Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KELENJAR TIROID

Oleh :

Achmad Riwandy I4D110204


Inayati Humairo I4D110208
Maya Sagita I4D110210
Dea Raisa Pratiwi I4D110209
Amelia Nurfalah
Ayu Asih Pertiwi
Gusti Febby Aprilia I4D110024
Shandy Hidayat I4D110211

Dokter Pembimbing :
Drg. Bayu Indra Sukmana

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2016
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................
Daftar isi.................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................
2.1 Anatomi...........................................................................................
2.2 Fisiologi..................................................................................
2.3 Histologi..................................................................................
2.4 Kelainan-kelainan tiroid........................................................
2.4.1 Hipotiroidisme..............................................................
2.4.2 Hipertiroidisme dan tirotoksitosis...............................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Kelenjar tiroid terletak di leher bagian depan tepat di bawah kartilago krikoid,
antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama juga terletak
trakea, esofagus, pembuluh darah besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan
melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid
umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid.
Pada orang dewasa berat tiroid kira-kira 18 gram. Terdapat dua lobus kanan dan
kiri yang dibatasi oleh isthmus. Masing-masing lobus memiliki ketebalan 2 cm lebar 2,5
cm dan panjang 4 cm. Terdapat folikel dan para folikuler. Mendapat sirkulasi dari arteri
tiroidea superior dan inferior dan dipersarafi oleh saraf adrenergik dan kolinergik.
Pembuluh darah besar yang terdapat dekat kelenjar tiroid adalah arteri karotis
komunis dan arteri jugularis interna. Sedangkan saraf yang ada adalah nervus vagus yang
terletak bersama di dalam sarung tertutup di laterodorsal tiroid. Nervus rekurens terletak
di dorsal tiroid sebelum masuk laring.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) atau Tetra
Iodotironin. Bentuk aktif hormon ini adalah triyodotironin (T3) yang sebagian besar
berasal dari konversi hormon T4 di perifer dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh
kelenjar tiroid. Yodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku
hormon tiroid. Yodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan
selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai
monoyodotirosin (MIT).
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu
Thyroid Stimulating Hormon (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar
hipofisis. Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar
hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus
anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin (Thytotropine Releasing
Hormon (TRH)) dari hipotalamus.
Kelenjar tiroid juga mengeluarkan kalsitonin dari sel parafolikuler. Kalsitonin
adalah polipeptida yang menurunkan kadar kalsium serum dengan menghambat
reabsorbsi kalsium dan tulang.
Fungsi hormon tiroid :
1. Mengatur laju metabolisme tubuh
2. Pertumbuhan testis,saraf dan tulang
3. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
4. Menambah kekuatan kontraksi otot dan irama jantung
5. Merangsang pembentukan sel darah merah
6. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernafasan,sebagai kompensasi tubuh
terhadap kebutuhan Oksigen akibat metabolisme
7. Antagonis insulin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media danfasia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus,pembuluh darah besar
dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea danfascia pretrakealis dan melingkari
trakea dua pertiga bahkan sampai tigaperempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid
umumnya terletak padapermukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi letak dan jumlah
kelenjar inidapat bervariasi. Arteri karotis komunis, vena jugularis interna dan
nervusvagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di latero dorsal tiroid.Nervus
rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervusfrenikus dan trunkus
simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasiamedia dan prevertebralis.

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid


Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber antara lain arteri karotis
superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan kedua arteri tiroidea
inferior kanan dan kiri, cabang arteri brakhialis. Kadang kala dijumpai arteri tiroidea ima,
cabang dari trunkus brakiosefalika. Sistem vena terdiri atas vena tiroidea superior yang
berjalan bersama arteri, vena tiroidea media di sebelah lateral dan vena tiroidea inferior.
Terdapat dua macam saraf yang mensarafi laring dengan pita suara (plica vocalis) yaitu
nervus rekurens dan cabang dari nervus laringeus superior.

Gambar 2. Vaskularisasi kelenjar tiroid

Sel epitel kelenjar yang melapisi folikel adalah sel folikular atau thyrocytes.
Selain itu, ada pula komponen sel lain yang disebut sebagai sel C atau parafolikular. Sel
folikular atau thyrocytes mempunyai ukuran dan bentuk yang bervariasi sesuai dengan
status fungsional kelenjar. Ada tiga tipe sel, yaitu pipih (endotelioid), kubus, dan
kolumnar (silindris). Sel pipih tidak aktif. Sel kubus merupakan sel yang paling banyak,
dan fungsi utamanya untuk sekresi koloid. Sel kolumnar berfungsi menyerap TGB,
menyimpanhormon aktif, dan mengeluarkan hormon tersebut ke pembuluh darah.1

Folikel
Folikel adalah unit dasar kelenjar tiroid. Bentuknya bulat sampai oval, ditutupi selapis
epitel yang terletak pada membran basalis. Lumen folikel berisi koloid, yaitu bahan
jernih yang sebagian besar terdiri dari protein, termasuk thyroglobulin (TGB) yang
dikeluarkan oleh sel folikular.
Folikel dipisahkan dengan folikel lainnya oleh jaringan ikat longgar tipis. Rerata
ukuran diameter folikel adalah 200 m. Ukuran folikel bervariasi tergantung status
fungsi kelenjar dan umur. Bentuk folikel yang memanjang merupakan gambaran
hiperplasia atau neoplasia sebagai akibat adanya penekanan pada struktur folikel.
Pemeriksaan mikroskop elektron menunjukkan sel folikel tersusun selapis melingkari
koloid dengan ketebalan sekitar 35 sampai 40 m dan terletak di membran basalis,
terpisah dengan stroma interstitial. Tampak mikrovili pada permukaan sel dengan
jumlah dan panjang yang meningkat pada sel yang aktif. Jumlah retikulum
endoplasma bervariasi, ukuran mitokondria, dan lisosom. biasanya kecil. Apabila
jumlah mitokondria meningkat akan tampak butir-butir dengan sitoplasma lebih
eosinofilik (hurthle cell).
Koloid
Koloid terdiri atas tiroglobulin yaitu suatu glikoprotein yang mengandung suatu asam
amino teriodinisasi. Hormon kelenjar tiroid disimpan dalam folikel sebagai koloid.
Selain sel folikel, sel-sel parafolikel yang lebih besar juga terdapat di kelenjar tiroid.
Sel-sel ini terdapat di dalam epitel folikel atau diantara folikel. Adanya banyak
pembuluh darah di sekitar folikel, memudahkan mencurahkan hormon kedalam aliran
darah.1
Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan suatu molekul glikoprotein besar yang mengandung 5496
asam amino; dengan suatu berat molekul sekitar 660.000 dan koefisien endapan
sebesar 19S. Mengandung sekitar 140 residu tirosil dan sekitar 10% karbohidrat dalam
bentuk manosa, N-asetilglukosamin, galaktosa, fukosa, asam sialat, dan sulfat
kondroitin.
Gen tiroglobulin manusia (hTg) terletak pada lengan panjang dari kromosom 8 distal
dari onkogen c-myc. TSH merangsang transkripsi dari gen tiroglobulin, dan
hipofisektomi atau terapi T3 menurunkan transkripsinya. Gen tiroglobulin
mengandung sekitar 8500 nukleotida, yang menyandi monomer pretiroglobulin (pre-
Tg). Monomer pretiroglobulin mengandung suatu peptida sinyal 19-asamamino,
diikuti oleh suatu rantai 2750-asam-amino yang membentuk monomer tiroglobulin.
mRNA diterjemahkan dalam retikulum endoplasmik kasar, dan rantai tiroglobulin
diglikosilasi selama tranpor ke aparatus Golgi . Dalam aparatus Golgi, dimer
tiroglobulin dimasukkan ke dalam vesikel eksositotik yang berfusi dengan membrana
basalis dan melepaskan tiroglobulin ke dalam lumen folikular. Di sini, pada batas
koloidapikal, tiroglobulin diiodinisasi dan disimpan dalam koloid.
Tiroglobulin tersusun dari 115 residu tirosin. Terbentuk dari 8-10% karbohidrat, 0,2-
1% yodida. 70% yodida yang ada tersebut terdapat sebagai precursor inaktif yaitu
monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT), 30% nya lagi berada dalam residu
iodotironil, T3 dan T4. Bila yodium mencukupi rasio T4:T3 adalah 7:1. Bila terjadi
defisiensi yodium rasio tersebut turun, begitu juga rasio DIT:MIT. Tiroglobulin akan
dihidrolisis menjadi T3 dan T4 aktif. Selama proses hidrolisis tiroglobulin kembali
masuk ke dalam sel. Semua tahapan ini dirangsang oleh TSH (Thyroid Stimulating
Hormone) dan hormone ini (dengan bantuan cAMP) juga meningkatkan transkripsi
gen tiroglobulin.1
Sel C
Sel C disebut juga parafolikular. Epitelium folikular juga mengandung sekitar 10%
sel-sel parafolikular yang tersebar, yang disebut sel C. Sel C berasal dari neural crest,
mengandung granulgranul sitoplasmik kecil yang menunjukkan penyimpanan hormon
calcitonin.1
Kalsitonin
Kalsitonin diproduksi dan di sintesis oleh sel C. Kalsitonin berperan dalam
metabolisme kalsium (Ca2+). Perannya antara lain1:
menurunkan ekskresi kalsium ginjal sehingga konsentrasi kalsium dalam cairan
ekstrasel meningkat
meningkatkan ekskresi fosfat melalui ginjal sehingga konsentrasinya dalam cairan
ekstrasel menurun
meningkatkan laju disolusi tulang yang menggerakkan Ca2+ masuk ke dalam
cairan ekstrasel
meningkatkan efisiensi absorbsi Ca2+ dari usus
mencegah hipokalsemia dengan mengorbankan substansi tulang (bila asupan
Ca2+ dari makanan kurang dan berlangsung lama
2.2. Fisiologi
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T 4) yang kemudian
berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T 3). Iodium nonorganik yang diserap
dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi
30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T 3 dan T4
yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian
besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar
yang kemudian mengalami daur ulang. Disirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein
yaitu globulin pengikat tiroid Thyroid Binding Globulin (TBG) atau prealbumin pengikat
albumin Thyroxine Binding Prealbumine (TBPA). Hormon stimulator tiroidThyroid
Stimulating Hormone (TSH) memegang peranan terpenting untukmengatur sekresi dari
kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal
sebagai umpan balik negatif sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke
sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikular yang menghasilkan
kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu
menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu
Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis. Kelenjar
ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam
sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan
terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin yaitu Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari
hipotalamus.
Sebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara langsung atau tidak
langsung oleh hormon tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan menjadi beberapa
kategori yaitu : (Sherwood, 2011)
a) Efek pada laju metabolism
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh secara keseluruhan.
Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O2 dan pengeluaran energi
tubuh pada keadaan istirahat.
b) Efek kalorigenik
Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas.
c) Efek pada metabolisme perantara
Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yangterlibat dalam
metabolisme bahan bakar. Efek hormon tiroid padabahan bakar metabolik bersifat
multifaset, hormon ini tidak sajamempengaruhi sintesis dan penguraian karbohidrat,
lemak dan protein,tetapi banyak sedikitnya jumlah hormon juga dapat menginduksi
efekyang bertentangan.
d) Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadapkatekolamin
(epinefrin dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yangdigunakan oleh sistem saraf
simpatis dan hormon dari medula adrenal.
e) Efek pada sistem kardiovaskuler
Hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung
sehingga curah jantung meningkat.
f) Efek pada pertumbuhan
Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormone pertumbuhan, tetapi juga
mendorong efek hormon pertumbuhan(somatomedin) pada sintesis protein struktural baru
dan pertumbuhanrangka.
g) Efek pada sistem saraf
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf
terutama Sistem Saraf Pusat (SSP). Hormon tiroid juga sangat penting untuk aktivitas
normal SSP pada orang dewasa.

2.3. Histologi
Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh isthmus.Jaringan
tiroid terdiri atas folikel yang berisi koloid. Kelenjar dibungkusoleh simpai jaringan ikat
longgar yang menjulurkan septa ke dalamparenkim.
Gambar 3. Gambaran histologi dari kelenjar tiroid
Koloid terdiri atas tiroglobulin yaitu suatu glikoprotein yangmengandung suatu
asam amino teriodinisasi. Hormon kelenjar tiroiddisimpan dalam folikel sebagai koloid.
Selain sel folikel, sel-selparafolikel yang lebih besar juga terdapat di kelenjar tiroid. Sel-
sel initerdapat di dalam epitel folikel atau diantara folikel.Adanya banyak pembuluh
darah di sekitar folikel, memudahkan mencurahkan hormon kedalam aliran darah.

Evaluasi Pasien
1. Anamnesa
Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematin, yaitu
dengan berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundaental four) dan tujuh
butir mutiara anamnesis (the sacred seven). Maksud dari empat pokok pikiran
adalah melakukan anamesis dengan cara mencari data:
1) Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
2) Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3) Riwayat Ksehatan Keluarga
4) Riwayat Sosial dan Ekonomi
Setelah melakukan anamesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan
adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, rasm satatus pernikahan, agama
dan pekerjaan.3
a. Riwayat penyakit sekarang, meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan.
Keluhan utama adalah keluhan yang membuat seseorang datang ketempat
pelayanan kesehatan, kemudian setelah keluhan utama dilanjutkan anamnesis
secara sistematis dengan menggunakan tujuh pertanyaan
1. Lokasi (dimana? menyebar atau tidak?)
2. Onset (kapan terjadinya?berapa lama?)
3. Kuantitas keluhan(ringan atau berat, seberapa sering terjadi?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama
b. Riwayat penyakit dahulu, ditanyakan apakah penderita pernah sakit serupa
sebelumnya, kapan terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa
saja.
c. Riwayat penyakit keluarga, Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya
penyakit keturunan dari pihak keluarga
d. Riwayat sosial dan ekonomi, hal ini untuk mengetahui status sosial pasien yang
meliputi pendidikan, pekerjaanm pernikahjan, kebiasaan yang sering
dilakukan(pola tidur, minum alkohol atau merokok, obat obatan, aktivitas
seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan).3
2. Pemeriksaan klinis
a. Ekstra oral
1. Inspeksi, pemeriksa berada di belakang penderita yang berada pada posisi
duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka, ujung jari
pemeriksa diletakkan di kelenjar dengan posisi pemeriksa berada dibelakang
penderita lalu penderita diminta menelan. Kemudian dilakuakn auskultasi di
tiroid dan dapat didengar bising sistolik yang mengarahkan pada penyakit
graves. Jika terdapat pembengkakan atau nodul perlu diperhatikan beberapa
komponen yaitu, lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (difuse atau noduler
kecil), adakah nyeri tekan dan apakah bergerak mengikuti gerakan menelan
atau terfiksasi.4
Pemeriksaan fisik :
a. Penampilan secara umum, amati wajah pasien terhadap adanya edema
disekitar leher dan adanya nodul yang membesar.
b. Tampak benjolan bulat diregio colli anterior sinista
c. Benjolan tidak mengeluarkan darah atau pus
d. Warna kulit leher sama dengan kulit sekitarnya
e. Kulit tidak meradang
f. Terlihat nodul soliter atau multiple
2. Palpasi, Penderita diminta duduk, pemeriksa berada dibelakang penderita,
kemudian raba tiroid dengan kedua tangan, Amati pergerakannya saat
menelan, simetris, ireguler. Jika dalam kondisi normal : tidak terlihat atau
teraba.
3. Perkusi , Parasthesi dan reflek tendon menurun
4. Auskultasi, ketika pasien berbicara suaranya serak/parau
b. Intra oral
Pada pemeriksaan intra oral pada dasarnyaa sama seperti pemeriksaan ekstra
oral, yaitu pemeriksaan dilakukan dengn inspeksi pada bagian intra oral pasien
menggunakan kaca mulut, palpasi pada bagian intra oral serta perkusi pada beberapa
gigi pasien yang diduga adanya kelainan terjadi. Pemeriksaan intra oral yang dapat
dilakukan diantaranya adalah melihat mukosa dari pasien, palpasi mukosa labialbibir
bawah, mukosa nlabial bibir atas dan mukosa bukal untuk melihat konsistensi,
karakteristik jaringan dan indurasi.5
3. Pemeriksaan penunjang
1. Tes Fungsi Hormon Status
Fungsi kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi
tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan
tiroditironin serum, diukur dengan radiologi and assay. Tiroksin bebas serum
mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif, kadar
TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi normal pada
pasien peningkatan autoimun, uji ini dapat digunakan pada awal penilaiaan
pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaaktif
(RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam
menangkap dan mengubah yodida.
2. Foto ronthen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma sudah menekan atau
menyumbat trakea (jalan nafas)
3. Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan didepan leher dan gambaran gondok akan
tampak dilayar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan
kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu
pemeriksaan leher
4. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama
technetium-99 dan yodium125/yodium131 kedalam pembuluh darah, setengah
jam kemudian berbaring dibawah kamera tertentu selama beberapa menit.
Hasil pemeriksaan dengan radoisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan
yang utama adalah fungsi bagian bagian tiroid
5. Biopsi aspirasi
Khusus digunakan pada kecurigaan keganasan, biopsi aspirasi tidak nyeri,
hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi
yang kurang tepat.
Tabel uji pemeriksaan kelainan tiroid 3:
Uji Jenis dan Nilai Normal Interpretasi
T4 Radioimmunoassay, Meningkat
T4 bebas dan terkait a. Hipertiroidisme
Nilai normal 5-12 ug/Dl b. Peninggian TBG, makaian pilKB,
Kehamilan, Hepatitis, Sirosis hati,
pemakaian tamoxifen
Menurun
a. Hipotiroidisme
b. Penurunan TGB, Nefrosis,
glukokortikoida
T3RU Pengukuran indirek Jika >35%
protein pengikat tiroid a. Hipertiroidisme
yang tidak terikat dengan b. Penurunan TGB, Nefrosis
taknik mesin Jika<25%
Nilai normal 25-35% a. Hipotiroidisme
b. Peningkatan TBG, pemakaian pil KB
TSH Sangat sensitif, Jika rendah
menggunakan a. Hipertiroidisme primer
imunispesifik antibodi b. Hipertiroidisme sekunder
monoklonal c. Hipertiroidisme tersier
NilaiNormal :0,5-6,0 Jika Tinggi
uU/mL a. Hipotiroidsme primer
b. Hipotiroidsme sekunder
Nb: jika rendah dan secara klinis
diduga hipertiroidisme, diagnosa
dapat ditegakkan. Berarti tidak
diperlukan uji stimulasi TRH untuk
menegakkan diagnosis
T3 Pemeriksaan langsung Meningkat
Hormon yang secara a. Hipertiroidme
biologis aktif b. Penurunan TSH
Nilai normal 80-200 ng/dL Menurun
a. Hipotiroidisme
b. Peningkatan TBG
RAI- Pengukuran aktivitas Ambilan tinggi (>60%)
uptake kelenjar tiroid dengan a. Penyakit Graves
mengukur ambilan b. Awal penyakit Hashimoto
(uptake) c. Struma endemik
1 131 diberikan peroral d. Awal pasca persalinan
Gambaran ambilan setelah Ambilan menurun (<10%)
6 dan 24 jam a. Pe de Quervah
Nilai normal b. Penyakit Hashimoto lanjut
Nilai normal30-40% c. Jod-Basedowl
ambilan dalam 24 jam d. Penyakit de Quervain
e. Pasca ablasi tiroid

2.4. Kelainan-kelainan Tiroid


Pasien dengan penyakit tiroid biasanya akan mengeluh (1) gejala-gejala defisiensi
tiroid atau hipotiroidisme;(2) gejala-gejala kelebihan hormon tiroid, atau hipertiroidisme;
(3) pembesaran tiroid, yang mana bisa difus atau nodular;(4) kelainan hormone tiroid
tanpa disertai gangguan klinis (eutiroid).
2.4.1 Hipotiroidisme
a. Pengertian
Hipotiroidismedalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi hormone tiroid,
yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses metabolik. Hipotiroidisme pada bayi
dan anak-anak berakibat pertambatan pertumbuhan dan perkembangan jelas dengan
akibat yang menetap yang parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme dengan awitan
pada usia dewasa menyebabkan perlambatan umum organisme dengan deposisi
glikoaminoglikan pada rongga intraselular, terutama pada otot dan kulit, yang
menimbulkan gambaran klinis miksedema. Gejala hipotiroidisme pada orang dewasa
kebanyakan reversibel dengan terapi.
b. Etiologi dan Insidens
Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan sebagai (1) primer (kegagalan tiroid), (2)
sekunder (terhadap kekurangan TSH hipofisis), atau (3) tersier (berhubungan dengan
defisiensi TRH hipotalamus)-atau mungkin karena (4) resistensi perifer terhadap kerja
hormon tiroid. Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan sebagai goiter dan non-goiter, tapi
klasifikasi ini mungkin tidak memuaskan, karena tiroiditis Hasimoto dapat menimbulkan
hipotiroidisme dengan atau tanpa goiter. Insidens berbagai penyebab hipotiroidisme akan
berbeda-beda tergantung faktor-faktor geografis dan lingkungan seperti diet iodida dan
asupan bahan-bahan goitrogenik, ciri-ciri genetika dan populasi dan distribusi umur
populasi (anak atau dewasa).
Tiroiditis Hashimoto mungkin merupakan penyebab hipotiroidisme tersering.
Pada pasien-pasien lebih muda, lebih sering dihubungkan dengan goiter; pada pasien
lebih tua, kelenjar mungkin dihancurkan total oleh proses imunologis dan satu-satunya
sisa penyakit ini adalah uji antibodi mikrosomal antitiroid yang terus menerus positif.
Seperti juga, stadium terakhir penyakit Graves adalah hipotiroidisme. Hal ini makin
dipercepat dengan terapi destruktif seperti pemberian iodin radioaktif aau tiroidektomi
subtotal. Kelenjar tiroid yang terlibat dalam penyakit autoimun lebih rentan terhadap
asupan iodida berlebihan, (seperti iodide-containing cough preparat atau obat antiaritmia
amiodaron) atau pemberian media kontras radiografik yang mengandung iodida.
Sejumlah besar iodida yang besar menghambat sintesis hormon tiroid, menimbulkan
hipotiroidisme dengan goiter pada pasien dengan kelainan kelenjar tiroid; kelenjar normal
biasanya "lolos" dari blok iodida . Walaupun prosesnya bisa disembuhkan sementara
dengan menghentikan iodida, penyakit dasarnya biasanya akan terus berlangsung dan
biasanya akan terjadi hipotiroidisme. Hipotiroidisme dapat terjadi selama fase lanjut
tiroiditis subakut; ini biasanya sementara, akan tetapi dapat menjadi permanen pada kira-
kira 10% pasien. Defisiensi iodida adalah penyebab hipotiroidisme yang jarang
ditemukan di Amerika Serikat tapi lebih sering di negara-negara berkembang. Obat-obat
tertentu dapat menghambat sintesis hormon dan menimbulkan hipotiroidisme dengan
goiter; pada saat ini litium karbonas merupakan penyebab farmakologis tersering dari
hipotiroidisme (di samping iodida), yang digunakan dalam terapi keadaan manik-
depresif, dan amiodaron. Terapi kronis (jangka panjang) dengan obat-obat antitiroid
propiltiourasil dan metimazol akan berakibat sama. Kelainan bawaan sintesis hormon
tiroid akan berakibat terjadinya hipotiroidisme berat. bila hambatan pada sintesis hormon
adalah lengkap, atau hipotiroidisme ringan bila hambatan hanya sebagian. Defisiensi
hipofisis dan hipotalamus cukup jarang ditemukan sebagai penyebab hipotiroidisme dan
biasanya dihubungkan dengan gejala-gejala dan tanda-tanda lain. Resistensi perifer
terhadap hormon tiroid akan dibicarakan di bawah.
c. Patogenesis
Defisiensi hormon tiroid mempengaruhi semua jaringan tubuh, sehingga
gejalanya bermacam-bermacam. Kelainan patologis yang paling khas adalah
penumpukan glikoaminoglikan (kebanyakan asam hialuronat) pada jaringan interstisial.
Penumpukan zat hidrofilik dan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap albumin ini
bertanggung jawab terhadap terjadinya edema interstisial yang paling jelas pada kulit,
otot jantung dan otot bergaris. Penumpukkan ini tidak berhubungan dengan sintesis
berlebih tapi berhubungan dengan penurunan destruksi glikoaminoglikan.
d. Gambaran dan Temuan Klinis
1. Bayi baru lahir (Kretinisme) :
Istilah kretinisme mula-mula digunakan untuk bayi-bayi, pada daerah-daerah
asupan iodin rendah dan goiter endemic dengan retardasi mental, postur pendek, muka
dan tangan tampak sembab dan(seringkali) tuli mutisma dan tanda-tanda neurologis yaitu
kelainan traktus piramidalis dan ekstrapiramidalis . Di Amerika Serikat, program
skriningneonatus telah memperlihatkan bahwa pada populasi kulit puthi
insidenshipotiroidisme neonatus adalah 1 : 5000, sementara pada populasi kulit
hitaminsidensnya hanya 1 : 32.000. Hipotiroidisme neonatus dapat diakibatkan
darikegagalan tiroid untuk desensus selama periode perkembangan embrionik dari
pasalnya pada dasar lidah ke tempat seharusnya pada leher bawah anterior, yangberakibat
timbulnya kelenjar "tiroid ektopik" yang fungsinya buruk. Transferplasenta TSH-R Ab
[blok] dari ibu pasien tiroiditis Hashimoto ke embrio, dapatmenimbulkan agenesis
kelenjar tiroid dan "kretinisme atireotik". Defek bawaanpada biosintesis hormon tiroid
menimbulkan hipotiroidisme neonatus termasukpemberian iodida, obat antitiroid, atau
radioaktif iodin untuk tirotoksikosis saat kehamilan.
Gejala-gejala hipotiroidisme pada bayi baru lahir adalah kesukaranbernapas,
sianosis, ikterus, kesulitan makan, tangisan kasar, hernia umbilikalisdan retardasi berat
dan retardasi pematangan tulang yang nyata. Epifisis tibiaproksimal dan epifisis femur
distal terdapat pada semua bayi cukup bulan denganberat badan lebih dari 2500 g. Tidak
adanya epifisis ini merupakan bukti kuatadanya hipotiroidisme.Pengenalan skrining rutin
terhadap bayi baru lahir untuk TSH dan Tq telahmenjadi keberhasilan besar dalam

diagnosis dini hipotiroidisme neonatus. T4serum di bawah 6 g/dL atau TSH serum di

atas 30 U/mL indikatif adanyahipotiroidisme neonatal. Diagnosis dapat dikonfirmasi


dengan bukti radiologisadanya retardasi umur tulang.
2. Anak
Hipotiroidisme pada anak-anak ditandai adanya retardasipertumbuhan dan tanda-
tanda retardasi mental. Pada remaja, pubertas prekokdapat terjadi, dan mungkin ada
pembesaran sella tursika di samping postur tubuhpendek. Hal ini tidak berhubungan
dengan tumor hipofisis tapi mungkinberhubungan dengan hipertrofi hipofisis yang
berhubungan dengan produksi TSHberlebihan.
3. Dewasa
Pada orang dewasa, gambaran umum hipotiroidismetermasuk mudah lelah,
kedinginan, penambahan berat badan, konstipasi, menstruasi tidak teratur, dan kram otot.
Pemeriksaan fisik termasuk kulityang dingin, kasar, kulit kering, wajah dan tangan
sembab, suara parau dankasar, refleks lambat . Menurunkan konversi karoten menjadi
vitamin A danpeningkatan karoten dalam darah sehingga memberikan warna kuning pada
kulit.
Tanda kardiovaskular-- Hipotiroidisme ditandai oleh adanya gangguankontraksi
otot, bradikardi, dan penurunan curah jantung. EKG memperlihatkankompleks QRS
tegangan rendah dan gelombang P dan T, dengan perbaikan padaespons terhadap
terapi. Pembesaran jantung dapat terjadi; pembesaran ini bias disebabkan oleh edema
interstisial, pembengkakan miofibril non-spesifik, dandilatasi ventrikel kiri tapi
sering karena efusi perikardial . Derajat efusi pericardial dengan mudah dapat
ditentukan dengan ekokardiografi. Walau curah jantungberkurang, jarang dijumpai
gagal jantung kongestif dan edema pulmonum. Adapertentangan apakah miksedema
mendorong terjadinya penyakit arteri koronaria,tetapi penyakit arteri koronaria lebih
umum terjadi pada pasien denganhipotiroidisme, khususnya pasien lebih tua. Pada
pasien dengan angina pektoris,hipotiroidisme dapat melindungi jantung dari stres
iskemik, dan terapipenggantian dapat mencetuskan angina.
Fungsi paru-- Pada orang dewasa, hipotiroid ditandai dengan pernapasandangkal
dan lambat dan gangguan respons ventilasi terhadap hiperkapnia atauhipoksia.
Kegagalan pernapasan adalah masalah utama pada pasien dengan komamiksedema.
Peristaltik usus jelas menurun, berakibat konstipasi kronis dan kadangkadangada
sumbatan feses berat atau ileus.
Fungsi ginjal terganggu, dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerulusdan
kegagalan kemampuan untuk mengekskresikan beban cairan. Hal inidisebabkan
pasien miksedema mempunyai predisposisi terhadap intoksikasi cairanjika cairan
dalam jumlah berlebihan diberikan.
AnemiaSetidaknya ada empat mekanisme yang turut berperan dalamterjadinya
anemia pada pasien hipotiroidisme: (1) gangguan sintesis hemoglobinsebagai akibat
defisiensi hormon tiroksin; (2) defisiensi zat besi dari peningkatankehilangan zat besi
akibat menoragia, demikian juga karena kegagalan usus untuk mengabsorbsi besi; (3)
defisiensi asam folat akibat gangguan absorbsi asam folatpada usus; dan (4) anemia
pernisiosa, dengan anemia megaloblastik defisiensivitamin B12. Anemia pernisiosa
seringkali merupakan bagian spektrum penyakitautoimun, termasuk miksedema
akibat tiroiditis kronika berhubungan denganautoantibodi tiroid, anemia pernisiosa
berhubungan dengan autoantibodi selparietalis, diabetes melitus berhubungan dengan
autoantibodi sel-sel pulauLangerhans, dan insufisiensi adrenal berhubungan dengan
autoantibodi adrenal .
Sistem neuromuskular-- Banyak pasien mengeluh gejala-gejala yangmenyangkut
sistem neuromuskular, seperti, kram otot parah, parestesia, dankelemahan otot.
Gejala-gejala sistem saraf pusat dapat termasuk kelemahan kronis,etargi, dan tidak
mampu berkonsentrasi. Hipotiroidisme mengakibatkangangguan konversi
metabolisme perifer dari prekursor estrogen menjadi estrogen,berakibat perubahan
sekresi FSH dan LH dan siklus anovulatoar dan infertilitas.Hal ini dihubungkan
dengan menoragia berat. Pasien-pasien miksedema biasanyacukup tenang tapi dapat
sangat depresi atau bahkan sangat agitatif ("kegilaan miksedema" = "myxedema
madness").
2.4.2. Hipertiroidisme Dan Tirotoksikosis
Tirotoksikosis adalah sindroma klinis yang terjadi bila jaringan terpajan hormon
tiroid beredar dalam kadar tinggi. Pada kebanyakan kasus, tiroksikosis disebabkan
hiperaktivitas kelenjar tiroid atau hipertiroidisme. Kadang-kadang, tirotoksikosis bisa
disebabkan sebab-sebab lain seperti menelan hormon tiroid berlebihan atau sekresi
hormon tiroid berlebihan dari tempat-tempat ektopik.
1. Goiter Toksik Difusa (Penyakit Graves)
Penyakit Graves adalah bentuk tirotoksikosis yang paling umum dan dapat terjadi
pada segala umur, lebih sering pada wanita dengan pria. Sindroma ini terdiri dari satu
atau lebih dari hal-hal ini : (1) tirotoksikosis (2) goiter (3) oftalmopati (eksoftalmos) dan
(4) dermopati (miksedema pretibial).
Keadaan-keadaan yang Berkaitan dengan Tirotoksikosis:
1. Toksik goiter difusa (penyakit Graves)
2. Toksik adenoma (penyakit Plummer)
3. Toksik goiter multinodular
4. Tiroiditis subakut
5. Fase hipertiroid pada tiroiditis Hashimoto
6. Tiroksikosis factitia
7. Bentuk tirotoksikosis yang jarang: struma ovarium, metastasis karsinoma tiroid
(folikular), mola hidatidiformis, tumor hipofisis yang mensekresi TSH, resistensi
hipofisis terhadap T3 dan Ta.
a. Etiologi
Penyakit Graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang
penyebabnya tidak diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien
Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira 50% keluarga
pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang beredar di darah.
Wanita terkena kira-kira 5 kali lebih banyak daripada pria. Penyakit ini dapat terjadi pada
segala umur, dengan insiden puncak pada kelompok umur 20-40 tahun.
b. Patogenesis
Pada penyakit Graves, limfosit T disensitisasi terhadap antigen dalam kelenjar
tiroid dan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen-antigen ini.
Satu dari antibodi ini bisa ditunjukkan terhadap tempat reseptor TSH pada membran sel
tiroid dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid dalam hal peningkatan
pertumbuhan dan fungsi (TSH-R AB [stim]; . Adanya antibodi dalam darah berkorelasi
positif dengan penyakit aktif dan kekambuhan penyakit. Ada predisposisi genetik yang
mendasari, namun tidak jelas apa yang mencetuskan episode akut ini.
Beberapa faktor yang mendorong respons imun pada penyakit Graves ialah (1)
kehamilan, khususnya masa nifas; (2) kelebihan iodida, khusus di daerah defisiensi
iodida, di mana kekurangan iodida dapat menutupi penyakit Graves laten pada saat
pemeriksaan; (3) terapi litium, mungkin melalui perubahan responsivitas imun; (4)
infeksi bakterial atau viral; dan (5) penghentian glukokortikoid. Diduga "stress" dapat
mencetuskan suatu episode penyakit Graves, tapi tidak ada bukti yang mendukung
hipotesis ini.
Patogenesis oftalmopati dapat melibatkan limfosit sitotoksik (sel-sel pembunuh)
dan antibodi sitotoksik tersensititasi oleh antigen yang umum pada fibroblas orbita, otot
orbita, dan jaringan tiroid . Sitokin yang berasal dari limfosit tersensitasi ini dapat
menyebabkan peradangan fibroblas orbita dan miositis orbita, berakibat pembengkakan
otot-otot orbita, protopsi bola mata, dan diplopia sebagaimana juga menimbulkan
kemerahan, kongesti, dan edema konjungtiva dan periorbita .
Patogenesis dermopati tiroid (miksedema pretibial) dan inflamasi subperiosteal
yang jarang pada jari-jari tangan dan kaki (osteopati tiroid mungkin juga melibatkan
stimulasi sitokin limfosit dari fibroblas pada tempat-tempat ini. Banyak gejala
tiroksikosis mengarah adanya keadaan kelebihan katekolamin, termasuk takikardi,
tremor, berkeringat, kelopak yang kurang dan melotot. Namun kadar epinefrin dalam
sirkulasi adalah normal; jadi pada penyakit Graves, tubuh tampak hiperaktif terhadap
katekolamin. Hal ini mungkin berhubungan dengan bagian peningkatan dengan
perantaraan hormon tiroid pada reseptor katekolamin jantung.
c. Gambaran klinis
Gejala dan Tanda : Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum
termasuk palpitasi, kegelisahan, mudah capai, hiperkinesia dan diare, keringat banyak,
tidak tahan panas, dan senang dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas, tanpa
penurunan nafsu makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksik pada mata , dan
takikardia ringan umumnya terjadi pada umumnya terjadi. Kelemahan otot dan
berkurangnya masa otot dapat sangat berat sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi
tanpa bantuan. Pada anak-anak terdapat pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang
yang lebih cepat. Pada pasien-pasien di atas 60 tahun, manifestasi kardiovaskuler dan
miopati sering lebih menonjol; keluhan yang paling menonjol adalah palpitasi, dispnea
pada latihan, tremor, nervous, dan penurunan berat badan.

2. Bentuk-Bentuk Lain Tirotoksikosis


a. Adenoma Toksik (Penyakit Plummer)
Adenoma fungional yang mensekresi T3 dan T4 berlebihan akan menyebabkan
hipertiroidisme. Lesi-lesi ini mulai sebagai "nodul panas" pada scan tiroid, pelan-pelan
bertambah dalam ukuran dan bertahap mensupresi lobus lain dari kelenjar tiroid. Pasien
yang khas adalah individu tua (biasanya lebih dari 40-60 tahun) yang mencatat
pertumbuhan akhir-akhir ini dari nodul tiroid yang telah lama ada. Terlihat gejala-gejala
penurunan berat badan, kelemahan napas sesak, palpitasi, takikardi dan intoleransi
terhadap panas. Tingkat 2-4 oftalmopati infiltratif tidak pernah dijumpai. Pemeriksaan
fisik menunjukkan adanya nodul berbatas jelas pada satu sisi dengan sangat sedikit
jaringan tiroid pada sisi lain. Pemeriksaan laboratorium biasanya memperlihatkan TSH
tersupresi dan kadar T3 serum yang sangat meningkat, dengan hanya peningkatan kadar
tiroksin yang "border-line". Scan menunjukkan bahwa nodul ini "panas". Adenoma-
adenoma toksik hampir selalu adalah adenoma folikuler dan hampir tidak pernah ganas.
Mereka mudah ditangani dengan pemberian obat-obat antitiroid seperti propil tiourasil
100 mg tiap 6 jam atau metimazol 10 mg tiap 6 jam diikuti aleh lobektomi unilateral atau
dengan iodin radioaktif. Natrium iodida 131I dalam dosis 20-30 mCi biasanya,
dibutuhkan untuk menghancurkan neoplasma jinak. Iodin radioaktif lebih dipilih untuk
nodul toksik yang lebih kecil tetapi yang lebih besar terbaik ditangani dengan operasi.
b. Goiter Toksik Multinodular
Kelainan ini terjadi pada pasien-pasien tua dengan goiter multinodular yang lama.
Oftalmopati sangatlah jarang. Klinis pasien menunjukkan takikardi, kegagalan jantung
atau aritmia dan kadang-kadang penurunan berat badan, nervous, tremor dan berkeringat.
Pemeriksaan fisik memperlihatkan goiter multinodular yang dapat kecil atau cukup besar
dan bahkan membesar sampai substernal. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan TSH
tersupresi dan kadar T3 serum yang sangat meningkat, dengan peningkatan kadar T4
serum yang tidak terlalu menyolok. Scan radioiodin menunjukkan nodul fungsional
multipel pada kelenjar atau kadang-kadang penyebaran iodin radioaktif yang tidak teratur
dan bercak-bercak. Hipertiroidisme pada pasien-pasien depgan goiter multinodular sering
dapat ditimbulkan dengan pemberian iodin (efek "jodbasedow" atau hipertiroidisme yang
diinduksi oleh iodida). Beberapa adenoma tiroid tidak mengalami efek Wolff-Chaikoff
dan tidak dapat beradaptasi terhadap muatan iodida. Jadi, efek- 61 efek ini didorong oleh
kelebihan produksi hormon karena kadar iodida sirkulasi yang tinggi. Ini adalah
mekanisme untuk berkembangnya hipertiroidisme setelah pemberian obat antiaritmia
amiodaron .
Penanganan goiter nodular toksika cukup sukar. Penanganan keadaan hipertiroid
dengan hipertiroid dengan obat-obat antitiroid diikuti dengan tiroidektomi subtotal
tampaknya akan menjadi terapi pilihan, namun sering pasien-pasien ini sudah tua dan
memiliki penyakit lain sehingga pasien-pasien ini seringkali merupakan pasien dengan
risiko operasi yang buruk.
c. Tiroiditis Subakut atau Kronis
Tiroiditis, baik subakut atau kronis dapat berupa perlepasan akut T4 dan T3
menimbulkan gejala-gejala tirotoksikosis dari ringan sampai berat. Penyakit-penyakit ini
dapat dibedakan dari bentuk tirotoksikosis lain di mana 62 ambilan radioiodin jelas
tersupresi, dan biasanya gejala-gejala menghilang spontan dalam waktu berminggu-
minggu atau berbulan-bulan.
d. Tirotoksikosis Factitia
Ini adalah gangguan psikoneurotik di mana tiroksin atau hormon tiroid dimakan
dalam jumlah berlebihan, biasanya untuk tujuan mengendalikan berat badan. Individu
biasanya adalah seseorang yang berhubungan dengan obat-obatan sehingga mudah
mendapatkan obat-obatan tiroid. Gambaran tirotoksikosis termasuk penurunan berat
badan, nervous, palpitasi, takikardi dan tremor bisa didapatkan, tetapi tidak ada tanda-
tanda atau goiter. Karakteristik adalah TSH disupresi, kadar T4 dan T3 serum yang
meningkat dan tidak adanya arnbilan iodin radioaktif. Penanganan membutuhkan diskusi
yang berhati-hati tentang bahaya terapi tiroid jangka panjang, terutama kerusakan
kardiovaskuler dan hilangnya otot, dan osteoporosis. Psikoterapi formal mungkin
diperlukan. 6
DAFTAR PUSTAKA

1. Hermawan Guntur. Pengolahan Dan Pengobatan Hipertiroid. Laboratorium


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Cermin Dunia Kedokteran No.63.
2.Sari, Mutiara Indah. Hormon Tiroid. Medan : USU, 2007.
3. Magner JA :Thyroid Stimujlating Hormone : Byosythesis, Cell Biology And
Bioactivity. Endor Rev 1990, 11-354.
4. Bates Guide To Physical Examination And History Taking, Electronic Version,
115-208
5. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Keokteran Klinis, 6th ED. Erlangga.
Jakarta 2005. Hal 37
6. Barrett, E.J. The Thyroid Gland. In Boron WF, Boulpaep EL. Medical
Physiology.A Cellular And Molecular Approach. Ist Edition. Saunders.
Philadelphia. 2003 : 1035- 1048.

Anda mungkin juga menyukai