Dosen pengampu:
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan izin dan
kuasaNyalah kelompok dapat menyusun makalah sistem endokrin yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPOTIROID DAN HIPOPARATIROID” ini dengan
baik.
Ucapan terima kasih, kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta
pengarahan dalam hal struktur maupun penyusunan makalah ini, sehingga kami dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik.
Kelompok menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan-
kekurangan dan kelemahan-kelemahan, untuk ini saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi untuk perbaikan pada masa yang akan datang.
Kelompok
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan Pembahasan................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medik...............................................................................................
1. Defenisi Hipotiroid dan Hipoparatiroid ............................................................
2. Klasifikasi Hipotiroid dan Hipoparatiroid ........................................................
3. Etiologi Hipotiroid dan Hipoparatiroid.............................................................
4. Patofisiologi Hipotiroid dan Hipoparatiroid......................................................
5. Manifestasi Klinis Hipotiroid dan Hipoparatiroid.............................................
6. Pemeriksaan Penunjang Hipotiroid dan Hipoparatirod.....................................
7. Komplikasi Hipotiroid dan Hipoparatiroid........................................................
8. Penatalaksanaan Medik Hipotiroid dan Hipoparatiroid...................................
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan Hipotiroid dan Hipoparatiroid..................................
2. Diagnosis Keperawatan Hipotiroid dan Hipoparatiroid....................................
3. Intervensi Keperawatan Hipotiroid dan Hipoparatiroid....................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................
RESUME JURNAL.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tiroid merupakan merupakan salah satu bagian tubuh yang sangat penting bagi
manusia, tiroid berbentuk kelenjar dan letaknya di bawah jakun pada leher. Tiroid
merupakan kelenjar endokrin terbesar dalam tubuh berbentuk kupu-kupu . fungsi
kelenjar tiroid adalah menghasilkan hormon tiroid yang berguna untuk menjaga
metabolisme tubuh (Sartika dkk, 2020). kelenjar tiroid membutuhkan yodium untuk
sintesis dan sekresi hormon tiroid. Produksi hormon tiroid tergantung pada sekresi TSH
(thyroid-stimulating hormone)dari hipofisis anterior dan asupan protein dan yodium yang
adekuat (Erlina & waluya 2021).
Ada dua jenis gangguan tiroid yang dapat muncul yaitu hipertiroid dan hypotiroid.
Hipotiroidisme adalah keadaan defisiensi hormone tiroid (TH) yang menyebabkan
metabolisme tubuh berjalan lamat, penurunan produksi panas, dan penurunan konsumsi
oksigen di jaringan. Aktivitas kelenjar tiroid kurang dapat terjadi akibat disfungsi tiroid
primer atau kejadian sekunder akibat disfungsi hipofisis anterior (Erlina & Waluya
2021).
Hipotiroid adalah kelainan fungsi kelenjar tiroid yang ditandai dengan kurangnya
produksi hormone tiroid yaitu triodotironin (T3) dan tiroksin (T4) Yang di produksi
kelenjar tiroid. Kekurangan hormon tiroid ini menyebabkan penurunan proses
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, sehingga cenderung menyebabkan
kegemukan (Hidayat, 2018). Hipotiroid pada kehamilan dapat mengakibatkan bayi lahir
dengan gangguan retardasi mental serta gangguan pertumbuhan (Lembar & Hartono,
2019).
BAB II
PEMBAHASAN
3. Etiologi Hipotiroid
4. Patofisiologi Hipotiroid
Kelenjar tiroid membutuhkan yodium untuk sintesis dan sekresi hormon tiroid:T 4,
triiodotironin(T3),dan tirokalsitonin (kalsitonin). Produksi hormon tiroid bergantung
pada sekresi TSH dari hipofisis anterior dan asupan adekuat dari protein dan yodium.
Hipotalamus mengatur sekresi TSH.
Penurunan kadar hormon tiroid menyebabkan penurunan seluruh metabolisme
basal. Penurunan metabolisme diseluruh tubuh menyebabkan achlorhydria (penurunan
sekresi asam hidroklorik/HCI dilambung), penurunan motilitas saluran
pencernaan ,bradikardi,penurunan fungsi neurologi, dan penurunan produksi panas pada
temperatur tubuh basal.
Perubahan paling penting akibat penurunan hormon tiroid adalah efek terhadap
metabolisme lemak. Reduksi ini meningkatkan kolesterol serum dan kadar trigliserida
yang menyebabkan risiko aterosklerosis, arteriosklerosis, dan penyakit jantung koroner
meningkat pada pasien hipotiroid.
Oleh karena hormon tiroid memainkan peran penting pada produksi sel darah
merah,orang dengan hipotiroid menunjukkan gejala anemia serta kemungkinan
defisiensi vitamin B12 dan asam folat.
5. Manifestasi Klinis Hipotiroid
Gejala yang paling umum muncul pada orang dewasa yaitu mudah lelah, lesu,
intoleran terhadap suhu dingin, adanya penambahan berat badan, konstipasi
(sembelit), nyeri sendi dan kram otot, gangguan pertumbuhan dan perkembangan
(anak-anak), perubahan suara,kulit kering, rambut rontok, gondok.
Tanda dan gejala hipotiroid pada bayi Tanda dan gejala yang dapat muncul pada
hipotiroid kongenital menurut Kemenkes RI (2014)3 , adalah: penurunan aktivitas
(letargi), Kuning (ikterus), Makroglosi (lidah besar), hernia umbilikalis, konstipasi, kulit
kering, skin mottling (burik), mudah tersedak, suara serak, hipotoni (tonus otot menurun),
ubun-ubun melebar, perut buncit, mudah kedinginan (intoleransi terhadap dingin),
miksedema (wajah sembab), udem scrotum.
Menifestasi yang harus lebih diperhatikan seperti kenaikan berat badan yang rendah
selama hamil dengan nafsu makan baik, adanya tremor, dan manuver Valsava tanpa
akselerasi laju jantung. Mengingat kebanyakan kasus disebabkan oleh penyakit Grave,
dicari tandatanda oftalmopati Grave (tatapan melotot, kelopak tertinggal saat menutup
mata, eksoftalmos) dan bengkak tungkai bawah (pretibial myxedema).10 Rendahnya
spesii sitas tanda dan gejala membuat tes laboratorium merupakan alat diagnosis yang
paling baik untuk penyakit tiroid pada ibu hamil.
6. Pemeriksaan Penunjang Hipotiroid
a. Uji Fungsi Tiroid: Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH,
dan TRH akan dapat mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat susunan
saraf pusat atau kelenjar tiroid. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi
tiroid biasanya menunjukkan kadar T4 yang rendah dan kadar TSH yang tinggi.
Pemeriksaan fisik menunjukkan tertundanya pengenduran otot selama pemeriksaan
refleks. Penderita tampak pucat, kulitnya kuning, pinggiran alis matanya rontok,
rambut tipis dan rapuh, ekspresi wajah kasar, kuku rapuh, lengan dan tungkainya
membengkak serta fungsi mentalnya berkurang. Tanda-tanda vital menunjukkan
perlambatan denyut jantung,tekanan darah rendah dan suhu tubuh rendah.
b. Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran jantung.
c. Morfologi Kelenjar Sidik tiroid, pemerikasaan morpologi ini untuk mengetahui
fungsi kelenjar tiroid dengan Isotop I¹²³ dan I¹³¹ pemerikasaan ini khusus untuk
neonatal.
d. Pemeriksaan Ultra Sono Grafi( USG) , pemeriksaan ini untuk mengetahui volume,
dan ukuran kelenjar, ataupun tumor pada kelenjar.
e. CT SCAN dan MRI, pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat hubungan kelenjar
tiroiddengan organ sekitarnya.
7. Komplikasi dan Penatalaksanaan
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh
eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa
menggigil,hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma.
Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala.
Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa diberikan
secara intravena. Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon
tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai
adalah hormon tiroid buatan T4. Bentuk yang lain adalah tiroid yang dikeringkan
(diperoleh dari kelenjar tiroid hewan). Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai
dengan hormon tiroid dosis rendah,karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan
efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH
kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita. Pengobatan
selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormone tiroid. Apabila
penyebab hipotiroidisme berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat
diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
8. Defenisi Hipoparatiroid
Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar
paratiroid sehingga menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan fosfor; serum
kalsium menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meninggi (9,5- 12,5 mg%).
Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh kerusakan
atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang
lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital).
9. Klasifikasi Hipoparatiroid
Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simpel idiopatik hipoparatiroid, dan
hipoparatiroid pascabedah.
a. Hipoparatiroid neonatal
Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang
menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus ditekan
oleh maternal hiperkalsemia.
b. Simpel idiopatik hipoparatiroid
Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa. Terjadinya
sebagai akibat pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi terhadap
paratiroid, ovarium, jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat
disebabkan karena menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus,
anemia pernisiosa, kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.
c. Hipoparatiroid pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau
sesudah operasi radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang terjadi
sewaktu operasi tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar
paratiroidisme karena pengikatan arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang terjadi
bersifat sementara atau permanen. Karena itu kadar kalsium serum harus diperiksa
sesudah melakukan operasi-operasi tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu
bila ada kelainan klinis walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis
hipoparatiroid.
10. Etiologi
Penyebab hipoparatirodisme yang paling sering di temukan oleh sekresi hormon
paratiroid yang kurang adekuat akibat suplai darah terganggu atau setelah jaringan
kelenjar paratiroid di angkat pada saat di lakukan tiroidektomi, paratiroidektomi atau di
seksi radikal leher.
Penyebab spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti.
Adapun etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain :
a. Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
1) Post operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dan total tiroidektomi
2) Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat congenital atau didapat (acquired)
b. Hipomagnesemia
c. Sekresi hormone paratiroid yang tidak aktif
d. Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme )
Penyebab yang paling umum dari hipoparatiroidisme adalah luka pada kelenjar-
kelenjar paratiroid, seperti selama operasi kepala dan leher. Pada kasus-kasus lain,
hipoparatiroidisme hadir waktu kelahiran atau mungkin berhubungan dengan
penyakit autoimun yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar paratiroid bersama dengan
kelenjar-kelenjar lain dalam tubuh, seperti kelenjarkelenjar tiroid, ovari, atau adrenal.
Hipoparatiroidisme adalah sangat jarang. Ini berbeda dari hiperparatiroidisme,
kondisi yang jauh lebih umum dimana tubuh membuat terlalu banyak PTH.
11. Patofisiologi
Hipoparatiroidisme di sebabkan oleh defisiensi parathormon yang mengakibatkan
kenaikan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia) dan penurunan konsentrasi kalsium darah
(hipokalsemia). Tanpa adanya parathormon akan terjadi penurunan absorbsi intestinal
kalsium dan makanan dan penurunan resorbsi kalsium dari tulang dan di sepanjang
tubulus renalis. Penurunan eksresi fosfat melalui ginjal menyebabkan hipofosfaturia, dan
kadar kalsium serum yang rendah mengakibatkan hipokalsiuria. Pada hipoparatiroidisme
terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum menurun
(bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr%).
12. Manifestasi Klinis
Manifestasi hipoparatiroid antara lain hipokalsemia yang menyebabkan iritablitas sistem
neuromuskeler dan turut menimbulkan gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa
tetanus. Tetanus merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan
kontraksi spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk
melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa,
kesemutan dan kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua belah
tangan serta kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata, tanda-tanda mencakup
bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan
tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia, fotopobia, aritmia jantung serta
kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas, depresi dan bahkan delirium.
Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat terjadi.
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan yang
disebabkan oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari penderita (70
%) adalah tetani atau tetanic aequivalent. Tetani menjadi manifestasi sebagai spasmus
corpopedal dimana tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi
dan jari-jari lain dalam keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam
keadaan fleksi dan tungkai bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi.
Dalam tetanik aequivalent :
a. Disfagia dan disartria
b. Kelumpuhan otot-otot
c. Aritmia jantung
d. Gangguan pernapasan
e. Epilepsi
f. Gangguan emosi seperti mudah tersinggung, emosi tidak stabil
g. Gangguan ingatan dan perasaan kacau
h. Perubahan kulit rambut, kuku gigi, dan lensa mata
i. Kulit kering dan bersisik
j. Rambut alis dan bulu mata yang bercak-bercak atau hilang
k. Kuku tipis dan rapuh
l. Erupsi gigi terlambat dan tampak hipoplastik
Untuk mengencerkan
3.Kolaborasi feses.
pemberian obat
pencahar dan enema
bila diperlukan.
3 Pola nafas tidak Perbaikan dan Melaporkan 1. Pantau frekuensi, Mengidentifikasi
efektif pola nafas dapat bernafas kedalaman, pola hasil pemeriksaan
berhubungan normal dengan efektif pernafasan. dasar untuk
dengan depresi memantau
ventilasi perubahan
selanjutnya dan
mengevaluasi
efektivitas intervensi.
Mencegah aktifitas
2. Dorong pasien untuk dan meningkatkan
nafas dalam dan aktifitas yang
batuk. adekuat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipotiroidisme artinya kekurangan hormon tiroid, yaitu hormon yang dikeluarkan oleh
kelenjar tiroid atau kelenjar gondok. Hipotiroidisme (miksedema) adalah sindroma klinik
yang terjadi akibat kadar T3 dan T4 dalam sirkulasi tidak adekuat.
Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar
paratiroid sehingga menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan fosfor; serum
kalsium menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meninggi (9,5- 12,5 mg%).
Klasifikasi hipotiroid yaitu hipotiroid primer dan sekunder. Sedangkan klasifikasi
hipoparatiroid yaitu hipotiroid neonatal,simpel idiopatik hipoparatiroid, hipoparatiroid
pascabedah.
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
Sedangkan hipoparatiroid yang paling sering di temukan oleh sekresi hormon paratiroid
yang kurang adekuat akibat suplai darah terganggu atau setelah jaringan kelenjar
paratiroid di angkat pada saat di lakukan tiroidektomi, paratiroidektomi atau di seksi
radikal leher.
B. Saran
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan adanya makalah ini dapat
memberikan kita informasi mengenai “konsep dasar hipotiroid dan hipoparatiroid”.Kami
menyadari bahwa makalah di atas masih banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna.
Kami akan memberbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber yang
dapat di pertanggung jawabkan.
RESUME JURNAL
A. Jurnal 1
1. Judul :
Tumbuh Kembang Anak Hipotiroid Kongenital yang Diterapi dini dengan Levo-tiroksin
dan Dosis Awal Tinggi
2. Abstrak
Hipotiroid kongenital (HK) adalah penyebab disabilitas intelektual yang bisa dicegah
dengan diagnosis dini diikuti dengan pemberian terapi pengganti levo-tiroksin (L-T4).
Deteksi dini melalui skrining hipotiroid kongenital (SHK) belum menjadi program rutin
pemerintah sehingga kasus HK belum banyak dapat dikelola secara tepat dan
berkesinambungan. Penelitian studi kasus (case study). Pasien HK usia balita yang
menjalani terapi LT4 di Poliklinik Endokrin Anak RS Sanglah, RSUD Wangaya Denpasar
dan RSUD Karangasem sejak tahun 2006 berdasarkan catatan medik,dianalisis perjalanan
penyakit dan terapinya. Dilakukan penilaian tumbuh kembang pada usia balita dengan
skala mental dan motor dari Bayley II (BSID II), pertumbuhan dinilai parameter
antropometrik berdasarkan WHO Anthro-2005, maturitas tulang dengan bone
age.Duabelas kasus dianalisis, terdiri dari 4 laki-laki dan 8 perempuan, usia diagnosis
antara 3-18 bulan. Lima subyek dengan HK berat, 4 tidak berat, dan 3 disertai sindrom
Down secara klinis. Saat diagnosis ditegakkan, rerata TSH awal adalah 130,73 (SB
194,89) uIU/mL dan rerata FT4 0,54 (SB 0,54) ng/dL, dan dengan rata BBL 2862,50 (SB
487,16) gram. Lima kasus mendapatkan terapi dini dan 7 kasus dengan terapi tidak dini.
3. Pembahasan
Selama 5 tahun ( 2006-2011) berdasarkan temuan klinis, terdapat 46 anak dengan
HK yang menjalani rawat jalan, 34 anak di poli endokrin RSUP Sanglah, dan 12 anak di
poli endokrin RSU Wangaya, Denpasar. Dari 46 anak tersebut, 34 di antaranya dieksklusi
karena 3 anak berusia di atas lima tahun, 1 meninggal karena pneumonia sangat berat,
sisanya data yang tidak lengkap. Duabelas anak memenuhi kriteria inklusi untuk
dijadikan subyek serial kasus HK. Kasus yang dianalisis terdiri dari 4 laki-laki dan 8
perempuan, usia diagnosis antara 3 sampai 18 bulan.
Berdasarkan diagnosis 5 subyek dengan HK berat, 4 HK tidak berat, dan 3 HK
dengan disertai klinis sindrom Down. Saat diagnosis ditegakkan, rerata TSH awal adalah
130.73 (SB 194,89) µIU/Ml, rerata FT4 0,54 (SB 0,54) ng/dL, dan rerata BBL 2862.50
(SB 487,16) gram.
Luaran pertumbuhan berdasarkan status antropometri, secara umum mengalami
perbaikan status gizi setelah pemberian terapi L-T4. Perbedaan yang terjadi pada masing-
masing kasus adalah pada panjang badan terhadap umur (PB/U). Faktor yang
kemungkinan memengaruhi adalah onset terapi, usia penilaian, komorbid, dan potensi
genetik. Pemberian pengobatan yang adekuat sejak usia 46 minggu dapat menjamin
pertumbuhan normal dengan tinggi akhir berada dalam rentang ±2SD. Luaran usia tulang
mencerminkan lamanya terpapar dengan kondisi hipotiroid, beratnya penyakit, dan
komorbid.
Perbandingan luaran tumbuh kembang kasus berdasarkan usia terapi dan pemberian
dosis awal terapi. Apabila terapi dilakukan sejak dini, tidak akan ada perbedaan luaran
rerata tinggi badan setelah usia 3 tahun. Pertumbuhan linier, maturasi seksual dan tinggi
akhir anak HK, yang diterapi sejak dini tidak berbeda dengan anak normal. Faktor utama
untuk tinggi badan untuk anak ini adalah potensi genetik keluarga.
Pada kasus HK disertai sindrom Down menunjukkan keterlambatan perkembangan
bermakna, tetapi skala psikomotor lebih baik dibandingkan skala mentalnya. Jadi pada
kasus HK dengan sindrom Down perbaikannya terutama pada psikomotor. Salerno dkk
mendapatkan tidak didapatkan perbedaan yang bermakna luaran intelektual antara HK
berat dengan HK sedang, jika diberikan terapi sejak dini dengan dosis awal tinggi.
Kasus 1,2,3,4, dan 5 adalah kasus HK permanen yang berat, perbedaan luaran
tumbuh-kembangnya, kemungkinan disebabkan oleh perbedaan mulai terapi, dosis awal
dan keteraturan yang menjamin keadekuatan terapi dan juga bisa karena perbedaan
beratnya penyakit diamati dari kadar TSH atau FT4 saat awal diagnosis.
Mempertahankan kadar TSH dan FT4 dalam rentang normal dalam 6 bulan pertama
kehidupan, juga memengaruhi luaran jangka panjang.
4. Kesimpulan
Terapi HK sejak dini diyakini akan memberikan luaran pertumbuhan dan perkembangan
intelektual yang lebih baik. Beberapa kondisi yang juga mungkin berperan terhadap
luaran tumbuh kembang pada balita dengan HK adalah derajat beratnya penyakit, ada
tidaknya komorbid, dan keadekuatan terapi L-T4 yang diberikan, meliputi dosis awal
yang tinggi, dan keteraturan minum obat, serta ketaatan kunjungan.
Indeks perkembangan psikomotor lebih baik pada HK berat yang menggunakan dosis
awal tinggi dibandingkan dosis standar.Berdasarkan penelitian disarankan program SHK
diteruskan menjadi program rutin dan hasilnya ditindaklanjuti dengan segera memberi
terapi dini dan dosis awal yang tinggi, untuk mencegah disabilitas intelektual.
5. Daftar Pustaka
Wirawan Adi,dkk.2013. Tumbuh Kembang Anak Hipotiroid Kongenital yang Diterapi
dini dengan Levo-tiroksin dan Dosis Awal Tinggi. Ilmu Kesehatan Anak FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
B. Jurnal 2
1. Judul :
Parathyroid Hormone Therapy for Managing Chronic Hypoparathyroidism: A
Systematic Review and Meta-Analysis
2. Abstrak :
Kemanjuran dan keamanan terapi hormon paratiroid (PTH) untuk mengelola
hipoparatiroidisme jangka panjang sedang dievaluasi dalam uji klinis yang sedang
berlangsung. Kami melakukan tinjauan sistematis dan meta-analisis dari uji coba
terkontrol acak yang tersedia saat ini untuk menyelidiki manfaat dan bahaya terapi
PTH dan terapi konvensional dalam pengelolaan pasien dengan hipoparatiroidisme
kronis. Untuk mengidentifikasi studi yang memenuhi syarat, diterbitkan dalam
bahasa Inggris, kami menelusuri Embase, PubMed, dan Cochrane CENTRAL sejak
awal hingga Mei 2022. Dua pengulas secara independen mengekstraksi data dan
menilai risiko bias. Kami mendefinisikan hasil penting pasien dan menggunakan
penilaian rekomendasi, penilaian, pengembangan, dan evaluasi (GRADE) untuk
menyediakan struktur untuk mengukur efek absolut dan menilai kualitas bukti. Tujuh
percobaan acak dari 12 publikasi yang mendaftarkan total 386 pasien terbukti
memenuhi syarat. Durasi tindak lanjut berkisar antara 1 hingga 36 bulan.
Dibandingkan dengan terapi konvensional, terapi PTH mungkin mencapai
peningkatan kecil dalam kualitas hidup terkait kesehatan fisik (perbedaan rata-rata
[MD] 3,4, interval kepercayaan 95% [CI] 1,5–5,3, perbedaan penting minimal 3,0,
kepastian sedang).
Terapi PTH menghasilkan lebih banyak pasien yang mencapai pengurangan dosis
vitamin D dan kalsium aktif 50% atau lebih (risiko relatif [RR] = 6,5, 95% CI 2,5–
16,4, 385 lebih per 1000 pasien, kepastian tinggi). Terapi PTH dapat meningkatkan
hiperkalsemia (RR =2.4, 95% CI 1.2–5.04, kepastian rendah). Temuan dapat
mendukung penggunaan terapi PTH pada pasien dengan hipoparatiroidisme kronis.
Karena keterbatasan durasi pendek dan ukuran sampel kecil, bukti dari percobaan
acak terbatas mengenai manfaat penting dari terapi PTH dibandingkan dengan terapi
konvensional. Membangun manfaat tersebut akan membutuhkan studi lebih lanjut.
3. Pembahasan
Tiga studi
melaporkan kualitas hidup terkait kesehatan fisik dengan instrumen SF-36 dan
menyarankan kemungkinan manfaat pengobatan yang sangat kecil (MD 3.4, 95% CI
1.5–5.3, perbedaan penting minimal 3.0, kepastian sedang,).(13,29,30)Satu studi
melaporkan depresi dan menyarankan tidak ada perbedaan penting dalam dampak
intervensi terhadap depresi (MD 0, 95% CI -0,2 hingga 0,1, kepastian sedang).(29)
Dua penelitian melaporkan bahwa terapi PTH(1–84) versus terapi konvensional
menghasilkan lebih banyak pasien yang mencapai 50% atau lebih pengurangan dosis
vitamin D dan kalsium aktif (RR = 6,5, 95% CI 2,5–16,4, 385 lebih per 1000 pasien ,
bukti kepastian tinggi).(12,25)
Lima penelitian melaporkan 21 (9%) pasien mengalami efek samping yang serius
pada kelompok PTH dan 10 (9%) pada kelompok konvensional, termasuk
hipokalsemia, hiperkalsemia, diare, reaksi anafilaksis, dll, tetapi tidak ada bukti
perbedaan penting antar kelompok. berdasarkan data terbatas yang tersedia (RR =
1,14, 95% CI 0,6-2,2, 9 lebih per 1000 pasien, bukti kepastian rendah).
(12,13,25,27,33)Juga tidak ada perbedaan penting dalam penghentian studi karena
efek samping (RR = 1,0, 95% CI 0,1-9,8, 0 lebih per 1000 pasien, bukti kepastian
rendah). Banyak efek samping lebih sering ditemukan pada kelompok PTH dari pada
kelompok terapi konvensional; Namun, ada perbedaan signifikan hanya untuk rasa
haus selama PTH(1–84) versus terapi konvensional (RR = 6,5, 95% CI 1,2–34,2, 77
lebih per 1000 pasien, bukti kepastian rendah.
Studi yang tersedia kecil dan memberikan bukti terbatas mengenai hasil utama yang
penting bagi pasien. Hasilnya menunjukkan bahwa manfaat pada kualitas hidup
mungkin kecil. Terapi PTH (PTH(1–84) dan TransCon PTH) dapat menyebabkan
lebih banyak pasien dapat menghentikan suplemen kalsium dan vitamin D aktif,
sehingga berpotensi mengurangi beban pil penyakit, tetapi karena kualitas buktinya
rendah, studi lebih lanjut dari efek ini diperlukan. Terapi PTH juga terbukti
menurunkan serum fosfat. Ini mungkin memiliki manfaat potensial sehubungan
dengan menurunkan risiko kalsifikasi ektopik serta nefrokalsinosis dan penurunan
fungsi ginjal. Dampak penurunan serum fosfat membutuhkan studi lebih lanjut. Bukti
yang lebih pasti membutuhkan studi yang jauh lebih lama dan lebih besar.
4. Kesimpulan
Tinjauan ini menyoroti keterbatasan dalam bukti yang tersedia mengenai dampak
PTH pada hasil yang penting bagi pasien. Namun, hasilnya menunjukkan dampak
kecil terapi PTH pada kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan fisik.
Manfaatnya termasuk pengurangan serum fosfat. Pengurangan fosfat mungkin
memiliki manfaat penting untuk menurunkan komplikasi jangka panjang
hipoparatiroidisme kronis dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Penurunan dosis
kalsium dan kebutuhan D aktif diamati. Efek samping dengan terapi PTH
dibandingkan dengan terapi konvensional mungkin terbatas pada insiden
hiperkalsemia yang lebih tinggi. Kami tidak menemukan bukti meyakinkan lain
tentang efek samping yang penting.
5. Daftar Pustaka
Yao Liang.2022. Parathyroid Hormone Therapy for Managing Chronic
Hypoparathyroidism: A Systematic Review and Meta-Analysis. Journal of Bone
and Mineral Research
DAFTAR PUSTAKA