Anda di halaman 1dari 9

PHBS Di Institusi Kesehatan

A. Pengertian PHBS Secara Umum


Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan semua perilakukesehatan
yang dilakukan atas kesadaran sehingga tiap individu dapatmenolong dirinya
sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktifdalam kegiatan-kegiatan di
masyarakat. Terdapat prinsip yang menjadi dasarpelaksanaan PHBS yakni
mencegah lebih baik daripada mengobati. Ruanglingkup PHBS terdiri dari lima
tatanan, yakni tatanan rumah tangga,institusi kesehatan, tempat-tempat umum,
sekolah, dan tempat kerja, dimanaterdapat indikator-indikator tertentu dari setiap
tatanan PHBS yang ada.PHBS di institusi kesehatan adalah upaya untuk
memberdayakan pasien,masyarakat pengunjung, dan petugas agar tahu, mau, dan
mampu untukmempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat, serta berperan aktif
dalammewujudkan institusi kesehatan dan mencegah penularan penyakit
diinstitusi kesehatan (Proverawati dan Rahmawati, 2012).
B. Definisi PHBS di Institusi Kesehatan
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untukmemberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagiperorangan, keluarga,
kelompok, dan masyarakat, dengan membuka jalankomunikasi, memberikan
informasi dan melakukan edukasi, untukmeningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku, melalui pendekatanpimpinan (advokasi),bina suasana ( social support )
dan pemberdayaanmasyarakat (empowerman) sebagai suatu upaya untuk
membantumasyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, dalam
tatananmasing-masing, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat,
dalamrangka menjaga, memelihara, dan meningkatkan kesehatan (DinkesSulses,
2010).
Institusi Kesehatan adalah sarana yang diselenggarakan olehpemerintah atau
swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatanpelayanan kesehatan bagi
masyarakat seperti rumah sakit, puskesmas, danklinik swasta. PHBS di Institusi
Kesehatan adalah upaya untukmemberdayakan pasien, masyarakat pengunjung
dan petugas agar tahu,mau dan mampu untuk mempraktikkan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehatdan berperan aktif dalam mewujudkan Institusi Kesehatan Sehat
danmencegah penularan penyakit di Institusi Kesehatan (Depkes RI, 2007).
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah sekumpulan perilaku yangdipraktikkan
atas dasar kesadaran atas hasil pembelajaran yangmenjadikan seseorang atau
keluarga dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif
dalam mewujudkan kesehatanmasyarakat (Dinkes, 2009)

C. Indikator PHBS di Institusi Kesehatan


Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di
Institusi Kesehatan yaitu (Depkes RI, 2007) :
a. Mencuci tangan pakai sabun (hand rub/hand wash)
b. Penggunaan air bersih.
c. Penggunaan jamban sehat.
d. Membuang sampah pada tempatnya.
e. Tidak merokok di Institusi Kesehatan.
f. Tidak meludah sembarangan.
g. Pemberantasan jentik nyamuk

D. Tujuan PHBS di Institusi Kesehatan


Tujuan PHBS di Institusi Kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di InstitusiKesehatan.b.
b. Mencegah terjadinya penularan penyakit di Institusi Kesehatan.
c. Menciptakan Institusi Kesehatan yang sehat.

E. Manfaat PHBS di Institusi Kesehatan


PHBS di Institusi Kesehatan mempunyai manfaat bagipaisen/keluarga
pasien/pengunjung, Institusi Kesehatan, dan pemerintahdaerah.
a. Bagi Pasien/Keluarga Pasien/Pengunjung :
1. Memperoleh pelayanan kesehatan di Institusi Kesehatanyang baik.
2. Terhindar dari penularan penyakit.
3. Mempercepat proses penyembuhan penyakit danpeningkatan kesehatan
pasien.b.
b. Bagi Institusi Kesehatan :
1. Mencegah terjadinya penularan penyakit di InstitusiKesehatan.
2. Meningkatkan citra Institusi Kesehatan yang baik sebagaitempat untuk
memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikankesehatan bagi
masyarakat.c.
c. Bagi Pemerintah Daerah :
1. Peningkatan persentase Institusi Kesehatan Sehatmenunjukkan kinerja dan
citra Pemerintah Kabupaten/Kota yangbaik.2.
2. Kabupaten/Kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagidaerah lain dalam
pembinaan PHBS di Institusi Kesehatan.(Notoatmodjo, 2007)

F. Sasaran PHBS di Institusi Kesehatan


Sasaran PHBS di tatanan Institusi Kesehatan (puskesmas, rumahsakit, klinik,
dan lain-lain) adalah semua orang dewasa atau remaja danterbagi dalam (Depkes
RI, 1997) :
a. Sasaran primer
Adalah sasaran utama dalam tatanan Institusi Kesehatan yangakan
dirubah perilakunya adalah pasien dan keluarga atau pengunjungyang
bermasalah.
b. Sasaran sekunder
Adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalamtempat
umum yang bermasalah misalnya, petugas kesehatan.
c. Sasaran tersier
Adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantudalam
menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatanuntuk
tercapainya pelaksanaan PHBS di tempat umum misalnya,pimpinan, direktur
atau pemilik baik pemerintah atau swasta

G. Langkah-langkah Pembinaan PHBS di Institusi Kesehatan


1. Anatisis Situasi
Penentu kebijakan/pimpinan di institusi kesehatan melakukan
pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan tentang PHBS di Institusi
Kesehatan serta bagaimana sikap dan perilaku petugas kesehatan, pasien,
keluarga pasien dan pengunjung terhadap kebijakan PHBS di Institusi
Kesehatan. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat
kebijakan.
2. Pembentukan Keiompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Institusi
Kesehatan.
Pihak Pimpinan Institusi Kesehatan mengajak bicara/berdialog petugas
dan karyawan di Institusi Kesehatan tentang :
 Maksud, tujuan dan manfaat penerapan PHBS di Institusi Kesehatan.
 Rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di Institusi Kesehatan.
 Penerapan PHBS di Institusi Kesehatan, antisi-pasi kendala dan sekaligus
alternatif solusi.
 Penetapan penanggung jawab PHBS di Institusi Kesehatan dan mekanisme
pengawasannya.
 Cara sosialisasi yang efektif bagi petugas, kar¬yawan, pasien, keluarga
pasien dan pengunjung.
 Kemudian Pimpinan Institusi Kesehatan mem-bentuk Keiompok Kerja
Penyusunan Kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan.

3. Pembuatan Kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan


Kelompok Kerja membuat kebijakan yang jelas, tujuan dan cara
melaksanakannya.

4. Penyiapan Infrastruktur
 Membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas
PHBS di Institusi Kesehatan.
 Instrumen Pengawasan
 Materi sosialisasi penerapan PHBS di Institusi Kesehatan.
 Pembuatan dan penempatan pesan-pesan PHBS di tempat-tempat yang
strategis di institusi kesehatan.
 Mekanisme dan saluran pesan PHBS di Institusi Kesehatan.
 Pelatihan bagi pengelola PHBS di Institusi Kesehatan.

5. Sosialisasi Penerapan PHBS di Institusi Kesehatan


 Sosialisasi penerapan PHBS di Institusi Kesehatan di lingkungan internal.
 Sosialisasi tugas dan.penanggung jawab PHBS di Institusi Kesehatan.
6. Penerapan PHBS Di Institusi Kesehatan
 Penyampaian pesan PHBS di Institusi Kesehatan kepada pasien dan
pengunjung seperti melalui penyuluhan, penyebarluasan informasi melalui
media poster, stiker, papan pengumuman, kunjungan rumah dsb.
 Penyediaan sarana dan prasarana PHBS di Institusi Kesehatan seperti air
bersih, jamban sehat, tempat sampah, tempat cuci tangan dsb.
 Pelaksanaan pengawasan PHBS di Institusi Kesehatan.

7. Pengawasan dan Penerapan sanksi


Pengawas PHBS di Institusi Kesehatan mencatat pelanggaran dan
menerapkan sanksi sesuai dengan Peraturan Daerah setempat seperti larangan
merokok di sarana kesehatan dan membuang sampah sembarangan.

8. Pemantauan dan Evaluasi


 Lakukan pemantauan dan evaluasi secara periodik tentang kebijakan yang
dilaksanakan.
 Minta pendapat Pokja PHBS di Institusi Kesehatan dan lakukan kajian
terhadap masalah yang ditemukan.
 Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan.

SOLUSI KASUS COVID-19 PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT DENGAN

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Tenaga kesehatan atau dalam kasus ini adalah perawat, merupakan merupakan garda
terdepan dalam pencegahan dan penangangan penularan virus Covid-19. Tingginya
resiko tenaga kesehatan terpapar atau terinfeksi Covid-19 antara lain disebabkan oleh
kelangkaan alat pelindung diri (APD); kurangnya pengetahuan terkait Covid-19 dan
penggunaan APD serta riwayat kontak dengan pasien terkonfirmasi Covid-19
khususnya paien yang tidak jujur memberikan informasi karena takut terhadap stigma
orang lain terhadapnya.

Berdasarkan kasus tersebut, maka perlu dilakukan penanganan kasus dengan metode
pemberdayaan masyarakat. Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Pemberdayaan Masyarakat Bidang
Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan, yang selanjutnya disebut
Pemberdayaan Masyarakat adalah proses untuk meningkatkan pengetahuan,
kesadaran dan kemampuan individu, keluarga serta masyarakat untuk berperan aktif
dalam upaya kesehatan yang dilaksanakan dengan cara fasilitasi proses pemecahan
masalah melalui pendekatan edukatif dan partisipatif serta memperhatikan kebutuhan
potensi dan sosial budaya setempat. Strategi Pemberdayaan Masyarakat bidang
kesehatan meliputi:

a. peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan


mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi;
b. peningkatan kesadaran masyarakat melalui penggerakan masyarakat;
c. pengembangan dan pengorganisasian masyarakat;
d. penguatan dan peningkatan advokasi kepada pemangku kepentingan;
e. peningkatan kemitraan dan partisipasi lintas sektor, lembaga
kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan, dan swasta;
f. peningkatan pemanfaatan potensi dan sumber daya berbasis kearifan lokal;
dan
g. pengintegrasian program, kegiatan, dan/atau kelembagaan Pemberdayaan
Masyarakat yang sudah ada sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan
masyarakat.

Selain strategi diatas, terdapat 6 strategi pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan


Covid-19 oleh Kementerian Kesehatan, dan salah satunya yaitu pendamping teknis
tenaga kesehatan puskesmas untuk menjamin keberlangsungan kegiatan. Solusi yang
ditawarkan adalah adanya pemberdayaan tenaga kesehatan atau dalam kasus ini
perawat dengan peningkatan pengetahuan tenaga kesehatan tentang pencegahan
penularan Covid-19 dan peningkatan kemampuan penggunaan APD secara benar dan
tepat dalam rangka pelaksana tugas penanganan Covid-19. Peningkatan pengetahuan
dilakukan dengan kegiatan menyampaikan pesan kesehatan berupa materi tentang
Covid-19(meliputi; penyebab, gejala,cara penularan, pencegahan dll) dan penggunaan
APD kepada para perawat dan tenaga kesehatan lainnya dengan tujuan agar perawat
tersebut memperoleh pengetahuan yang lebih baik untuk dapat terhindar dari Covid
dan meningkatkan derajat kesehatannya. Materi dapat disampaikan secara langsung
atau menggunakan slide presentasi serta penyebaran brosur atau buku panduan Covid
bagi perawat dan tenaga kesehatan di rumah sakit.

Dengan adanya kegiatan diharapkan mengubah sikap dan perilaku dari masyarakat
sasaran. Dengan bertambahnya pengetahuan tenaga kesehatan tentang penularan
Covid-19 dan dengan tersalurnya alat pelindung diri, diharapkan perawat dan tenaga
kesehatan bisa aman dan terlindungi dalam bertugas.. Tenaga kesehatan juga
diharapkan menyampaikan pengetahuan yang mereka dapat untuk disampaikan
kepada masyarakat di wilayah kerjanya agar segera terputusnya mata rantai
penyebaran Covid.

DUKUNGAN SOSIAL (SOCIAL SUPPORT)

Promosi kesehatan akan mudah dilakukan apabila mendapatkan dukungan sosial.


Dukungan sosial adalah sebuah kegiatan dengan tujuan untuk mencari dukungan dari
berbagai elemen (tokohtokoh masyarakat) untuk menjembatani antara pelaksana
program kesehatan dengan masyarakat sebagai penerima program kesehatan tersebut.
Strategi ini dapat disebut sebagai upaya bina suasana atau membina suasana yang
kondusif terhadap kesehatan. Sasaran utama dukungan sosial atau bina suasana ini
adalah para tokoh masyarakat di berbagai tingkat (sasaran sekunder), sedangkan
untuk sasaran dukungan sosial atau bina suasana lainnya terdiri dari kelompok peduli
kesehatan, para pemuka agama, tenaga profesional kesehatan, institusi pelayanan
kesehatan, organisasi massa, tokoh masyarakat, kelompok media massa, dan lembaga
swadaya masyarakat.Adapun bentuk-bentuk dukungan sosial yang dilaksanakan di
masyarakat diantaranya sebagai berikut.

 Bina Suasana IndividuBina suasana individu ini dilakukan oleh individu


tokoh-tokoh masyarakat. Para tokoh masyarakat ini menjadi individu-
individu yang menjadi panutan dalam hal mempraktikan program
kesehatan yang sedang diperkenalkan.
 Bina Suasana KelompokBina suasana kelompok dilakukan oleh para
kelompok-kelompok yang ada didalam masyarakat, seperti ketua RT, RW,
karang taruna, serikat pekerja dan lain sebagainya. Dalam hal ini,
kelompok-kelompok tersebut menjadi kelompok yang peduli dengan
program kesehatan yang sedang diperkenalkan dan setuju atas program
kesehatan tersebut serta mendukung program kesehatan tersebut.
 Bina Suasana PublikBina suasana publik dilakukan oleh masyarakat
umum melalui pemanfaatan media-media komunikasi yang ada. Sebagai
contoh radio, TV, koran, majalah, websites, dan lain sebagainya. Dalam
hal ini, media massa yang ada peduli serta menjadi pendukung dalam
program kesehatan yang sedang diberlakukan atau diperkenalkan. (Ratih
Gayatri dan Mutia Dewi 2017)

Social Support

Dukungan sosial ke perawat COVID-19 di ruang isolasi

Dukungan tersebut meliputi pemenuhan kebutuhan dan perlengkapan, seperti


pemenuhan APD, mencukupi asupan vitamin dan gizi petugas kesehatan, pemberian
kesejahteraan perawat seperti tambahan insentif diluar gaji petugas kesehatan, hingga
diberikannya fasilitas rumah singgah untuk petugas kesehatan yang dapat menjauhkan
perawat dari stigma negatif masyarakat tentang dirinya ketika harus pulang ke rumah
akan menularkan virus.

Menurut Nurmala (2020) Promosi kesehatan akan mudah dilakukan jika mendapat
dukungan dari berbagai lapisan masyarakat. Hal ini juga sejalan dengan penelitian
Puadi (2016), bahwasannya adanya kerjasama di lintas ssktoral dan dukungan dari
pemerintah dapat memberikan hasil yang maksimal dalam penanggulangan masalah
kesehatan yang ada.

Dari penelitian Rosyanti (2020) menyebutkan adanya potensi gangguan kesehatan


pada petugas kesehatan COVID-19 seperti stress berat, depresi, kelelahan, kemudian
juga munculnya perasaan tidak didukung, kekhawatiran tentang kesehatan pribadi,
takut membawa infeksi dan menularkannya kepada anggota keluarga atau orang lain,
merasa terisolasi ketika sedang tidak tugas, stigmatisasi sosial, beban kerja berlebih,
dan merasa tidak aman ketika memberikan layanan perawatan dan kesehatan pada
pasien. Menurut Suhamdani (2020) pentingnya efikasi diri yang tinggi untuk
meringankan gejala psikologi seperti mengurangi tingkat kecemasan pada perawat di
saat pandemi. Dari situ diharapkan adanya kolaborasi dukungan dari pihak rumah
sakit, pemerintah dan juga non pemerintah dalam meringankan beban kerja petugas
kesehatan COVID-19 agar tercapai tujuan promosi kesehatan yang optimal. (Adhan
Kurnia Onikananda, 2021)

Anda mungkin juga menyukai