Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ANATOMI & FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN DAN KONSEP PENYAKIT


DIABETES MELLITUS

OLEH :
KELOMPOK 1
KELAS B/SEMESTER 3
MATA KULIAH : KMB 2

ERMENILDA NASTIANI 211111051


GREGORIUS MARAWALI 211111054
IMELDA BAKSUNI 211111058
MERCY M. MAURE 211111068
RISA OLIVIA TEFNAI 211111073

PRODI KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas limpahan
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Anatomi & Fisiologi
Sistem Endokrin dan Konsep Penyakit Diabetes Mellitus”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang
diberikan oleh ibu Ns. Analizza Ina Lea. M. Ng (AC). Penulis menyadari bahwa isi materi
memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi
untuk menyelesaikan makalah ini. Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca dan penulis
sendiri.

Kupang, 05 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
2.1 Anatomi & Fisiologi Sistem Endokrin..............................................................................6
2.2 Konsep Penyakit Diabetes Mellitus................................................................................11
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan DM..................................................................................20
BAB III..........................................................................................................................................24
PENUTUP.....................................................................................................................................24
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus atau penyakit kencing manis merupakan penyakit menahun yang
dapat di derita seumur hidup (Sihotang, 2017). Diabetes mellitus (DM) disebabkan oleh
gangguan metabolisme yang terjadi pada organ pancreas yang ditandai dengan peningkatan
gula darah atau sering disebut dengan kondisi hiperglikemia yang disebabkan karena
menurunnya jumlah insulin dari pankreas.
Data dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan 1 dari 12 orang di
dunia menderita DM dan rata-rata penderita DM tidak mengetahui bahwa dirinya
menderita DM, penderita baru mengetahui kondisinya ketika penyakit sudah berjalan lama
dengan komplikasi yang sangat jelas terlihat (Sartika, 2019).
Muliana (2015) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang menduduki
rangking ke-empat dari jumlah penyandang diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat,
China dan India. Selain itu, penderita DM di perkirakan akan meningkat pesat hingga 2-3
kali lipat pada tahun 2030 dibandingkan tahun 2000. Data WHO menyatakan bahwa, dunia
kini didiami oleh 171 juta penderita DM (2000) dan akan meningkat 2 kali lipat, 366 juta
pada tahun 2030. Pusat data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI juga menyebutkan
bahwa estimasi terakhir IDF pada tahun 2035 terdapat 592 juta orang yang hidup dengan
diabetes di dunia.
Prevalensi DM di Indonesia berdasarkan jawaban pernah di diagnosis dokter sebesar
1,5% dan berdasarkan diagnosis atau gejala sebesar 2,1%. Prevalensi DM pada perempuan
cenderung lebih tinggi daripada laki-laki (Riskesdas, 2018). Prevalensi DM di NTT dengan
jawaban pernah di diagnosis dokter sebesar 0,7%, DM berdasarkan diagnosis atau gejala
1,2% (Riskedas, 2018).
Diabetes memiliki 2 tipe yakni DM tipe I yang merupakan hasil dari reaksi autoimun
terhadap protein sel pulau pancreas, kemudian DM tipe II yang mana disebabkan oleh
kombinasi faktor genetik yang berhubungan dengan gangguan sekresi insulin, resistensi
insulin dan faktor lingkungan seperti obesitas, makan berlebihan, kurang makan, olahraga
dan stress serta penuaan (Ozougwu el al., 2013).

4
Olahraga atau aktivitas fisik berguna sebagai pengendali kadar gula darah dan
penurunan BB pada penderita DM. Manfaat besar dari berolahraga pada penderita DM
antara lain menurunkan, kadar glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam
mengatasi terjadinya komplikasi, gangguan lipid darah dan peningkatan tekanan darah
(Bataha, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa anatomi dan fisiologi sistem endokrin?
2. Apa konsep penyakit diabetes mellitus?
3. Bagaimana konsep asuhan keperawatan penyakit diabetes mellitus?

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi & Fisiologi Sistem Endokrin


2.1.1 Anatomi
Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar yang terletak di seluruh tubuh dari
kepala sampai alat kelamin pada laki-laki dan sampai pada ovarium wanita.
Terdapat 2 tipe kelenjar di dalam tubuh, yaitu kelenjar eksokrin dan kelanjar
endokrin. Kelenjar eksokrin adalah kelenjar yang melepaskan sekresinya ke dalam
saluran pada tubuh. Sedangkan kelenjar endokrin melepaskan sekresinya berupa
hormon-hormon endokrin langsung ke dalam darah.
Zat kimia berupa hormon yang di produksi oleh kelenjar endokrin mampu
mengatur berbagai proses tubuh untuk membantu mengontrol keseimbangan.
Susunan kimia hormon ini terdiri dari Amina, protein dan steroid. Amina
merupakan hormon sederhana yang terdiri dari susunan asam amino tirosin.
Kelompok hormon Amina ini adalah : hormon tiroksin yang di sekresi oleh kelenjar
tiroid dan hormon epineprin dan neropinfrin, yang di seksresi oleh medulla adrenal.
Hormon yang berupa protein terdiri dari rantai asam amino. Hormon ini terdiri
antara lain : hormone insulin yang di sekresi oleh kelenjar pancreas, hormone
pertumbuhan yang sekresi oleh hipofisis, hormone kalsitonin yang di sekresi oleh
kelenjar tiroid. Hormone antidiuretic dan oksitosin merupakan hormone yang terdiri
dari protein rantai pendek, asam amino atau disebut peptide. Steroid merupakan
senyawa organic yang terbuat dari turunan lemak. Kolesterol merupakan prekusor
hormone steroid. Hormone ini antara lain : kortiso dan aldosterone, estrogen dan
progesterone serta testosterone (Guyton, A. C., & Hall, 2012).

6
2.1.2 Fisiologi

Secara umum sistem endokrin memiliki fungsi utama antara lain : membedakan
sistem saraf dan sistem reproduksi pada janin yang sedang berkembang ;
menstimulasi urutan perkembangan, mengkoordinasi sistem reproduksi,
memelihara lingkungan internal secara optimal dan merespon korektif dan adaptif
dan situasi darurat (Syaiffudin, 2006).
1) Hipotalamus
Hipotalamus terletak di bawah thalamus. Hipotalamus merupakan area kecil
sebesar kacang almond yang terletak diantara pituitary dan thalamus. Hormone
yang dihasilkan hipotalamus berupa faktor (Releasing) sebagai hormone
pelepas yang bekerja merangsang kelenjar hopifisis untuk menghasilkan
hormone dan I (Inhibiting) sebagai penghambat kelenjar hipofisis dalam
mensekresi hormone. Hormone yang di sekresi antara lain :
1 ACTH : Adrenocortico 8 PTIH : Paratyroid Inhibiting
Releasing Hormon Hormon
2 ACIH : Adrenocortico 9 PRH : Prolaktin Releasing
Inhibiting Hormon Hormon
3 TRH : Tyhroid Releasing 10 PIH : Prolaktin Inhibiting
Hormon Hormon
4 TIH : Tyhroid Inhibiting 11 GRH : Growth Releasing
Hormon Hormon
5 GnRH : Gonadotropin Releasing 12 GIH : Growth Inhibiting

7
Hormon Hormon
6 GnIH : Gonadotropin Inhibiting 13 MRH : Melanosit Releasing
Hormon Hormon
7 PTRH : Paratyroid Releasing 14 MIH : Melanosit Inhibiting
Hormon Hormon
Hipotalamus merupakan pusat tertinggi sistem endokrin sebagai pengontrol
aktivitas endokrin yang menjalankan fungsi hormonal dan saraf dengan
menghubungkan sistem persarafan dan sistem endokrin.
2) Hipofisis (kelenjar pituitary)
Kelenjar ini terletak di sela tursica dari tulang sphenoid, berukuran ± 1 cm
dengan berat ± 500 mg. Kelenjar ini dihubungkan ke hipotalamus dalam otak
sehingga hipofisis menerima perintah hipotalamus untuk menghasilkan
hormone yang dibutuhkan. Hipofisis terdiri kelenjar hipofisis anterior
(adenohipofise), hipofisis intermedia dan hipofisis posterior (neurohipofise)
yang ukurannya lebih kecil dari pada ademohiofise. Karena kemampuannya
untuk mengontrol aktivitas hormone lainnya maka kelenjar ini disebut juga
gland master. (Sherwood, L. and Ward, 2018).
jangan yodium di dalam darah akan menyebabkan pembesaran kelenjar gondok.
Efek/fungsi dari hormone T4 & T3 antara lain pada : metabolisme karbohidrat,
lemak dan vitamin, plasma dan lemak hati, pada laju metabolisme basal, berat
badan, sistem kardiofaskular, resprasi, saluran serna, syaraf dan fungsi otot,
pengaturan fungsi tidur, kelenjer endokrim lain dan fungsi seksual.
3) Paratiroid
Kelenjar ini terletak menempel pada kelenjar tiroid. Kelenjar ini menghasilkan
parathormone yang memiliki fungsi utama sebagai pengatur metabolisme
kalsium dan fosfor dengan cara mengendalikan jumlahnya di dalam tulang.
Secara umum adalah :
a. Mengatur pelepasan kalsium dari tulang ke aliran darah
b. Mengendalikan penyerapan kalsium dari konsumsi makanan dan minuman
c. Meningkatkan penyerapan kalsium di ginjal dan mencegah sekresi kalsium
melalui urine.

8
d. Merangsang pembentukan vitamin D pada ginjal.
e. Merangsang ginjal untuk mengeluarkan fosfat melalui urine
f. Meningkatkan kadar magnesium dalam darah
4) Kelenjar Tymus
Kelenjar ini terletak di bagian rongga dada bagian atas. Berfungsi memproduksi
sel limfosit T berperan dalam kekebalan tubuh. Panjang pada bayi baru lahir ± 5
mm, lebar 4 mm dan tebal 6 mm. kelenjar tymus terdiri dari 2 bagian utama
yaitu korteks dan medulla. Kelenjar tymus hilang ketika usia menginjak 18
tahun. Fungsi kelenjar tymus adalah :
a. Memperkuat daya tahan tubuh ketika anak-anak
b. Menghasilkan limfosit T (timus), limfosid
c. Mengendalikan pertumbuhan abnormal sel
5) Kelenjar adrenal
Kelenjar suprarenalis merupakan kelenjar endokrin berbentuk segitiga yang
terletak diatas kedua ginjal. Kelenjar berfungsi dalam pengaturan respons stress,
mendapat suplai darah dari arteri renalis. Kelenjar terdiri dari bagian medulla
sebagai penghasil katekolanin hormone adrenalin, epineprin dan norepineprin.
Bagian korteks sebagai penghasil kortisol, namun juga dapat mengeluarkan
hormone androgen seperti testosterone. Kehilangan hormone adrenokortikoid
dapat menyebabkan kematian. Korteks adrenal mensinesa 3 kelas hormone
steroid yaitu : androgen, mineralokortikoid dan glukokortikoid.
6) Pankreas
, Panjang kelenjar sekitar 12-15 cm dan lebar sekitar 4 cm. hormone-hormon
yang dihasilkan oleh kelenjar pancreas antara lain :
a. Hormone insulin. Hormone ini dihasilkan oleh sel beta (β) pancreas. Insulin
di sekresikan setiap harinya ± 40-50 unit insulin pada orang dewasa normal.
Kadar insulin akan meningkat setelah 8-10 menit setelah menelan makanan
dan mencapai kadar puncaknya dalam darah setelah 30-45 menit. Maka
akan terjadi penurunan cepat kadar glukosa plasma setelah makan. Keadaan
akan kembali normal setelah 90-120 menit lagi. Hormon ini memberikan
efek pada hati, otot dan jaringan lemak. Pada hati, insulin akan

9
meningkatkan sistesis dan penyimpanan glukosa, menghambat
glikogenolisis, gluconeogenesis dan ketogenesis serta meningkatkan sistesis
trigliserida asam lemak bebas di hati. Pada otot, insulin dapat meningkatkan
sistesis protein, meningkatkan transportasi asam amino, serta glkogenesis
otot. Pada jaringan lemak, meningkatkan trigliserida dari asam lemak bebas,
meningkatkan penyimpanan trigliserida dan menurunkan lipolysis.
b. Hormone glucagon. Hormone ini dihasilkan oleh sel alfa (α). Glucagon akan
berespon terhadap gula darah yang rendah dalam darah dan peningkatan
asam amino dalam plasma. Glucagon juga berfungsi menghambat
glikogenesis, merangsang gluconeogenesis, glikolisis dan lipolysis yang
dapat meningkatkan glukosa darah yang digunakan sebagai sumber energi.
c. Hormone somatostatin. Hormon ini dihasilkan oleh seluruh tubuh antara
lain sel D, pulau Langerhans dan saluran gastrointestinal. Hormone ini
diseksresikan ketika terjadi peningkatan glukosa darah, asam lemak bebas,
obesitas dan peningkatan hormone kortisol. Peningkatan emosi dapat
meningkatkan kortisol sehingga dapat merangsang pengeluaran
somatotropin. Hormone ini berfungsi sebagai pengatur fungsi fisiologis,
mengurangi sekresi gastrointestinal, motilitas gastrointestinal dan
menghambat sekresi hormon lain seperti insulin dan glucagon. Peningkatan
hormone ini yang berlebihan berdampak pada reduksi yang ekstrim
beberapa hormone. Misalnya penekanan pada hormone insulin akan
menyebabkan gula darah meningkat. Dampak lain berupa pembentukan batu
empedu, intoleransi lemak dalam makanan dan dapat menyebabkan diare.
Sebalinya, jika kadar hormone ini sedikit maka akan menyebakan sekresi
Growth Hormon yang berlebihan yang akan menyebabkan tubuh besar dan
jari yang besar (Syaiffudin, 2006).
7) Testis
Laki-laki memiliki 2 testis yang di bungkus oleh skrotum yang terletak diantara
penis dan anus di depan perineum. Fungsi testis untuk proses spermatogenesis
akibat rangsangan dari hormone FSH (Folicel Stimulating Hormon). Testis juga
berfungsi untuk memproduksi hormone pada pria yaitu androgen yang berperan

10
dalam proses perkembangan reproduksi pria, memberikan ciri spesifik pada pria
seperti perubahan suara dan berjangkut (Aini, N dan Aridina, 2016).
8) Ovarium
Ovarium merupakan organ reproduksi wanita yang menghasilkan sel telur dan
hormone estrogen dan progesterone sebagai respon dari FSH dan LH
(Luteinizing Hormon). Hormone yang dihasilkan antara lain :
a. Estrogen, dihasilkan dihasilkan oleh folikel degraf sebagai hasil rangsangan
dari FSH. Estrogen berperan dalam memberikan ciri fisik wanita, misalnya
pinggul, payudara serta kulit bertambah halus.
b. Progesterone, dihasilkan oleh korpus luteum sebagai hasil rangsangan dari
LH yang berfungsi menyiapkan dinding uterus agar dapat menerima telur
yang dibuahi. Progesteron bersama estrogen dan prolactin bekerja sama
dalam pembentukan payudara selama pubertas dan kehamilan.
c. Relaksin hormone, ditemukan pada plasenta dan uterus yangberperan dalam
persalinan dengan melunakkan serviks serta merelaksasi ligament pelvis.
d. Inhibin hormone, berfungsi dalam menghambat produksi FSH, membantu
mengoptimalkan jumlah darah wanita hamil dan remaja.

2.2 Konsep Penyakit Diabetes Mellitus


2.2.1 Pengertian
Diabetes mellitus atau penyakit kencing manis merupakan penyakit menahun
yang dapat di derita seumur hidup (Sihotang, 2017). Diabetes mellitus (DM)
disebabkan oleh gangguan metabolisme yang terjadi ada organ pancreas yang
ditandai dengan peningkatan gula darah atau sering disebut dengan kondisi
hiperglikemia yang disebabkan karena menurunnya jumlah insulin dari pancreas.
DM memiliki 2 tipe, yaitu DM tipe I yang merupakan hasil dari reaksi autoimun
terhadap protein sel pulau pancreas, kemudian DM tipe II yang mana disebabkan
oleh kombinasi faktor genetik yang berhubungan dengan gangguan sekresi insulin,
resistensi insulin dan faktor lingkungan seperti obesitas, makanan, kurang makan,
olahraga dan stress serta penuaan (Ozougwu et al., 2013).
2.2.2 Etiologi

11
Etiologi dari penyakit DM yaitu gabungan antara faktor genetik dan lingkungan.
Etiologi lain dari diabetes yaitu sekresi/kerja insulin, abnormalitas metabolik yang
mengganggu sekresi insulin, anbnormalitas mitokondria dan sekelompok kondisi
lain yang mengganggu toleransi glukosa. Hormone yang bekerja sebagai antagonis
insulin juga dapat menyebabkan diabetes (Putra, 2015). Resistensi insulin pada
otot adalah kelainan yang paling awal terdeteksi dari DM tipe I (Taylor, 2013).
Penyebab retensi insulin yaitu obesitas/kelebihan BB, kehamilan, diabetes
gestasional, glukortikoid dll.
Pada DM tipe I, sel beta pancreas telah di hancurkan oleh proses autoimun,
sehingga insulin tidak dapat di produksi. Meskipun glukosa dalam makanan tetap
berada dalam darah dan menyebabkan hiperglikemia postprandial (setelah makan),
glukosa tidak dapat disimpan dalam hati. Jika konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang telah di
saring. Akibatnya glukosa muncul dalam urine (kencing manis). Saat glukosa
berlebih di sekresikan dalam urine, limbah ini akan disertai dengan ekskreta dan
elektrolit yang berlebihan dan menyebabkan peningkatan BAK (pilouria) dan haus
(polydipsia).
Kekurangan insulin juga dapat mengganggu metabolisme protein dan lemak,
yang menyebabkan penurunan BB. Dengan tidak adanya insulin, semua aspek
metabolisme lemak akan meningkat pesat. Biasanya hal ini terjadi di antara waktu
makan, saat sekresi insulin minimal, namun saat sekresi insulin mendekati,
metabolisme lemak pada DM akan meningkat secara signifikan. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah pembentukan glukosa dalam darah, diperlukan
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan oleh sel beta pancreas. Namun, jika
sel beta tidak dapat memenuhi permintaan insulin yang meningkat, maka kadar
glukosa akan meningkat dan DM tipe II akan berkembang.
2.2.3 Faktor Risiko
American Diabetes Association (2017) mengatakan bahwa faktor risiko DM
yang tidak dapat di ubah meliputi riwayat keluarga dengan DM (first degree
relative), umur ≥ 45 tahun, suku, riwayat melahirkan bayi dengan BB ≥ 4000 gr
atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan BB kurang

12
dari 2,5 kg. sedangkan faktor risiko yang dapat diubah meliputi obesitas
berdasarkan IMT ≥ 25 kg/m2 atau lingkar perut ≥ 80 cm pada wanita dan ≥ 90 cm
pada pria. Selain itu, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dyslipidemia dan diet
yang tidak sehat.
Faktor lain yang terkait dengan risiko DM adalah orang yang memiliki riwayat
penyakit kardiovaskular seperti CVA atau stroke, penyakit jantung coroner (PJK),
konsumsi alkohol, faktor stress, riwayat merokok, jenis kelamin, konsumsi kopi
atau kafein.
2.2.4 Patofisiologi
1) DM tipe I
Manifestasi DM tipe I terjadi akibat kekurangan insulin untuk
menghantarkan glukosa menembus membran sel ke dalam sel. Molekul
glukosa menumpuk dalam peredaran darah, mengakibatkan hiperglikemia.
Peningkatakan volume darah meningkatkan aliran darah ginjal dan
hiperglikemia bertindak sebagai diuretik osmosis yang akan meningkatkan
haluaran urine (Poliuria). Kadar glukosa dalam darah tinggi sekitar 180 mg/dl
glukosa di ekskresikan ke dalam urine atau Glukosaria. Penurunan volume
intraseluler dan peningkatan haluaran urine menyebabkan dehidrasi, mulut
menjadi kering dan sensor haus diaktifkan yang menyebabkan orang tersebut
minum jumlah air yang banyak (Polidipsia) (LeMone, Priscilla, 2016).
Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa insulin akibat produksi
energi menurun sehingga menstimulasi rasa lapar dan orang makan lebih
banyak (Polifagia). Meski asupan makanan meningkat, BB orang tersebut
turun saat tubuh kehilangan air dan memecah protein dan lemak sebagai
upaya memulihkan sumber energi. Malaise dan keletihan menyertai
penurunan energy. Penglihatan buram juga umum terjadi, akibat pengaruh
osmotic yang menyebabkan pembengkakan lensa mata (LeMone, Priscilla,
2016).
Oleh sebab itu, manifestasi klinis meliputi poliuria, polydipsia dan
polifagia disertai dengan penurunan BB, malaise dan keletihan. Bergantung
pada tingkat kekurangan insulin, manifestasinya bervariasi dari ringan hingga

13
berat. Orang dengan DM tipe I membutuhkan sumber insulin eksogen
(eksternal) untuk mempertahankan hidup (LeMone, Priscilla, 2016).
2) DM tipe II
Faktor utama perkembangan DM tipe II adalah resistensi selular terhadap
efek insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan, tidak beraktivitas,
penyakit, obat-obatan dan pertambahan usia. Pada kegemukan, insulin
mengalami penurunan kemampuan memengaruhi absorpsi dan metabolisme
glukosa oleh hati, otot rangka dan jaringan adiposa.
Proses patofisiologi DM tipe II adalah resistensi terhadap aktivitas insulin
biologis, baik di hati maupun jaringan perifer yang disebut resistensi insulin.
Orang dengan DM tipe II memiliki penurunan sensivitas insulin terhadap
kadar glukosa yang mengakibtkan produksi glukosa hepatik berlanjut bahkan
sampai dengan kadar glukosa darah tinggi.
Insulin adalah hormon pembangun (anabolik). Tanpa insulin, tiga masalah
metabolic mayor terjadi : (1) penurunan pemanfaatan glukosa, (2)
peningkatan mobilisasi lemak dan (3) peningkatan pemanfaatan protein
(Black, M. Joyce, 2014).

WOC DM

Etiologi :
Genetik (herediter)
Rekasi autoimun
14
Infeksi viru
Faktor risiko : obesitas
Infeksi virus Obesitas

Proses autoimun Peningkatan timbunan


lemak pada sel

Kerusakan sel beta


Asam lemak
bebas meningkat
Penghancuran sel beta

Resistensi insulin
Defisiensi insulin

Daya kerja insulin


terganggu

Hiperglikemia

Diabetes Mellitus

B1 : B2 : Blood B3 : Brain B4 : B5 : B6 :
Breathing Bladder Bowel Bone

15
Penebalan Oksidasi
Kegagalan relatif sel membran glukosa hipermolaris Transport Kegagalan
beta dan resistensi dasar terganggu glukosa ke relatif sel
insulin pada jar.lemak sel ↓ beta dan
Glukosari resistensi
Disfungsi endotel Transport a insulin
Perubahan Starvasi
macrovaskuler glukosa
metabolisme lemak seluler
plasma ke Diuretik
SSP osmosis Sistem otot
Perubahan dinding terganggu terganggu
Pembentukan dan Polifagia
akumulasi benda- endotel
Polyuria
benda keton
Perubahan
Glukosa Transporta
Ateroklerosis fungsi
tidak si asam
Keseimbangan serebral Output
masuk ke amino
asam basa cairan
sel terganggu
terganggu Oklusi meningkat
Penurunan
kesadaran,
Ketidakstabilan
Hiperventilasi penurunan dehidrasi Gangguan
Perfusi perifer tidak kadar glukosa
penglihatan glikogen
efektif dalam darah
dalam otot
Hipovolemia ↓
Transport O2 ↓
Risiko cedera

Gangguan
Gangguan urat saraf
pertukaran gas

Kesemutan
, kelelahan,
kram

Intoleransi
aktivitas

2.2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang
menderita DM. periode pelaksananaannya yaitu :

16
1) Jangka pendek. Bertujuan untuk menghilangkan keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa
darah.
2) Jangka panjang. Bertujuan untuk mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir adalah
menurunkan mordibitas dan mortalitas. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan
pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan lipid profile,
melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku.

Pilar penatalaksanaan DM ada 4 yaitu :


1) Edukasi. Merupakan pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan
keterampilan bagi pasien DM yang bertujuan untuk menunjang perubahan
perilaku untuk meningkatkan pemahaman akan penyakit DM, untuk mencapai
kesehatan yang optimal, penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup
yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari askep pasien DM.
2) Terapi gizi medis (TGM). Keberhasilan TGM dapat dicapai dengan
melibatkan seluruh tim kesehatan. Setiap pasien DM harus mendapatkan
TGM sesuai kebutuhan untuk mencapai sasaran terapi. Pasien DM perlu di
tekankan pentingnya keteraturan makan dalam jadwal, jenis dan jumlah
makanan terutama pasien yang menggunakan obat penurun glukosa
darah/insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
seimbang baik karbohidrat, protein dan lemak sesuai kecukupa gizi. Jumlah
kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani untuk mempertahankan BB.
3) Latihan jasmani. Latihan jasmani dilakukan 3-4/minggu selama 30 bertujuan
untuk tetap menjaga kebugaran, menurunkan BB, memperbaiki sensitifitas
insulin sehingga dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Latihan yang
dilakukan bersifat aerobik berupa jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan

17
berenang yang disesuaikan umur dan status kesegaran jasmani. Pada pasien
dengan komplikasi DM, latihan dapat dikurangi.
4) Intervensi farmakologis. Intervensi ini ditambahkan jika sasaran glukosa
darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.
Pengelolaan DM secara farmakologis dapat berupa pemberian insulin.
2.2.6 Pemeriksaan penunjang dan diagnosa
Pemeriksaan penunjang utama pada DM adalah pemeriksaan kadar glukosa
darah. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menegakkan diagnosis DM pada seseorang
yang mengalami berbagai keluhan yang sesuai seperti tanda dan gejala seperti
(PERKENI, 2019), keluhan klasik DM : sering berkemih (poliuria), sering merasa
haus (polydipsia), merasa lapar (polifagia) dan penurunan BB yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain : kelemahan badan, kesemutan, gatal, mata
kabur, disfungi ereksi pada pria dan pruritus vulva pada wanita.
Terdapat pemeriksaan penyaring dan uji diagnostik DM. Pemeriksaan untuk uji
diagnostik DM di lakukan pada individu yang menunjukkan gejala atau tanda DM.
Pemeriksaan penyaring ditujukan untuk mengindentifikasi individu yang tidak
bergejala tetapi mempunyai resiko untuk DM. Pemeriksaan penyaring yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu (kadar gula darah acak)
atau kadar glukosa darah puasa, selanjutnya dapat di ikuti dengan pemeriksaan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standar.
Pasien dengan keluhan yang spesifik dan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu ≥ 20 mg/dl sudah dapat di tegakkan diagosa DM. Kadar glukosa darah
puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk dasar diagnosis DM. Hasil pemeriksaan
sekali dengan hasil yang abnormal pada pasien tanpa keluhan khas DM belum
cukup kuat untuk menegakkan diagnosa DM. Diperlukan pemeriksaan lanjut hari
lain untuk mendapatkan hasil kadar gula yang abnormal (kadar glukosa darah puasa
≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau dari hal tes toleransi
glukosa oral (TTGO) pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl).

2.2.7 Komplikasi
Terdapat 2 jenis komplikasi DM yaitu :

18
1) Komplikasi akut. Dapat terjadi akibat glukosa darah yang sangat tinggi (keto
asidosis diabetik/KAD dan status hiperglikemia hyperosmolar/SHH) atau
terlalu rendah (hipoglikemia).
a. Keto asidosis diabetik (KAD), adalah tingginya kadar keton dalam
plasma. Keto asidosis merupakan kondisi darurat dengan angka morbiditas
dan mortalitas yang tinggi (Oktaviani et al., 2021). Keton merupakan hasil
akhir dari metabolisme asam lemak di hati. Keton bersifat asam, sehingga
jika kadar keton tinggi dalam tubuh akan mengganggu keseimbangan
asam basa tubuh. Gejala khas KAD adalah hiperglikemia (kadar glukosa
darah tinggi lebih dari 250 mg/dl), ketonemia, ketonuria, ph plasma darah
≤ 7, 35, bikarbonat ≤ 18 mEq/l dan napas berbau aseton.
b. Status hiperglikemia hyperosmolar (SHH), adalah komplikasi yang di
tandai dengan hiperglikemia, hiperosmolaritas dan dehidrasi. SHH sering
terjadi pada DM tipe 2 dan merupakan masalah darurat karena dapat
berakibat fatal jika tidak segera ditangani. Beberapa faktor yang
mendukung SHH adalah infeksi, obat-obatan (kortikosteroid), penyakit
tertentu (mis. penyakit ginjal) dan usia lebih dari 65 tahun. Penderitanya
akan mengeluh haus, lemah, gangguan penglihatan, mual bahkan muntah.
Tanda dehidrasi seperti penurunan turgor, mukosa kering, akral dingin dan
pada kondisi yang berat dapat mengakibatkan penurunan kesadaran
bahkan koma.
c. Hipoglikemia, adalah suatu kondisi dimana kadar glukosa dalam darah
rendah pada penderita DM ≤ 70 mg/dl (Soelistijo et al., 2019) (Jhonson et
al., 2020). Faktor utama terjadinya hipoglikemia adalah
ketidakseimbangan antara intake kalori dengan obat-obatan DM seperti
insulin. Penurunan glukosa darah yang ekstrem mengakibatkan penurunan
kesadaran ringan sampai koma, kadang disertai kejang-kejang.
2) Komplikasi kronis
a. Retinopati. Merupakan gangguan mata yang diakibatkan oleh kelainan
kapiler retina. Terdapat 3 jenis retinopati yaitu retinopati ringan :

19
retinopati diabetik nonproliferatif, retinopati diabetik proliferative dan
paling berat : makulopatik diabetik yaitu kebocoran kapiler pada retina.
b. Nefropati. Merupakan suatu gangguan ginjal yang terjadi sebagai akibat
lanjut dari DM. Nefropati diabetik ditandai dengan adanya albumin dalam
urine mencapai 30 mg/hari disertai peningkatan tekanan darah. Di
samping hipertensi, lambat laun fungsi ginjal akan terus menerus menurun
ke arah gagal ginjal (Hendromartono, 2014).
c. Penyakit pembuluh darah koroner dan kardiomiopati. Kelainan pembuluh
darah koroner serta trombosis mengakibatkan iskemik bahkan infark
miokard (Shahab, 2014). Di samping itu, struktur jantung juga mengalami
gangguan akibat hiperglikemia kronis.
d. Neuropati. Merupakan gangguan saraf yang dimanifestasikan oleh saraf
somatik maupun otonom sebagai akibat dari DM. Berdasarkan anatomi
serabut saraf perifer, neuropatik diabetik dapat terjadi pada saraf motorik,
sensorik dan otonom. Gejala neuropati berupa kesemutan, kebas, mati
rasa, rasa terbakar, rasa seperti tertusuk-tusuk, dsb.
e. Penyakit pembuluh darah perifer. Merupakan gangguan berupa
penyempitan pembuluh darah perifer pada penderita DM. Penyempitan itu
terutama terjadi pada ekstremitas bawah (kaki). Penyebab utama
penyempitan adalah proses aterosklerosis (Soelistijo SA, dkk, 2021).

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan DM


2.3.1 Pengkajian
Menurut NANDA (2013), fase pengkajian merupakan sebuah komponen utama
untuk mengumpulkan informasi, data, memvalidasi data, mengorganisasikan dan
mendokumentasikan data. Meliputi :
1. Identitas pasien : nama, umur, suku/bangsa, jenis kelamin, status, agama,
pekerjaan, pendidikan dan identitas penanggung jawab.
2. Keluhan utama : yang biasa dirasakan pasien berupa cemas, mual muntah,
penglihatan kabur, sakit kepala, polifagia, polyuria, polydipsia, lemas dan BB
turun.

20
3. Riwayat kesehatan.
a. Riyawat kesehatan dahulu : pada pengkajian akan di dapatkan informasi faktor-
faktor yang memicu terjadinya DM misalnya riwayat obesitas, hipertensi atau
aterosklerosis.
b. riwayat kesehatan sekarang : pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya
gejala khas dari DM, penyebab terjadinya DM serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan keluarga : Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena
diabetes mellitus, karena DM termasuk penyakit genetik atau menurun.
d. Riwayat psikososial : meliputi informasi mengenai perilaku dan kebiasaan
yang dilakukan dirumah yang berpotensi menimbulkan penyakit DM oleh
penderita dan keluarga. Membahas tentang harapan pasien dan keluarga
tentang penyakit yang di derita dan persepsi-persepsi yang muncul dari pasien
dan keluarga tentang DM. mencatat informasi yang menjadi sumber
pengetahuan atau usaha untuk mengetahui tentang penyakit.
4. Pola fungsional Gordon
a. Pola persepsi kesehatan : adakah riwayat infeksi sebelumnya, persepsi pasien
dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya.
b. Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari-hari, jumlah dan jenis
makanan dan minuman yang dikonsumsi, waktu berapa kali/hari, nafsu makan
menurun/tidak, jenis makanan yang disukai, penurunan BB.
c. Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan sesudah sakit,
mencatat konsistensi, warna, bau dan berapa kali/hari, konstipasi, beser.
d. Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul keringat dingin,
kelelahan/keletihan), perubahan pola napas setelah aktifitas, kemampuan
pasien dalam aktivitas secara mandiri.
e. Pola tidur dan istirahat : berapa jam/hari, terbiasa tidur siang, gangguan selama
tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.
f. Pola persepsi kognitif : konsetrasi, daya ingat, kemampuan mengetahui
penyakitnya.

21
g. Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri atau perasaan
tidak percaya diri karena sakitnya.
h. Pola reproduksi dan seksual : adakah kelemahan yang dirasakan pasien pada
saat berhubungan seksual.
i. Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap penyakitnya,
kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas.
j. Pola hubungan : apakah hubungan antar keluarga harmonis, interaksi,
komunikasi, cara berkomunikasi.
k. Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan beribadah selama sakit,
ketaatan dalam berdoa dan beribadah.
5. Pengkajian Fisik
a. Kesadaran umum
b. head to toe
1) Kepala leher : Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran
pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Sistem integumen. Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang
mengalami dehidrasi, kaji pula adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3) Sistem pernafasan Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami
diabetes ketoasidosis, kaji juga adanya batuk, sputum, nyeri dada.Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
Hal ini berhubungan erat dengan adanya komplikasi kronis pada
makrovaskuler.
5) Sistem urinary Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau
sakit saat berkemih.Kelebihan glukosa akan dibuang dalam bentuk urin.

22
6) Sistem muskuloskeletal Adanya katabolisme lemak, Penyebaran lemak dan,
penyebaran masa otot,berubah. Pasien juga cepat lelah, lemah.
7) Sistem neurologis Berhubungan dengan komplikasi kronis yaitu pada sistem
neurologis pasien sering mengalami penurunan sensoris, parasthesia,
anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
c. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula
darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.

2.3.2 Masalah Keperawatan


Merumuskan masalah keperawatan yang dialami pasien yang telah di kaji
sebelumnya baik secara subjektif maupun objektif untuk mendiagnosis.
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin di
tandai dengan lelah, kadar glukosa dalam darah/urine tinggi.
2. Hipovolemia berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi di tandai
dengan tekanan nadi meyempit, membran mukosa kering, merasa lemah,
mengeluh haus.

2.3.3 Intervensi
Dari diagnosa keperawatan tersebut dilakukan perencanaan untuk
menindaklanjuti penanganan terhadap kondisi pasien.
1. Manajemen Hiperglikemia
Tindakan :
Observasi :
- Indetifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia

23
- Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
- Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. poliuria, polydipsia, polifagia,
kelemahan, malaise, pandangan kabur, sakit kepala)
Terapeutik :
- Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
Edukasi :
- Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl
- Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
- Anjurkan kepatuhan diet dan olahraga
- Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. penggunaan insulin, obat oral, penggantian
karbohidrat)
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu

2. Manajemen Hipovolemia
Tindakan :
Observasi :
- Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, haus, lemah).
- Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi modified Trendelenburg
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)

24
2.3.4 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana/intervensi dan
implementasi. Tahap ini memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang
terjadi selama tahap pengkajian, analisis, perencanaan dan implementasi evaluasi
(Nursalam, 2008). Pasien diharapkan mengetahui penyakit yang di deritanya.
Perawat harus mendampingi dan juga memberikan pemantauan sehingga tercapai
terapi yang diharapkan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar yang terletak di seluruh tubuh dari kepala
sampai alat kelamin pada laki-laki dan sampai pada ovarium wanita. Terdapat 2 tipe kelenjar
di dalam tubuh, yaitu kelenjar eksokrin dan kelanjar endokrin. Kelenjar eksokrin adalah
kelenjar yang melepaskan sekresinya ke dalam saluran pada tubuh. Sedangkan kelenjar
endokrin melepaskan sekresinya berupa hormon-hormon endokrin langsung ke dalam darah.

25
Diabetes mellitus atau penyakit kencing manis merupakan penyakit menahun yang dapat
di derita seumur hidup (Sihotang, 2017). Etiologi dari penyakit DM yaitu gabungan antara
faktor genetik dan lingkungan. Etiologi lain dari diabetes yaitu sekresi/kerja insulin,
abnormalitas metabolic yang meganggu sekresi insulin, anbnormalitas mitokondria dan
sekelompok kondisi lain yang mengganggu toleransi glukosa.
Penatalaksanaan DM terdiri dari 4 pilar yaitu edukasi, terapi gizi medis (TGM), latihan
jasmani dan intervensi farmakologi.
Asuhan keperawatan pada penyakit DM terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi.

DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus dan Asuhan Keperawatan Stroke. (2021). (n.p.):
Deepublish.
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin. (2023). (n.p.): Global Eksekutif
Teknologi.
Buku Keperawatan Latihan Efektif Untuk Pasien Diabetes Mellitus Berbasis Hasil Penelitian.
(2021). (n.p.): Deepublish.

26
Cara Jitu Mengatasi Diabetes Mellitus dengan Teknik Komplementer. (2021). (n.p.): Penerbit
NEM.
Eliana, F., SpPD, K. E. M. D., & Yarsi, B. P. D. F. (2015). Penatalaksanaan DM Sesuai
Konsensus Perkeni 2015. PB Perkeni Jakarta.
http://eprints.umpo.ac.id/5342/3/BAB%202.pdf
Lestari, L., & Zulkarnain, Z. (2021, November). Diabetes Melitus : Review etiologi,
patofisiologi, gejala, penyebab, cara pemeriksaan, cara pengobatan dan cara pencegahan.
In Prosiding Seminar Nasional Biologi (Vol. 7, No. 1, pp 237-241).
Nirma, A. V. (2019). Asuhan Keperawatan pada Ny. N. N yang menderita penyakit Diabetes
Melitus di Puskesmas Sikumana (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).
Sistem Endokrin dan Diabetes Mellitus. (2021). (n.p.) : UMMPress.
Tatalaksana Diabetes Mellitus Berbasis Evidence-Based-Pratice. (2022). (N.P.): Media Sains
Indonesia.

27

Anda mungkin juga menyukai