ISBN 978-0-521-27986-4
Isi 30 halaman
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii
BAB 2 HENTI JANTUNG BUKAN IRAMA SHOCKABLE (ASISTOL DAN PEA PADA DEWASA) ..................... 4
BAB 12 LARINGOSPASME...................................................................................................................... 24
ii
BAB 1 HENTI JANTUNG IRAMA SHOCKABLE (VF/VT PADA DEWASA)
Langkah – Langkah:
3. Amankan jalan napas. Gunakan O2 (oksigen) 100%. Lanjutkan RJP (resusitasi jantung
paru)
6. BERIKAN SHOCK/KEJUT LISTRIK pada menit ke-4. Berikan Amiodarone 300 mg dan
Adrenalin 1 mg. Lanjutkan RJP
7. Lanjutkan pemberian shock/kejut listrik setiap 2 menit dan kaji kembali adanya
penyebab yang reversibel
9. Pada kasus VF/VT yang menetap, berikan Adrenalin 1 mg setiap 3-5 menit (berselang
dengan kejut listrik) dan Amiodarone 150 mg dilanjutkan dengan infus Amiodarone
900 mg selama 24 jam
10. Setelah pasien ROSC (kembalinya sirkulasi spontan), mulai segera perawatan
paskaresusitasi
Pertimbangkan:
Rujuk untuk intervensi koroner perkutan (IKP) urgen
Hipotermia terapeutik
Hindari:
Hiperglikemia (terapi jika > 10 mmol/l)
Hiperoksemia (jaga SpO2 94-98%)
Hiperkarbia
* di Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru, adrenalin diberikan setelah kejut
listrik kedua
1
Delegasikan kepada salah satu anggota tim untuk bertugas mencatat waktu dan seluruh
kejadian. Jika anggota tim lainnya dapat ditugaskan untuk melakukan kompresi dada,
ventilasi, dan memantau curah jantung, ketua tim dapat melakukan pengkajian penyebab
potensial yang reversibel.
Pasien harus diberikan ventilasi menggunakan oksigen 100% dengan laju 10 volume tidal
normal per menit. Hindari hiperventilasi.
Apabila pasien membutuhkan intubasi, tindakan intubasi harus dilakukan secepat mungkin
dan dilakukan oleh orang yang paling berpengalaman di tim tersebut. Konfirmasi intubasi
menggunakan EtCO2 jika ada. Tindakan intubasi dilakukan hanya jika kompresi dada telah
dilakukan (CAB).
Ditekankan untuk interupsi minimal saat melakukan kompresi dada dan melakukan
kompresi dada dengan kualitas tinggi. Target lama jeda untuk tujuan apa pun (missal
analisis irama EKG dan pemberian kejut listrik) tidak boleh lebih dari 5 detik. Jika
menggunakan defibrillator manual, setelah menganalisis irama, lanjutkan RJP selagi mesin
mengisi daya listrik untuk meminimalkan jeda “pre-shock”.
Pad (lempeng) defibrilator jenis self adhesive dapat menghantarkan kejut listrik yang lebih
cepat.
Energi kejut listrik: Bifasik 200 J untuk percobaan pertama, dan berikan energi yang sama
atau yang lebih besar untuk percobaan berikutnya. Monofasik 360 J. Untuk anak-anak
gunakan 4 J/kg BB.
Kejut listrik berturut-turut (hingga 3 kejut berturutan pada 1 siklus) dapat digunakan pada
kasus:
VF/VT yang disaksikan dengan kondisi pad (lempeng) defibrilator telah terpasang.
Paska bedah jantung
Terjadi di Lab kateter jantung
Terjadi di lingkungan Critical care
2
Kalsium klorida 10% IV : 0,2 ml/kg (maksimal 5 ml) untuk hiperkalemia,
hipokalsemia atau overdosis obat golongan penyekat kanal kalsium (CCB)
Sodium/Natrium bikarbonat 8,4% IV : 1-2 ml/kg untuk hiperkalemia dan overdosis
antidepresan. Bukan indikasi untuk resusitasi yang memanjang.
Lignocaine IV : 1 mg/kg jika Amiodarone tidak tersedia.
Jalur intraosseus lebih dipilih sebagai alternatif jalur pemberian obat jika akses intravena
sulit.
3
BAB 2 HENTI JANTUNG BUKAN IRAMA SHOCKABLE (ASISTOL DAN PEA PADA
DEWASA)
Langkah – Langkah:
3. Amankan jalan napas. Gunakan O2 (oksigen) 100%. Lanjutkan RJP (resusitasi jantung
paru)
7. Setelah 2 menit, cek nadi dan irama EKG. Pertimbangkan penggunaan ultrasound
(USG) subxyphoid
10. Jika EKG menunjukkan irama VF/VT, alihkan tatalaksana ke protokol Henti Jantung
Shockable
11. Pertimbangkan penggunaan pacing (pacu) jantung hanya pada kasus asistol jika
gelombang P telah terlihat
11. Setelah pasien ROSC (kembalinya sirkulasi spontan), mulai segera perawatan
paskaresusitasi
Pertimbangkan:
Rujuk untuk intervensi koroner perkutan (IKP) urgen
Hipotermia terapeutik
Hindari:
Hiperglikemia (terapi jika > 10 mmol/l)
Hiperoksemia (jaga SpO2 94-98%)
Hiperkarbia
4
Delegasikan kepada salah satu anggota tim untuk bertugas mencatat waktu dan seluruh
kejadian. Jika anggota tim lainnya dapat ditugaskan untuk melakukan kompresi dada,
ventilasi, dan memantau curah jantung, ketua tim dapat melakukan pengkajian penyebab
potensial yang reversibel.
Pikirkan hipovolemia pada kasus PEA jika terjadi pada situasi pembedahan. Pertimbangkan
perdarahan yang tidak terdiagnosis, khususnya pada operasi laparoskopik.
Hipoksia harus segera dikoreksi dengan mengamankan jalan napas dan memberikan
ventilasi menggunakan oksigen 100%.
Gangguan elektrolit atau metabolik dapat dinilai dengan pemeriksaan laboratorium kimia
darah urgen. Indikasi pemeriksaan magnesium dan kalsium dapat dilihat pada dosis obat di
bab 1 dan keduanya harus terkoreksi.
Tamponade, pneumotoraks tensi, dan obsstruksi tromboemboli, akan sulit untuk didiagnosis
tanpa pengetahuan yang cukup untuk masing-masing manifestasi klinisnya.
Target status volume adalah normovolemia. Pada kondisi awal tidak hipovolemia, infus
cairan yang berlebihan harus dihindari.
Jika mampu laksana, konfirmasi penempatan alat jalan napas dilakukan menggunakan
alat deteksi CO2.
Semua obat harus diberikan melalui jalur vena perifer atau sentral. Jika tidak
memungkinkan, jalur intraosseus tibial atau humeral menjadi alternatif pilihan. Jalur trakea
tidak direkomendasikan.
5
BAB 3 BANTUAN HIDUP LANJUT PADA ANAK
7. Setelah 2 menit, cek kembali nadi dan gambaran EKG, pertimbangkan penggunaan
ultrasound subxyphoid.
10. Bila gambaran EKG menunjukkan VF/VT, lakukan protocol pacu henti jantung (Lihat
Bab 1)
11. Jika kembalinya sirkulasi secara spontan terpenuhi, lanjutkan dengan perawatan
paskaresusitasi. (Lihat protocol dewasa-Bab 1)
6
Delegasikan kepada salah satu anggota tim untuk bertugas mencatat waktu dan seluruh
kejadian. Jika anggota tim lainnya dapat ditugaskan untuk melakukan kompresi dada,
ventilasi, dan memantau curah jantung, ketua tim dapat melakukan pengkajian penyebab
potensial yang reversibel.
Kebanyakan kasus anestesi yang terkait dengan henti jantung pada anak adalah asistole
atau PEA. Bila terjadi VT/VF, ikuti protocol dewasa (Lihat tab 1), menggunakan dosis obat
dibawah ini.
Hipoksia dan stimulasi vagal merupakan penyebab tersering terjadinya henti jantung pada
anak.
RJP dilkukan dengan kecepatan 100-120 kali per menit dan ventilasi dilakukan 12-20 kali
menit.
Adrenaline 10 mcg/kg langsung diberikan pada keadaan PEA dan Asistol, setiap 3-5 menit.
Pemberian Atropine tidak direkomendasikan.
Adrenaline 100 mcg/kg bisa diberikan melalui selang nafas (ETT), jika akses lain tidak
berhasil.
Defibrilasi :
Untuk manual defibrilasi gunakan energi kejut sebesar 4J/kg
Jika menggunakan AED, energi kejut pada anak harus dipilih untuk usia kurang dari 8
tahun
Terapi Hipotermia lazim terjadi pada anak post resusitasi, pertimbangkan keadaan
komatose.
7
BAB 4 SERANGAN JANTUNG INTRAOPERATIF
4. Jika langkah 1 dan 2 sudah dilakukan, namun pasien masih tetap mengalami
hipertensi: Segera hentikan stimulasi, lalu gunakan betablocker dan NTG infus
5. Jika langkah 1,2,3 sudah dikerjakan, namun pasien masih tetap mengalami
hipotensi: Pertahankan agar tetap normovolemia. Siapkan transfusi darah jika
anemia
10. Pertimbangkan antikoagulasi, pemasangan pompa balon intra arteri (IABP) dan
intervensi koroner perkutan (PCI)
8
Tatalaksana serangan jantung berhubungan dengan menurunkan permintaan oksigen dan
menaikkan ketersediaan oksigen.
Denyut nadi : harus diantara 60-80 kali permenit. Gunakan beta bloker dan narcitoc
tambahan bila diperlukan.
Perbaiki bila ada takiaritmia, gunakan amiodarone bila perlu, lignocaine atau syok DC( Lihat
bab henti jantung menggunakan syok untuk dosis)
Tekanan darah : Sistol harus diantara 100-120, dengan MAP > 75. Untuk anestes yang
menyebabkan vasodilatasi, hati-hati mentitrasi vasokonstriktor, hindari efek samping saat
afterload.
CPP = ADP-LVEDP
Dengan obstruksi tekanan koroner distal yang akan turun, hindari kenaikan tekanan
diastolik ventrikel kiri.
NTG akan mendilatasi pembuluh darah dan menurunkan tekanan diastolik ventrikel kiri.
Infus diawali dari kecepatan 5ml/jam dan dititrasi tergantung keadaan pasien. Cairan infus
lain dapat diberikan. Lihat dosis dibawah ini.
Tekanan darah mungkin memerlukan penopang secara kontinu selama infus NTG diberikan.
CPP = Tekanan perfusi koroner
ADP = Tekanan diastolik aorta
LVEDP = Tekanan diastolik ventrikel kiri
9
BAB 5 PERDARAHAN INTRAOPERATIF BERAT
6. Masukkan kanul 14G untuk akses vena sebanyak 2 jalur dan pertimbangkan selubung
jenis 8.5FG PA
7. Hubungi bank darah untuk crossmatch darah segera dan konsultasikan pada ahli
hematologi untuk persiapan terapi komponen
11. Monitoring ketat : arterial line, kateter urin, CVP, suhu Haemocue®, Coagucheck®
tromboelastografi.
12. Tindak lanjuti dengan pemeriksaan darah : darah perifer lengkap, elektrolit, analisis
gas darah dan masa pembekuan.
10
Minta bantuan, delegasikan tanggung jawab dan komunikasikan secara efektif sehingga staf
mengetahui tingkat bahaya dan urgensi. Tunjuk penghubung untuk menyampaikan pesan
antara laboratorium, ruangan OK dan ICU, serta pekarya untuk membawa sampel darah,
sediaan darah dan terapi komponen.
Pemasangan kanul intravena yang besar dapat didelegasikan kepada personal yang
berpengalaman.
Jika tidak sempat crossmatch darah (Hb 5 atau lebih rendah dengan perdarahan yang masih
berjalan), golongan darah O rhesus negatif atau group spesifik dapat diberikan.
Kontrol bedah mungkin dapat memberikan tekanan langsung, menjepit arteri dan aorta.
Berikan dorongan bila perlu.
Jika klinisi senior memprediksi akan adanya kehilangan darah yang banyak, segera berikan
infus FFP (15ml/kg) yang dapat akan mencegah kegagalan hemodinamik mendatang dan
perdarahan mikrovaskular.
Jika fibrinogren <1gr/L dan PT atau APTT >1,5x normal, dan terdapat kegagalan hemostatik,
diperlukan FFP dengan jumlah yang banyak. Penggunaaan terapi komponen seharusnya
didasari oleh tes laboratorium, pengalaman klinis dan konsultasi dengan hematologis. (Lihat
tabel dibawah).
Pasien hipokalsemia yang dalam kondisi dingin, darahnya sulit menggumpal. Atur suhu
dan elektrolit secara agresif.
Faktor rV11a diindikasikan pada kasus perdarahan hebat yang tidak respon terhadap terapi
konvensional.
11
BAB 6 ANAFILAKSIS
2. Hentikan segala pemicu, ikuti pedoman ABC dan mulai RJP jika ada indikasi
4. Ventilasi dengan oksigen 100% dan intubasi pasien jika diperlukan untuk
mempertahankan jalan nafas.
7. Pasang arteri line untuk monitoring dan analisa gas darah secepatnya. Delegasikan
jika dibutuhkan
9. Ambil sampel darah untuk menilai mast cell tryptase. Ambil darah selama
resusitasi, pada jam ke 2 dan ke 24.
12
Tanda selama anestesi berupa :
Kolaps CVS Hipotensi
Bronkospasme Angioedema
Eritema Hipoksia
Urtikaria Kulit kemerahan
Hubungi asisten secepatnya, sampaikan dengan efektif dan delegasikan batas waktu dan
pemantauan. Panggilan waktu sangat berguna untuk kolaps kardiovaskular.
Pemicu umum meliputi pelumpuh otot, antibiotic, lateks, koloid dan klorheksidin.
Dosis obat
Bolus Adrenalin intravena = 1mcg/kg
Bolus adrenalin intramuscular = dewasa 500mcg
6-12 tahun 300mcg
<6 tahun 150mcg
Infus adrenalin intravena = 0,1mcg/kg/menit
Dengan 3mg dalam pengenceran 50mls, mls/jam = mcg/menit. Untuk dewasa mulai dari 7
mls/jam.
Terapi tambahan
Bolus aminofilin sampai 5mg/kg iv atau im
Bolus hidrokortison (iv atau im) >12 tahun…………………………200mg
6-12 tahun………………………..100mg
6 bulan-6 tahun………………….50mg
0-6bulan…………………………….25mg
Bolus Clorpheniramine (iv atau im )>12 tahun………………………..…10mg
6-12 tahun……………………….…..5mg
6 bulan-6 tahun…………………2,5mg
0-6bulan……………………250mcg/kg
Dalam kejadian khusus dimana bronkospasme yang tidak memberikan respon terhadap
pemberian adrenalin, alternatif terapi secara garis besar terdapat pada Bab Bronkospasme
Berat. Lihat Bab 4.
13
BAB 7 REAKSI HEMOLITIK PADA TRANSFUSI
6. Buat jalur arterial dan CVC untuk analisa gas darah dan pemantauan hemodinamik.
9. Kembalikan semua produk darah ke bank darah dan ambil darah segar (fresh blood)
dan sampel urin untuk di analisa.
ICU No extension …
14
Tanda-tanda klinis yang terjadi pada pasien yang di anestesi termasuk diantaranya yaitu:
Hipotensi Mengi Urin berwarna cola
Takikardi Takipnea Pendarahan (pada membran, lokasi infus)
Bronkospasme Edema Kolaps kardiovaskular
Urtikaria Hipoksia
Meskipun jarang, reaksi ini dapat memberikan tingkat mortalitas yang signifikan.
Petugas medis harus segera diberitahu dan periksa kembali sampel darah pasien.
Ambil sampel darah yang lebih banyak untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Terapi diuretik dan inotropik harus dimulai untuk menjaga urine output antara 0,5 - 1,5
ml/kg/jam.
Pengobatan untuk koagulopati yang mengancam harus dilakukan sesuai dengan profil
koagulasi (lihat tabel pada Bab 5).
Semua produk darah harus dikembalikan ke unit transfusi untuk analisa lebih lanjut.
Dosis-dosis Obat
Manitol 25% 0,5 - 1 gr/kgBB IV
Furosemid 0,5 mg/kgBB IV
Metilprednisolon 1 - 3 mg/kgBB IV
Dosis Anak-anak
Adrenalin 3 mg/50 ml cairan saline 0,05 - 0,5 mcg/kgBB/menit
(60 mcg/ml)
Dobutamin 250 mg/ 50 ml cairan saline 2 - 20 mcg/kgBB/menit
(5 mcg/ml)
Noradrenalin 4 mg/ 50 ml cairan saline 0,02 - 1,0 mcg/kgBB/menit
(80 mcg/ml)
Pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg, tetesan infus dapat dimulai dari kecepatan
5 ml/jam dan kemudian dititrasi sesuai dengan respon. Pengenceran dilakukan pada alat
syringe.
15
BAB 8 EMBOLI UDARA
10. Pertimbangkan terapi oksigen hiperbarik kemudian rawat ICU jika resusitasi telah
berhasil.
ICU No extension …
16
Tanda-tanda klinis yang terjadi selama anestesi termasuk diantaranya yaitu:
↓SpO2 Peningkatan tekanan PA
↓EtCO2 Peningkatan CVP
Hipotensi Takikardia
Desah "Mill wheel" Bronkospasme
Edema pulmonal Kolaps kardiovaskular
Hiperventilasi dengan O2 100% dan intubasi jika perlu. Penggunaan PEEP masih
kontroversial. Awalnya diduga membantu mencegah emboli udara di vena tapi rupanya juga
dapat meningkatkan resiko emboli udara paradoksal. Penggunaan secara bijak untuk
mendukung oksigenasi mungkin masih dapat dipertimbangkan.
Aspirasi hanya jika central venous catheter atau pulmonary artery catheter sudah terpasang.
Tidak ada bukti yang mendukung pemasangan CVC sesegera mungkin.
Pijat jantung tertutup telah terbukti dapat memecah volume-volume besar udara di
ruang-ruang jantung.
Oksigen hiperbarik sampai dengan 6 jam (atau lebih) setelah terjadi emboli udara dapat
dipertimbangkan pada kasus emboli udara paradoksal yang besar. Foramen ovale yang
paten dijumpai pada 10 - 30 % populasi.
Walaupun hanya sebesar 0,5 ml udara yang terdapat pada arteri koroner, hal tersebut
dapat memicu terjadinya fibrilasi ventrikel.
Dosis-dosis Obat
Dewasa:
Adrenalin bolus 25 - 100 mcg
infus sebanyak 3 mg dalam 50 ml, mulai dari 5 ml/jam
Perhatikan, pada 3 mg dalam 50 ml, lajunya dalam ml/jam = mcg/menit.
Anak-anak:
Adrenalin bolus 0,1 mcg/kgBB
infus 0,05 - 0,5 mcg/kgBB/menit.
Pengunaan ventilasi tekanan positif, pemantauan end tidal, central venous catheter atau
pulmonary catheter, doppler prekordial dan transoesophageal echo pada prosedur dengan
resiko tinggi dapat menghasilkan diagnosa dan pengobatan yang dini.
17
BAB 9 SULIT VENTILASI SUNGKUP
a. Posisi Kepala
b. Jaw Thrust
Jika tidak ada kamajuan terkait dengan deflasi yang cepat dari kantung reservoir,
pengisian yang kurang, tekanan sirkuit yang rendah dan kebocoran sungkup muka,
lagsung ke langkah nomor 4
Jika tidak ada perbaikan yang terkait dengan pengisian kantong reservoir yang baik,
segel sungkup muka yang bagus, tekanan sirkuit tinggi dan kesulitan mengosongkan
kantung reservoir pada percobaan ventilasi maka pikirkan Spasme Laring (bab 12)
atau Tekanan Airway yang meningkat (bab 13) sebagai penyebab.
6. Gunakan pelumpuh otot depolarisasi dan intubasi jika pemasangan LMA ™ gagal.
18
Protokol ini didasarkan pada asumsi beberapa saat sebelumnya telah dilakukan pengecekan
mesin anestesi dan sirkuit tetutup dengan aliran gas segar dalam kondisi baik. Konfirmasi
pengecekan dengan melakukan pre-oksigenasi pasien dan melihat jejak EtCO2.
Secara praktis, kondisi ini tidak selalui ditemui. Pada ventilasi sungkup yang sulit ketika
mesin dan sirkuit diduga bermasalah, maka cara paling efisien untuk mengatasi masalah
tersebut adalah dengan melepaskan sungkup dan gunakan resusitator manual (self
inflating)
Jaw Thrust : letakkan dua tangan dibelakang mandibula dan angkat ke depan
Area perioral : bersihkan area untuk memastikan pegangan kuat pada wajah dan
sungkup
Membangunkan pasien mungkin bisa menjadi pilihan dalam rencana anestesi misalnya
induksi gas atau onset TIVA secara bertahap untuk menguji ventilasi pada pasien yang
dicurigai memiliki jalan napas yang sulit.
Namun, jika kesulitan tidak diantisipasi dan pasien menerima dosis induksi anestesi secara
penuh, dapat dilakukan tindakan untuk mengamankan jalan napas.
Memastikan anestesi yang memadai merupakan prasyarat untuk ventilasi dengan sungkup
dan pemasangan LMA ™. Refleks saluran napas yang muncul dan kedalaman anestesi yang
kurang akan mengurangi tingkat keberhasilan.
Manajemen waktu selama krisis jalan nafas sangat penting untuk hasil positif. Bisa
diperumit oleh ventilasi parsial, saturasi yang mendekati batas, kedatangan dokter lain,
keterlambatan ketersediaan alat, kesalahan waktu onset obat dan kesalahan fiksasi.
Mendelegasikan kepada anggota staf untuk bertugas serta pemantauan SpO2 dan EtCO2
dapat mencegah hipoksia yang berkepanjangan.
Jika memungkinkan lakukan selalu tindakan pre-oksigenasi pada pasien sebelum Induksi
19
BAB 10 SULIT INTUBASI YANG TIDAK TERANTISIPASI
segera aktifkan respon CICV (tidak dapat intubasi, tidak dapat ventilasi) emergensi
20
Ada tumpang tindih antara protokol “Sulit Intubasi dan Sulit Ventilasi Sungkup”, karena
setiap teknik menggunakan teknik lainnya sebagai upaya penyelamatan alternatif.
Jika cara diatas gagal dilakukan maka, jalankan respon CICV emergensi
Selalu tugaskan seorang sebagai pencatat waktu dan pengawas SpO2 dan sadari bahwa
beberapa intubasi dapat berubah menjadi kegawatan “tidak dapat diintubasi, namun bisa di
ventilasi” ke “tidak dapat diintubasi dan tidak dapat di ventilasi” (dikenal juga sebagai “tidak
dapat di intubasi dan tidak dapat dioksigenasi)
Mengingat variabilitas skenario pada kasus sulit jalan napas, perilaku sudah terbiasa dengan
proses pengambilan keputusan dan prinsip dasarnya adalah prasyarat untuk praktik yang
aman.
Mencoba pemasangan LMA setelah pemberian pelemas otor (diberikan pada usaha
percobaan intubasi) mungkin akan meningkatkan rasio sukses penyelamatan
Setelah ventilasi paru-paru dipastikan dengan gelombang CO2 yang persisten, jalan nafas
bisa diamankan dengan meningkatkan jumlah teknik yang tersedia. Dokter harus
menggunakan teknik yang paling dikuasai untuk berhasil pada kondisi tertentu.
21
BAB 11 TIDAK DAPAT INTUBASI, TIDAK DAPAT VENTILASI
Kanul Krikotiroidotomi
1. Palpasi menggunakan tangan yang tidak dominan (TD), lalu tembus selaput
krikotiroid dengan kanula menggunakan tangan dominan (D).
5. Ventilasi dengan waspada - waktu inflasi 1 detik diikuti dengan 3 detik jeda
menggunakan ventilasi tekanan tinggi (jet ventilation).
6. Konfirmasikan ventilasi paru dan exhalasi melalui jalan nafas bagian atas.
7. Jika tidak berhasil atau timbul komplikasi, lanjutkan segera pada tindakan bedah
krikotiroidotomi.
Saran:
1. Pilihlah jenis kanul yang tahan tekukan dan ukuran sebesar 14G.
2. Ukuran jarum suntik antara 5mL dan 20mL. Disarankan 20mL.
3. Tinjaulah peralatan yang ada pada troli “jalan nafas sulit” secara berkala.
4. Mempelajari dan mengerti prosedur dalam melakukan ventilasi tekanan tinggi.
5. Sering melakukan pengulangan prosedur dalam tatalaksana jalan nafas sulit
6. Ikut serta dalam pelatihan khususnya dalam tatalakasana jalan nafas
22
Bedah Krikotiroidotomi
3. Perbesar sayatan tersebut dengan dilator atau alat yang tumpul (pegangan pisau
bedah atau forseps).
4. Lakukan traksi arah kaudal pada kartilago krikoid dengan huk trakea.
Sebagai alternatif, setelah sayatan horizontal dibuat, pisau bedah dapat diputar secara
kaudal dengan tekanan kearah lateral untuk membuka ruang agar ventilasi bougie dapat
diselipkan masuk.
Jika anatomi tidak teraba, maka dibuat sayatan garis vertikal ditengah sepanjang 6 sampai
8cm, diikuti dengan dilatasi menggunakan jari untuk memisahkan otot-otot sehingga trakea
terlihat. Krikotiroidotomi dengan kanula kemudian dapat dilakukan.
Pada semua kasus, setelah oksigenasi berhasil dilakukan, konversi pada tatalaksana jalan
nafas definitif perlu dilakukan.
CICV (Cannot intubate, cannot ventilate) juga disebut sebagai CICO (Cannot intubate, Cannot
oxygenate) atau tidak dapat intubasi, tidak bisa oksigenasi.
23
BAB 12 LARINGOSPASME
Urutan yang tertera diatas harus dilatih karena pada kejadian sebenarnya akan berlangsung
secara cepat.
24
Meskipun perangkat jalan nafas yang menyebabkan spasme jalan nafas sebaiknya
disingkirkan, jalan nafas Guedel (oral airway) dapat membantu dalam menjaga jalan nafas
untuk sumber tekanan positif atau CPAP.
Minta bantuan lebih awal. Situasi tersebut akan memburuk dengan cepat pada anak-anak.
Delegasikan tugas seperti persiapan pipa endotrakeal dan pemberian obat pelumpuh otot.
Beberapa ahli anestesi pediatrik akan membawa suxamethonium yang telah Ia siapkan
sebelumnya untuk mengurangi kesalahan pemberian obat dan menghemat waktu selama
desaturasi.
Dalam kasus total obstruksi akibat laringospasme, memberikan inflasi secara paksa akan
meningkatkan obstruksi dan mengembangkan perut (efek Fink ball/valve effect). Maka,
pertimbangkan deflasi perut sebelum membangunkan pasien pediatrik.
Pada anak yang mengalami desaturasi secara cepat, intubasi tanpa penggunaan obat
relaksan dapat merupakan pilihan yang tepat.
IO = Intraosseous.
IL = Intralingual.
25
BAB 13 PENINGKATAN TEKANAN JALAN NAPAS
1. Ventilasi manual untuk mengkonfirmasi ketinggian tekanan, dan dengan cepat cek
jalan nafas dengan perubahan yang jelas
4. Jika tidak terselesaikan, ganti dengan resusitator yang mengembang sendiri yang
terhubung langsung dengan peralatan airway.
7. Jika ragu, ganti alat airway, jika sedang menggunakan LMA, pertimbangkan
mengganti dengan ETT.
26
Menilai eliminasi pelemas otot yang menjadi penyebab tersering kasus peningkatan tekanan
jalan napas. Pada pasien yang tidak terintubasi, biasanya terjadi laringospasme.
Jika pengurangan inadekuat pelemas otot bukan menjadi penyebab meningkatnya tekanan,
mengkaji secara berurutan langkah 1 sampai 6 seharusnya dapat menjelaskan masalahnya.
Ketika melakukan ventilasi dengan tangan, cek semua saluran, katup, koneksi dan filter. Cek
posisi mesin untuk menyingkirkan kemungkinan tube terlipat atau obtruksi.
Saat sirkuit dipindahkan dan diganti dengan resusitator, masalah yang masih terjadi hanya
pada alat airway atau pasien.
Jika tidak ada perubahan setelah mengikuti prosedure ini, ( alat airway baru dan sirkuit
baru), permasalahannya seharusnya berada di pasien
Pertimbangkan:
Laringospasme Pneumothorax
Bronkospasme Hematothorax
Edema Kekakuan dinding dada
Walaupun meminta bantuan adalah langkah terakhir pada langkah ini, ini bisa terjadi pada
semua tahap yang dirasakan oleh seorang praktisi.
Untuk kesimpulan penyebab, lihat Prevensi Krisis : Peningkatanan Tekanan Jalan Napas (Bab
27).
27
BAB 14 BRONKOSPASME BERAT
6. Pertimbangkan cairan iv , arterial line dan Analisa Gas Darah secara serial
7. Mulai adrenalin atau salbutamol dengan iv bolus dan gunakan infus jika
diindikasikan menjaga stabilitas
28
Bronkospasme akan bervariasi tingkat keparahannya di berbagai jenis anestesia.
Bronkospasme berat membutuhkan tindakan yang lebih agresif berpa terapi bronkodilator
intravena
Dosis obat
Ventilasi tangan dengan permisif hiperkapnia bisa juga digunakan untuk menghindari
komplikasi dari ventilasi yang bertekanan tinggi pada jalan napas
Tatalaksana bisa dinilai melalui parameter hemodinamik, tekanan jalan napas, AGD, dan
Gelombang CO2. Dengan resolusi, kenaikan miring rekaman pda EtCo2 kembali ke normal
dengan alveolar plateu yang lebih horizontal
29
BAB 15 ASPIRASI
2. Posisikan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dan posisi lateral
4. Intubasi dan hisap percabangan bronkus ketika jalan napas sudah diamankan
No extension ICU …
30
Seberapa banyak bantuan yang dibutuhkan bergantung pada tingkat keparahan dan
keadaan.
Komunikasi segera dengan dokter bedah dan pendelegasian instruksi (misal : membalikkan
pasien) dapat membatasi jumlah aspirasi.
Memposisikan pasien akan bergantung pada jenis pembedahan dan keterbatasan praktek
nya.
Penekanan krikoid dapat digunakan selama proses intubasi namun tidak saat terjadi
muntah aktif atau regurgitasi.
Bila pada 2 jam post aspirasi tidak timbul gejala pada pasien, X-ray dada bersih dan SpO2
normal, ICU tidak diindikasikan.
Meskipun begitu, bila ada masalah partikulat, mengindikasikan adanya aspirasi yang lebih
berat, ICU akan dibutuhkan.
Terapi steroid dan antibiotik biasanya TIDAK diindikasikan pada manajemen jangka pendek
dari aspirasi.
31
BAB 16 TOTAL SPINAL OBSTETRI
32
Segera panggil bantuan. Seorang pasien hamil yang tidak sadarkan diri akan membutuhkan
banyak tangan untuk mengelolanya selama resusitasi.
Diagnosa biasanya jelas – ditandai dengan kekakuan ascenden yang cepat dan paralysis
setelah tindakan anestesi spinal atau epidural.
Apabila tidak disaksikan atau diagnosanya tak pasti, lihat Bab Kolaps Maternal (Bab 18)
Seorang wanita hamil cenderung refluks. Intubasi lebih diutamakan, namun sebaiknya tidak
mengecualikan bentuk lain dari pengelolaan jalan nafas bila kondisinya tidak memungkinkan
(penekanan krikoid direkomendasikan).
Bila pasien hilang kesadaran, intubasi dapat dilakukan tanpa agen induksi atau dengan
relaksan saja.
Pada blok spinal yang dalam dengan terdeteksinya cardiac output, RJP sebaiknya dimulai
hingga ada respons dari cairan dan vasopressor.
Hal ini sebaiknya dilakukan sesuai dengan panduan resusitasi maternal (lihat Maternal
Collapse – bab 18) seperti uterine displacement, posisi miring kiri dan melahirkan bayi.
33
BAB 17 PERDARAHAN POST PARTUM
2. Berikan O2 100%
6. Menghubungi bank darah untuk melakukan uji silang darah pasien dan komponen
nya guna tindak lanjut terapi
10. Penggunaan obat – obatan vasopressin untuk melindungi perfusi organ vital
11. Melakukan anestesi umum dengan sekuens intubasi cepat (RSI) untuk kontrol
operatif
o Ruang OK ext.
34
Kehilangan darah seringkali disepelekan dan gangguan koagulasi dapat memperburuk
kejadian kehilangan darah tersebut
Manuver terhadap rahim mencakup penekanan rahim ke atas atau kompresi bimanual
dapat memperlambat dan mengurangi kehilangan darah secara signifikan
FFP; platelet; kriopresipitat; antifibrinolitik dan faktor rekombinan VII; protrombinex dapat
sewaktu – waktu diperlukan
Dosis oksitosin :
o Oksitosin 5IU bolus perlahan IV
10IU/jam melalui infus
o Ergometrin 500mcg IMI
o Misoprostol 400 – 1000 mcg PR/SL
o Carboprost 250mcg IMI/intra uterin
(tiap 15 ment, maksimal 8 kali pemberian)
35
BAB 18 KOLAPS IBU HAMIL
2. Lakukan RJP
Miringkan tubuh pasien ke kiri, lakukan penekanan uterus ke atas (ke arah sefalad)
atau maksimal dengan kemiringan 300
Ruang OK Ext.
Anak Ext.
36
Perbedaan utama pada resusitasi pada ibu hamil:
o Penekanan pada rahim
o Lakukan intubasi segera
o Lahirkan anak
Resusitasi Ibu Hamil merupakan kejadian traumatis bagi siapa saja. Pemberitahuan dan
konseling sangat dianjurkan.
37
BAB 19 RESUSITASI NEONATUS – NEONATAL LIFE SUPPORT
1. Keringkan, Hangatkan dan Tutupi bayi untuk melindungi bayi dari kehilangan panas
3. Panggil bantuan, komunikasikan masalah dan delegasikan kepada tim jika bayi
dalam kondisi terganggu dan perburukan
5. Nilai kembali Laju jantung (target > 100x/menit) dan pergerakan dinding dada
6. Jika tidak ada perbaikan dan pengembangan dada, reposisi dan ulangi
10. Jika terdapat hypovolemia, 10ml/kg kristaloid isotonic atau darah O negative, CMV
negative dapat diberikan dan ulangi jika diperlukan
11. Lanjutkan PALS (Bab3) dan masukan NICU jika resusitasi berhasil
38
Pemberian Nafas buatan dalam 2-3 detik dan tekanan 30 cmH2O – Jika laju jantung
bertambah, lanjutkan pemberian ventilasi dengan kecepatan 30 – 40 x/menit sampai ada
pernapasan spontan yang adekuat.
JIka tidak terdapat pergerakan dada, reposisi dan coba maneuver jalan napas termasuk:
Memposisikan kepala (Posisi netral), Jaw Thrust (Mungkin membutuhkan Asisten),
Orofaringeal airway (Guedel), Laringoskopi, suction (+/-) Intubasi.
Suction Orofaring secara halus lebih dipilih. Suction melalui nasofaring berhubungan dengan
bradikardi saat resusitasi.
Indikasi Suction endotrakeal ialah pada bayi tidak aktif pada saat terdapat mekonium.
Warna kulit bukan menjadi indikator utama SpO2 pada neonates tetapi pucat merupakan
tanda asidosis atau anemia
SpO2 segera setelah lahir haru 60% meningkat >90% pada 10 menit. Udara ruangan cukup
untuk neonates aterm. Walaupiun SpO2 tetap tidak diterima, untuk memulai suplementasi
oksigen – gunakan pulse oksimetri untuk petunjuk.
Kompresi dada diberikan kecepatan 120x/menit, Rasio Ventilasi Kompresi 1 : 3 dengan jeda
saat ventilasi. Pada saat terintubasi Jeda tidak diperlukan lagi.
Ventilasi dan kompresi dada gagal untuk resusitasi < 1/1000 bayi
Dosis Adrenalin ialah 10 mcg/kg dapat dinaikan hingga 30 mcg/kg jika dosis yang lebih
rendah tidak efektif. Bikabornat tidak direkomendasikan.
Perawatan Paska Resusitasi harus termasuk di dalamnya dilakukan terapi hipotermia jika
terdapat tanda-tanda ensefalopati.
39
BAB 20 TOKSISITAS ANESTESI LOKAL
3. Nilai dan amankan jalan napas, Jika diperlukan lakukan intubasi dan ventilasi pasien
dengan oksigen 100 %
40
Jika tidak terapat henti jantung, lakukan tindak lanjut konvensional untuk mempertahankan
hemodinamik yang stabil.
Delegasikan anggota untuk memonitor status hemodinamik dan melapor setiap 1 – 2 menit
Amiodaron dapat digunakan untuk iritabilitas ventrikular, tetapi Lidokain dan anti aritmia
kelas 1 B harus dihindari – untuk dosis dapat dilihat di Bab 1. Beta Blocker dapat
memperburuk keadaan melalui depresi miokard dan menurunkan eliminasi dari agen
anestesi.
Advance Life Support harus dilanjutkan hingga 1 jam karena durasi yang terdapat pada
miokardium.
Dosis Obat
Rejimen Intralipid
Pada 5 menit: Jika tidak respon, ulang bolus dan lanjutkan infus 2x lipat.
Walaupun banyak sekali pertimbangan praktis, Tersedianya Unit Cardiac yang terlatih
menggunakan bypass dapat menolong nyawa.
41
BAB 21 HIPERKALEMIA
5. Berikan:
a. Kalsium klorida
b. NaHCO2
c. Glukosa
d. Insulin
7. Lakukan dialisis jika kondisi mengancam masih berlanjut atau diperlukannya kontrol
jangka panjang.
42
Pengobatan diperlukan jika hiperkalemia dianggap berat (> 7 mmol /L) atau ada perubahan
yang jelas pada EKG.
Untuk menyingkirkan artifak, ulangi pungsi vena dari lokasi yang baru.
Dosis Obat
Faktor Pencetus
1. Trauma
2. Luka bakar
3. Suxamethonium (luka bakar, cedera spinal, penyakit neurologis)
4. Hipertermia Maligna
5. Asidosis
6. Gagal ginjal akut
7. Reperfusi organ setelah pelepasan klem
8. Hemolisis / transfuse yang massif
9. Pengobatan
Hindari
1. Suxamethonium
2. Respiratori asidosis
3. Ringer lactate / hartmann solution
43
BAB 22 HIPERTERMIA MALIGNA
2. Minta box Hipertermia Maligna yang telah siap sedia. Gunakan task cards.
3. Hentikan dan lepaskan agen anestesi gas (volatile agents). Ganti soda lime hanya jika hal
tersebut cepat dan mudah untuk dilakukan.
7. Pasang arterial line dan pertimbangkan CVC – jangan menunda pemberian dantrolene.
9. Tangani kondisi lain yang menyertai seperti: hiperkalemia, asidosis, dan aritmia.
44
Tanda yang menunjukkan kemungkinan terjadinya MH
Jika ada kotak MH yang sudah dipersiapkan, gunakan dan ikuti task card system.
TIVA – gunakan propofol TCI 4 mcg/ml atau 30-50 ml/jam pada dewasa.
Diuresis dipertahankan dengan menggunakan 0,5 g/kg manitol. Targetkan > 2ml/kg/jam
dengan pH > 7,0.
Lakukan pemeriksaan Kimia darah termasuk darah perifer lengkap, elektrolit, analisis gas
darah, CK, faktor koagulasi, dan level myoglobin.
45
BAB 23 TERMINAL EVENT CHECKLIST – THE 10 Ts
46
BRADIKARDIA
53
HIPERKAPNIA
54
HIPOKAPNIA
Produksi Hipotermia
HIpotiroidisme
55
DAFTAR TILIK PENCEGAHAN KRISIS
1. Cek Mesin
4. Harus ada rencana kontigensi- jika tidak yakin konsul dengan kolega
56