ENDOCRINE DISORDERS
Tutor:
Disusun oleh:
G1B020023
FAKULTAS KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2020
Daftar Isi
Daftar Isi ................................................................................................................. i
Daftar Tabel ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Capaian Pembelajaran.....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................2
2.1. Hipertiroidisme ....................................................................................................2
A. Deskripsi Penyakit ...............................................................................................2
B. Patogenesis Penyakit ............................................................................................2
C. Tanda dan Gejala Penyakit .................................................................................4
D. Pemeriksaan Laboratorium Penunjang Diagnosis ............................................4
2.2. Diabetes Melitus ...................................................................................................6
A. Deskripsi Penyakit ...............................................................................................6
B. Patogenesis Penyakit ............................................................................................7
C. Tanda dan Gejala Penyakit .................................................................................8
D. Pemeriksaan Laboratorium Penunjang Diagnosis ............................................8
Daftar Pustaka ...............................................................................................................11
i
Daftar Tabel
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Capaian Pembelajaran
1. Deskripsi Penyakit Hipertiroidisme dan Diabetes Melitus
2. Patogenesitas Penyakit Hipertiroidisme dan Diabetes Melitus
3. Gejala dan Tanda Penyakit Hipertiroidisme dan Diabetes Melitus
4. Pemeriksaan Laboratorium Penunjang Diagnosis Penyakit Hipertiroidisme
dan Diabetes Melitus
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hipertiroidisme
A. Deskripsi Penyakit
2
Grave’s disease, Toxic multinodular goiter, Toxic adenoma, dan
painless thyroiditis. Untuk kasus Grave’s disease sendiri disebabkan
oleh adanya autoimun, dimana tiroid akan menstimulasikan antibodi
untuk mengaktifkan reseptor dari Thyroid Stimulating Hormone
(TSH) yang selanjutnya akan memicu sintesis dari hormon tiroid.
Lalu untuk kasus toxic multinodular goiter, muncul nodul-
nodul tiroid yang dapat teraba. Toxic multinodular goiter dapat
menyebabkan produksi hormon tiroid yang berlebihan dari jaringan
ektopik otonom yang nantinya akan menyebabkan tiroktoksikosis
(Mathew dan Rawla, 2020). Nodul tiroid merupakan hasil dari
seringnya replikasi sel klonogenik. Sementara itu, untuk kasus toxic
adenoma nodul tiroid muncul secara soliter tidak seperti toxic
multinodular goiter (Kravets, 2016).
Berbeda dengan tiga penyakit sebelumnya, painless thyroiditis
dapat menyebabkan kerusakan pada folikel tiroid melalui mekanisme
autoimun dan dapat melepaskan hormone tiroid ke dalam sirkulasi.
Painless thyroiditis dapat dipicu oleh prosespersalinan atau dengan
penggunaan obat-obatan, seperti litium, interferon alfa, interleukin-2,
dan amiodarone (Kravets, 2016).
Selain empat penyakit yang telah disbeutkan diatas, terdapat
juga beberapa penyakit yang menjadi sebab dari hipertiroidisme.
Diantaranya ialah, drug-induced thyroiditis, hyperemesis gravidarum,
dan subacute granulomatous thyroiditis. Untuk drug-induced
thyroiditis, beberapa jenis obat-obatan mampu menjadi penyebab dari
tiroiditis karena obat tersebut dapat memproduksi hormon tiroid yang
berlebihan. Lalu untuk, hyperemesis gravidarum merupakan penyebab
hipertiroidisme yang umumnya terjadi pada wanita hamil, hal tersebut
terjadi karena peningkatan beta-HCG yang sifatmya menstimulasikan
reseptor TSH. Sementara itu, untuk subacute granulomatous
thyroiditis terjadi produksi hormone tiroksin yang berlebihan yang
distimulasi oleh adanya inflamasi pada kelenjar tiroid yg disebabkan
oleh virus. Untuk kasus ini gejalanya berupa demam. Kemudian, ada
3
beberapa etiologi yang jarang terjadi diantaranya adalah factitious
thyrotoxicosis, struma ovarii, metastasis kanker tiroid folikular, dan
TSH-secreting pituitary adenoma (Kravets, 2016).
C. Tanda dan Gejala Penyakit
4
menguji fungsi dari tiroid, yaitu dengan menguji TSHs, T4, T3, dan
uji indeks diagnostik Wayne (Perkeni, 2017).
TSHs(Sensitive Thyroid Stimulating Hormone), T3, dan T4 dapat
dilakukan sebagai uji saring disfungsi tiroid. Pada hipertiroidisme
kadar TSHs berada dibawah nilai normal. Selanjutnya tes yang daoat
dilakukan ialah menguji kadar T4 bebas (Free T4, fT4). fT4 pada
hipertiroidisme berasa diatas nilai normal juga. Lalu untuk
menentukan kadar T3 baru dapat dilakukan jika diduga terdapat
hipertiroidisme, tetapi kadar fT4nya normal. Menentukan kadar T3
dilakukan untuk menegakkan diagnose toksikosis T3. Selain dengan
menguji kadar fT4, T3, TSHs uji lab lain yang dapat dilakukan, yaitu
menggunakan Indeks Diagnostik Wayne. Indeks Diagnostik Wayne
merupakan alat diagnostic sederhana yang dapat digunakan sebagai
acuan untuk membantu menegakkan diagnose hipertiroidisme graves.
Indeks tersebut sangat memungkinkan untuk digunakan terlebih jika
belum ada fasilitas laboratorium untuk mengukur kadar hormone
tiroid. Pasien dinyatakan dalam keadaan hipertiroidisme jika nilai skor
Indeks Waynenya ≥ 19, jika skornya 11-19 maka dinyatakan ragu-
ragu, dan jika nilainya < 11 maka pasien tidak dalam keadaan
hipertiroid (Perkeni, 2017).
5
Nafsu makan turun -2 >80x/menit - -3
Berat badan naik -3 >90x/menit +3 -
Berat badan turun +3 Fibrilasi atrial +4 -
2.2.Diabetes Melitus
A. Deskripsi Penyakit
Menurut Azis, dkk (2020), diabetes mellitus merupakan kondisi
yang bersifat kronis dimana tubuh seseorang tidak mampu
menghasilkan insulin yang cukup atau tidak mempu dalam
menggunakan insulin. Diabetes mellitus dapat didiagnosis dengan
mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah. Selanjutnya,
menurut Sapra dan Bhandari (2020), diabetes mellitus merupakan
penyakit metabolic yang melibatkan peningkatan kadar gula darah
yang kurang sesuai dengan semestinya. Diabetes mellitus sendiri
memiliki beberapa jenis, seperti diabetes mellitus tipe 2 diabetes
mellitus tipe 2, Maturity-onset diabetes of the young (MODY),
gestational diabetes, neonatal diabetes, dan lain-lain.
Namun, diabetes yang paling umum terjadi ialah diabetes meliitus
tipe 1 dan diabetes mellitus tipe 2. Diabetes mellitus tipe 1 dan 2
biasanya terjadi akibat adanya gangguan pada sekresi insulin atau
pada penggunaan insulin tersebut. Untuk diabetes mellitus tipe 1
biasanya terjadi pada anak-anak atau remaja. Sementara itu, untuk
diabetes mellitus tipe 2 biasanya terjadi pada individu paruh baya atau
orang dewasa yang mengalami hiperglikemia yang disebabkan oleh
pola hidup dan diet yang buruk dan berkepanjangan.
Lalu, menurut Kharroubi dan Darwish (2015), diabetes mellitus
merupakan penyakit yang memiliki karaterisktik berupa hiperglikemia
kronis akibat dari adanya gangguang pada sekresi insulin, penggunaan
insulin, atau keduanya. Rendahnya kadar insulin untuk menerima
respon yang adekuat atau terjadinya resistensi insulin terhadap suatu
jaringan, seperti jaringan muskoskeletal, jaringan adipose, dan hati
bertanggung jawab terhadap terjadinya abnormalitas pada
6
metabolisme tubuh. Metabolism tubuh, seperti metabolisme
karbohidrat, lipid, dan protein.
B. Patogenesis Penyakit
Patogenesis dari diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 memiliki sedikit
perbedaan. Untuk diabetes mellitus (DM) tipe 1 sendiri
patogenesisnya diperentarai oleh degenerasi sel beta pada pulau
Langerhans di pankreas. Degenerasi sel beta tersebut terjadi
disebabkan oleh adanya pemberian senyawa toksin, diabetogenetik,
adanya infeksi virus, atau juga karena genetic (wolfram syndrome).
Degenerasi sel beta nantinya dapat menyebabkan produksi insulin
yang sangat rendah atau bahkan bisa berhenti sama sekali. Rendahnya
produksi insulin dapat menyebabkan pemasukan glukosa ke dalam
jaringan adipose dan otot akan berkurang, sehingga glukosa tetap
berada pada plasma darah. Tingginya kadar glukosa dalam plasma
darah yang melebihi batas ambang ginjal akan menyebabkan
glikosuria. Glikosuria nantinya akan menyebabkan diuresis osmotik
dan selanjutnya akan menyebabkan peningkatan urin (Perkeni, 2019).
Sementara itu, pathogenesis dari DM tipe 2 memiliki sedikit
perbedaan. Dalam pathogenesis diabetes melitus tipe 2 terjadi dua
keadaan, yaitu resistensi insulin dan disfungsi dari sel beta pankreas.
Resistensi dari insulin dimaksudkan dengan ketidakmampuan dari
sel-sel target insulin untuk merespon insulin secara normal. Resistensi
insulin terjadi disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik, obestitas,
dan penuaan. Kemudian, yang selanjutnya ialah disfungsi sel beta
pankreas. Disfungsi dari sel beta pankreas pada awalnya sel beta
mengalami gangguan pada sekresi insulin berupa kegagalan dalam
mengkompensasi resistensi insulin. Lama-kelamaan akan terjadi
kerusakan pada sel-sel beta pankreas. Kerusakan ini bersifat progresif
yang nantinya akan menyebabkan defisiensi insulin (Decroli, 2019).
Hiperglikemia yang terjadi dapat memicu berbagai hal, seperti
polyuria dan rasa haus yang timbul terus-menerus. Polyuria dan
polydipsia dapat timbul disebabkan hipeglikemia yang sudah
7
melewati ambang batas ginjal dan terjadi glikosuria. Flikosuria
selanjutnya akan menyebabkan diuresis osmotik dan terjadinya
diuretik osmosis akan menyebabkan polyuria dan polydipsia. Selain
itu, glikosuria juga dapat menyebabkan kalori negatif seimbang dan
selanjutnya akan menyebabkan rasa lapar yang tinggi atau polifagia.
Hiperglikemia juga berpengaruh pada pembuluh darah yang kecil
dimana hiperglikemia dapat menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi
ke perifer berkurang. Jika suplai nutrisi dan oksigen berkurang, maka
ketika terjadi luka, luka tersebut tidak kunjung sembuh. Lalu,
gangguan pembuluh darah juga dapat menyebabkan aliran darah,
suplai nutrisi, dan oksigen ke retina menurun dan dapat menyebabkan
pandangan menjadi kabur (Perkeni, 2019).
C. Tanda dan Gejala Penyakit
Menurut Perkeni (2019), terdapat beberapa gejala dan tanda yang
dapat dilihat jika seseorang terkena diabetes mellitus, seperti jika
terdapat luka maka lukanya sulot sembuh, sering buang air kecil
(polyuria) terutama malam hari, sering merasa haus (polydipsia) dan
lapar. Massa otot berkurang, berat badan turun tanpa adanya sebab
yang jelas, pandangan menjadi kabur, dan mudah mengalami infeksi.
Kemudian terdapat beberapa gejala lain, diantaranya adalah kaki
terasa nyeri dan kaku, gatal-gatal, mulut menjadi kering, terjadi
disfungsi ereksi atau impotensi. Munculnya bercak-bercak hitak di
lipatan-lipatan tubuh, dan mengalamai hipglikemia reaktif.
Hipoglikemia reaktif merupakan hipoglikemia yang terjadi
beberapa saat setelah makan yang disebabkan oleh produksi insulin
yang berlebihan. Lalu, penderita juga akan merasakan kebas atau
jesemutan pada ekskrimitas atas dan bawah disebabkan oleh rusaknya
jaringan saraf. Mual, konstipasi, dan diare juga akan dirasakan oleh
individu yang menderita diabetes. Penderita juga akan menjadi cepat
lelah dan kulit akan menjadi kering.
D. Pemeriksaan Laboratorium Penunjang Diagnosis
8
Menurut Perkeni (2019) dapat dilakukan beberapa pemeriksaan dalam
menegakkan diagnosis terhadap diabetes mellitus. Kriteria normal untuk
diagnosis diabetes mellitus ialah
a. Pada pemeriksaan glukosa plasma puasa (tidak ada asupan kalori
minimal 8 jam) ≥ 126 mg/dl
b. Pada pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram
c. Pada pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan
keluhan klasik
d. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glychohaemogoblin Standarization
Program (NGSP).
9
a. Untuk GDPT, hasil dari pemeriksaan glukosa plasma puasa antara
100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosas plasma 2-jam <
140 mg/dL
b. Untuk TGT, hasil pemeriksaan glukosas plasma 2-jam setelag
TTGO antara 140-199 mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100
mg/dL
10
Daftar Pustaka
Azis, W. A., Muriman, L. Y., dan Burhan. 2020. Hubungan antara tingkat
Decroli, Eva. 2019. Diabetes Mellitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2015. Situasi dan Analisis
Penyakit Tiroid. Jakarta. h. 1-2
StatPearls Publishing.
11