Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SISTEM ENDOKRIN

“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipotiroid dan Hipoparatiroid”

Dosen pengampu:

Sr. Anitha Sampe, SJMJ,. Ns., MAN

Disusun Oleh : Kelompok 3

Fristy Jane Adelaide (C2114201017)


Gabriela Meilani Claudia (C2114201018)
Indri Nova Again (C2114201020)
Jeane Marlen Malawau (C2114201022)
Jesika Herman (C2114201023)
Kristiani Rita (C2114201025)
Maria Ivoni Melti (C2114201026)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan izin dan
kuasaNyalah kelompok dapat menyusun makalah sistem endokrin yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPOTIROID DAN HIPOPARATIROID” ini dengan
baik.

Ucapan terima kasih, kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta
pengarahan dalam hal struktur maupun penyusunan makalah ini, sehingga kami dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik.

Kelompok menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan-
kekurangan dan kelemahan-kelemahan, untuk ini saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi untuk perbaikan pada masa yang akan datang.

Makassar, 25 Februari 2023

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...
A. Latar Belakang…………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………
C. Tujuan Pembahasan………………………………………………………
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….
A. Konsep Dasar Medik………………………………………………………
1. Defenisi Hipotiroid…………………………………………………….
2. Klasifikasi Hipotiroid………………………………………………….
3. Etiologi Hipotiroid……………………………………………………..
4. Patofisiologi Hipotiroid………………………………………………..
5. Manifestasi Klinis Hipotiroid………………………………………….
6. Pemeriksaan Penunjang Hipotiroid……………………………………
7. Komplikasi dan Penatalaksanaan Medik Hipotiroid……………………
8. Defenisi Hipoparatiroid…………………………………………………….
9. Klasifikasi Hipoparatiroid ………………………………………………….
10. Etiologi Hipoparatiroid ……………………………………………………..
11. Patofisiologi Hipoparatiroid ………………………………………………..
12. Manifestasi Klinis Hipoparatiroid ………………………………………….
13. Pemeriksaan Penunjang Hipoparatiroid …………………………………
14. Komplikasi dan Penatalaksanaan Hipoparatiroid ……………………
B. Pathway Konsep Dasar Keperawatan……………………………………..
1. Pengkajian Keperawatan Hipotiroid dan Hipoparatiroid……………...
2. Diagnosis Keperawatan Hipotiroid dan Hipoparatiroid……………….
3. Intervensi Keperawatan Hipotiroid dan Hipoparatiroid……………….
4. Implementasi Keperawatan Hipotiroid dan Hipoparatiroid……………
5. Evaluasi Keperawatan Hipotiroid dan Hipoparatiroid…………………
BAB III PENUTUP………………………………………………………………...
A. Kesimpulan…………………………………………………………………
B. Saran………………………………………………………………………..
RESUME JURNAL………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Tiroid merupakan merupakan salah satu bagian tubuh yang sangat penting bagi
manusia, tiroid berbentuk kelenjar dan letaknya di bawah jakun pada leher. Tiroid
merupakan kelenjar endokrin terbesar dalam tubuh berbentuk kupu-kupu . fungsi
kelenjar tiroid adalah menghasilkan hormon tiroid yang berguna untuk menjaga
metabolisme tubuh (Sartika dkk, 2020). kelenjar tiroid membutuhkan yodium untuk
sintesis dan sekresi hormon tiroid. Produksi hormon tiroid tergantung pada sekresi TSH
(thyroid-stimulating hormone)dari hipofisis anterior dan asupan protein dan yodium yang
adekuat (Erlina & waluya 2021).
Ada dua jenis gangguan tiroid yang dapat muncul yaitu hipertiroid dan hypotiroid.
Hipotiroidisme adalah keadaan defisiensi hormone tiroid (TH) yang menyebabkan
metabolisme tubuh berjalan lamat, penurunan produksi panas, dan penurunan konsumsi
oksigen di jaringan. Aktivitas kelenjar tiroid kurang dapat terjadi akibat disfungsi tiroid
primer atau kejadian sekunder akibat disfungsi hipofisis anterior (Erlina & Waluya
2021).
Hipotiroid adalah kelainan fungsi kelenjar tiroid yang ditandai dengan kurangnya
produksi hormone tiroid yaitu triodotironin (T3) dan tiroksin (T4) Yang di produksi
kelenjar tiroid. Kekurangan hormon tiroid ini menyebabkan penurunan proses
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, sehingga cenderung menyebabkan
kegemukan (Hidayat, 2018). Hipotiroid pada kehamilan dapat mengakibatkan bayi lahir
dengan gangguan retardasi mental serta gangguan pertumbuhan (Lembar & Hartono,
2019).
1.1 Rumusan Masalah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Medik


1. Definisi Urtikaria
Urtikaria adalah penyakit kulit yang ditandai dengan rasa gatal disertai eritema dan
edema pada dermis superfisial. Lesi urtika cepat timbul dan hilang perlahan dalam 1- 24
jam. Angioedema merupakan urtikaria yang terjadi pada dermis bagian bawah atau
subkutis, ditandai dengan rasa nyeri, sering mengenai wajah dan membran mukosa, serta
lesi hilang perlahan dalam 72 jam (Fitria, 2013)
Urtikaria merupakan gangguan pada kulit yang sering dijumpai. Urtikaria adalah
reaksi vaskular pada kulit yang ditandai dengan edema setempat (wheal) berwarna pucat
dan kemerahan, umumnya dikelilingi oleh halo kemerahan (flare). Biasanya kelainan ini
bersifat sementara (transient) dan menghilang dalam dua sampai tiga jam. 1–3
Berdasarkan durasi penyakit, urtikaria dikelompokkan menjadi urtikaria akut dan
urtikaria kronis. Urtikaria yang berlangsung kurang dari 6 minggu disebut urtikaria akut,
sedangkan bila gejala berulang pada sebagian besar hari dalam seminggu selama ≥6
minggu digolongkan sebagai urtikaria kronis (Izzah et al., 2021)
Urtikaria adalah erupsi pada kulit, berwarna merah, berbatas tegas dan memutih bila
ditekan.1 Urtikaria merupakan manifestasi klinis dari respons imunologi dan inflamasi
tubuh yang dapat tidak diketahui mekanisme kerjanya (Rafikasari et al., 2019)
2. Klasifikasi Urtikaria
Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme mengalami hipotiroidisme primer atau
tiroidal yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri. Apabila disfungsi
tiroid disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis, hipotalamus atau keduanya disebut
hipotiroidisme sentral (hipotiroidisme sekunder) atau pituitaria, dan Jika sepenuhnya
disebabkan oleh hipofisis disebut hipotiroidisme tersier (Fitria, 2013):
a. Urtikaria Akut
Dikatakan urtikaria akut jika urtika muncul secara spontan dengan durasi kurang
dari 6 minggu. Urtikaria akut sering disebabkan oleh infeksi akut dari saluran
pernafasan atas, saluran kemih atau reaksi non alergi (pseudoalergen) dari obat
antiinflamasi non steroid sedangkan urtikaria akut alergika diperantarai oleh IgE,
contohnya alergi makanan yang banyak dijumpai pada orang atopi. Makanan yang
sering menimbulkan urtikaria ialah telur, kacang, udang, coklat, tomat, keju,
bawang, semangka, asam nitrat, asam benzoat dan ragi.
b. Urtikaria Kronis
Urtikaria kronis (UK) sering mengenai wanita usia dewasa muda. Lesi muncul
secara spontan, minimal 2 kali seminggu selama lebih dari 6 minggu. Jika lesi
muncul kurang dari 2 kali seminggu maka disebut UK episodik. Pada UK selain
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap perlu juga dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk menemukan faktor pencetusnya seperti infeksi, penyakit
autoimun, reaksi alergi maupun non alergi
c. Urtikaria Autoimun
Sekitar 50% pasien urtikaria kronis mempunyai histamin yang melepaskan
autoantibodi. Sebagian besar IgG berikatan langsung dengan subunit α reseptor
IgE pada permukaan sel mast dan basofil, hanya sedikit yang berikatan dengan
IgE. Autoantibodi tersebut menyebabkan degranulasi sel mast melalui aktivasi
komplemen jalur klasik. 5,17 Ini dapat terlihat pada autologous serum skin test
(ASST) dimana jika disuntikkan serum autolog secara intraepidermal maka akan
muncul urtika. Namun pemeriksaan ASST belum menjadi pemeriksaan yang rutin
dilakukan sehingga sering pasien didiagnosis sebagai urtikaria idiopatik.
d. Urtikaria Kontak
Urtikaria kontak alergi (UKA) merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I yang
diperantarai oleh alergen IgE spesifik pada orang yang telah tersensitisasi
sebelumnya. Alergen penyebab UKA antara lain dari bahan makanan (kacang,
tomat, ikan), latex dan logam sedangkan riwayat atopi merupakan salah satu
faktor predisposisinya. Lesi UKA muncul tidak hanya pada area yang terkena
bahan alergen namun dapat generalisata bahkan mengenai organ dalam seperti
saluran pernafasan atau pencernaan dan juga mengakibatkan syok anafilaktik.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis ini
adalah pemeriksaan IgE spesifik dan tes tusuk. Urtikaria kontak non alergi
(UKNA) terjadi tanpa adanya sensitisasi awal, hanya terjadi reaksi setempat tanpa
reaksi sistemik. Penyebab UKNA diduga karena efek langsung terhadap dinding
pembuluh darah dermal atau pelepasan substansi vasoaktif misalnya histamin,
SRSA dan bradikinin tanpa pengaruh antibodi. Bahan-bahan penyebab UKNA
antara lain bahan pengawet atau penyedap makanan, sabun, parfum dan produk
farmasi seperti salep atau krim. Waktu optimum untuk melihat reaksi yang timbul
adalah 40-45 menit setelah aplikasi bahan alergen.
e. Urtikaria Fisik
Urtikaria fisik yang terjadi karena adanya 1 atau lebih rangsangan fisik berupa
trauma, suhu, sinar atau getaran. Patomekanisme urtikaria ini masih belum jelas
namun diyakini bahwa faktor fisik tersebut merangsang terjadinya pelepasan
histamin karena adanya degranulasi sel mast.2,21 Berdasarkan faktor pencetusnya
urtikaria fisik dibagi menjadi :
1. Urtikaria dermografika (factitial urticaria)
Urtikaria dermografika (UD) merupakan urtikaria yang paling sering
muncul pada urtikaria fisik, biasanya mengenai dewasa muda dan biasa
berlangsung selama 6,5 tahun. UD muncul secara cepat pada daerah yang
mengalami tekanan atau goresan dan seringnya disertai rasa gatal. tipe
lambat (jarang) dengan onset 4-6 jam dan berlangsung selama 24-48 jam.
3) UD tipe intermediate muncul dalam 30 menit sampai 2 jam dengan
durasi 3-9 jam. Tes rutin yang digunakan adalah dermografisme.
2. Delayed-pressure urticaria
Delayed-pressure urticaria (DPU) terjadi karena tekanan yang menetap
sehingga dalam waktu 3-12 jam muncul urtika disertai rasa nyeri atau
panas dan dapat menetap lebih dari 24 jam. DPU terjadi hanya 1% dari
seluruh jenis urtikaria dan biasanya karena ikat pinggang, jam tangan,
sepatu atau setelah olahraga yang lama, dapat dilakukan tes tekanan
dengan menggunakan alat yang telah dikalibrasi beratnya (500-1500
g/cm2 ) dan diletakkan pada 3 tempat atau lebih bagian tubuh (punggung,
paha, bahu atau lengan) selama 10 menit dan dibaca pada 30 menit, 3 jam,
6 jam dan 24 jam.
3. Urtikaria dingin
Sekitar 3-5% urtikaria fisik adalah urtikaria dingin yang muncul karena
terpapar dengan objek yang dingin, air atau udara yang dingin dan jarang
karena makanan atau minuman dingin
4. Urtikaria Panas
Urtikaria panas jarang dijumpai, lesi setempat muncul akibat kontak
langsung dengan benda atau udara yang panas.
5. Urtikaria solaris
Urtikaria solaris (US) sering pada wanita usia 30-40 tahun dan terjadi
karena paparan sinar matahari atau sinar dengan panjang gelombang 280-
760 nm. Keluhan subyektif berupa gatal, merah, perih dan urtika muncul
5-10 menit setelah paparan dengan sinar.
6. Urtikaria getaran
Urtikaria getaran merupakan urtikaria yang jarang terjadi, bisa bersifat
herediter atau dapatan yang biasanya karena pekerjaan maupun idiopatik.
Rangsangan dapat berasal dari getaran saat mengendarai sepeda motor,
menggunakan alat bor atau melakukan pijatan. Dalam beberapa menit
setelah mendapat rangsangan akan muncul bengkak yang terasa gatal dan
dapat menetap selama 24 jam.
f. Urtikaria karena Obat-obatan
Banyak jenis obat-obatan yang dapat menyebabkan urtikaria. Obat golongan
cyclo-oxygenase (COX)-inhibitor seperti aspirin dan obat anti inflamasi non
steroid sering menjadi penyebabnya. Aspirin menimbulkan urtikaria karena
menghambat sintesis prostaglandin dan terjadi perubahan metabolisme asam
arakidonat. Ada juga obat yang langsung merangsang sel mast untuk melepaskan
histamin, misalnya kodein, opium dan zat kontra

3. Etiologi

Urtikaria dapat terjadi secara imunologik, nonimunologik dan idiopatik. Secara


imunologik, reaksi alergi paling sering menyebabkan urtikaria yaitu melalui reaksi
hipersensitivitas tipe I (anafilaksis) misalnya pada alergi obat dan makanan. . Pada
urtikaria non imunologik, beberapa bahan kimia (golongan amin dan derivat amidin) dan
obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin dapat langsung merangsang sel mast dan
basofil untuk melepaskan histamin. Bahan kolinergik seperti asetilkolin yang dilepaskan
oleh saraf kolinergik kulit, faktor fisik berupa panas, dingin, stres dan sinar matahari juga
dapat secara langsung merangsang pelepasan beberapa mediator. Pada urtikaria idiopatik,
etiologinya belum banyak diketahui namun diduga sebagian besar berhubungan dengan
penyakit autoimun

4. Patogenesis
Urtikaria terjadi karena adanya vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga terjadi transudasi cairan setempat yang secara klinis tampak edema lokal
disertai eritema. 8 Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator seperti histamin, leukotrien, sitokin dan kemokin yang
juga mengakibatkan peningkatan regulasi endothelial adhesion molecules (ELAMs) dan
vascular adhesion molecules (VCAMs) disertai migrasi sel transendotelial dan
kemotaksis. Pelepasan mediator tersebut terjadi karena adanya degranulasi sel mast
akibat rangsangan atau paparan dari alergen.

5. Manifestasi Klinis

Urtikaria ditandai dengan timbulnya peninggian pad kulit dan/atau angioedema secara
mendadak. Peninggian kulit pada urtikaria harus memenuhi kriteria di bawah ini
(Siannoto, 2017):

1. Ditemukan edema sentral dengan ukuran bervariasi, dan bisa disertai eritema di
sekitarnya

2. Terasa gatal atau kadang-kadang sensasi terbakar

3. Umumnya dapat hilang dalam 1-24 jam, ada yang < 1 jam

6. Komplikasi dan Penatalaksanaan


Tatalaksana urtikaria kronis dengan menggunakan terapi yang direkomendasikan hanya
bertujuan untuk mencegah dan mengontrol gejala yang muncul. Tidak ada pengobatan
kuratif yang dapat menyembuhkan urtikaria kronis karena penyebabnya tidak diketahui.
Beberapa tahun ini, para peneliti mulai mencari alternatif terapi urtikaria spontan kronis.
Diketahui bahwa vitamin D merupakan imunomodulator yang potensial sebagai alternatif
terapi urtikaria (Fitria, 2013)
Penatalaksanaan utama pada semua bentuk urtikaria adalah pemberian antihistamin
dengan pilihan utama antihistamin H1. Di samping itu, sedapat mungkin dapat ditemukan
faktor penyebab atau pencetus, sehingga dapat dihindari atau pun dihilangkan (Debora &
Zuraida, 2020)

Tatalaksana urtikaria, baik akut maupun kronis terdiri dari 2 hal utama, yaitu (Siannoto,
2017):
1. Identifikasi dan eliminasi faktor penyebab atau pencetus
Identifikasi faktor penyebab membutuhkan diagnostik yang menyeluruh dan tepat. Jika
didapatkan perbaikan setelah eliminasi faktor diduga penyebab, faktor ini baru bisa
disimpulkan sebagai penyebab jika terjadi kekambuhan setelah tes provokasi.

2. Terapi simptomatis
Tujuan utama terapi adalah menghilangkan keluhan.(Siannoto, 2017)
DAFTAR PUSTAKA

Debora, V., & Zuraida, R. (2020). Penatalaksanaan Holistik pada Remaja Laki-Laki dengan
Urtikaria Kronik Tanpa Angioedema et causa Rangsangan Fisik. Jur, 9, 727–735.
http://repository.lppm.unila.ac.id/20409/1/Juke Unila_2020_Veronica Reni.pdf
Fitria. (2013). Aspek Etiologi dan Klinis Pada Urtikaria dan Angioedema. Jurnal Kedokteran
Syiah Kuala, 13, 96–103.
Izzah, N., Akhyar, G., & Abdiana, A. (2021). Pengaruh Suplementasi Oral Vitamin D terhadap
Penurunan Keparahan Gejala pada Urtikaria Spontan Kronis: Sebuah Tinjauan Naratif.
Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia, 2(1), 185–194. https://doi.org/10.25077/jikesi.v2i1.453
Rafikasari, A., Fetarayani, D., & Setyaningrum, T. (2019). Profil Pasien Urtikaria (Profile of
Urticaria Patients). Periodical of Dermatology and Venereology, 31(3), 222–227.
Siannoto, M. (2017). TINJAUAN PUSTAKA Diagnosis dan Tatalaksana Urtikaria. Cdk-250,
44(3), 190–194.

Anda mungkin juga menyukai