Anda di halaman 1dari 59

ii

ISBN 978-0-521-27986-4

Judul Asli : The Anaesthetic Crisis Manual


Penulis : David C. Borshoff

Penerjemah : Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI-RSCM


Januari 2018

Cetakan Pertama tahun 2011

Isi 30 halaman

Penerbit : Cambridge University Press


The Edinburg Building, Cambrige CB2 BRU, UK

Diterbitkan di Amerika Serikat oleh Cambridge University Press

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii

BAB 1 HENTI JANTUNG IRAMA SHOCKABLE (VF/VT PADA DEWASA) ..................................................... 1

BAB 2 HENTI JANTUNG BUKAN IRAMA SHOCKABLE (ASISTOL DAN PEA PADA DEWASA) ..................... 4

BAB 3 BANTUAN HIDUP LANJUT PADA ANAK......................................................................................... 6

BAB 4 SERANGAN JANTUNG INTRAOPERATIF ........................................................................................ 8

BAB 5 PERDARAHAN INTRAOPERATIF BERAT ....................................................................................... 10

BAB 6 ANAFILAKSIS ............................................................................................................................... 12

BAB 7 REAKSI HEMOLITIK PADA TRANSFUSI......................................................................................... 14

BAB 8 EMBOLI UDARA .......................................................................................................................... 16

BAB 9 SULIT VENTILASI SUNGKUP ........................................................................................................ 18

BAB 10 SULIT INTUBASI YANG TIDAK TERANTISIPASI ........................................................................... 20

BAB 11 TIDAK DAPAT INTUBASI, TIDAK DAPAT VENTILASI ................................................................... 22

BAB 12 LARINGOSPASME...................................................................................................................... 24

BAB 13 PENINGKATAN TEKANAN JALAN NAPAS .................................................................................. 26

BAB 14 BRONKOSPASME BERAT ........................................................................................................... 28

BAB 15 ASPIRASI ................................................................................................................................... 30

BAB 16 TOTAL SPINAL OBSTETRI .......................................................................................................... 32

BAB 17 PERDARAHAN POST PARTUM .................................................................................................. 34

BAB 18 KOLAPS IBU HAMIL ................................................................................................................... 36

BAB 19 RESUSITASI NEONATUS – NEONATAL LIFE SUPPORT ............................................................... 38

BAB 20 TOKSISITAS ANESTESI LOKAL .................................................................................................... 40

BAB 21 HIPERKALEMIA ......................................................................................................................... 42

BAB 22 HIPERTERMIA MALIGNA ........................................................................................................... 44

BAB 23 TERMINAL EVENT CHECKLIST – THE 10 Ts ................................................................................ 46

BAB 24 PENCEGAHAN KRISIS ................................................................................................................ 47

ii
BAB 1 HENTI JANTUNG IRAMA SHOCKABLE (VF/VT PADA DEWASA)

Langkah – Langkah:

1. Panggil bantuan, komunikasikan kepada rekan mengenai masalah yang dihadapi


dan delegasikan

2. Mulai kompresi dada (100-120 per menit)

3. Amankan jalan napas. Gunakan O2 (oksigen) 100%. Lanjutkan RJP (resusitasi jantung
paru)

4. BERIKAN SHOCK/KEJUT LISTRIK segera setelah defibrilator tersedia. Lanjutkan RJP

5. BERIKAN SHOCK/KEJUT LISTRIK pada menit ke-2. Lanjutkan RJP

6. BERIKAN SHOCK/KEJUT LISTRIK pada menit ke-4. Berikan Amiodarone 300 mg dan
Adrenalin 1 mg. Lanjutkan RJP

7. Lanjutkan pemberian shock/kejut listrik setiap 2 menit dan kaji kembali adanya
penyebab yang reversibel

8. Jika mampu laksana, gunakan ultrasound (USG) transthorakal untuk membantu


penegakkan diagnosis

9. Pada kasus VF/VT yang menetap, berikan Adrenalin 1 mg setiap 3-5 menit (berselang
dengan kejut listrik) dan Amiodarone 150 mg dilanjutkan dengan infus Amiodarone
900 mg selama 24 jam

10. Setelah pasien ROSC (kembalinya sirkulasi spontan), mulai segera perawatan
paskaresusitasi

Pertimbangkan:
 Rujuk untuk intervensi koroner perkutan (IKP) urgen
 Hipotermia terapeutik

Hindari:
 Hiperglikemia (terapi jika > 10 mmol/l)
 Hiperoksemia (jaga SpO2 94-98%)
 Hiperkarbia

* di Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru, adrenalin diberikan setelah kejut
listrik kedua

1
Delegasikan kepada salah satu anggota tim untuk bertugas mencatat waktu dan seluruh
kejadian. Jika anggota tim lainnya dapat ditugaskan untuk melakukan kompresi dada,
ventilasi, dan memantau curah jantung, ketua tim dapat melakukan pengkajian penyebab
potensial yang reversibel.

Penyebab reversibel (4H dan 4T) antara lain:


Hipoksia Tension (tension pneumotoraks)
Hipovolemia Tamponade
Hipotermia Trombosis
Hipo/hyperkalemia Toksin

Jika menggunakan echo transtorakal, gunakan lapangan pandang sub-xyphoid.

Pasien harus diberikan ventilasi menggunakan oksigen 100% dengan laju 10 volume tidal
normal per menit. Hindari hiperventilasi.

Apabila pasien membutuhkan intubasi, tindakan intubasi harus dilakukan secepat mungkin
dan dilakukan oleh orang yang paling berpengalaman di tim tersebut. Konfirmasi intubasi
menggunakan EtCO2 jika ada. Tindakan intubasi dilakukan hanya jika kompresi dada telah
dilakukan (CAB).

Ditekankan untuk interupsi minimal saat melakukan kompresi dada dan melakukan
kompresi dada dengan kualitas tinggi. Target lama jeda untuk tujuan apa pun (missal
analisis irama EKG dan pemberian kejut listrik) tidak boleh lebih dari 5 detik. Jika
menggunakan defibrillator manual, setelah menganalisis irama, lanjutkan RJP selagi mesin
mengisi daya listrik untuk meminimalkan jeda “pre-shock”.

Pad (lempeng) defibrilator jenis self adhesive dapat menghantarkan kejut listrik yang lebih
cepat.

Energi kejut listrik: Bifasik 200 J untuk percobaan pertama, dan berikan energi yang sama
atau yang lebih besar untuk percobaan berikutnya. Monofasik 360 J. Untuk anak-anak
gunakan 4 J/kg BB.

Kejut listrik berturut-turut (hingga 3 kejut berturutan pada 1 siklus) dapat digunakan pada
kasus:
 VF/VT yang disaksikan dengan kondisi pad (lempeng) defibrilator telah terpasang.
 Paska bedah jantung
 Terjadi di Lab kateter jantung
 Terjadi di lingkungan Critical care

Obat-obatan digunakan segera setelah defibrilasi. Dosis obat antara lain:


 Magnesium IV : 1-2 gram selama 3 menit untuk Torsade de Pointes atau
hipomagnesemia

2
 Kalsium klorida 10% IV : 0,2 ml/kg (maksimal 5 ml) untuk hiperkalemia,
hipokalsemia atau overdosis obat golongan penyekat kanal kalsium (CCB)
 Sodium/Natrium bikarbonat 8,4% IV : 1-2 ml/kg untuk hiperkalemia dan overdosis
antidepresan. Bukan indikasi untuk resusitasi yang memanjang.
 Lignocaine IV : 1 mg/kg jika Amiodarone tidak tersedia.

Jalur intraosseus lebih dipilih sebagai alternatif jalur pemberian obat jika akses intravena
sulit.

3
BAB 2 HENTI JANTUNG BUKAN IRAMA SHOCKABLE (ASISTOL DAN PEA PADA
DEWASA)

Langkah – Langkah:

1. Panggil bantuan, komunikasikan kepada rekan mengenai masalah yang dihadapi


dan delegasikan

2. Mulai kompresi dada (100-120 per menit)

3. Amankan jalan napas. Gunakan O2 (oksigen) 100%. Lanjutkan RJP (resusitasi jantung
paru)

4. Cek lead EKG tanpa interupsi terhadap kompresi

5. Berikan Adrenalin 1 mg melalui jalur intravena

6. Kaji kembali adanya penyebab reversibel (4H-4T)

7. Setelah 2 menit, cek nadi dan irama EKG. Pertimbangkan penggunaan ultrasound
(USG) subxyphoid

8. Lanjutkan RJP. Minimalkan durasi jeda untuk menilai irama EKG

9. Berikan Adrenalin 1 mg setiap selang 1 siklus (3-5 menit)

10. Jika EKG menunjukkan irama VF/VT, alihkan tatalaksana ke protokol Henti Jantung
Shockable

11. Pertimbangkan penggunaan pacing (pacu) jantung hanya pada kasus asistol jika
gelombang P telah terlihat

11. Setelah pasien ROSC (kembalinya sirkulasi spontan), mulai segera perawatan
paskaresusitasi

Pertimbangkan:
 Rujuk untuk intervensi koroner perkutan (IKP) urgen
 Hipotermia terapeutik

Hindari:
 Hiperglikemia (terapi jika > 10 mmol/l)
 Hiperoksemia (jaga SpO2 94-98%)
 Hiperkarbia

4
Delegasikan kepada salah satu anggota tim untuk bertugas mencatat waktu dan seluruh
kejadian. Jika anggota tim lainnya dapat ditugaskan untuk melakukan kompresi dada,
ventilasi, dan memantau curah jantung, ketua tim dapat melakukan pengkajian penyebab
potensial yang reversibel.

Meminimalkan jeda pada RJP dapat meningkatkan peluang keberhasilan RJP.

Pikirkan hipovolemia pada kasus PEA jika terjadi pada situasi pembedahan. Pertimbangkan
perdarahan yang tidak terdiagnosis, khususnya pada operasi laparoskopik.

Hipoksia harus segera dikoreksi dengan mengamankan jalan napas dan memberikan
ventilasi menggunakan oksigen 100%.

Gangguan elektrolit atau metabolik dapat dinilai dengan pemeriksaan laboratorium kimia
darah urgen. Indikasi pemeriksaan magnesium dan kalsium dapat dilihat pada dosis obat di
bab 1 dan keduanya harus terkoreksi.

Hiperkalemia dikoreksi dengan mengacu pada protokol hiperkalemia (bab 21).

Tamponade, pneumotoraks tensi, dan obsstruksi tromboemboli, akan sulit untuk didiagnosis
tanpa pengetahuan yang cukup untuk masing-masing manifestasi klinisnya.

Pencitraan ultrasound (USG) dapat memberikan informasi yang dapat membantu


penegakkan diagnosis. Direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan USG lapang
pandang sub-xyphoid pada jeda waktu singkat saat memeriksa irama.

Target status volume adalah normovolemia. Pada kondisi awal tidak hipovolemia, infus
cairan yang berlebihan harus dihindari.

Jika mampu laksana, konfirmasi penempatan alat jalan napas dilakukan menggunakan
alat deteksi CO2.

Semua obat harus diberikan melalui jalur vena perifer atau sentral. Jika tidak
memungkinkan, jalur intraosseus tibial atau humeral menjadi alternatif pilihan. Jalur trakea
tidak direkomendasikan.

5
BAB 3 BANTUAN HIDUP LANJUT PADA ANAK

1. Memanggil bantuan, beritahukan keadaan pasien dan masalahnya, tunjuk beberapa


orang untuk membantu.

2. Lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan gunakan oksigen 100 %.

3. Cek EKG seluruh lead, kompresi tetap dilakukan tanpa interupsi.

4. Lakukan stimulasi vagal.

5. Berikan adrenaline 10 mcg/kg melalui intravena atau intraoseous.

6. Pertimbangkan kembali penyebab (4H : hipotermia, hipovolemia, hydrogen,


hipokalemia dan hiperkalemia 4T: toksik, thrombosis pulmonal, tamponade
jantung, tension pneumothoraks).

7. Setelah 2 menit, cek kembali nadi dan gambaran EKG, pertimbangkan penggunaan
ultrasound subxyphoid.

8. Lanjutkan RJP, minimalkan durasi untuk melihat gambaran EKG

9. Berikan adrenaline 10 mcg/kg setiap 3-5 menit.

10. Bila gambaran EKG menunjukkan VF/VT, lakukan protocol pacu henti jantung (Lihat
Bab 1)

11. Jika kembalinya sirkulasi secara spontan terpenuhi, lanjutkan dengan perawatan
paskaresusitasi. (Lihat protocol dewasa-Bab 1)

6
Delegasikan kepada salah satu anggota tim untuk bertugas mencatat waktu dan seluruh
kejadian. Jika anggota tim lainnya dapat ditugaskan untuk melakukan kompresi dada,
ventilasi, dan memantau curah jantung, ketua tim dapat melakukan pengkajian penyebab
potensial yang reversibel.

Kebanyakan kasus anestesi yang terkait dengan henti jantung pada anak adalah asistole
atau PEA. Bila terjadi VT/VF, ikuti protocol dewasa (Lihat tab 1), menggunakan dosis obat
dibawah ini.

Hipoksia dan stimulasi vagal merupakan penyebab tersering terjadinya henti jantung pada
anak.

RJP dilkukan dengan kecepatan 100-120 kali per menit dan ventilasi dilakukan 12-20 kali
menit.

Adrenaline 10 mcg/kg langsung diberikan pada keadaan PEA dan Asistol, setiap 3-5 menit.
Pemberian Atropine tidak direkomendasikan.

Adrenaline 10 mcg/kg dan amiodarone 5 mg/kg, keduanya diberikan setelah pemberian


shock yang ke3 dan ke5 pada VF/VT.

Pemberian obat harus melalui intravena atau intraoseous.

Adrenaline 100 mcg/kg bisa diberikan melalui selang nafas (ETT), jika akses lain tidak
berhasil.

Defibrilasi :
 Untuk manual defibrilasi gunakan energi kejut sebesar 4J/kg
 Jika menggunakan AED, energi kejut pada anak harus dipilih untuk usia kurang dari 8
tahun

Pantau kadar EtCo2 untuk pemasangan selang dan keluaran jantung.

Prinsip perawatan post resusitasi pada anak sama dengan dewasa.

Terapi Hipotermia lazim terjadi pada anak post resusitasi, pertimbangkan keadaan
komatose.

Lihat kembali Henti Jantung pada Dewasa (Bab 1 dan 2)

7
BAB 4 SERANGAN JANTUNG INTRAOPERATIF

1. Berikan oksigen 100 %

2. Perhatikan kembali apakah ventilasi, anesthesia dan analgesia sudah adekuat

3. Pantau dan kontrol tekanan nadi

4. Jika langkah 1 dan 2 sudah dilakukan, namun pasien masih tetap mengalami
hipertensi: Segera hentikan stimulasi, lalu gunakan betablocker dan NTG infus

5. Jika langkah 1,2,3 sudah dikerjakan, namun pasien masih tetap mengalami
hipotensi: Pertahankan agar tetap normovolemia. Siapkan transfusi darah jika
anemia

6. Perbaiki bila terjadi vasodilatasi abnormal

7. Kontrol tekanan pengisian jantung

8. Perbaiki kontraktilitas jantung, pertimbangkan pemakaian inodilator dan inotropik

9. Masukkan NTG per infus

10. Pertimbangkan antikoagulasi, pemasangan pompa balon intra arteri (IABP) dan
intervensi koroner perkutan (PCI)

8
Tatalaksana serangan jantung berhubungan dengan menurunkan permintaan oksigen dan
menaikkan ketersediaan oksigen.

Denyut nadi : harus diantara 60-80 kali permenit. Gunakan beta bloker dan narcitoc
tambahan bila diperlukan.

Perbaiki bila ada takiaritmia, gunakan amiodarone bila perlu, lignocaine atau syok DC( Lihat
bab henti jantung menggunakan syok untuk dosis)

Koreksi bila ada gangguan elektrolit dan anemia.

Tekanan darah : Sistol harus diantara 100-120, dengan MAP > 75. Untuk anestes yang
menyebabkan vasodilatasi, hati-hati mentitrasi vasokonstriktor, hindari efek samping saat
afterload.

Tekanan pengisian jantung

CPP = ADP-LVEDP

Dengan obstruksi tekanan koroner distal yang akan turun, hindari kenaikan tekanan
diastolik ventrikel kiri.

NTG akan mendilatasi pembuluh darah dan menurunkan tekanan diastolik ventrikel kiri.

Dosis untuk pasien degan berat badan 70kg :


Dobutamine 250mg dalam 50 ml 0.9 % normal saline.
Adrenaline 3mg dalam 50 ml 0.9% normal saline.
Noradrenaline 4mg dalam 50ml 0.9% normal saline.

Infus diawali dari kecepatan 5ml/jam dan dititrasi tergantung keadaan pasien. Cairan infus
lain dapat diberikan. Lihat dosis dibawah ini.

Metoprolol 2.5 mg bolus


Esmolol 0.5mg/kg bolus atau 50–200mcg/kg/menit dalam infus
Phenylephrine 25–50mcg bolus
Metaraminol 0.5–1mg bolus
NTG 50 mg dalam 50 ml 0.9% normal saline, dimulai dari kecepatan 3 ml–5 ml/jam dan
titrasi sesuai keadaan pasien.

Tekanan darah mungkin memerlukan penopang secara kontinu selama infus NTG diberikan.
CPP = Tekanan perfusi koroner
ADP = Tekanan diastolik aorta
LVEDP = Tekanan diastolik ventrikel kiri

9
BAB 5 PERDARAHAN INTRAOPERATIF BERAT

1. Minta bantuan, komunikasikan permasalahan dan delegasikan

2. Konfirmasi apakah ada tindakan operasi untuk mengontrol perdarahan

3. Berikan oksigen 100% sampai krisis teratasi

4. Gunakan vasopressor jika diperlukan untuk mempertahankan perfusi organ vital

5. Hangatkan cairan. Hangatkan ruangan. Hangatkan pasien

6. Masukkan kanul 14G untuk akses vena sebanyak 2 jalur dan pertimbangkan selubung
jenis 8.5FG PA

7. Hubungi bank darah untuk crossmatch darah segera dan konsultasikan pada ahli
hematologi untuk persiapan terapi komponen

8. Gunakan alat infus untu infus cepat dan pelindung sel.

9. Pertimbangkan agen antifibrinolitik

10. Perhatikan kadar kalsium dengan seksama

11. Monitoring ketat : arterial line, kateter urin, CVP, suhu Haemocue®, Coagucheck®
tromboelastografi.

12. Tindak lanjuti dengan pemeriksaan darah : darah perifer lengkap, elektrolit, analisis
gas darah dan masa pembekuan.

10
Minta bantuan, delegasikan tanggung jawab dan komunikasikan secara efektif sehingga staf
mengetahui tingkat bahaya dan urgensi. Tunjuk penghubung untuk menyampaikan pesan
antara laboratorium, ruangan OK dan ICU, serta pekarya untuk membawa sampel darah,
sediaan darah dan terapi komponen.

Pendelegasian tanggung jawab segera dapat menghemat waktu dalam koordinasi


manajemen, prioritas dan ulasan faktor penyebab.

Pemasangan kanul intravena yang besar dapat didelegasikan kepada personal yang
berpengalaman.

Jika tidak sempat crossmatch darah (Hb 5 atau lebih rendah dengan perdarahan yang masih
berjalan), golongan darah O rhesus negatif atau group spesifik dapat diberikan.

Kontrol bedah mungkin dapat memberikan tekanan langsung, menjepit arteri dan aorta.
Berikan dorongan bila perlu.

Jika klinisi senior memprediksi akan adanya kehilangan darah yang banyak, segera berikan
infus FFP (15ml/kg) yang dapat akan mencegah kegagalan hemodinamik mendatang dan
perdarahan mikrovaskular.

Jika fibrinogren <1gr/L dan PT atau APTT >1,5x normal, dan terdapat kegagalan hemostatik,
diperlukan FFP dengan jumlah yang banyak. Penggunaaan terapi komponen seharusnya
didasari oleh tes laboratorium, pengalaman klinis dan konsultasi dengan hematologis. (Lihat
tabel dibawah).

Pasien hipokalsemia yang dalam kondisi dingin, darahnya sulit menggumpal. Atur suhu
dan elektrolit secara agresif.

Faktor rV11a diindikasikan pada kasus perdarahan hebat yang tidak respon terhadap terapi
konvensional.

Terapi Indikasi Dosis inisial


FFP PT, aPTT <1,5 normal, 15ml/kg
fibrinogen <1 g/L
Cryoprecipitate Fibrinogen <1g/L 5-10ml/kg
Prothrombinex Perdarahan hebat yang 15mg/kg
tidak berespon dengan
terapi konvensional
(biasa)
Faktor VIIa Seperti diatas 90mcg/kg
Asam Fibrinolisis 1gm IV selama 10 menit
tranexamat lalu 1gm selama 8 jam
Platelets Trombosit <75x10⁹ 15-20ml/kg

11
BAB 6 ANAFILAKSIS

1. Panggil bantuan, komunikasikan permasalahan dan delegasikan.

2. Hentikan segala pemicu, ikuti pedoman ABC dan mulai RJP jika ada indikasi

3. Monitor waktu, saturasi oksigen dan hemodinamik

4. Ventilasi dengan oksigen 100% dan intubasi pasien jika diperlukan untuk
mempertahankan jalan nafas.

5. Infus cairan (minimal 20ml/kg) dan elevasi kaki

6. Berikan Adrenalin 1 mcg/kg intravena bolus. Jika terjadoi kolaps kardiovaskular,


gunakan adrenalin 1 mg atau 10 mcg/kg pada anak-anak.

7. Pasang arteri line untuk monitoring dan analisa gas darah secepatnya. Delegasikan
jika dibutuhkan

8. Pertimbangkan terapi tambahan ketika hemodinamik telah sabil.

9. Ambil sampel darah untuk menilai mast cell tryptase. Ambil darah selama
resusitasi, pada jam ke 2 dan ke 24.

10. Persiapkan untuk transfer ke Ruang Perawatan Intensif.

12
Tanda selama anestesi berupa :
 Kolaps CVS  Hipotensi
 Bronkospasme  Angioedema
 Eritema  Hipoksia
 Urtikaria  Kulit kemerahan

Hubungi asisten secepatnya, sampaikan dengan efektif dan delegasikan batas waktu dan
pemantauan. Panggilan waktu sangat berguna untuk kolaps kardiovaskular.

Ahli Anestesi harus mengambil alih kepemimpinan dan manajemen koordinasi.

Pemicu umum meliputi pelumpuh otot, antibiotic, lateks, koloid dan klorheksidin.

Dosis obat
Bolus Adrenalin intravena = 1mcg/kg
Bolus adrenalin intramuscular = dewasa 500mcg
6-12 tahun 300mcg
<6 tahun 150mcg
Infus adrenalin intravena = 0,1mcg/kg/menit
Dengan 3mg dalam pengenceran 50mls, mls/jam = mcg/menit. Untuk dewasa mulai dari 7
mls/jam.

Terapi tambahan
Bolus aminofilin sampai 5mg/kg iv atau im
Bolus hidrokortison (iv atau im) >12 tahun…………………………200mg
6-12 tahun………………………..100mg
6 bulan-6 tahun………………….50mg
0-6bulan…………………………….25mg
Bolus Clorpheniramine (iv atau im )>12 tahun………………………..…10mg
6-12 tahun……………………….…..5mg
6 bulan-6 tahun…………………2,5mg
0-6bulan……………………250mcg/kg

Dalam kejadian khusus dimana bronkospasme yang tidak memberikan respon terhadap
pemberian adrenalin, alternatif terapi secara garis besar terdapat pada Bab Bronkospasme
Berat. Lihat Bab 4.

13
BAB 7 REAKSI HEMOLITIK PADA TRANSFUSI

1. Hentikan transfusi semua jenis darah.

2. Panggil bantuan, beritahukan permasalahan yang terjadi dan delegasikan.

3. Ikuti panduan ABC – gunakan O2 100%.

4. Tangani setiap bronkospasme yang terjadi. Lihat Bab 14.

5. Gunakan dukungan kardiovaskular (cardiovascular support) jika dibutuhkan.

6. Buat jalur arterial dan CVC untuk analisa gas darah dan pemantauan hemodinamik.

7. Pertahankan urine output – gunakan terapi diuretik.

8. Tangani setiap ancaman koagulopati – konsultasikan dengan unit transfusi.

9. Kembalikan semua produk darah ke bank darah dan ambil darah segar (fresh blood)
dan sampel urin untuk di analisa.

10. Rawat di ICU

Bank Darah No extension …

Unit Hematologi No extension …

ICU No extension …

14
Tanda-tanda klinis yang terjadi pada pasien yang di anestesi termasuk diantaranya yaitu:
Hipotensi Mengi Urin berwarna cola
Takikardi Takipnea Pendarahan (pada membran, lokasi infus)
Bronkospasme Edema Kolaps kardiovaskular
Urtikaria Hipoksia

Meskipun jarang, reaksi ini dapat memberikan tingkat mortalitas yang signifikan.
Petugas medis harus segera diberitahu dan periksa kembali sampel darah pasien.
Ambil sampel darah yang lebih banyak untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Pengobatan diarahkan untuk mendukung sirkulasi, meringankan gejala respiratorik dan


untuk mengantisipasi serta mengobati koagulopati (lihat juga protokol Anafilaktik,
Pendarahan Mayor dan Bronkospasme).

Terapi diuretik dan inotropik harus dimulai untuk menjaga urine output antara 0,5 - 1,5
ml/kg/jam.

Pengobatan untuk koagulopati yang mengancam harus dilakukan sesuai dengan profil
koagulasi (lihat tabel pada Bab 5).

Semua produk darah harus dikembalikan ke unit transfusi untuk analisa lebih lanjut.

Dosis-dosis Obat
Manitol 25% 0,5 - 1 gr/kgBB IV
Furosemid 0,5 mg/kgBB IV
Metilprednisolon 1 - 3 mg/kgBB IV

Dosis Anak-anak
Adrenalin 3 mg/50 ml cairan saline 0,05 - 0,5 mcg/kgBB/menit
(60 mcg/ml)
Dobutamin 250 mg/ 50 ml cairan saline 2 - 20 mcg/kgBB/menit
(5 mcg/ml)
Noradrenalin 4 mg/ 50 ml cairan saline 0,02 - 1,0 mcg/kgBB/menit
(80 mcg/ml)

Pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg, tetesan infus dapat dimulai dari kecepatan
5 ml/jam dan kemudian dititrasi sesuai dengan respon. Pengenceran dilakukan pada alat
syringe.

15
BAB 8 EMBOLI UDARA

1. Panggil bantuan, beritahukan permasalahan yang terjadi dan delegasikan.

2. Cegah terjadinya sedimentasi udara lebih lanjut.

3. Basahi lapangan operasi.

4. Lakukan ventilasi dengan O2 100%. Hindari Nitrous Oxide.

5. Tempatkan pasien dengan kepala ke bawah, posisi lateral.

6. Pertimbangkan penggunaan PEEP.

7. Aspirasi CVC. Usahakan untuk melakukan pijat jantung tertutup.

8. Mulai terapi cairan IV dan pertahankan kondisi terhidrasi.

9. Gunakan adrenalin untuk dukungan hemodinamik

10. Pertimbangkan terapi oksigen hiperbarik kemudian rawat ICU jika resusitasi telah
berhasil.

ICU No extension …

Ruangan Hiperbarik No extension …

16
Tanda-tanda klinis yang terjadi selama anestesi termasuk diantaranya yaitu:
↓SpO2 Peningkatan tekanan PA
↓EtCO2 Peningkatan CVP
Hipotensi Takikardia
Desah "Mill wheel" Bronkospasme
Edema pulmonal Kolaps kardiovaskular

Komunikasikan permasalahan secara efektif sehingga petugas medis lainnya mengerti


bahwa kondisinya berat dan darurat. Delegasikan seseorang untuk pengingat waktu
panggilan secara berkala dan memantau status hemodinamik.

Hiperventilasi dengan O2 100% dan intubasi jika perlu. Penggunaan PEEP masih
kontroversial. Awalnya diduga membantu mencegah emboli udara di vena tapi rupanya juga
dapat meningkatkan resiko emboli udara paradoksal. Penggunaan secara bijak untuk
mendukung oksigenasi mungkin masih dapat dipertimbangkan.

Aspirasi hanya jika central venous catheter atau pulmonary artery catheter sudah terpasang.
Tidak ada bukti yang mendukung pemasangan CVC sesegera mungkin.

Pijat jantung tertutup telah terbukti dapat memecah volume-volume besar udara di
ruang-ruang jantung.
Oksigen hiperbarik sampai dengan 6 jam (atau lebih) setelah terjadi emboli udara dapat
dipertimbangkan pada kasus emboli udara paradoksal yang besar. Foramen ovale yang
paten dijumpai pada 10 - 30 % populasi.

Walaupun hanya sebesar 0,5 ml udara yang terdapat pada arteri koroner, hal tersebut
dapat memicu terjadinya fibrilasi ventrikel.

Dosis-dosis Obat
Dewasa:
Adrenalin bolus 25 - 100 mcg
infus sebanyak 3 mg dalam 50 ml, mulai dari 5 ml/jam
Perhatikan, pada 3 mg dalam 50 ml, lajunya dalam ml/jam = mcg/menit.

Anak-anak:
Adrenalin bolus 0,1 mcg/kgBB
infus 0,05 - 0,5 mcg/kgBB/menit.

Pengunaan ventilasi tekanan positif, pemantauan end tidal, central venous catheter atau
pulmonary catheter, doppler prekordial dan transoesophageal echo pada prosedur dengan
resiko tinggi dapat menghasilkan diagnosa dan pengobatan yang dini.

17
BAB 9 SULIT VENTILASI SUNGKUP

1. Panggil bantuan, komunikasikan masalahnya dan delegasikan

2. Gunakan oksigen 100 % aliran tinggi

3. Optimalisasikan usaha ventilasi :

a. Posisi Kepala

b. Jaw Thrust

c. Gunakan guedel (Oropharingeal Airway)

d. Keringkan area perioral

Jika tidak ada kamajuan terkait dengan deflasi yang cepat dari kantung reservoir,
pengisian yang kurang, tekanan sirkuit yang rendah dan kebocoran sungkup muka,
lagsung ke langkah nomor 4

Jika tidak ada perbaikan yang terkait dengan pengisian kantong reservoir yang baik,
segel sungkup muka yang bagus, tekanan sirkuit tinggi dan kesulitan mengosongkan
kantung reservoir pada percobaan ventilasi maka pikirkan Spasme Laring (bab 12)
atau Tekanan Airway yang meningkat (bab 13) sebagai penyebab.

4. Jika diperlukan, maka pertimbangkan untuk membangunkan pasien

5. Pastikan kedalaman anetesi adekuat dan pertimbangkan pemasangan LMA ™

6. Gunakan pelumpuh otot depolarisasi dan intubasi jika pemasangan LMA ™ gagal.

7. Jika intubasi sulit dan saturasi memungkinkan, lanjutkan dengan menggunakan


protokol intubasi sulit, namun waktu dan turunnya saturasi mungkin akan
menginisiasi protokol CICV (tidak dapat intubasi, tidak dapat ventilasi) segera - lihat
bab 11.

Ini bukan checklist tapi panduan untuk berlatih secara teratur.

18
Protokol ini didasarkan pada asumsi beberapa saat sebelumnya telah dilakukan pengecekan
mesin anestesi dan sirkuit tetutup dengan aliran gas segar dalam kondisi baik. Konfirmasi
pengecekan dengan melakukan pre-oksigenasi pasien dan melihat jejak EtCO2.

Secara praktis, kondisi ini tidak selalui ditemui. Pada ventilasi sungkup yang sulit ketika
mesin dan sirkuit diduga bermasalah, maka cara paling efisien untuk mengatasi masalah
tersebut adalah dengan melepaskan sungkup dan gunakan resusitator manual (self
inflating)

Untuk memaksimalkan kondisi, maka pertimbangkan:

 Posisi kepala : fleksikan leher dan ekstensikan kepala (posisi mengendus)

 Jaw Thrust : letakkan dua tangan dibelakang mandibula dan angkat ke depan

 Guedel Airway : gunakan ukuran besar

 Area perioral : bersihkan area untuk memastikan pegangan kuat pada wajah dan
sungkup

Membangunkan pasien mungkin bisa menjadi pilihan dalam rencana anestesi misalnya
induksi gas atau onset TIVA secara bertahap untuk menguji ventilasi pada pasien yang
dicurigai memiliki jalan napas yang sulit.

Namun, jika kesulitan tidak diantisipasi dan pasien menerima dosis induksi anestesi secara
penuh, dapat dilakukan tindakan untuk mengamankan jalan napas.

Memastikan anestesi yang memadai merupakan prasyarat untuk ventilasi dengan sungkup
dan pemasangan LMA ™. Refleks saluran napas yang muncul dan kedalaman anestesi yang
kurang akan mengurangi tingkat keberhasilan.

Manajemen waktu selama krisis jalan nafas sangat penting untuk hasil positif. Bisa
diperumit oleh ventilasi parsial, saturasi yang mendekati batas, kedatangan dokter lain,
keterlambatan ketersediaan alat, kesalahan waktu onset obat dan kesalahan fiksasi.
Mendelegasikan kepada anggota staf untuk bertugas serta pemantauan SpO2 dan EtCO2
dapat mencegah hipoksia yang berkepanjangan.

Jika memungkinkan lakukan selalu tindakan pre-oksigenasi pada pasien sebelum Induksi

19
BAB 10 SULIT INTUBASI YANG TIDAK TERANTISIPASI

1. Panggil bantuan, komunikasikan masalah dan delegasikan

2. Minta troli jalan napas yang sulit

3. Awasi waktu, SpO2 dan EtCO2

4. Lakukan ventilasi dengan menggunakan Bag And Mask Ventilation

Jika ventilasi tidak berhasil:

5. Maksimalkan lapang pandang ke arah laring:

a. Fleksikan leher dan ekstensikan kepala

b. Lakukan tekanan pada krikoid

c. Lakukan manipulasi eksternal

d. Pertimbangkan bilah panjang atau lurus (McCoy) atau laringoskop video

6. Lakukan maksimal 4 kali percobaan pemasangan intubasi jika SpO2 memungkinkan

7. Lakukan pemasangan LMA

8. Jika setelah pemasangan ventilasi dan intubasi didapatkan hasil:

a. SpO2 < 90 % dengan FiO2 = 1

b. Tidak ada suara napas ataupun pergerakan dinding dada

c. EtCO2 yang datar

segera aktifkan respon CICV (tidak dapat intubasi, tidak dapat ventilasi) emergensi

Ini bukan checklist tapi panduan untuk berlatih secara teratur.

20
Ada tumpang tindih antara protokol “Sulit Intubasi dan Sulit Ventilasi Sungkup”, karena
setiap teknik menggunakan teknik lainnya sebagai upaya penyelamatan alternatif.

Berikut adalah rangkuman protokol

1. Tidak dapat menggunakan bag dan Pilihan:


sungkup
jika memungkinkan maka bangunkan
pasien dan gunakan LMA sebagai alat
penyelamatan untuk mengintubasi

2. Tidak bisa Intubasi Pilihan:

jika memungkinkan maka bangunkan


pasien, gunakan ambu bag dan gunakan
LMA sebagai alat penyelamatan untuk
mengintubasi

Jika cara diatas gagal dilakukan maka, jalankan respon CICV emergensi

Selalu tugaskan seorang sebagai pencatat waktu dan pengawas SpO2 dan sadari bahwa
beberapa intubasi dapat berubah menjadi kegawatan “tidak dapat diintubasi, namun bisa di
ventilasi” ke “tidak dapat diintubasi dan tidak dapat di ventilasi” (dikenal juga sebagai “tidak
dapat di intubasi dan tidak dapat dioksigenasi)

Mengingat variabilitas skenario pada kasus sulit jalan napas, perilaku sudah terbiasa dengan
proses pengambilan keputusan dan prinsip dasarnya adalah prasyarat untuk praktik yang
aman.

Mencoba pemasangan LMA setelah pemberian pelemas otor (diberikan pada usaha
percobaan intubasi) mungkin akan meningkatkan rasio sukses penyelamatan

Setelah ventilasi paru-paru dipastikan dengan gelombang CO2 yang persisten, jalan nafas
bisa diamankan dengan meningkatkan jumlah teknik yang tersedia. Dokter harus
menggunakan teknik yang paling dikuasai untuk berhasil pada kondisi tertentu.

Selalu pre-oksigenasi pasien sebelum induksi jika memungkinkan.

21
BAB 11 TIDAK DAPAT INTUBASI, TIDAK DAPAT VENTILASI

Kanul Krikotiroidotomi

1. Palpasi menggunakan tangan yang tidak dominan (TD), lalu tembus selaput
krikotiroid dengan kanula menggunakan tangan dominan (D).

2. Stabilkan semprit (D) dan masukkan kanula ke dalam trakea (TD).

3. Konfirmasi posisi dengan melakukan aspirasi dengan semprit.

4. Sambungkan sistem ventilasi kepada kanul

5. Ventilasi dengan waspada - waktu inflasi 1 detik diikuti dengan 3 detik jeda
menggunakan ventilasi tekanan tinggi (jet ventilation).

6. Konfirmasikan ventilasi paru dan exhalasi melalui jalan nafas bagian atas.

7. Jika tidak berhasil atau timbul komplikasi, lanjutkan segera pada tindakan bedah
krikotiroidotomi.

Saran:
1. Pilihlah jenis kanul yang tahan tekukan dan ukuran sebesar 14G.
2. Ukuran jarum suntik antara 5mL dan 20mL. Disarankan 20mL.
3. Tinjaulah peralatan yang ada pada troli “jalan nafas sulit” secara berkala.
4. Mempelajari dan mengerti prosedur dalam melakukan ventilasi tekanan tinggi.
5. Sering melakukan pengulangan prosedur dalam tatalaksana jalan nafas sulit
6. Ikut serta dalam pelatihan khususnya dalam tatalakasana jalan nafas

22
Bedah Krikotiroidotomi

Jika anatomi teraba, maka lakukan:


1. Identifikasi membran krikotiroid.

2. Membuat sayatan melalui kulit dan membran krikotiroid.

3. Perbesar sayatan tersebut dengan dilator atau alat yang tumpul (pegangan pisau
bedah atau forseps).

4. Lakukan traksi arah kaudal pada kartilago krikoid dengan huk trakea.

5. Masukkan selang ETT atau trakeostomi.

6. Ventilasi dari sumber gas bertekanan rendah.

7. Konfirmasi ventilasi dengan melihat gelombang ETCO2.

Sebagai alternatif, setelah sayatan horizontal dibuat, pisau bedah dapat diputar secara
kaudal dengan tekanan kearah lateral untuk membuka ruang agar ventilasi bougie dapat
diselipkan masuk.

Jika anatomi tidak teraba, maka dibuat sayatan garis vertikal ditengah sepanjang 6 sampai
8cm, diikuti dengan dilatasi menggunakan jari untuk memisahkan otot-otot sehingga trakea
terlihat. Krikotiroidotomi dengan kanula kemudian dapat dilakukan.

Pada semua kasus, setelah oksigenasi berhasil dilakukan, konversi pada tatalaksana jalan
nafas definitif perlu dilakukan.

CICV (Cannot intubate, cannot ventilate) juga disebut sebagai CICO (Cannot intubate, Cannot
oxygenate) atau tidak dapat intubasi, tidak bisa oksigenasi.

23
BAB 12 LARINGOSPASME

1. Berikan 100% oksigen

2. Hentikan segala macam stimulasi

3. Lepaskan alat jalan nafas dan alat sedot

4. Berikan tekanan positif melalui CPAP dengan teknik jaw thrust.

Jika spasme berlanjut dan pasien mengalami desaturasi berlanjut, maka:

5. Minta bantuan, komunikasi masalah dan delegasikan tugas secara jelas.

6. Memperdalam tingkat anestesi

7. Berikan pelumpuh otot (suxamethonium) dan lanjutkan CPAP

8. Intubasi jika saturasi oksigen tidak membaik

9. Pertimbangkan pemberian atropine 10-20ug/kg bila bradikadia.

Urutan yang tertera diatas harus dilatih karena pada kejadian sebenarnya akan berlangsung
secara cepat.

24
Meskipun perangkat jalan nafas yang menyebabkan spasme jalan nafas sebaiknya
disingkirkan, jalan nafas Guedel (oral airway) dapat membantu dalam menjaga jalan nafas
untuk sumber tekanan positif atau CPAP.

Minta bantuan lebih awal. Situasi tersebut akan memburuk dengan cepat pada anak-anak.

Delegasikan tugas seperti persiapan pipa endotrakeal dan pemberian obat pelumpuh otot.

Beberapa ahli anestesi pediatrik akan membawa suxamethonium yang telah Ia siapkan
sebelumnya untuk mengurangi kesalahan pemberian obat dan menghemat waktu selama
desaturasi.

Memperdalam tingkat anestesi merupakan pilihan dalam tatalaksana laringospasme pada


orang dewasa. Namun, perburukan yang cepat dan hipoksia pada pasien anak biasanya
menghalangi hal ini. Spasme akan menjadi lemah dengan hipoksia dan waktu, namun hal ini
membuat predisposisi terhadap timbulnya bradikardia, henti jantung, regurgitasi dan
edema paru. Hal ini dapat dicegah dengan intervensi dini.

Dosis: Suxamethonium 0.1 sampai 1mg / kg IV.


2 sampai 4mg / kg IMI / IO / IL.

Dalam kasus total obstruksi akibat laringospasme, memberikan inflasi secara paksa akan
meningkatkan obstruksi dan mengembangkan perut (efek Fink ball/valve effect). Maka,
pertimbangkan deflasi perut sebelum membangunkan pasien pediatrik.

Pada anak yang mengalami desaturasi secara cepat, intubasi tanpa penggunaan obat
relaksan dapat merupakan pilihan yang tepat.

IO = Intraosseous.
IL = Intralingual.

25
BAB 13 PENINGKATAN TEKANAN JALAN NAPAS

1. Ventilasi manual untuk mengkonfirmasi ketinggian tekanan, dan dengan cepat cek
jalan nafas dengan perubahan yang jelas

2. Singkirkan kemungkinan anestesi yang ringan dan/atau pelemas otot yang


inadekuat.

3. Lakukan pengecekan sirkuit dengan sistematik.

4. Jika tidak terselesaikan, ganti dengan resusitator yang mengembang sendiri yang
terhubung langsung dengan peralatan airway.

5. Cek posisi dan patensi jalan nafas.

6. Cek sistem pernafasan pasien dan pertimbangkan untuk memanggil bantuan.

7. Jika ragu, ganti alat airway, jika sedang menggunakan LMA, pertimbangkan
mengganti dengan ETT.

8. Ulang checklist yang menjadi penyebab pada pasien.

26
Menilai eliminasi pelemas otot yang menjadi penyebab tersering kasus peningkatan tekanan
jalan napas. Pada pasien yang tidak terintubasi, biasanya terjadi laringospasme.

Jika pengurangan inadekuat pelemas otot bukan menjadi penyebab meningkatnya tekanan,
mengkaji secara berurutan langkah 1 sampai 6 seharusnya dapat menjelaskan masalahnya.

Ketika melakukan ventilasi dengan tangan, cek semua saluran, katup, koneksi dan filter. Cek
posisi mesin untuk menyingkirkan kemungkinan tube terlipat atau obtruksi.

Saat sirkuit dipindahkan dan diganti dengan resusitator, masalah yang masih terjadi hanya
pada alat airway atau pasien.

Jalan nafas seharusnya :


 Dapat dinilai untuk posisi dan patensi
 Dapat di suction sepanjang jalan nafas
 Dapat diganti jika masalah belum teratasi

Pemeriksaan dada sebaiknya dilakukan sebelum melakukan penggantian airway.

Jika tidak ada perubahan setelah mengikuti prosedure ini, ( alat airway baru dan sirkuit
baru), permasalahannya seharusnya berada di pasien

Pertimbangkan:
Laringospasme Pneumothorax
Bronkospasme Hematothorax
Edema Kekakuan dinding dada

Walaupun meminta bantuan adalah langkah terakhir pada langkah ini, ini bisa terjadi pada
semua tahap yang dirasakan oleh seorang praktisi.

Untuk kesimpulan penyebab, lihat Prevensi Krisis : Peningkatanan Tekanan Jalan Napas (Bab
27).

27
BAB 14 BRONKOSPASME BERAT

1. Panggil bantuan, komunikasikan masalah dan delegasikan

2. Ventilasi dengan tangan dan perdalam anestesia

3. Periksa penempatan tube dan ganti O2 ke 100%

4. Gunakan sirkuit yang berisi salbutamol dan ipatropium bromida

5. Monitor gelombang EtCO2 dan tekanan airway

6. Pertimbangkan cairan iv , arterial line dan Analisa Gas Darah secara serial

7. Mulai adrenalin atau salbutamol dengan iv bolus dan gunakan infus jika
diindikasikan menjaga stabilitas

8. Gunakan fase ekspirasi memanjang, pemutusan intermitten dan tekanan PEEP


rendah untuk mengurangi hiperinflasi

9. Pertimbangkan hidrokortison, aminophilin atau magnesium sebagai tambahan atau


terapi alternatif

10. Persiapkan ICU jika diperlukan

28
Bronkospasme akan bervariasi tingkat keparahannya di berbagai jenis anestesia.

Bronkospasme ringan biasanya akan berespon terhadap pengeliminasian iritan (instrumen


dan posisi tube yang salah), pemberian bronkodilator dalam sirkuit dan memperdalam
kedalaman anestesia

Bronkospasme berat membutuhkan tindakan yang lebih agresif berpa terapi bronkodilator
intravena

Dosis obat

Adrenalin bolus : 0.1-1.0 mcg/kg di titrasi sampai hemodinamik


Infus : 0.1mcg/kg/min
Catatan dengan 3mg in 50ml, aliran dalam ml/jam = mcg/min
Oleh karena itu dimulai pada 7ml/jam pada 70kg pria

Gunakan arterial line dan AGD serial untuk menuntun penatalaksanaan

Salbutamol bolus : 5mcg/kg sampai 2 tahun


15mcg/kg sampai 18 tahun (max 250mcg)
Infus : mulai pada 100mcg/kg/jam ( max 300mcg/kg/hr)

Aminophilin : Loading dose pada 5 sampai 7mg/kg selama 15menit


Infus mulai 0.5mg/kg/jam selanjutnya

Magnesium : 50mg/kg over 20 menit dengan maksimal dosis adalah 2gr

Hidrokortison : 1-2mg /kg IV

Cairan infus : mulai dengan 10-20ml/kg dengan kristaloid

Pemutusan secara intermiten membuat CO2 hilang dan mencegah hiperinflasi

Ventilasi tangan dengan permisif hiperkapnia bisa juga digunakan untuk menghindari
komplikasi dari ventilasi yang bertekanan tinggi pada jalan napas

Tatalaksana bisa dinilai melalui parameter hemodinamik, tekanan jalan napas, AGD, dan
Gelombang CO2. Dengan resolusi, kenaikan miring rekaman pda EtCo2 kembali ke normal
dengan alveolar plateu yang lebih horizontal

29
BAB 15 ASPIRASI

1. Panggil bantuan, komunasikan permasalahannya dan delegasikan

2. Posisikan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dan posisi lateral

3. Pindahkan jalan napas dan hisap faring

4. Intubasi dan hisap percabangan bronkus ketika jalan napas sudah diamankan

5. Ventilasi dengan oksigen 100%

6. Apabila aspirasi berat, lanjutkan hanya dengan tindakan bedah emergensi.

7. Kosongkan perut terlebih dahulu

8. Pertimbangkan masuk ke ICU

No extension ICU …

30
Seberapa banyak bantuan yang dibutuhkan bergantung pada tingkat keparahan dan
keadaan.

Komunikasi segera dengan dokter bedah dan pendelegasian instruksi (misal : membalikkan
pasien) dapat membatasi jumlah aspirasi.

Memposisikan pasien akan bergantung pada jenis pembedahan dan keterbatasan praktek
nya.

Langkah 1 hingga 4 sebaiknya tercapai sebelum langkah 5 apabila SpO2 masih


memungkinkan.

Penekanan krikoid dapat digunakan selama proses intubasi namun tidak saat terjadi
muntah aktif atau regurgitasi.

Aspirasi yang ringan biasanya dapat membaik tanpa terapi spesifik.

Bila pada 2 jam post aspirasi tidak timbul gejala pada pasien, X-ray dada bersih dan SpO2
normal, ICU tidak diindikasikan.

Meskipun begitu, bila ada masalah partikulat, mengindikasikan adanya aspirasi yang lebih
berat, ICU akan dibutuhkan.

Terapi steroid dan antibiotik biasanya TIDAK diindikasikan pada manajemen jangka pendek
dari aspirasi.

31
BAB 16 TOTAL SPINAL OBSTETRI

1. Panggil bantuan, komunikasikan permasalahan dan delegasikan

2. Ikuti protocol ABC

3. Lakukan resusitasi dan gunakan petunjuk-petunjuk sebelumnya.

4. Intubasi dan ventilasi dengan O2 100% bila terjadi henti napas.

5. Gunakan vasopressors untuk mempertahankan tekanan darah.

6. Elevasi kaki dan berikan cairan infus intravena secara cepat.

7. Mulailah RJP bila tidak terdeteksi adanya curah jantung.

8. Berikan atropine pada bradikardi.

Langkah 1-8 juga digunakan pada pasien yang tidak hamil.

9. Lahirkan bayi setelah 4 menit tidak ada respons.

10. Informasikan ICU dan unit neonatal

No extension henti jantung ….

No extension kegawatan obstetric …

No extension unit neonatal …

No extension unit ICU …

32
Segera panggil bantuan. Seorang pasien hamil yang tidak sadarkan diri akan membutuhkan
banyak tangan untuk mengelolanya selama resusitasi.

Delegasikan dengan jelas dan sampaikan rasa keterdesakannya.

Meskipun langkah-langkah ini dituliskan secara berurutan, dengan pendelegasian,


intervensi-intervensi penting sebaiknya dilakukan secara simultan – elevasi kaki, pemberian
cairan dan vasopressor dapat dilakukan dengan bersamaan saat sedang mengamankan
jalan nafas.

Diagnosa biasanya jelas – ditandai dengan kekakuan ascenden yang cepat dan paralysis
setelah tindakan anestesi spinal atau epidural.

Apabila tidak disaksikan atau diagnosanya tak pasti, lihat Bab Kolaps Maternal (Bab 18)

Diagnosis diferensial, antara lain :


 Vasovagal
 Hemoragik
 Toksisitas anestesi lokal
 Kompresi vena cava inferior (IVC)
 Emboli

Seorang wanita hamil cenderung refluks. Intubasi lebih diutamakan, namun sebaiknya tidak
mengecualikan bentuk lain dari pengelolaan jalan nafas bila kondisinya tidak memungkinkan
(penekanan krikoid direkomendasikan).

Bila pasien hilang kesadaran, intubasi dapat dilakukan tanpa agen induksi atau dengan
relaksan saja.

Pada blok spinal yang dalam dengan terdeteksinya cardiac output, RJP sebaiknya dimulai
hingga ada respons dari cairan dan vasopressor.

Hal ini sebaiknya dilakukan sesuai dengan panduan resusitasi maternal (lihat Maternal
Collapse – bab 18) seperti uterine displacement, posisi miring kiri dan melahirkan bayi.

Pesalinan sebaiknya dipertimbangkan 4 menit setelah dimulainya RJP

Dosis obat bolus :


Atropine 0.6-1.2mg
Ephedrine 12-15mg
Phenylephhrine 50-100mcg
Adrenaline 25-50mcg

33
BAB 17 PERDARAHAN POST PARTUM

1. Panggil bantuan, komunikasikan permasalahan yang ada dan delegasikan

2. Berikan O2 100%

3. Membuat akses vena dengan jarum 14G sebanyak 2 jalur

4. Resusitasi dengan menggunakan cairan kristaloid dan koloid

5. Penekanan rahim ke atas atau gunakan teknik kompresi bimanual

6. Menghubungi bank darah untuk melakukan uji silang darah pasien dan komponen
nya guna tindak lanjut terapi

7. Mempertimbangkan golongan darah spesifik atau golongan darah O negatif apabila


tidak ada waktu untuk uji silang

8. Memberitahukan kamar OK bersangkutan untuk proses transfer pasien segera

9. Menggunakan obat – obatan uterotonik untuk mencegah atoni uteri

10. Penggunaan obat – obatan vasopressin untuk melindungi perfusi organ vital

11. Melakukan anestesi umum dengan sekuens intubasi cepat (RSI) untuk kontrol
operatif

12. Lanjutkan dengan Protokol Perdarahan Hebat (tab 5)

o Obstetri dan ginekologi ext.

o Petugas anestesi ext.

o Bank darah ext.

o Ruang OK ext.

34
Kehilangan darah seringkali disepelekan dan gangguan koagulasi dapat memperburuk
kejadian kehilangan darah tersebut

*Tidak ada perbedaan antara penggunaan koloid dibandingkan kristaloid berdasarkan


pengamatan (meta analisis yang dilakukan Cochraine library lebih menyarankan
penggunaan kristaloid)

Gunakan normal saline atau ringer laktat… BUKAN dextrose 5%

Kehilangan darah sebanyak 1 liter membutuhkan 3 – 5 liter kristaloid

Manuver terhadap rahim mencakup penekanan rahim ke atas atau kompresi bimanual
dapat memperlambat dan mengurangi kehilangan darah secara signifikan

FFP; platelet; kriopresipitat; antifibrinolitik dan faktor rekombinan VII; protrombinex dapat
sewaktu – waktu diperlukan

Produk – produk darah tersebut seharusnya dapat diberikan segera berdasarkan


pertimbangan klinis yang ada namun tetap mempertimbangkan hasil test koagulasi

Gangguan hemodinamik yang mengancam nyawa dapat menggunakan darah O negative


atau grup darah spesifik

Dosis oksitosin :
o Oksitosin 5IU bolus perlahan IV
10IU/jam melalui infus
o Ergometrin 500mcg IMI
o Misoprostol 400 – 1000 mcg PR/SL
o Carboprost 250mcg IMI/intra uterin
(tiap 15 ment, maksimal 8 kali pemberian)

35
BAB 18 KOLAPS IBU HAMIL

1. Panggil bantuan, komunikasikan permasalahan yang ada dan delegasikan

2. Lakukan RJP

Miringkan tubuh pasien ke kiri, lakukan penekanan uterus ke atas (ke arah sefalad)
atau maksimal dengan kemiringan 300

3. Segera lakukan intubasi dan berikan O2 100%

4. Buat akses intravena

5. Siapkan monitor dan pantau irama jantung

6. Ikuti protokol henti jantung (lihat Bab 1 dan 2)

7. Berikan tindak lanjut segera terhadap penyebab yang reversibel

8. Lahirkan bayi setelah 4 menit jika kehamilan > 24 minggu

9. Laporkan dan bantu tim resusitasi

Panggilan darurat Ext.

Team obstetric dan ginekologi Ext.

Ruang OK Ext.

Anak Ext.

36
Perbedaan utama pada resusitasi pada ibu hamil:
o Penekanan pada rahim
o Lakukan intubasi segera
o Lahirkan anak

Intubasi segera menurunkan resiko aspirasi

Pembagian tugas meliputi : Airway


Kompresi dada
Penekanan pada rahim
Akses IV

Penyebab utama (melahirkan bayi lebih sulit)


o Reflex vagal
o Blok epidural/spinal yang tinggi (Bab 16)
o Keracunan anestesi lokal (Bab 20)
o Perdarahan (Bab 17)
o Hipertensi dalam kehamilan
Membutuhkan MgSO4 untuk mengatasi kejang
Dosis awal 4g selama 15 menit (1gr = 4 mmol Mg)
Infus 1gr/jam selama 24 jam
2gr bolus bila tetap muncul

Penyebab tambahan (melahirkan bayi lebih mudah)


Emboli pulmonal Gangguan perfusi jantung (4HS, 4TS, tab 1)
Rupture uterus Gangguan perfusi otak
Emboli cairan ketuban Anafilaksis (Bab 6)

Paket persalinan PERIMORTEM harus disiapkan di troli resusitasi

Tindakan SC dilakukan oleh Operator berpengalaman dengan sayatan vertical (atau


berdasarkan pertimbangan obstetric lainnya) dengan tujuan pengeluaran bayi segera

Resusitasi Ibu Hamil merupakan kejadian traumatis bagi siapa saja. Pemberitahuan dan
konseling sangat dianjurkan.

37
BAB 19 RESUSITASI NEONATUS – NEONATAL LIFE SUPPORT

1. Keringkan, Hangatkan dan Tutupi bayi untuk melindungi bayi dari kehilangan panas

2. Nilai warna, tonus, pernafasan dan laju nadi

3. Panggil bantuan, komunikasikan masalah dan delegasikan kepada tim jika bayi
dalam kondisi terganggu dan perburukan

4. Buka jalan napas dan berikan 5 bantuan pernafasan

5. Nilai kembali Laju jantung (target > 100x/menit) dan pergerakan dinding dada

6. Jika tidak ada perbaikan dan pengembangan dada, reposisi dan ulangi

7. Visualisasi faring, suction dan intubasi jika diperlukan

8. Jika laju jantung kurang dari 60x/menit berikan kompresi dada

9. Nilai kembali setiap 30 detik dan jika tidak terdapat respons:

berikan Adrenalin 10 – 30 mcg/kg dan Glukosa 10% 2.5ml/kg

10. Jika terdapat hypovolemia, 10ml/kg kristaloid isotonic atau darah O negative, CMV
negative dapat diberikan dan ulangi jika diperlukan

11. Lanjutkan PALS (Bab3) dan masukan NICU jika resusitasi berhasil

38
Pemberian Nafas buatan dalam 2-3 detik dan tekanan 30 cmH2O – Jika laju jantung
bertambah, lanjutkan pemberian ventilasi dengan kecepatan 30 – 40 x/menit sampai ada
pernapasan spontan yang adekuat.

JIka tidak terdapat pergerakan dada, reposisi dan coba maneuver jalan napas termasuk:
Memposisikan kepala (Posisi netral), Jaw Thrust (Mungkin membutuhkan Asisten),
Orofaringeal airway (Guedel), Laringoskopi, suction (+/-) Intubasi.

Suction Orofaring secara halus lebih dipilih. Suction melalui nasofaring berhubungan dengan
bradikardi saat resusitasi.

Indikasi Suction endotrakeal ialah pada bayi tidak aktif pada saat terdapat mekonium.

LMA dapat digunakan sebagai alternatif alat jalan napas.

Warna kulit bukan menjadi indikator utama SpO2 pada neonates tetapi pucat merupakan
tanda asidosis atau anemia

SpO2 segera setelah lahir haru 60% meningkat >90% pada 10 menit. Udara ruangan cukup
untuk neonates aterm. Walaupiun SpO2 tetap tidak diterima, untuk memulai suplementasi
oksigen – gunakan pulse oksimetri untuk petunjuk.

Hiperaoksaemia, biasa pada neonates preterm, harus di hindari.

Kompresi dada diberikan kecepatan 120x/menit, Rasio Ventilasi Kompresi 1 : 3 dengan jeda
saat ventilasi. Pada saat terintubasi Jeda tidak diperlukan lagi.

Ventilasi dan kompresi dada gagal untuk resusitasi < 1/1000 bayi

Dosis Adrenalin ialah 10 mcg/kg dapat dinaikan hingga 30 mcg/kg jika dosis yang lebih
rendah tidak efektif. Bikabornat tidak direkomendasikan.

Perawatan Paska Resusitasi harus termasuk di dalamnya dilakukan terapi hipotermia jika
terdapat tanda-tanda ensefalopati.

39
BAB 20 TOKSISITAS ANESTESI LOKAL

1. HENTIKAN pemberian obat

2. Panggil Bantuan, Komunikasikan masalah dan delegasikan

3. Nilai dan amankan jalan napas, Jika diperlukan lakukan intubasi dan ventilasi pasien
dengan oksigen 100 %

4. Jika terdapat henti jantung segera lakukan CPR

5. Amankan akses intravena dan terapi kejang jika ada

6. Ikuti protocol standard aritmia (Bab 1 dan 2)

7. Berikan 20% Intralipid IV

Intralipid disimpan di trolley obat

8. Pertimbangkan cardiopulmonary bypass jika siap diakses.

40
Jika tidak terapat henti jantung, lakukan tindak lanjut konvensional untuk mempertahankan
hemodinamik yang stabil.

Delegasikan anggota untuk memonitor status hemodinamik dan melapor setiap 1 – 2 menit

Amiodaron dapat digunakan untuk iritabilitas ventrikular, tetapi Lidokain dan anti aritmia
kelas 1 B harus dihindari – untuk dosis dapat dilihat di Bab 1. Beta Blocker dapat
memperburuk keadaan melalui depresi miokard dan menurunkan eliminasi dari agen
anestesi.

Advance Life Support harus dilanjutkan hingga 1 jam karena durasi yang terdapat pada
miokardium.

Dosis Obat

Antikonvulsan Pasien 70kg Pasien 20kg

Midazolam 0.05-0.1 mg/kg 5-10mg 1-2mg

Diazepam 0.1-0.2 mg/kg 5-10mg 2mg

Thiopentone 1mg/kg 50mg 20mg

Propofol 0.5-2mg/kg 50-100mg 20-40mg

Rejimen Intralipid

Secara langsung: 1.5mg/kg Bolus selama 1 menit (100ml pada dewasa).

Lanjutkan infus 15ml/kg/jam (1000ml/jam pada dewasa)

Pada 5 menit: Jika tidak respon, ulang bolus dan lanjutkan infus 2x lipat.

Dapat diberikan 3 bolus selang waktu 5 menit

Walaupun banyak sekali pertimbangan praktis, Tersedianya Unit Cardiac yang terlatih
menggunakan bypass dapat menolong nyawa.

41
BAB 21 HIPERKALEMIA

1. Singkirkan berbagai kemugkinan artifak. Ulangi pemeriksaan sampel.

2. Lakukan pemantauan jantung dan akses intravena.

3. Hentikan setiap sumber pemasukan Kalium.

4. Lakukan hiperventilasi pada pasien.

5. Berikan:
a. Kalsium klorida
b. NaHCO2
c. Glukosa
d. Insulin

6. Pertimbangkan nebulisasi salbutamol kontinu.

7. Lakukan dialisis jika kondisi mengancam masih berlanjut atau diperlukannya kontrol
jangka panjang.

8. Perbaiki setiap faktor pencetus yang reversibel.

42
Pengobatan diperlukan jika hiperkalemia dianggap berat (> 7 mmol /L) atau ada perubahan
yang jelas pada EKG.

Untuk menyingkirkan artifak, ulangi pungsi vena dari lokasi yang baru.

Puncak gelombang T Kehilangan gelombang P

Perubahan EKG PR memanjang Kehilangan amplitude R

QRS melebar Pola gelombang sinus – asistol

Dosis Obat

Kalsium klorida 5 ml 10% intravena bolus lambat


Kalsium glukonat 10 ml 10% intravena bolus lambat
Dewasa NaHCO3 50 ml intravena bolus cepat
50% dekstrosa 25-50 ml intravena bolus cepat
Insulin 10 unit intravena bolus cepat
Kalsium klorida 0,2 ml/kgBB 10% intravena bolus dalam waktu 5 menit
(maksimal 5 ml)
Kalsium glukonat 1 ml/kgBB 10% intravena dalam waktu 3-5 menit
Anak
(maksimal 10 ml)
Glukosa 25% 0,5 gram/kgBB (2 ml/kg)
Insulin 0,1 unit/kgBB intravena bolus cepat

Faktor Pencetus
1. Trauma
2. Luka bakar
3. Suxamethonium (luka bakar, cedera spinal, penyakit neurologis)
4. Hipertermia Maligna
5. Asidosis
6. Gagal ginjal akut
7. Reperfusi organ setelah pelepasan klem
8. Hemolisis / transfuse yang massif
9. Pengobatan

Hindari
1. Suxamethonium
2. Respiratori asidosis
3. Ringer lactate / hartmann solution

43
BAB 22 HIPERTERMIA MALIGNA

1. Panggil bantuan, komunikasikan masalah, dan delegasikan.

2. Minta box Hipertermia Maligna yang telah siap sedia. Gunakan task cards.

3. Hentikan dan lepaskan agen anestesi gas (volatile agents). Ganti soda lime hanya jika hal
tersebut cepat dan mudah untuk dilakukan.

4. Lakukan hiperventilasi dengan 15 L/menit 100% O2 – jangan menghabiskan waktu


dengan mengganti sirkuit atau mesin.

5. Mulai pemberian dantrolene IV. Gunakan dosis 2,5 mg/kgBB.

6. Mempertahankan anestesi – gunakan TIVA (anestesi intravena total).

7. Pasang arterial line dan pertimbangkan CVC – jangan menunda pemberian dantrolene.

8. Lakukan pendinginan aktif pada pasien.

9. Tangani kondisi lain yang menyertai seperti: hiperkalemia, asidosis, dan aritmia.

10. Menjaga urin output pada > 2 ml/menit.

11. Pemantauan analisis gas darah serial, elektrolit, dan suhu.

12. Masukkan ke ICU.

44
Tanda yang menunjukkan kemungkinan terjadinya MH

Awal Lebih Lanjut Akhir


Peningkatan EtCO2 Asidosis Urin berwarna Cola
Spasme otot masseter Peningkatan suhu Peningkatan CK
Takikardia Ketidakstabilan sistem Koagulopati
kardiovaskular
Aritmia Hiperkalemia Penurunan SpO2

Jika ada kotak MH yang sudah dipersiapkan, gunakan dan ikuti task card system.

Jika tidak ada, prioritaskan penatalaksanaan:


1. Dantrolene
2. Anestesi
3. Supportive therapy

Diperlukan seseorang untuk mempersiapkan dantrolene. Dantrolene dilarutkan dalam air


steril (aquades).

TIVA – gunakan propofol TCI 4 mcg/ml atau 30-50 ml/jam pada dewasa.

Hiperkalemia ditangani sesuai protokol pada BAB 21.

Diuresis dipertahankan dengan menggunakan 0,5 g/kg manitol. Targetkan > 2ml/kg/jam
dengan pH > 7,0.

Pertimbangkan pengobatan asidosis dengan 8,4% NaHCO3 jika ada hiperkalemia.

Pendinginan aktif termasuk:


1. Bilas intra abdominal (menggunakan laurtan saline pada suhu 40C)
2. Cairan intravena yang dingin
3. Sponging yang dingin dan ice packs
4. Menurunkan suhu kamar operasi

Lakukan pemeriksaan Kimia darah termasuk darah perifer lengkap, elektrolit, analisis gas
darah, CK, faktor koagulasi, dan level myoglobin.

45
BAB 23 TERMINAL EVENT CHECKLIST – THE 10 Ts

1. Tubes: penempatan di jalan napas, obstruksi, diskoneksi, konstriksi, disrupsi.

2. Torrential haemorrhage (perdarahan hebat).

46
BRADIKARDIA

Penyebab Primer Penyakit Jantung Iskemik


Sindrom Sick Sinus
Degenerasi SIstem Konduksi
Penyakit Katup
Miokarditis
Post Pembedahan Jantung
Kelainan konduksi herediter
Fisiologi Fitness

Penyebab Sekunder Kelainan elektrolit


Pengobatan Antiaritmia
Anestesi
Hipotiroid
Hipotermia
Sindroma Vasovagal
Peningkatan Tekanan Intrakranial

Penyebab Anestetik Hipoksia


Agen Volatile
Narkotik
Antikolinesterase
Spinal/epidural tinggi
Refleks vasopressor

Kemungkinan Besar Berhubungan dengan pengobatan


Vasovagal
Anestesi Spinal
Ketahanan fisik

53
HIPERKAPNIA

 Produksi Endogen Sepsis


Hipertermia Malignan
Thyroid Storm
NLMS
Reperfusi

Eksogen Pemberian Bikarbonat


Insuflasi CO2
TPN
CO2 pada fresh gas flow
Soda lime kurang

 Eskresi Sirkuit Obstruksi airway


Dead Space
Inadekuat fresh gas flow
Katup malfungsi dalam sirkuit
Setting ventilator yang salah

Paru Hipoventilasi spontan


Bronkospasme
Penyakit Airway kronik

Kemungkinan Besar Hipoventilasi spontan


Kurangnya soda lime
Salah setting ventilator
Salah setting Fresh Gas Flow

54
HIPOKAPNIA

Produksi Hipotermia
HIpotiroidisme

Ekskresi Hiperventilasi spontan


Setting ventilator yang tidak tepat

Transport di darah Henti Jantung


Hipotensi Berat
Anafilaksis
Emboli Paru

 Transport di paru Obstruksi ETT


Pemasangan airway yang salah
Laringospasme
Bronkospasme berat

Dilusi Sampling Alat terlepas


Sedimentasi
Pemasangan Sampel yang salah
Aliran Fresh Gas yang tinggi

Tidak ada EtCO2 Alat terlepas


Tidak ada sampling
TIdak ada ventilasi
Henti Jantung

Kemungkinan Besar Hiperventilasi


Tidal Volum inadekuat
Laringospasme
Pemasangan alat airway yang salah
Hipotensi

55
DAFTAR TILIK PENCEGAHAN KRISIS

1. Cek Mesin

2. Mengetahui kualifikasi dan pengalaman asisten

3. Memberikan kerangka gambaran pada rencana anestesiajukan pertanyaan dan


pendapat

4. Harus ada rencana kontigensi- jika tidak yakin konsul dengan kolega

5. Mengetahui lokasi dantrolene, troli sulit airway dan troli resusitasi.

6. Konfirmasi benar pasien, benar prosedur dan benar sisi pasien

7. Waspada terhadap alergi obat

8. Kaji Airway dan status puasa

9. Periksa label obat dan jarum suntik

10. Preoksigenasi – periksa O2 dan konfirmasi EtCO2

11. Melakukan pemeriksaan post induksi “OCAB”


O: Oksigenasi
C: Karbon dioksida
A: Agen anestetik
B: Tekanan darah

12. Pada manajemen krisis, panggil bantuan sedini mungkin

56

Anda mungkin juga menyukai