetiap tingkatan mengenali tingkat kerentanan bencana
diwilayah kerjanya masing-masing.
3) Identifikasi wilayah rawan bencana dilakukan secara partisipatif
dan memberdayakan potensi sumber daya dan data yang
tersedia.

4. Melakukan advokasi dan sosialisasi

26
a. Proaktif dalam melakukan advokasi yang terencana untuk
pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana / Adaptasi Perubahan
Iklim pada setiap kegiatan kepalangmerahan di masyarakat.
b. Mendorong PMI disetiap tingkatan untuk aktif melakukan advokasi
dan fasilitasi kegiatan mitigasi dampak bencana dan perubahan
iklim.
c. Secara aktif mendorong masyarakat untuk berperilaku hidup sehat
demi terciptanya daya dukung lingkungan menuju hidup yang
berkualitas
d. Penerapan strategi pencegahan dan proaktif pada tiap kegiatan
kepalangmerahan

5. Melakukan pendidikan dan pelatihan PRB/API


a. Menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan mengenai PRB/API pada
pengurus, staff, dan relawan pada setiap tingkatan PMI
b. Melakukan studi banding dan program magang baik untuk staff
maupun relawan dalam rangka pengembangan kegiatan PRB/API.

6. Melakukan upaya nyata Pengurangan Risiko Bencana dan adaptasi


perubahan iklim
a. Mengintegrasikan kerangka kerja PRB/API dalam program/ projek/
kegiatan berbasis masyarakat
b. Pelaksanaan kegiatan PRB/API berbasis masyarakat dilakukan dengan
melibatkan elemen sebagai berikut:
1) Seleksi area dengan menggunakan kriteria dan alat yang jelas,
komprehensif dan sederhana.
2) Penilaian kerentanan dilakukan secara komprehensif dan
terstruktur dengan menggunakan Pendekatan Multi-Hazard,
3) Pemetaan risiko secara partisipatif
4) Rencana aksi pengurangan risiko
5) Advokasi dan sosialisasi
6) Upaya-upaya promosi siaga bencana dan Pengurangan Risiko
Bencana dan adaptasi perubahan iklim
7) Monitoring dan evaluasi dengan melibatkan masyarakat

c. Dalam melaksanakan program berbasis masyarakat tidak membentuk


struktur dan mekanisme baru, tetapi mempergunakan,
memperkuatkan dan memberdayakan struktur dan mekanisme yang
ada baik internal PMI maupun di masyarakat.
d. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang PRB/API, kerentanan
kesehatan dan ketahanan pangan.
e. Mengembangkan dan memproduksi KIE yang sensitif gender dengan
mempertimbangkan budaya dan nilai yang berlaku di masyarakat
tujuan
f. Melakukan promosi peningkatan kesadaran masyarakat akan ancaman
bencana baik disebabkan oleh alam, manusia, maupun pandemi
dengan bahasa yang mudah dimengerti dengan melibatkan TSR SIBAT
dan perwakilan masyarakat secara aktif

26
g. Mempromosikan perilaku hidup sehat dalam setiap tingkatan
masyarakat
h. Bekerjasama dengan para pemangku kepentingan terkait dalam
kegiatan Promosi Kesehatan, PRB/API.
i. Bekerjasama dengan kelompok masyarakat, melakukan pelatihan dan
memberdayakan kearifan lokal, yang bertujuan untuk memperkuat
kemampuan penterjemahan dan prediksi iklim yang berpengaruh
pada ketahanan pangan
j. Meningkatkan jejaring dengan institusi yang ada di dalam masyarakat
maupun diluar untuk dapat bersama mengurangi risiko bencana
maupun pandemi di masyarakat.
k. Melakukan pengendalian vector penyakit di lingkungan, bersama
masyarakat dan para pemangku kepentingan terkait

7. Promosi Siaga Bencana


a. Secara kreatif, mengembangkan strategi promosi yang efektif untuk
perubahan pola pikir, perilaku dan ketrampilan masyarakat dalam
mengembangkan pola hidup yang aman, sehat, dan tangguh terhadap
bencana.
b. Berperan dalam pengembangkan budaya sensitif terhadap
keseimbangan alam dan ramah lingkungan.

8. Upaya Pengurangan Risiko Bencana berbasis sekolah/kampus


a. Mempromosikan budaya sehat, aman, dan tahan terhadap bencana
pada untuk siswa/mahasiswa, maupun guru/dosen
b. Apabila memungkinkan melakukan inisiasi untuk retrofikasi terhadap
bangunan sekolah yang tidak memenuhi standar kualitas bangunan
sehingga berpotensi untuk menjadi ancaman.
c. Menginisiasi dan advokasi pengarusutamaan Pengurangan Risiko
Bencana yang sensitif gender pada kurikulum sekolah
d. Membentuk dan membina Palang Merah Remaja (PMR) dan Korps
Sukarela (KSR) di sekolah dan kampus

9. Pengembangan masyarakat siaga bencana


a. Mengembangkan kegiatan Pengurangan Risiko Bencana / Adaptasi
Perubahan Iklim, baik berasal faktor alam, non alam, maupun akibat
dari manusia, berbasis masyarakat secara komprehensif dan efektif
yang terintegrasi dengan para pemangku kepentingan terkait.
b. Melakukan tahapan Program Pengurangan Risiko Berbasis Masyarakat
yang disesuaikan dengan kebutuhan; mulai dari baseline, HVCA,
pemetaan risiko bencana, penyusunan rencana Pengurangan Risiko
Bencana secara partisipatif, advokasi, peningkatan kesadaran
masyarakat, kegiatan mitigasi baik struktural maupun non struktural,
dan monitoring evaluasi.
c. Pelibatan dan pemberdayaan pemerintah lokal khususnya di
tingkatan desa/kelurahan untuk perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan.
d. Mengembangkan kapasitas masyarakat setempat untuk penyusunan
rencana PRB/API yang sensitif gender

26
e. Mengembangkan kapasitas SIBAT dalam melakukan advokasi agar
penyusunan rencana Pengurangan Risiko Bencana mendapatkan
dukungan dari pemerintah setempat dan para pemangku kepentingan
terkait lainnya, untuk memastikan keberlanjutan program.
f. Melakukan advokasi kepada instansi pemerintah dan para pemangku
kepentingan terkait setempat dalam mendorong pembuatan
peraturan-peraturan yang menitikberatkan pada PRB/API.

10. Pemberdayaan kapasitas masyarakat untuk melakukan upaya mitigasi


bencana / dampak perubahan iklim
a. Kegiatan mitigasi di masyarakat dilakukan melalui pemberdayaan
masyarakat sesuai dengan kearifan masyarakat local dan
memaksimalkan kontribusi sumber daya para pemangku kepentingan
setempat. PMI lebih mengutamakan kegiatan mitigasi non struktural
daripada struktural. Mitigasi struktural dapat dilakukan namun
sebatas dalam bentuk penghijauan atau intervensi struktural dengan
sumber daya lokal dan teknologi sederhana yang sudah tersedia di
masyarakat.
b. Rekrutmen bagi Tim TSR-Siaga Bencana berbasis Masyarakat (TSR-
SIBAT) sebagai penolong utama saat terjadi bencana.
c. Melakukan pelatihan Tanggap Darurat Bencana untuk TSR-SIBAT.
d. Pelatihan kesehatan berbasis masyarakat bagi TSR-RKD.
e. Mobilisasi TRS-SIBAT untuk memfasilitasi proses Penilaian Kerentanan
dan Kapasitas
f. Bekerjasama dengan para pemangku kepentingan dalam pembinaan
Desa Siaga Bencana.
g. Advokasi tingkat provinsi, Perwakilan Kabupaten, Perwakilan
Kecamatan untuk mendorong terbentuknya forum PRB di tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota
h. Peningkatan kapasitas dalam livelihood, microfinance dan ketahanan
pangan bagi masyarakat yang rentan terhadap bencana.
i. Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas masyarakat dalam mitigasi
berskala kecil (baik struktural maupun non struktural) sebagai upaya
Pengurangan Risiko Bencana dan adaptasi perubahan iklim

26
11. Membangun Sistem Peringatan Dini/ Sistem Peringatan Dini Berbasis
Masyarakat.
a. Mengidentifikasi dan memperkuat pengetahuan masyarakat
mengenai peringatan dini
b. Membangun sistem informasi dari penyedia informasi kepada
masyarakat
c. Mengidentifikasi alat komunikasi yang sesuai dengan kondisi
geografis
d. Membangun kerjasama dengan lembaga pemerintah atau pemangku
kepentingan terkait
e. Mengintegrasikan peralatan dan sistem komunikasi di PMI dengan
Pemerintah setempat dan masyarakat.
f. Menerjemahkan dan menyampaikan pesan peringatan dini kepada
masyarakat
g. Mengintegrasikan sistem peringatan dini dalam pelatihan dan
simulasi
h. Mengidentifikasi hambatan dalam penyampaian pesan peringatan
dini kepada masyarakat yang membutuhkan
i. Meningkatkan kapasitas staf dan relawan dalam menyusun pesan
kunci yang sederhana kepada masyarakat untuk dapat merespon
terhadap pesan peringatan dini (Media KIE)
j. Bekerjasama dengan Instasi Pemberi informasi (Provider),
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan TSR-SIBAT mengenai
Sistem Peringatan Dini dan adaptasi perubahan iklim sehingga dapat
bertindak proaktif pada potensi terjadinya bencana
k. Melibatkan masyarakat dalam pembuatan peta rawan bencana
terkini dan rencana kontijensi desa.
l. Mengadakan sosialisasi dan advokasi melalui kegiatan-kegiatan yang
telah ada di masyarakat.
m. Melibatkan masyarakat dalam membangun sistem informasi bencana
n. Membangun kesiapsiagaan di level rumah tangga dan masyarakat

26
BAB IV
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB

A. PENGORGANISASIAN

1. Peran dan tanggungjawab PMI dalam Kesiapsiagaan dan Pengurangan


Risiko Bencana / Adaptasi Perubahan Iklim (PRB/API) merujuk pada
ketentuan organisasi PMI sebagaimana diatur dalam AD dan ART PMI,
Rencana Strategis, Peraturan Organisasi PMI Nomor
003/PO/PP.PMI/I/2011 serta peraturan terkait lainnya.

2. Penanggungjawab umum kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API PMI adalah


Ketua PMI di setiap tingkatan.

3. Penanggungjawab operasional kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API di


tingkat Pusat adalah Ketua bidang Penanganan Bencana PMI, yang dalam
pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh Kepala Divisi Penanggulangan
Bencana melalui subdiv kesiapsiagaan PMI Pusat.

4. Penanggungjawab operasional pelaksanaan Kesiapsiagaan dan PRB/API di


tingkat Provinsi adalah Ketua Bidang Penanganan Bencana, atau
Sekretaris PMI Provinsi, yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dibantu
oleh Kepala Markas Provinsi dan Kepala Divisi Bidang Penanggulangan
Bencana di tingkat Propinsi.

5. Penanggungjawab operasional pelaksanaan Kesiapsiagaan dan PRB/API di


tingkat PMI Kabupaten/Kota adalah Pengurus PMI Kabupaten yang
membidangi Penanganan Bencana atau Sekretaris PMI Kabupaten, yang
dalam pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh Kepala Markas
Kota/Kabupaten, Kepala Divisi Penanggulangan Bencana di tingkat Kab/
Kota.

6. PMI Kecamatan merupakan pelaku terdepan dalam Kesiapsiagaan dan


PRB/API ditingkat Kecamatan dibawah kendali Ketua pengurus PMI
Kecamatan.

26
B. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB

1. Pengurus Pusat PMI

Peran dan tanggung jawab PMI Pusat adalah sebagai berikut:


a. Mengkoordinasikan sumber daya nasional, baik yang dimiliki oleh PMI
Pusat, PMI Provinsi maupun PMI Kab/ Kota untuk mendukung kegiatan
Kesiapsiagaan dan PRB/API.
b. Sosialisasi dan advokasi kepada pemerintah disetiap tingkatan serta
para pemangku kepentingan terkait.
c. Membangun kemitraan, komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah
Pusat, IFRC, ICRC, Perhimpunan Palang Merah/ Bulan Sabit Merah
Negara sahabat (PNSs), swasta dan para pemangku kepentingan lintas
sektoral terkait, di tingkat nasional dan internasional.
d. Memberikan dukungan teknis kepada PMI Provinsi/ Kabupaten/ Kota
tentang pelaksanaan kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API.
e. Menyusun dan menyepakati peran yang akan dilakukan
oleh pelbagai unsur, baik internal maupun eksternal PMI.
f. Meningkatkan kualitas sumber daya PMI
g. Menyusun dan melaksanakan pola administrasi dan
pertanggung jawaban keuangan/ perbendaharaan tingkat Pusat sesuai
dengan rencana/waktu. (Untuk program-program yang didukung oleh
donor)
h. Membina sistem perencanaan dan menghasilkan
dokumen rencana kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API.
i. Mengembangkan kapasitas pelaksana program
Kesiapsiagaan dan Pengurangan Risiko Bencana di tingkat Provinsi.

2. Pengurus PMI Provinsi

Tugas dan Tanggungjawab Pengurus PMI Provinsi adalah sebagai


berikut:
a. Memberikan motivasi, dan arahan, pelaksanaan kesiapsiagaan bagi
PMI Kabupaten/kota di wilayah kerjanya.
b. Mendukung PMI Kota/Kabupaten dalam meningkatkan kapasitas
logistik
c. Menyelenggarakan Pelatihan Kesiapsiagaan dan PRB/API untuk PMI
Kabupaten.
d. Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait di tingkat Provinsi.
e. Sosialisasi dan advokasi dengan pihak terkait sesuai dengan arah dan
kebijakan yang telah dituangkan ditingkat pusat.
f. Menyusun rencana dan satuan pendukung untuk membantu program
Kesiapsiagaan dan PRB/API di PMI Kabupaten/Kota.
g. Menyiapkan rencana kontijensi untuk mendukung kesiapan tanggap
darurat bencana di Kabupaten/Kota.
h. Mengembangkan kapasitas pelaksana program Kesiapsiagaan dan
PRB/API di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota
i. Membina sistim perencanaan dan menghasilkan dokumen rencana
kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API.

26
j. Mengembangkan koordinasi-integrasi-sinkronisasi baik dengan
internal (PMI Pusat dan PMI Kabupaten/Kota) maupun eksternal
dengan BPBD Provinsi, swasta, perguruan tinggi dan para pemangku
kepentingan terkait di tingkat Provinsi.

3. Pengurus PMI Kabupaten/Kota

a. Menyiapkan dan membina kemampuan Relawan PMI (KSR dan TSR-


SIBAT), guna melaksanakan kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API.
b. Pemetaan daerah rawan bencana.
c. Menyusun database relawan (KSR dan TSR) sekaligus pemutakhirannya
secara berkala.
d. Membangun kerjasama dan komunikasi dengan para pemangku
kepentingan terkait setempat, meliputi, Dinkes, Dinsos, BPBD,
Bagian Kesra, SAR, RAPI, ORARI, Kepolisian, TNI, Bappeda dan swasta
e. Menyelenggarakan kegiatan rutin Kesiapsiagaan dan Pengurangan
Risiko Bencana yang sewaktu-waktu dapat ditingkatkan menjadi aksi
tanggap darurat bencana.
f. Melaksanakan pelatihan yang sesuai dengan jenis ancaman lokal, yang
terintegrasi dengan rencana kontijensi serta analisa kerawanan dari
BPBD Kab/Kota.
g. Meningkatkan kegiatan pelatihan dan peningkatan kesadaran
masyarakat tentang Kesiapsiagaan dan PRB/API di tingkat Kabupaten
melalui pelbagai program promosi siaga bencana, Sekolah Siaga
Bencana, pendidikan dan pelatihan, dan sebagainya.
h. Mengembangkan program Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis
Masyarakat (PERTAMA/ ICBRR), khususnya di desa atau kelurahan
yang rawan bencana, termasuk pula CBFA, PHAST, POS PP, POSKES,
dll.
i. Menyelenggarakan posko Penanganan Bencana PMI yang terintegrasi
dalam tugas-tugas Kesiapsiagaan dan PRB/API maupun sistem
peringatan dini.
j. Menyusun dan membina sistem komunikasi dengan jaringan-jaringan
yang terintegrasi dalam Sistem Komunikasi (SISKOM) BPBD Kab/Kota.
k. Menyebarluaskan nomor telepon maupun frekuensi pesawat radio PMI
kepada masyarakat di daerah rawan bencana.
l. Melaksanakan kegiatan pengerahan sumberdaya masyarakat untuk
membangun dan mengembangkan kemampuan nyata PMI di
Kabupaten/Kota dalam rangka kesiapsiagaan dan PRB/API.
m. Melaksanakan gelada atau simulasi penanganan bencana bagi relawan
PMI.
n. Meningkatkan kapasitas logistik

26
4. Pengurus PMI Kecamatan

a. Mengembangkan, memfasilitasi dan melaksanakan program


penyadaran masyarakat
b. Mengerahkan potensi PMI Kecamatan agar mampu memobilisasi KSR
dan TSR-SIBAT dalam kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API a.
c. Koordinasi lintas sektoral ditingkat Kecamatan dan desa/kalurahan.
d. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan Kesiapsiagaan dan
Pengurangan Risiko Bencana seperti:
1) Penyuluhan.
2) Pendampingan kelompok keluarga rentan.
3) Kunjungan rumah tangga.

e. Melaksanakan simulasi secara rutin ditingkat desa sesuai kerentanan


di wilayahnya.
f. Menjalin kerjasama dengan institusi yang ada di masyarakat
khususnya yang mempunyai komitmen yang tinggi dalam bidang
Kesiapsiagaan dan PRB/API, misalnya : kelompok pemuda sadar
lingkungan, kelompok kesehatan, kelompok pemuda pecinta alam,
karang taruna, PKK, Posyandu, desa siaga, dll.
g. Menyebarluaskan nomor telepon maupun frekuensi pesawat radio PMI
kepada masyarakat di daerah rawan bencana.

26
BAB V
PEMBINAAN

Pembinaan yang dilaksanakan mencakup kegiatan yang berhubungan dengan


perencanaan, pengembangan, pengerahan, penggunaan serta pengendalian
upaya kesiapsiagaan dan PRB/API secara berdaya guna dan berhasil guna.

Pembinaan ini dilaksanakan untuk memastikan agar seluruh upaya PRB/API dapat
dikerjakan dengan tepat, efektif dan efisien baik, sesuai dengan ketentuan,
petunjuk teknis / prosedur yang berlaku.

Aspek pembinaan khusus, sesuai dengan tujuan Kesiapsiagaan dan PRB/API yang
harus dilakukan oleh PMI antara lain:
A. Kapasitas dan kompetensi
B. Manajemen organisasi
C. Pengembangan sumber daya
D. Peningkatan Citra
E. Kepemimpinan
F. Jiwa Kerelawanan Dan Karakter Kepalangmerahan
G. Relawan
H. Penanganan Informasi

A. KAPASITAS DAN KOMPETENSI

1. Membangun kapasitas markas dan personil PMI disetiap tingkatan untuk


dapat memenuhi syarat minimal dalam Kesiapsiagaan dan PRB/API sesuai
dengan rencana kontijensi
2. Peningkatan kompetensi dapat dicapai melalui berbagai cara sesuai
standarisasi pelatihan PMI, antara lain:
a. Orientasi
b. Pelatihan
c. Geladi atau Simulasi

B. MANAJEMEN ORGANISASI

Pengurus PMI di tiap tingkatan berkewajiban melakukan pembinaan kapasitas


dan manajemen organisasi PMI, antara lain:
1. Penguatan struktur/mekanisme Kesiapsiagaan dan PRB/API.
2. Penguatan sistem pembinaan dan database relawan sesuai kompetensi
3. Menyiapkan sistem pengawasan dan evaluasi.
4. Memastikan semua pengurus, staff dan relawan memahami petunjuk
pelaksanaan Kesiapsiagaan dan PRB/API.

26
C. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA

Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan


pengembangan sumber daya PMI, antara lain:
1. Menyiapkan sistem pelaporan baik pertanggungjawaban keuangan
maupun naratif kegiatan
2. Menetapkan prosedur penerimaan sumbangan, baik dalam bentuk dana,
barang ataupun bentuk lainnya
3. Menyiapkan sistem pengendalian internal keuangan yang sesuai dengan
kebutuhan operasional yang memenuhi aspek akuntabilitas dan
transparansi.
4. Membangun jejaring dan kemitraan dengan pihak pihak yang potensial
dapat membantu PMI dalam Kesiapsiagaan dan PRB/API baik sebelum,
saat maupun setelah bencana.
5. Membangun hubungan yang baik dengan donor yang telah melakukan
donasi melalui PMI. Hubungan ini dapat dipelihara dengan cara:
a. Memberikan layanan informasi, termasuk akses informasi terhadap
organisasi, program Kesiapsiagaan dan PRB/API, mekanisme dan
perkembangan operasi bantuan
b. Menyediakan informasi/laporan pemanfaatan donasi.
c. Memberikan pengakuan terhadap donor dalam bentuk surat ucapan
terima kasih dan penghargaan, dan jika memungkinkan dapat
melakukan ekspose bantuan yang diberikan apabila donor
menginginkan/mengijinkan.
d. Membangun database donordonor yang sudah pernah membantu PMI
di setiap tingkatan.
6. Memastikan semua sumber daya dalam kondisi siap dimobilisasi/siap
pakai.

D. PENINGKATAN CITRA

Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan


pembinaan peningkatan citra organisasi PMI, antara lain:
1. Pelatihan kepada para diseminator dan staff kehumasan.
2. Peningkatan kegiatan diseminasi kepalangmerahan
3. Peningkatan kegiatan advokasi kepada mitra kerja untuk memperoleh
dukungan
4. Penguatan akses eksternal yang mendukung pelaksanaan Kesiapsiagaan
dan PRB/API.
5. Memastikan adanya dukungan efektif kehumasan PMI dalam promosi dan
publikasi kegiatan keksapsiagaan dan PRB/API.

26
E. KEPEMIMPINAN
Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan
pembinaan kepemimpinan anggota pengurus, staff dan relawan di
wilayahnya, antara lain:
1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap mandat utama
organisasi
2. Membangun komitmen bersama yang kuat antara relawan, pengurus dan
staf Kesiapsiagaan dan PRB/API.
3. Menetapkan struktur dan pembidangan kepengurusan dalam
Kesiapsiagaan dan PRB/API yang kemudian diikuti pada tataran
manajemen
4. Proses pengambilan keputusan mengikuti prosedur yang sudah
ditetapkan
5. Membangun kerjasama tim yang baik antara pengurus, staf dan relawan.

F. JIWA KERELAWANAN DAN KARAKTER KEPALANGMERAHAN


1. Oleh karena kerja dalam lingkungan bencana memerlukan disiplin sikap
dan perilaku yang terampil, tanggap, teladan dan peduli serta beretika/
berkarakter Palang Merah, maka diperlukan sekali pemupukan jiwa
kerelawanan dan karakter kepalangmerahan secara terus menerus dan
berkelanjutan.
2. Upaya pembinaan ini menjadi tanggung jawab Markas PMI disetiap
tingkatan dan diselenggarakan oleh Pembina/ pelatih PMI di setiap
masing-masing tingkatan.
3. Pelaksanaanya dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip dasar gerakan
Palang Merah dan bulan sabit merah international, dilakukan pada tiap
kesempatan, baik dalam pelaksanaan tugas rutin, dalam pelaksanaan
pendidikan/pelatihan maupun pada saat-saat penugasan. Upaya ini
dilaksanakan secara sadar, bermartabat, manusiawi dan beretika.
4. Wahana, sarana dan mekanisme pembinaan diserahkan kepada masing-
masing pembina/ pelatih. Pengurus dan staff memberi contoh teladan
bagaimana sebenarnya pemupukan ini dilakukan secara praktis dengan
sikap, tutur kata dan perilaku sepanjang bertugas dilingkungan PMI
maupun di masyarakat.
5. Beberapa sasaran yang perlu dicapai, antara lain :
a. Kepercayaan diri para petugas PMI (Pengurus, Pembina, Pelatih,
Anggota KSR dan TSR)
b. Kepercayaan kepada pimpinan.
c. Kepercayaan kepada kebenaran/ prinsip PMI.

6. Dalam pelaksanaan tugas kepalangmerahan secara rutin, teknik yang


dipakai dapat berupa:
a. Penyelenggaraan pembinaan rohani.
b. Teknik kepemimpinan PMI
c. Disiplin kerja
d. Program Diklat PMI (pembinaan fisik/ mental/ sikap dan
keterampilan)
7. Pengurus pada tiap tingkatan mengeluarkan pengarahan/kebijaksanaan
sesuai situasi dan kondisi serta wawasan Palang Merah Indonesia.

26
G. RELAWAN

1. Pelaksanaan tugas Kesiapsiagaan dan PRB/API bencana tidak dapat


dilakukan oleh orang per orang. Upaya ini memerlukan operasi satuan
yang perlu dikendalikan dan didukung oleh satuan satuan yang lebih
tinggi. Dalam rangka ini, KSR dan TSR SIBAT PMI merupakan ujung
tombak dari kegiatan PMI. Oleh sebab itu diperlukan pula suatu upaya
pembinaan yang terarah dan terencana, serta berkesinambungan.
2. Upaya pembinaan ini menjadi tugas dan tanggung jawab Pengurus dan
Markas di masing-masing tingkatan.
3. Pelaksanaan didasarkan pada peraturan organisasi atau juklak tersendiri
dan dilakukan dalam suatu program rutin.
a. Tahap dalam latihan satuan PMI (Program Latihan dan pembinaan
etika dan karakter palang merah).
b. Tahap dalam Pelatihan dengan BPBD (Latihan Posko dan Gladi)
c. Tahap dalam penyusunan operasional sewaktu ikut dalam kegiatan
penanggulangan, baik dalam program PERTAMA/ ICBRR, PHAST,
CBFA, maupun dalam kegiatan tanggap darurat bencana.
4. Beberapa sasaran yang perlu dicapai antara lain:
a. Terpeliharanya pengetahuan, sikap dan perilaku setiap anggota
resukarela PMI.
b. Terpeliharanya kemampuan bekerja dalam tim/kelompok kecil
sesuai penugasan.
c. Terpeliharanya kemampuan bekerja sebagai unit terpadu (KSR dan
TSR SIBAT PMI)
d. Terpeliharanya kesiapsiagaan sesuai sasaran strategi Pengurus
Kabupaten / Kota/ Provinsi dan Pusat, serta pemerintah
(BNPB/BPBD)
5. Mekanisme pembentukan dan pembinaan Tim SATGANA dan TSR SIBAT
PMI maupun sistem pelatihan diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan
SATGANA, SIBAT PMI dan panduan dan materi pelatihan lainya yang
sesuai.

H. PENANGANAN INFORMASI

1. Penyusunan dan pengembangan tiap perencanaan harus didasarkan pada


data yang akurat, tepat waktu dan memiliki derajat ketajaman yang
tinggi, baik untuk maksud perkiraan maupun untuk menghitung risiko dan
sebagainya. Dalam kondisi emergensi, hal ini menjadi sangat krusial,
dimana banyak akan diketemui ketidakpastian oleh karena terganggunya
sistem informasi rutin dan keadaan normal.
2. Penanganan informasi mencakup pencarian, pengerahan, pengumpulan,
pengolahan, pencatatan, analisa dan pelaporan informasi. Seluruh
komponen informasi ini tentu perlu dibina dengan cermat dan tepat.
3. Upaya pengumpulan, penyusunan dan pencatatan serta pelaporan
informasi ini menjasi tugas dan tanggung jawab setiap unit pelaksana
(KSR atau TSR SIBAT PMI) yang dilibatkan secara operasional Markas PMI
yang lebih tinggi bertanggung jawab mengevaluasi dan menganalisa
laporan dari satuan operasional PMI itu.

26
4. Laporan dan evaluasi ini kemudian sesuai jaringan struktural dikirim ke
Markas Pusat setelah disaring oleh Markas Provinsi PMI.
5. Markas Pusat mengusahakan dan menyusun pola pembinaan informasi
bencana ini yang berlaku untuk seluruh PMI. Markas Provinsi menyiapkan
wahana dan sarana pokok untuk pengumpulan dan pengolahan informasi
tersebut di provinsi. Markas Kabupaten / Kota melakukan dan
menjalankan sistim tersebut yang disesuaikan dengan sistim pencatatan,
analisa dan pelaporan BPBD setempat.
6. Cara menjalankan sistim informasi ini harus sederhana dan tepat guna
dengan sebanyak mungkin menggunakan format yang seragam dan baku.
Pengirim data berdasar kemampuan Provinsi dan sistim perhubungan
nasional.
7. Informasi dijadikan dasar untuk menggerakan kegiatan teknis
penanggulangan korban bencana serta juga dijadikan dasar untuk post
disaster review
8. Pengurus tiap tingkatan mengeluarkan pengarahan/ kebijaksanaan sesuai
situasi dan kondisi serta wawasan Palang merah Indonesia.

26
BAB VI
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

Untuk memastikan apakah kegiatan kesiapsiapsiagaan dan PRB/API dapat


dilaksanakan secara cepat, tepat dan berkualitas maka perlu dilakukan
monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan disetiap tingkatan PMI.
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan pada masing-masing tahapan perencanaan
sampai dengan implementasinya.

A. MONITORING DAN EVALUASI

1. Monitoring dimaksudkan untuk :


a. Mengkaji sejauh mana perkembangan kemajuan dari kegiatan
Kesiapsiagaan dan PRB/API.
b. Memantau perkembangan kualitas kegiatan secara berkala.
c. Mengetahui tingkat partisipasi dari staf pelaksana program/kegiatan,
masyarakat dan mitra.

Kegiatan Monitoring yang dilaksanakan adalah antara lain sebagai


berikut:

TINDAK LANJUT
SIKLUS IDENTIFIKASI FORMULASI IMPLEMENTASI
PENYELESAIAN
KEGIATAN MASALAH PROGRAM PROGRAM
AKHIR
Hal-hal Analisa Kebijakan Laporan2 Kesimpulan
yang perlu Permasala Kerangka Kerja kegiatan dan
dimonitor han; dan Kegiatan; Verifikasi rekomendasi
Evaluasi Tujuan atau Pelajaran yang
kegiatan Program; Pengamatan diperoleh dari
pada Hasil yg. lapangan pelaksanaan
waktu diharapkan; Hasil kegiatan
lalu; Input yg. yang dicapai Hal-hal yang
Dokumen diperlukan; Data2 perlu
terkait; statistik diperbaiki atau
Data2 Laporan ditambahkan
primer; lain-lain
Kapasitas
lembaga
Pelaksan Pembina Pembina Pengurus PMI Pengurus PMI
a Program Program Pembina Pembina
Pelaksana Pelaksana Program Program
Program Program Pihak Donor Pelaksana
Program
Pihak Donor

26
2. Evaluasi
a. Evaluasi dimaksudkan untuk menilai tingkat ketepatan, efektifitas
dan efisiensi dari kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API yang
dilaksanakan, untuk memastikan keberlangsungan program/kegiatan.
b. Kegiatan evaluasi program terdiri dari baseline, tinjauan internal
jangka menengah, dan end line serta evaluasi akhir.
Survey Baseline dilakukan pada bulan pertama pelaksanaan program
untuk mengumpulkan data yang relevan dimasyarakat yang menjadi
target dalam pelaksanaan program. Informasi ini akan dibandingkan
dengan tinjauan pertengahan projek dan survey end line yang akan
menentukan keefektifan program. Temuan dari survey baseline akan
disertakan untuk meninkatkan kualitas rancangan program.
Tinjauan pertengahan program akan dilakukan pada pertengahan
program untuk mengukur perkembangan program dan hasil serta
tujuan program. Tinjauan pertengahan juga akan menghasilkan
rekomendasi untuk meningkatkan pelaksanaan program untuk
mencapai tujuan sasarannya.
Survey akhir program akan dilakukan pada akhir dari pelaksanaan
program untuk mengukur output pelaksanaan program dibandingkan
dengan hasil survey baseline, evaluasi hasil pertengahan projek dan
tujuan program.

c. Metode, alat dan waktu evaluasi


Kegiatan evaluasi dilakukan secara partisipatif, melibatkan seluruh
unsur program, dengan metode, alat dan pengaturan waktu sebagai
berikut:

No. Metode Alat Waktu


1. Kunjungan berkala Kuesioner 6 bulan sekali (PMI Pusat ke
Kerangka acuan PMI Provinsi)
Laporan 3 bulan sekali (PMI Provinsi
Database ke PMI Kabupaten/Kota)
Dokumentasi kegiatan 1 bulan sekali (PMI
Kabupaten/Kota ke
masyarakat)
2. Wawancara Panduan pertanyaan Menyesuaikan dengan waktu
Kuesioner kunjungan berkala dan
Laporan pertemuan rutin atau sesuai
Dokumentasi kegiatan dengan keperluan
Database
3. Pengamatan Laporan Menyesuaikan dengan waktu
Dokumentasi kegiatan kunjungan berkala dan
Database pertemuan rutin atau sesuai
dengan keperluan
4. Pertemuan rutin Kuesioner 6 bulan sekali (PMI Pusat ke
Kerangka acuan PMI Provinsi)
Laporan 3 bulan sekali (PMI Provinsi
Database ke PMI Kabupaten/Kota)
Dokumentasi kegiatan 2 bulan sekali (PMI
Kabupaten/Kota ke
masyarakat)

26
B. SISTEM PELAPORAN
Sistem pelaporan dikembangkan ditingkat Kecamatan, Kabupaten, Provinsi
dan Pusat. sebelumnya meringkas berbagai laporan ditingkat tersebut.
Sistem pelaporan diatur dalam juknis tersendiri

BAB VII
PENUTUP

Komitmen dan itikad baik dari seluruh komponen PMI baik pengurus, staf dan
Relawan PMI di setiap tingkatan dalam menerapkan Petunjuk Teknis
Kesiapsiagaan dan PRB/API ini sangat diperlukan.

Petunjuk Teknis ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam


melaksanakan kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API untuk memberdayakan
kapasitas PMI dan masyarakat agar memiliki ketahanan dan ketangguhan dalam
menghadapi dampak bencana / perubahan iklim.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 30 Januari 2012

PENGURUS PUSAT
PALANG MERAH INDONESIA
KETUA UMUM,

M. JUSUF KALLA

26

Anda mungkin juga menyukai