Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KEPERAWATAN DEWASA : ENDOKRIN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN

Di susun oleh :
Anggie Aprilia
Efa Fathurohmi
Karina Novianti
Mila Perwita Intansari
Nurhadi Wibowo
Riki Satya Nugraha
Tri Wahyuni
Kelas : A

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
GENAP 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmutallahaahi wabarakaatuh.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan rida-Nya penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dengan lancer. Tidak lupa penyusun panjatkan salawat serta salam
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan keteladanan kepada umatnya sehingga
selalu mendapatkan berkah yang berlimpah. Berkat rencananya penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini mencakup pembahasan mengenai Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin dan
Tiroid, Patofisiologi Hipertiroidisme, Pengkajian pada Gangguan Sistem Endokrin, Diagnosa
Keperawatan pada Gangguan Sistem Endokrin, Intervensi Keperawatan pada Gangguan Sistem
Endokrin, Implementasi Keperawatan dan Kolaborasi pada Gangguan Sistem Endokrin, Evaluasi
Keperawatan pada Gangguan Sistem Endokrin,.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan, baik
dalam hal isi, sistematika, maupun teknik penulisannya. Oleh sebab itu, penyusun sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya,
semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penyusun dan pembaca.

Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………….i
Daftar Isi…………………………………………………………………………………………..ii
BAB I Pendahuluan……………………………………………………………………………….1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………………..2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………....................2
BAB II Pembahasan……………………………………………………………………………....3
2.1 Anatomi Fisiologi……………………………………………………………………………..3
2.2 Patofisiologi pada Gangguan Sistem Endokrin……………………………………………….5
2.3 Pengkajian pada Gangguan Sistem Endokrin………………………………………………...7
2.4 Diagnosa Keperawatan pada Gangguan Sistem Endokrin……………………………………
13
2.5 Intervensi Keperawatan pada Gangguan Sistem
Endokrin…………………………………...16
2.6 Implementasi Keperawatan dan Kolaborasi pada Gangguan Sistem Endokrin………………
20
2.7 Evaluasi Keperawatan pada Gangguan Sistem
Endokrin…………………………………….23
BAB III
Penutupan…………………………………………………………………………….....27
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………..........27
3.2 Saran……………………………………………………………………………....................27
Daftar Pustaka

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertiroid merupakan penyakit endokrin yang menempati urutan kedua terbesar di
Indonesia setelah diabetes. Hipertiroid suatu penyakit yang tidak menular yang dapat
ditemukan di masyarakat. Hipertiroid salah satu dari penyebab penyakit kelenjar tiroid.
Gangguan fungsi tiroid ada dua macam yaitu kekurangan hormon tiroid yang disebut
Hipotiroid dan kelebihan hormon tiroid yang disebut Hipertiroid. Kelebihan suatu hormon
tiroid (Hipertiroid) dapat menyebabkan gangguan berbagai fungsi tubuh, termasuk jantung
dan meningkatkan metabolisme tubuh (Sulistyani, 2013).
Gejala penyakit tiroid bisa bermacam-macam, sangat bervariasi tergantung naik
turunnya hormon. Hormon tiroid yang berlebihan dinamakan hipertiroid sedangkan
kekurangan hormon tiroid disebut hipotiroid. Hipertiroid atau hipotiroid bisa mengganggu
organ tubuh yang semula masih sehat. Tiroid yang tidak sehat berdampak buruk bagi
semua orang, terutama wanita hamil dan orang yang sudah lanjut usia (Supit dan Peirris,
2002). Hormon tiroid mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh. Untuk membuat
hormon tiroid diperlukan mineral yodium. Yodium bersumber dari makanan dan air yang
kita konsumsi tiap hari, jika makanan yang dikonsumsi kekurangan atau kelebihan yodium
maka akan membuat tiroid bermasalah. Tiroid harus membuat hormon, sedangkan bahan
baku yodiumnya terbatas maka ukuran tiroid dipacu menjadi semakin besar sehingga
timbullah penyakit goiter yang kemudian akan disertai dengan tanda-tanda hipotiroid
(Hans, 2011).
Kelenjar tiroid adalah pabrik hormon tiroid. Jika pabrik hormon ini tidak lagi bisa
berfungsi dengan baik, maka timbulah kekurangan atau kelebihan hormon tiroid. Hormon
tiroid yang berlebihan dinamakan hipertiroid, sedangkan kekurangan hormon tiroid
dinamakan hipotiroid. Hipertiroid atau hipotiroid bisa mengganggu organ tubuh yang
semula masih sehat. Tiroid yang tidak sehat berdampak buruk bagi semua orang, turutama
wanita hamil dan orang yang sudah tua (Hans, 2011). Seseorang bisa dikatakan mengalami
hipotiroid salah satunya dengan melihat hasil tes laboraturium dimana kadar TSH tinggi
dan kadar FT4 rendah sedangkan kadar kolesterolnya tinggi. Pada orang yang mengalami

1
hipotiroid aktivitas sel menjadi lambat yang dapat mengakibatkan nafsu makan turun
sehingga berat badan akan cenderung naik, pembakaran berkurang sehingga kalori yang
berlebihan di dalam tubuh akan menjadi timbunan lemak ditubuh yang berdampak pada
kadar kolesterol dalam darah cenderung tinggi (Bernadette, 2001).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin dan Tiroid?
2. Bagaimana Patofisiologi Hipertiroidisme?
3. Bagaimana Pengkajian pada Gangguan Sistem Endokrin?
4. Bagaimana Diagnosa Keperawatan pada Gangguan Sistem Endokrin?
5. Bagaimana Intervensi Keperawatan pada Gangguan Sistem Endokrin?
6. Bagaimana Implementasi Keperawatan dan Kolaborasi pada Gangguan Sistem
Endokrin?
7. Bagaimana Evaluasi Keperawatan pada Gangguan Sistem Endokrin?

1.3 Tujuan Penulisan


1 Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin dan Tiroid
2 Untuk mengetahui Patofisiologi Hipertiroidisme
3 Untuk mengetahui Pengkajian pada Gangguan Sistem Endokrin
4 Untuk mengetahui Diagnosa Keperawatan pada Gangguan Sistem Endokrin
5 Untuk mengetahui Intervensi Keperawatan pada Gangguan Sistem Endokrin
6 Untuk mengetahui Implementasi Keperawatan dan Kolaborasi pada Gangguan
Sistem Endokrin
7 Untuk mengetahui Evaluasi Keperawatan pada Gangguan Sistem Endokrin

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi


2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin
Sistem endokrin dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan
memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama sama bekerja untuk
mempertahankan homeostatis tubuh. Sistem endokrin umumnya bekerja melalui
hormon sedangkan sistem syaraf bekerja melalui neurotrasmiter yang dihasilkan oleh
ujung ujung saraf. Terdapat 2 tipe kelenjar yaitu eksokrin yang melepaskan
sekresinya melalui sel epitel seperti keringat dan enzim peptidase pankreas dan sel
sel parakrin yang sekresinya tidak perlu di transportasikan melalui darah untuk
mencapai jaringan targetnya karena dapat berkomunikasi dengan sel sel tetangganya.
Sedangkan kelenjar endokrin langsung melepaskan sekresinya melalui darah.
Kelenjarendokrin terdiri dari :
1. Pulau Langerhans pada pankreas
2. Gonad (ovarium dan testis)
3. Kelenjar adrenal, hipofise, tiroid dan paratiroid serta timus.
Hormon membawa pesan kimiawi antar sel dan beredar melalui darah untuk
mencari sel target. Pengatuan hormon dilakukan oleh hipotalamus melalui kelejjar
pituitari. Hormon secara umum di klasifikasikan berdasarka pada struktur dasar
molekulnya sebagai berikut :
1. Steroid. Steroid adalah hormon yang larut dalam lemak. Setelah di sekresikan,
steroid di transportasikan darah dengan bantuan protein pembawa. Steroid
berdifusi menembus sel membran dari jaringan target berikatan dengan
cytoplasmic binding protein. Protein komples pembawa steroid akan masuk ke
dalam nukelus dan akan mempengaruhi transkripsi DNA.
2. Peptida. Protein dan polipeptida disentesis dalam retikulum endoplasma
dijaringan endokrin dan disekresikan ke vesikula. Sesampainya di organ target,
hormon yang ditransportasikan dalam darah berikatan dengan reseptor

3
dimembran selnya lalu mengaktifkan sistem caraka kedua. hormon peptida
seperti insulin umunya responnya lebih cepat
3. Derivat asam amino. Hormon tiroid, katekolamin, efinefrin, norefinerfrin dan
dopamin termasuk derivat tirosin
Hipotalamus mengatur sekresi hipofise posterior dan anterior.
1. Kelenkar hipofise anterior, menghasilkan hormon antara lain : hormon
pertumbuhan (GH) hormon adrenokortikotropik(ACTH), follicle stimulaing
hormon(FSH), tyroid stimulating hormon (TSH), luteinezing hormon(LH),
prolaktin
2. Hipofise posterior, menghasilkan hormon oksitosin dan hormon antidiuretik
(ADH).
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak pada leher bagian depan, tepat dibawah kartilago
krikoid, disamping kiri dan kanan trakea. Pada orang dewasa beratnya kurang lenih
18 gram. Kelenjar ini terdiri dari 2 lobus yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang
dipisahkan oleh isthmus. Masing masing kelenjar mempunyai ketebalan kurang lebih
2 cm, lebar 2,5 cm dan panjang 4 cm. tiap tiap lobus mempunyai lobuli yang masing
masing lobuli terdapat folikel dan parafolikuler. Didalam folikel ini terdapat rongga
yang berisi koloid dimana horon hormon disentesa. Kelenjar tiroid mendapat
sirkulasi darah dari arteri tiroidea superior dan arteri tiroidea inferior. Arteri tiroidea
superior merupakan percabangan dari arteri karotis eksternal dan arteri tiroidea
inferior merupakan percabangan dari arteri subklavia. Kelenjar tiroid dipersarafi oleh
saraf adrenegik dan kolinergik. Saraf adrenegik berasal dari ganglia servikalis dan
kolinergik berasal dari nervus vagus.
Kelenjar tiroid menghasilkan 3 jenis hormon, yaitu T3, T4 dan sedikit
tirokalsitonin. Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel ssedangkan tirokalsitonin
dihasilkan oleh para folikel. Bahan dasar pembentukan hormon ini adalah yodium
yang diperoleh dari makanan dan minuman. Yodium yang dikonsumsi akan diubah
menjadi ion yodium (yodida) yang masuk secara aktif kedalam sel kelenjar dan
dibutuhkan ATP sebagai sumber energi. Proses ini disebut pompa iodida yang dapat
dihambat oleh ATP-ase, ion klorat dan ion sianat.

4
Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang di sebut tiroglobulin yang
kemudian mengalami penguraian menjadi mono iodotirinin (T1) dan diioditironin
(T2). Selanjutnya T1 dan T2 bergabung menjadi triiodotironin (T3) , T2 dan T2
bergabung menjadi tetra iodotironin (T4). Proses penggabungan ini dirangsang oleh
TSH dan dapat dihambat oleh tiourea, tiourasil, sulfonamid dan metil kaptomidazol.
Hormon T3 dan T4 berikatan dengan protein plasma dalam bentuk protein binding
iodine. Hormon T3 mempunyai efek tercepat dijaringan target dan hanya
membutuhkan waktu 3 hari untuk mencapai efek tertinggi, sedangkan T4
memerlukan waktu 11 hari (disebut bentuk inaktif). Fungsi hormone tiroid :
1. Meningkatkan metabolisme, konsumsi karbohidrat dan densitas serta ukuran
mitokondria.
2. Membantu aklimatisasi dilingkungan dingin dengan meningkatkan
metabolisme (peningkatan konsumsi oksigen dan produksi panas)
3. Meningkatkan transkripsi dan translasi DNA
4. Meningkatkan sintesis protein, tetapi juga memiliki efek katabolik protein
5. Efek kronotopik dan inotropik teradap jantung yaitu menambah kekuatan
kontraksi otot dan menambah irama jantung.
6. Memacu pertumbuhan.
7. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernafasan sebagai kompensasi tubuh
terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme.
Penyakit akibat gangguan kelenjar tiroid timbul sebagai ganguan fungsi
(hipofungsi atau hiperfungsi) atau sebagai lessi massa (hiperplasi).

2.2 Patofisiologi Hipertiroidisme


Hipertiriodisme digambarkan sebagai suatu kondisi dimana terjadi kelebihan sekresi
hormon tiroid. Hipertiroidisme atau tirotoksikosis mengacu pada manifestasi klinis yang
terjadi bila jaringan tubuh distimulasi oleh penigkatan hormon ini. Kelainan ini menyerang
wanita lebih banyak dari pria dengan ratio 4:1 terutama pada wanita usia 20 – 40 tahun.
1. Etiologi dan faktor resiko
Bentuk paling sering adalah penyakit Graves( goiter difus toksik) yang mempunyai
tiga tanda utama yaitu hipertiroidisme, pembesaran kelenjar tiroid (goiter) dan

5
eksoptalmus(protusi mata abnormal). Penyakit Graves merupakan kelaianan
autoimun yang dimediasi oleh antibodi IgG yang berikatan dengan reseptor TSH
aktif pada permukaan sel sel tiroid. Penyebab laian hipertiroidisme mencakup goiter
nodular toksik, adenoma toksik, karsinoma tiroid, tiroiditis sub akut dan kronis.
2. Patofisiologi
Hipertiroidisme ditandai dengan hilangnya pengaturan normal dari sekresi TH.
Peningkatan stimulasi TH dapat meningkatkan sistem saraf simpatis sehingga terjadi
hipermetabolisme. Jumlah TH berlebih menstimulasi sitem kardiologi dan
meningkatkan jumlah resetor betaadrenergik menyebabkan takikardi, peningkatan
curah jantung, volume sekuncup, respon adrenergik dan aliran darah perifer.
Metabolisme akan sangat mningkat menyebabkan keseimbangan negatif nitrogen,
deplesi lipid dan defisensi nutrisi.
Hipertiroidisme juga terjadi dalam perubahan sekresi danmetabolisme hipotamik,
pituatari dan hormon gonad. Jika terjadi sebelum pubertas mnegakibatkan penurunan
libido baik pada pria ataupun wanita. Apabila terjadi setelah pubertas wanita akan
menunjukan ketidakteraturan menstruasi dan penurunan fertilitas.
3. Manifestasi klinis
a. Sistem integumen : diaporesis, rambut halus dan jarang serta kulit lembab
b. Sistem pencernaan : nafsu makan meningkat tapi berat badan menurun
c. Sistem muskuloskeletal : kelemahan
d. Sistem pernafasan : takpnea
e. Sistem kardiovaskuler :palpitasi, nyeri dada, takikardi, disritmia, tekanan
sistolik meningkat.
f. Metabolik : peningkatan laju metabolisme tubuh, peningatan suhu tubuh
g. Sistem neurologi : mata lelah, mata kabur, insomnia, infeksi atau ulkus kornea,
peningkatan sekresi air mata, konjunktiva merah, fotofhobia, tremor,
hiperefekk tendon
h. Sistem reproduksi : amenore, vol menstruasi berkurang, penurunan fertilitas,
ginecomastia (pembesaran kelenjar mamae pada pria), penurunan libido.
i. Gelisah, gugup, emosi labil, perilaku mania dan perhatian menyempit.

6
2.3 Pengkajian Pada Gangguan Sistem Endokrin
Kasus 2 : Seorang Pria berusia 47 tahun datang kepoli klinik dengan keluhan dada kiri
terasa berdebar-debar, matanya tampak melotot. Pasien juga mengeluh tangannya yang
bergetar terus (tremor), sering berkeringat dan merasa cepat lapar. Pemeriksaan fisik
menunjukan hasil tekanan darah : 130/80 mmHg, suhu tubuh : 37,1 C, serta adanya tampak
pembesaran ringan kelenjar tiroid.
Hasil laboratorium menunjukkan :
Pemeriksaan laboratorium :
Hb : 12,5 g/Dl (12-16)
Leukosit : 11.000/mmk (4.000-11.000)
Netrofil : 56% (40-70)
Limfosit : 40% (20-40)
Eosinofil : 1% (1-5)
Monosit : 3% (2-8)
Trombosit : 420.000/mmk (150.000-450.000)
Kolesterol total : 179 mg/Dl (<200)
Trigliserida : 105 mg/Dl (80-140)
Htsh : 0,003 UI u/Ml (0,4-5,0)
Pasien saat ini akan disarankan untuk melakukan pemeriksaan T3, T4 dan free T4.
2.3.1 Pengkajian Bio-Psiko-Sosio-Spiritual
Hal-hal yang dikaji pada klien dengan hipertiroid meliputi :
1. Aktivitas atau Istirahat
Gejala : Insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi,
kelelahan berat
Tanda : Atrofi otot
2. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Disritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur, peningkatan
tekanan darah dengan tekanan nada yang berat. Takikardia saat istirahat,
sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis)
Pada kasus : Dada kiri pasien terasa berdebar-debar

7
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (polyuria, nocturia,), rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi). Infeksi saluran kemih berulang, nyeri tekan
abdomen, diare, urine encer, pucat, kuning, polyuria (dapat berkembang
menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hypovolemia berat), urine berkabut,
bau busuk (infeksi), bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
4. Integritas/Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi, suasana hati yang tidak stabil.
Tanda : Ansietas peka rangsang.
5. Makanan/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual atau muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih
dari periode beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretic (tiazid).
Tanda : Kulit kering atau bersisik, muntah, pembesaran thyroid (peningkatan
kebutuhan metabolism dengan penigkatan gula darah), bau halitosis atau
manis, bau buah (napas aseton).
Pada kasus : Pasien merasa cepat lapar.
6. Neurosensori
Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala kesemutan, kelemahan pada otot
parasetia, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, lethargi, stupor atau koma (tahap lanjut),
gangguan memori baru masa lalu) kacau mental. Refleks tendon dalam (RTD
menurun, koma), aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
Pada kasus : Tangan tremor.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (Sedang/berat), wajah meringis
dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulent
(tergantung adanya infeksi atau tidak).

8
Tanda : Sesak napas, batuk dengan atau tanpa sputum purulent (infeksi),
frekuensi pernapasan meningkat.
9. Kemanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya
kekuatan umum/rentang gerak, parastesia atau paralysis otot termasuk
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
10. Seksualitas
Gejala : Rabas wanita (cenderung infeksi), masalah impotent pada pria.
Tanda : Glujosa darah meningkat 100-200 mg/ dl atau lebih, aseton plasma
positif secara mencolok, asam lemak bebas kadar lipis dengan kolesterol
meningkat.
2.3.2 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang dilakukan diantaranya yaitu :
1. Thyroid-stimulating hormone (TSH) yang dihasilkan oleh hipofisis akan
menurun pada hipertiroidisme. Dengan demikian, diagnosis hipertiroidisme
hamper selalu dikaitkan dengan kadar TSH yang rendah. Jika kadar TSH tidak
rendah, maka tes lain harus dijalankan. Nilai normal TSH adalah 0,5 – 5,0
uiU/ml.
Pada kasus : Hasil lab Htsh PASIEN : 0,003ui U/mL
2. Hormon tiroid (T3, T4) akan meningkat. Bagi pasien dengan hipertiroidisme,
mereka harus memiliki tingkat hormone tiroid yang tinggi. Terkadang semua
hormone tiroid yang berbeda tidak tinggi dan hanya satu atau dua pengukuran
hormone tiroid yang berbeda dan tinggi. Nilai normal T3 (2,3-4,2 pg/ml) dan
T4 (0,8-2,8 ng/dl).
3. Pemeriksaan FT4 adalah jenis tes untuk mengukur konsentrasi thyroxine (T4)
dalam bentuk bebas (tidak terikat dengan protein) dalam darah. Thyroxine (T4)
adalah salah satu dari dua hormone utama yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid.
4. Yodium tiroid scan akan menunjukkan jika penyebabnya adalah nodul tunggal
atau seluruh kelenjar.
5. Pemeriksaan scintigraphy

9
Disebut juga thyroid scan atau radioiodine uptake. Sesuai namanya
pemeriksaan ini adalah menilai iodine uptake (serapan) pada kelenjar tiroid
melalui sodium iodine symporter (NIS). Pemeriksaan ini menggunakan agen
radioaktif yang memiliki waktu paruh singkat sehingga ideal untuk
kepentingan diagnostic.
Pada kasus hipertiroid, tes ini akan menunjukan hasil high uptake. Untuk
grave’s disease, TSH-producting pituitary adenoma, penyakit trofoblastik,
germ cell tumor hasil akan menunjukan high uptake yang merata.
6. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi seperti USG leher atau USG tiroid akan menampilkan
pembesaran difus pada kasus Graves’s disease, dan nodul pada kasus toksik
adenoma dan toksik multinodular goiter. Pemeriksaan seperti CT scan atau
MRI dilakukan sesuai indikasi untuk menyingkirkan diagnosis deffernsial
misalnya, pada dugaan TSH-Secreting pituitary adenoma, struma ovarium,
penyakit trofoblastik, dan germ cell tumor.
2.3.3 Prosedur dan Pemeriksaan Diagnostik/Skrining Tes
Pemeriksaan terhadap hormon tiroid mulai berkembang setelah diperkenalkan
teknik radioimmunoassay (RIA) pada awal tahun 1970-an, diikuti dengan
immunoradiometric assay (IRMA), enzyme-linked immunoassay (ELISA) dan
enzyme immunoassay (EIA), serta yang terbaru electrochemiluminescent assay
(ECLIA). Cara ECLIA menjadi metode yang paling peka dibandingkan yang
terdahulu. Cara ini dikembangkan sejak akhir tahun 1980-an dan pada Kursus
Laboratory Endocrinology di Singapore tahun 1989 sudah dinyatakan sebagai
metode yang menjanjikan untuk analisis hormon. Kepekaan bergeser dari kadar
µg/dL menjadi ng/dL bahkan pg/gL. Cara ini sudah diterapkan pada otomasi
(automated analyzer). Dengan demikian, selain makin peka, juga ketelitian dan
ketepatan analisis hormon makin baik .
Pengambilan sampel Tidak perlu persiapan khusus, tidak perlu mengubah pola
makan dan aktifitas fisik, hanya saja pasien diminta untuk menghentikan obat-obatan
tertentu sampai tes selesai dikerjakan, Ada juga obat-obatan yang tetap diminta untuk
diminum karena ingin diketahui pengaruhnya. Bisaanya diukur kadar hormon dari

10
serum yang dipisahkan dari spesimen darah vena, namun bisa pula digunakan plasma
EDTA atau heparin. Bila tidak segera diperiksa, serum sebaiknya disimpan pada 21
suhu 2-8 oC untuk 3-5 hari, bila dibekukan akan stabil sampai ± 30 hari. Sebaiknya
serum tidak hemolisis atau lipemik
1. Pemeriksaan T3
Hormon Thyroxine (T4) dan 3,5,3’ Triiodothyronine (T3) berada dalam
sirkulasi darah, sebagian besar terikat pada protein plasma Thyroxine Binding
Globuline (TBG). Konsentrasi T3 jauh lebih kecil daripada T4, namun
memiliki potensi metabolik yang lebih besar. Pengukuran T3 merupakan faktor
penting untuk mendiagnosis penyakit tiroid. Pengukurannya dapat menentukan
adanya varian pada kelainan hipertiroid pada pasien tirotoksik dengan
peningkatan kadar T3 namun T4 nya normal. Peningkatan T3 tanpa adanya
peningkatan T4 kebanyakan merupakan gejala awal dari tirotoksikosis rekuren
pada pasien yang telah mendapat terapi. Pemeriksaan T3 juga dapat digunakan
untuk monitoring pasien hipertiroid yang sedang mendapatkan terapi maupun
pasien yang telah berhenti menggunakan obat anti tiroid, dan sangat
bermanfaat untuk membedakan pasien eutiroid dan hipertiroid. Pada wanita,
kadar T3 akan meningkat selama kehamilan, terapi estrogen, dan pemakaian
kontrasepsi hormonal. Jika peningkatan T3 diikuti oleh peningkatan TBG dan
T4, maka perubahan ini tidak menggambarkan adanya kelainan tiroid.
2. Pemeriksaan T4
L-Thyroxine (T4) merupakan hormon yang disintesis dan disimpan dalam
kelenjar tiroid. Proses pemecahan proteolisis Thyroglobulin akan melepaskan
T4 ke dalam aliran darah. Lebih dari 99% T4 terikat pada 3 protein plasma
secara 27 reversibel, yaitu : Thyroxine binding globulin (TBG) 70%, thyroxine
binding pre albumin (TBPA) 20% dan albumin 10%. Sekitar 0,03% T4 yang
berada dalam keadaan tidak terikat. Penyakit yang mempengaruhi fungsi tiroid
dapat menimbulkan gejala yang sangat bervariasi. Pengukuran T4 total dengan
immunoassay merupakan metode skrining yang paling memungkinkan dan
dapat dipercaya untuk mengetahui adanya gangguan tiroid pada pasien.
Peningkatan kadar T4 ditemukan pada hipertiroidisme karena Grave’s disease

11
dan Plummer’s disease pada akut dan subakut tiroiditis. Kadar T4 yang rendah
berhubungan dengan hipotiroidisme kongenital, myxedema, tiroiditis kronis
(Hashimoto’s disease) dan beberapa kelainan genetic
3. Pemeriksaan TSH
Pemeriksaan kadar TSH plasma atau serum merupakan metode yang sensitif
untuk mendiagnosis hipotiroidisme primer atau sekunder. TSH disekresi oleh
lobus anterior kelenjar hipofisis (pituitary) dan mempengaruhi produksi dan
pelepasan thyroxine dan triiodothyronine dari kelenjar tiroid. TSH merupakan
glikoprotein dengan berat molekul ± 28.000 dalton, terdiri dari 2 subunit yang
berbeda, alpha dan beta. Konsentrasi TSH dalam darah sangat rendah, namun
sangat penting untuk mengatur fungsi tiroid yang normal. Pelepasan TSH
diatur oleh TSH-releasing hormon (TRH) yang diproduksi oleh hipotalamus.
Kadar TSH dan TRH berbanding terbalik dengan kadar hormon tiroid. Jika
kadar hormon tiroid dalam darah meningkat, maka hipotalamus akan
mensekresi sedikit saja TRH sehingga TSH yang disekresi oleh hipofisis juga
sedikit. Hal sebaliknya akan terjadi jika ada penurunan kadar hormon tiroid
dalam darah. Proses ini dikenal sebagai mekanisme umpan balik (negative feed
back mechanism) yang bertanggung jawab untuk mempertahankan kadar
hormon dalam darah yang optimal. TSH dan glikoprotein hipofisis seperti :
Luteinizing Hormon (LH), follicle stimulating hormon (FSH), dan human
chorionic gonadotropin (hCG), memiliki rantai alpha yang identik. Rantai beta
berbeda namun mengandung regio dengan urutan asam amino yang identik.
Regio yang homolog ini dapat menyebabkan reaksi silang (cross reaction)
dengan beberapa antisera TSH poliklonal. Penggunaan antibodi monoklonal
pada pemeriksaan TSH dengan metode ELISA 33 akan dapat menghilangkan
reaksi silang ini, sehingga mencegah terjadinya hasil tinggi palsu pada wanita
menopause atau wanita hamil.
4. Pemeriksaan FREE T4
L-thyroxine (T4) atau 3,5,3’,5’-tetraiodothyronine merupakan hormon tiroid
yang paling sering diukur untuk diagnosis fungsi tiroid. T4 mempunyai
pengaruh utama terhadap sintesis protein dan konsumsi oksigen pada hampir

12
semua jaringan, juga penting untuk pertumbuhan, perkembangan dan maturasi
seksual. T4 disintesis oleh kelenjar tiroid dan disekresikan ke dalam aliran
darah. Disini, T4 akan berikatan dengan protein serum untuk transport ke
dalam sel. Protein transpor yang utama adalah Thyroxine Binding Globulin
(TBG) yang normalnya mengikat 80% T4. Protein lainnya yang juga berikatan
dengan hormon tiroid adalah TBPA dan Albumin. Hanya 0,03% T4 yang
bebas, disebut sebagai Free T4 (fT4) yang merupakan metabolit aktif, sehingga
pemeriksan kadar fT4 menjadi indikator dari status tiroid pasien.
Hipotiroidisme primer menyebabkan produksi T4 oleh kelenjar tiroid
berkurang, sehingga kadar fT4 yang ada di sirkulasi juga rendah.
Hipertiroidisme primer mengakibatkan produksi T4 yang berlebihan sehingga
kadar fT4 meningkat. Konsentrasi T4 total dalam serum tergantung pada kadar
TBG pada sirkulasi. Kadar TBG dapat dipengaruhi oleh beberapa obat, hormon
steroid, kehamilan, 39 dan bermacam penyakit non tiroid. Tes fungsi tiroid
generasi awal, efek variasi konsentrasi TBG diatasi dengan menghitung Free
Thyroxine Index (FTI). FTI merupakan produk konsentrasi T4 total dan
Thyroid Uptake (TU), yang dapat menilai jumlah binding site pada TBG. Cara
ini membutuhkan dua jenis pemeriksaan yang berbeda (T4 Total dan TU)
namun dapat memberikan indikator yang lebih baik untuk status tiroid daripada
T4 saja. fT4 dibuat untuk mengetahui secara langsung adanya keseimbangan
antara T4 dan T4 yang terikat TBG dalam serum. Metode ini dapat
menggambarkan status tiroid secara umum dengan satu macam pemeriksaan.

2.4 Diagnosa Keperawatan Pada Gangguan Sistem Endokrin


2.4.1 Analisa Data
No Data Diagnosa Etiologi
1 DS : Risiko penurunan curah Hipermetabolik dan
 Pasien mengatakan jantung peningkatan beban
dada kiri terasa kerja jantung
berdebar-debar
DO :

13
 Tekanan darah tinggi
TD : 130/80 mmHg,
N: 120 x/menit
 Tangan tampak
tremor dan
berkeringat
2 DS : Kelelahan Perubahan kimiawi
 Pasien sering merasa tubuh: hipermetabolik
cepat lelah
DO :
 Pasien tampak lemas
dan gelisah
3 DS : Risiko ketidakseimbangan kebutuhan metabolic
 Pasien mengatakan nutrisi : kurang dari
sering cepat lapar kebutuhan tubuh
DO :
 Pasien tampak kurus
 Tampak pembesaran
kelenjar tyroid
 BB = 45 kg, TB =
160 cm
4 DS : Ansietas Perubahan status
 Pasien mengatakan kesehatan
cemas terhadap
kondisinya
 Pasien mengatakan
suasana hatinya tidak
stabil
DO :
 Pasien tampak cemas
dan gelisah

14
5 DS : Risiko mata kering Perlindungan mata
 Pasien mengatakan yang berubah-ubah :
matanya jarang berkurangnya
berkedip kemampuan mata
DO : untuk berkedip.
 Mata pasien tampak
melotot
 Mata pasien tampak
merah
6 DS : Kurangnya pengetahuan Ketidaktahuan
 Pasien mengatakan tentang kondisi, prognosis, sumber informasi
belum mengerti pengobatan, perawatan
tentang penyakitnya diri, dan kebutuhan pulang
DO :
 Pasien tampak
bingung dan cemas

2.4.2 Diagnosa Keperawatan


1 Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan hipermetabolik dan
peningkatan beban kerja jantung.
2 Kelelahan berhubungan dengan perubahan kimiawi tubuh: hipermetabolik
3 Risiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kebutuhan metabolic
4 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
5 Risiko mata kering berhubungan dengan perlindungan mata yang berubah-ubah
: berkurangnya kemampuan mata untuk berkedip.
6 Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan, perawatan
diri, dan kebutuhan pulang berhubungan dengan ketidaktahuan sumber
informasi

2.5 Intervensi Keperawatan Pada Gangguan Sistem Endokrin

15
Sesuai dengan diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus hipertiroid adalah sebagai berikut :
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
hipermetabolit dan peningkatan beban kerja jantung.
Tujuan : Memonitoring curah jantung secara adekuat dengan tanda-tanda vital yang
stabil.
Rencana Intevensi :
Mandiri :
- Monitoring Tanda-tanda Vital dan tekanan darah juga tekanan denyut nadi
- Investigasi adanya laporan nyeri dada
- Kaji denyut nadi ketika pasien tidur
- Monitor hasil rekam jantung (EKG)
- Auskultasi bunyi nafas
- Monitoring tanda dan gejala dari rasa haus yang parah, mukosa yang kering
dan penurunan urine output
- Amati efek samping antagonis adrenergik yang merugikan, seperti penurunan
denyut nadi dan TD yang parah, tanda-tanda vascular kongesti dan gagal
jantung, henti jantung.
Kolaborasi :
- Berikan cairan intravena (IV), sesuai indikasi.
- Berikan obat-obatan, sesuai indikasi, seperti: Beta blocker, misalnya
propranolol (Inderal), atenolol (Tenormin), nadolol (Corgard), dan pindolol
(Visken), Thionimides (juga disebut antagonis hormon tiroid), Larutan iodida-
iodium oral (larutan Lugol), Kortikosteroid, misalnya, deksametason
(Dekadron)
- Pantau hasil laboratorium dan diagnostic terkait.
Rasional:
- Tekanan nadi yang melebar mencerminkan kompensasi peningkatan stroke volume
dan penurunan SVR.
- Takikardia lebih besar dari biasanya, dengan demam dan peningkatan kebutuhan
peredaran darah, mungkin mencerminkan miokard langsung stimulasi oleh hormon
tiroid.

16
- Dehidrasi cepat dapat terjadi, yang mengurangi volume sirkulasi
- Penggantian cairan yang cepat mungkin diperlukan untuk meningkatkan volume
sirkulasi, tetapi harus seimbang dengan tanda-tanda jantung kegagalan dan kebutuhan
akan dukungan inotropik.
- Beta blocker adalah andalan terapi simtomatik untuk tirotoksikosis, seperti takikardia,
tremor, dan kegugupan. (Ross, 2012).
- Obat antitiroid memblokir sintesis hormon tiroid dan menghambatnya konversi T4
ke T3. Mungkin merupakan pengobatan jangka panjang yang pasti atau digunakan
untuk mempersiapkan klien untuk operasi, tetapi efeknya lambat dan tidak akan
meredakan badai tiroid dan mengganggu curah jantung.

2. Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik peningkatan kebutuhan energi


Tujuan : Meningkatkan verbalisasi tingkat energy, dan mampu berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan.
Rencana Intevensi :
Mandiri :
- Pantau tanda-tanda vital, catat denyut nadi saat istirahat dan saat aktif.
- Perhatikan perkembangan takipnea, dispnea, pucat, dan sianosis.
- Berikan lingkungan yang tenang, ruangan sejuk, sensorik menurun rangsangan,
warna yang menenangkan, dan musik yang tenang.
- Dorong klien untuk membatasi aktivitas dan istirahat di tempat tidur bisa jadi.
- Berikan ukuran kenyamanan — sentuhan dan pijatan yang bijaksana dan mandi
air dingin.
- Sediakan aktivitas pengalihan yang menenangkan — mis., Membaca,
permainan komputer, televisi.
- Hindari topik yang menjengkelkan atau mengecewakan klien. Diskusikan cara
untuk menanggapi untuk perasaan ini.
Kolaborasi :
- Berikan obat-obatan, sesuai indikasi, seperti obat penenang dan agen anti
kecemasan.
Rasional;
- Denyut nadi biasanya meningkat, dan bahkan saat istirahat mungkin takikardia
dicatat.

17
- Permintaan dan konsumsi O2 meningkat pada hipermetabolik berpotensi risiko
hipoksia karena aktivitas.
- Mengurangi rangsangan yang dapat memperburuk agitasi, hiperaktif, dan insomnia.
- Membantu melawan efek peningkatan metabolisme.
- Memungkinkan penggunaan energi saraf secara konstruktif, berfungsi sebagai
pengalih perhatian, dan dapat mengurangi kecemasan.
- Mungkin diresepkan untuk membantu memerangi rasa gugup, hiperaktif, dan
insomnia.

3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan kebutuhan metabolic


Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Rencana Intevensi :
Mandiri :
- Pantau asupan makanan harian. Timbang setiap hari dan laporkan.
- Dorong klien untuk makan dan menambah jumlah makan dan camilan,
menggunakan makanan berkalori tinggi yang mudah dicerna.
- Hindari makanan yang meningkatkan gerak peristaltik, seperti teh, kopi,
berserat dan makanan berbumbu tinggi, serta cairan yang menyebabkan diare.
Kolaborasi :
- Konsultasikan dengan ahli diet untuk memberikan diet tinggi kalori, protein,
karbohidrat, dan vitamin.
- Berikan obat-obatan, sesuai indikasi, seperti glukosa dan vitamin B kompleks.

Rasional :
- Penurunan berat badan yang berkelanjutan mungkin menunjukkan kegagalan terapi
antitiroid.
- Membantu menjaga asupan kalori agar tetap tinggi pengeluaran kalori yang cepat
yang disebabkan oleh hipermetabolik.
- Peningkatan motilitas saluran gastrointestinal (GI) dapat menyebabkan diare dan
mengganggu penyerapan nutrisi yang dibutuhkan.
- Diberikan untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah atau mengoreksi
hipoglikemia.

4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan


18
Tujuan : Cemas berkurang sampai dengan hilang, klien tampak lebih tenang dan
rileks.
Rencana Intevensi :
Mandiri :
- Pantau perubahan perilaku. Perhatikan perilaku yang menunjukkan level
kecemasan.
- Menilai proses berpikir, seperti ingatan; rentang perhatian; dan orientasi pada
orang, tempat, waktu, dan situasi.
- Pantau respons fisik, catat palpitasi, berulang-ulang gerakan, hiperventilasi,
dan insomnia.
- Tetap bersama klien, pertahankan sikap tenang. Mengakui perasaan dan
memungkinkan perilaku klien menjadi milik klien.
- Menjelaskan dan menjelaskan prosedur, lingkungan sekitar, atau suara yang
mungkin didengar oleh klien. Hadirkan realitas secara ringkas dan singkat
tanpa menantang pemikiran tidak logis.
- Bicaralah dalam pernyataan singkat, menggunakan kata-kata sederhana.
- Kurangi rangsangan eksternal. Tempatkan di ruangan yang tenang dan sejuk;
berikan yang lembut, musik yang menenangkan; kurangi lampu terang;
membatasi prosedur dan mengurangi jumlah orang yang berinteraksi dengan
klien.
- Perkuat harapan bahwa kendali emosional akan kembali seperti semula
Kolaborasi :
- Berikan obat sesuai indikasi, misalnya agen anti-kecemasan atau obat
penenang, dan memantau efek
- Konsultasikan ke sistem pendukung, sesuai kebutuhan, termasuk konseling,
pelayanan sosial, dan pelayanan pastoral.
Rasional :
- Rasa cemas dan gelisah menyebabkan psikosis yang menerus dan membuat mudah
marah.
- Respon fisik perlu di observasi untuk mengetahui perubahan sikap klien.
- Memberikan informasi yang akurat, yang mengurangi distorsi dan salah tafsir yang
dapat menyebabkan kecemasan dan ketakutan reaksi.

19
- Menghindari tantangan batas pemikiran yang terdistorsi menyebabkan reaksi
defensif.

5. Resiko mata kering berhubungan dengan perlindungan mata yang berubah-


ubah, berkurangnya kemampuan mata untuk berkedip
Tujuan : Menjaga kelembapan selaput mata, dan mengidentifikasi tindakan untuk
memberi perlindungan bagi mata.
Rencana Intevensi :
Mandiri :
- Dorong penggunaan kacamata hitam saat bangun dan tutup kelopak mata saat
tidur, sesuai kebutuhan.
- Tinggikan kepala tempat tidur dan batasi asupan garam, jika diindikasikan.
- Anjurkan klien dalam latihan otot ekstraokuler, jika sesuai. Berikan
kesempatan kepada klien untuk mendiskusikan perasaan tentang perubahan
penampilan dan ukuran untuk meningkatkan citra diri.
Kolaborasi :
- Berikan obat-obatan, seperti yang ditunjukkan, misalnya: Obat tetes mata,
salep, dan air mata buatan, kortikosteroid, dan obat antitiroid.
Rasional :
- Melindungi kornea yang terbuka jika klien tidak dapat menutup kelopak mata
sepenuhnya karena edema dan fibrosis bantalan lemak.
- Mengurangi edema jaringan bila perlu.
- Meningkatkan sirkulasi dan menjaga mobilitas kelopak mata.
- Mata yang menonjol mungkin dianggap tidak menarik.
- Pada penyakit Graves yang parah, mata mungkin menonjol, kelopak mata mungkin
tidak menutup sepenuhnya selama tidur atau normal. berkedip, menyebabkan iritasi
pada bola mata dan meningkat tekanan (glaukoma).

6. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatn, perawatan diri,


dan kebutuhan pulang berhubungan dengan ketidaktahuan sumber informasi
Tujuan: Mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan proses penyakit dan
menghubungkan gejala dengan faktor penyebab
Rencana Intervensi:

20
- Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.
- Berikan informasi yang sesuai dengan situasi individu.
- Identifikasi penyebab stres dan diskusikan pemicu krisis tiroid; masalah
pribadi, sosial, dan pekerjaan; infeksi; dan kehamilan.
- Diskusikan terapi obat, termasuk kebutuhan untuk mematuhi rejimen dan efek
samping dan terapeutik yang diharapkan.
- Identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medis, seperti
demam, sakit tenggorokan, dan erupsi kulit.
- Jelaskan perlu memeriksakan diri ke dokter dan apoteker sebelumnya minum
obat lain yang diresepkan atau dijual bebas.
- Tekankan pentingnya waktu istirahat yang direncanakan.
- Kaji ulang kebutuhan diet bergizi dan tinjauan nutrisi secara berkala
kebutuhan; hindari kafein, pewarna makanan merah dan kuning, serta
pengawet buatan.
- Tekankan perlunya tindak lanjut medis lanjutan.

2.6 Implementasi Keperawatan dan Kolaborasi Pada Gangguan Sistem Endokrin


Implementasi Keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Sunaryo, 2015)
Implementasi keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan sbb :
1. Individualitas klien, dengan mengomunikasikan makna dasar dari suatu
implementasi keperawatan yang akan dilakukan.
2. Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energy yang dimiliki, penyakitnya,
hakikat stressor, keadaan psikososial-kultural, pengertian terhadap penyakit dan
intervensi.
3. Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.
4. Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah serta upaya
peningkatan kesehatan.
5. Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi kebutuhannya

21
6. Penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan kepada
klien.
Waktu Dx Implementasi Respon TTD

24 Resiko tinggi a. Mandiri S : Pasien mengatakan deg- NH


Febuari terhadap degan.
2021 / penurunan curah Memonitor Tanda-tanda Vital dan
jam 11.30 jantung tekanan darah juga tekanan O : Ht 80 x/mnt, RR 16 X/mnt,
berhubungan denyut nadi TD 130/80 mmhg
WIB
dengan hipertiroid
tidak terkontrol
dan peningkatan Mengkaji denyut nadi ketika O : Denyut nadi pasien saat tidur NH
beban kerja pasien 75 x/mnt
jantung. tidur
S: -

Monitoring tanda dan gejala dari S: Pasien mengatakan masih NH


rasa merasakan haus.
haus yang parah, mukosa yang
kering O : Mukosa kering
dan penurunan urine output

b. Kolaborasi S:- NH

Memantau hasil laboratorium dan O : Hasil Laboratorium dalam


diagnostic terkait batas normal.

Memberikan obat-obatan, sesuai S:- NH


indikasi, seperti: Beta blocker,
misalnya propranolol (Inderal), O : pasien tampak patuh
atenolol (Tenormin), nadolol meminum obat sesuai anjuran.
(Corgard), dan pindolol (Visken
Kelelahan
berhubungan
dengan
hipermetabolik
peningkatan a. Mandiri S:- NH
24 kebutuhan energi. Memantau tanda-tanda vital, catat
Febuari denyut nadi saat istirahat dan saat aktif. O : Saat Aktif TD 120/80 mmhg,
2021 Jam RR 18 x/Mnt, Suhu 36,5 C,
12.00 Saat istirahat TD 110/70 MMHG,
RR 16 x/mnt, suhu 36 C.

Mendorong klien untuk membatasi S : Pasien mengatakan akan NH


aktivitas dan istirahat di tempat tidur membatasi aktivitasnya.
bisa jadi.
O : Pasien tampak segar setelah
membatasi aktivitas

b. Kolaborasi NH

Memberikan obat-obatan, sesuai S:-


indikasi, seperti obat penenang dan
agen anti kecemasan. O : Pasien tampak lebih tenan
dari sembelumnya.

22
a. Mandiri S: Pasien mengatakan masih NH
Memantau asupan makanan harian. lapar meskipu sudah makan.
24 Resiko Timbang setiap hari dan laporkan.
Febuari ketidakseimbangan O: Makanan tampak habis.
2021 Jam nutrisi
12.30 berhubungan Mendorong klien untuk makan dan S: Pasien mengatakan sering NH
dengan kebutuhan menambah jumlah makan dan camilan, mengemil.
metabolic; merasa menggunakan makanan berkalori
cepat lapar. tinggi yang mudah dicerna. O: Tampak banyak cemilan
dimeja makan.

b. Kolaborasi : S: - NH
Menkonsultasikan dengan
ahli diet untuk memberikan O: Tampak makanan yang
diet tinggi kalori, protein, dimakan mengandung kalori,
karbohidrat, dan vitamin. protein, karbo dan vitamin.

- Memberikan obat-obatan, S: - NH
Ansietas
sesuai indikasi, seperti
berhubungan O: pasien tampak patuh minum
dengan factor glukosa dan vitamin B
kompleks obat sesuai anjuran.
fisiologis: status
hipermetabolik
a. Mandiri : NH
24 - Memantau perubahan
Febuari perilaku. Perhatikan perilaku S: Pasien mengatakan Cemas
2021 Jam yang menunjukkan level akan penyakitnya.
12.15 kecemasan.
O: pasien sering menanyakan
status kesehatannya terhadap
perawat.

- Menilai proses berpikir, S: pasien mengatakan Ingat NH


seperti ingatan; rentang dirinya saat ini sedang sakit dan
perhatian; dan orientasi pada berusaha berobat untuk
orang, tempat, waktu, dan mendapatkan kesembuhan
situasi.
O: Pasien kooperatif mejawab
pertanyaan perawat.

b. Kolaborasi : S: - NH
- Memberikan obat sesuai
indikasi, misalnya agen anti- O: pasien tampak patuh
kecemasan atau obat meminum obat yang dianjurkan.
penenang, dan memantau
efek

Waktu Dx Implementasi Respon TTD

24 Resiko mata a. Mandiri : S : pasien mengatakan nyaman NH


Febuari kering - Mendorong penggunaan kacamata menggunakan kacamata hitam
2021 Jam berhubungan hitam saat bangun dan tutup
12.30 dengan kelopak mata saat tidur, sesuai O : pasien terlihat memakai
perlindungan mata kebutuhan. kacamata hitam saat bangun
yang berubah- tidur.
ubah,
berkurangnya - Meninggikan kepala tempat tidur S : pasien mengatakan nyaman NH
kemampuan mata dan batasi asupan garam, jika saat posisi setengah duduk

23
untuk berkedip. diindikasikan. O: pasien tampak duduk
semifowler

b. Kolaborasi : S: pasien mengatakan NH


Memberikan obat-obatan, seperti yang meneteskan obat tetes mata saat
ditunjukkan, misalnya: Obat tetes mata perih
mata, salep, dan air mata buatan,
kortikosteroid, dan obat antitiroid O : pasien patuh anjuran dari
perawat

2.7 Evaluasi Keperawatan Pada Gangguan Sistem Endokrin


2.7.1 Pengertian Evaluasi
Menurut Wilkinson (2007), secara umum evaluasi diartikan sebagai prosesyang
disengaja dan sistematik dimana penilaian dibuat mengenai kualitas, nilaiatau
kelayakan dari sesuai dengan membandingkan pada kriteria yangdiidentifikasi atau
standar sebelumnya.
Dalam proses keperawatan, evaluasi adalah suatu aktivitas yang direncanakan,terus
menerus, aktifitas yang disengaja dimana klien, keluarga dan perawat sertatenaga
kesehatan professional lainnya menentukan Wilkinson (2007):
1. Kemajuan klien terhadap outcome yang dicapai
2. Kefektifan dari rencana asuhan keperawatan
2.7.2 Fungsi Evaluasi
1. Menentukan perkembangan kesehatan klien.
2. Menilai efektifitas, efesiensi dan produktifitas.
3. Menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
4. Sebagai umpan balik untuk memperbaiki mutu.
5. Menunjang tanggung gugat dan tanggung jawab
2.7.3 Kriteria Evaluasi
1. Efektifitas: yang mengidentifikasi apakah pencapaian tujuan yang diinginkan
telah optimal.
2. Efisiensi: menyangkut apakah manfaat yang diinginkan benar-benar berguna
atau bernilai dari program publik sebagai fasilitas yang dapat memadaisecara
efektif.

24
3. Responsivitas: yang menyangkut mengkaji apakah hasil kebijakan memuaskan
kebutuhan/keinginan, preferensi, atau nilai kelompok tertentuterhadap
pemanfaatan suatu sumber daya.
No Hari/Tanggal Dx Evaluasi Keperawatan Paraf
.
1. 24 Febuari 2021 Resiko tinggi terhadap S: Mila
Jam 11.30 WIB penurunan curah jantung  Pasien mengatakan deg-
berhubungan dengan degan.
hipertiroid tidak terkontrol  Pasien mengatakan
dan peningkatan beban kerja masih merasakan haus.
jantung. O:
 HR 80 x/mnt, RR 16
X/mnt, TD 130/80
mmhg
 Denyut nadi pasien saat
tidur 75 x/mnt
 Mukosa kering
 Hasil Laboratorium
dalam batas normal.
 Pasien tampak patuh
meminum obat sesuai
anjuran.
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
2. 24 Febuari 2021 Kelelahan berhubungan S: Mila
Jam 12.00 dengan hipermetabolik  Pasien mengatakan akan
peningkatan kebutuhan membatasi aktivitasnya.
energi. O:
 Saat Aktif TD 120/80
mmhg, RR 18 x/Mnt,
Suhu 36,5 C,
 Saat istirahat TD 110/70
MMHG, RR 16 x/mnt,
suhu 36 C.
 Pasien tampak segar
setelah membatasi
aktivitas

25
 Pasien tampak lebih
tenan dari
sembelumnya.
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
3. 24 Febuari 2021 Resiko ketidakseimbangan S: Mila
Jam 12.30 nutrisi berhubungan dengan  Pasien mengatakan
kebutuhan metabolic; merasa masih lapar meskipu
cepat lapar. sudah makan.
 Pasien mengatakan
sering mengemil.
O:
 Makanan tampak habis.
 Tampak banyak cemilan
dimeja makan.
 Tampak makanan yang
dimakan mengandung
kalori, protein, karbo
dan vitamin.
 Pasien tampak patuh
minum obat sesuai
anjuran.
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
4. 24 Febuari 2021 Ansietas berhubungan dengan S: Mila
Jam 12.15 factor fisiologis: status  Pasien mengatakan
hipermetabolik Cemas akan
penyakitnya.
 Pasien mengatakan
Ingat dirinya saat ini
sedang sakit dan
berusaha berobat untuk
mendapatkan
kesembuhan
O:
 Pasien sering
menanyakan status

26
kesehatannya terhadap
perawat.
 Pasien kooperatif
mejawab pertanyaan
perawat.
 Pasien tampak patuh
meminum obat yang
dianjurkan.
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
5. 24 Febuari 2021 Resiko mata kering S: Mila
Jam 12.30 berhubungan dengan  Pasien mengatakan
perlindungan mata yang nyaman menggunakan
berubah-ubah, berkurangnya kacamata hitam
kemampuan mata untuk  pasien mengatakan
berkedip. nyaman saat posisi
setengah duduk
 Pasien mengatakan
meneteskan obat tetes
mata saat mata perih
O:
 Pasien terlihat memakai
kacamata hitam saat
bangun tidur.
 Pasien tampak duduk
semifowler
 Pasien patuh anjuran
dari perawat
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan
hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi
yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.
Penyebab dari hipertiroidisme yaitu adanya gangguan homeostatic yang  disebabkan oleh
produksi TSH yang berlebihan atau adanya perubahan autonomic kelenjar tiroid menjadi
hiperfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Ada banyak gejala pada penderita
penyakit ini yakni gemetar,palpitasi,gelisah,penurunan berat badan yang drastic,nafsu
makan meningkat,emosional,dsb.
Setelah dilakukan askep diharapkan klien mampu mempertahankan curah jantung yang
adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh, mengungkapkan secara verbal tentang
peningkatan tingkat energy, menunjukkan berat badan stabil, mempertahankan kelembaban
membran mukosa mata, terbebas dari ulkus, ansietas berkurang sampai tingkat dapat
diatasi, melaporkan pemahaman tentang penyakitnya, Mempertahankan orientasi realitas
umumnya, mengenali perubahan dalam berpikir/berprilaku dan faktor penyebab.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Black, Joyce M. dan Hawks, Jane Hokanson (2014) Keperawatan Medikal Bedah :
Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan.(ed 8) Singapura : Elsevier.
2. Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M (2005) Patofisiologi : Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit.(ed 6) Jakarta : EGC
3. Williams ,Lippincott & wilkins (2012) Phatophisiology : made Incredibly visual (ed 2)
Philadelphia : Wolters Kluwer Health.
4. Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC
5. Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol.2. Jakarta : EGC.
6. Kasiati dan Rosmalawati, N. W. D. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan :
Kebutuhan Dasa Manusia 1. Jakarta : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia Kesehatan.
7. Purwanto, H. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan Medika Bedah
II. Jakarta : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
8. Doenges, Marilyne.E, Mary Frances, Alice C. Mur. 2014. Nursing Care Plans : Edition 9
Guadelines for individualizing Client Care Across the Life Span. Philadelphia : F.A. Davis
Company.
9. Gulanick, Meg. Judith L.Myers. 2014. Nursing Care Plans. Philadelphia : Elsevier Mosby.
10. Ignatavicius., D.D. (2005). Medical surgical nursing : critical thinking for collaborative care,
London: Elsevier .
11. Harrison, T.R.2018. PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE. 20th Edition. McGraw
Hill Education. United State
12. Wirawati, Ida Ayu. Dr. 2017. Makalah Pemeriksaan Tiroid. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. Denpasar.
(https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/4c6caec53f9cabaf34f46acff9116acb.
pdf)

29
13. T. Edward, SpPD.2017.Diagnosis Hipertiroid. Alomedika

30

Anda mungkin juga menyukai