Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR


“GANGGUAN PSIKOSOMATIK”

DISUSUN OLEH:
Kelompok 5
1. Khaerunnisya (P 101 19 149)
2. Nurul Amelia Nurdin (P 101 19 155)
3. Mohamad Akbar Awaludin (P 101 19 137)
4. Suci Mardiana Dg Masese (P 101 19 119)

DOSEN PENGAMPUH:
Nur Hikmah Buchair, S.KM., M.Kes

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wataa’la yang telah memberikan


rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Gangguan Psikosomatik” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
dosen pada mata kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang ilmu kesehatan masyarakat
khususnya dalam hal masalah kesehatan hipertensi untuk para pembaca dan juga
penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Epidemiologi
Pennyakit Tidak Menular yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Palu, 04 Oktober 2021

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gangguan Psikosomatik....................................................................3
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Psikosomatik...............................................5
2.3 Gejala Gangguan Psikosomatik...........................................................................7
2.2 Dampak Gangguan Psikosomatik.......................................................................7
2.2 Upaya Deteksi Dini Gangguan Psikosomatik......................................................10
2.3 Upaya Pencegahan Gangguan Psikosomatik.......................................................11
2.3 Upaya Penanganan Gangguan Psikosomatik.......................................................11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................13
3.2 Saran.....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada umumnnya psikosomatik terjadi akibat setresor negatif yang
terdampak oleh interaksi penderita dengan komponen sosial disekitarnya.
Kegagalan pasien psikosomatis dalam berusaha untuk berfikiran positif terhadap
berbagai lingkungan sosial disekitarnya sangat mempengaruhi dalam
menentukan kondisi psikologi sesoarang. Dari semenjak kecil, remaja dan
dewasa dimana seseorang dituntut untuk memiliki pola pikir yang baik terhadap
lingkungan sosialnya, dikarenakan keadaan seperti ini sangat mempengaruhi
keadaan psikologinya (Umi, 2017).
Gangguan psikosomatis timbul bukan karena faktor labil dan kepribadian
seseorang saja, psikosomatis juga bisa timbul pada seseorang yang stabil ataupun
pada orang dengan yang memiliki problematika kepribadian dan pada orang
Psikosa, dan psikosomatik dapat terjadi pada seseorang yang memiliki organ
secara biologis tidak lagi kuat dan tidak peka. Faktor genetik lah yang membuat
kelemahan terjadi, penyakit dan juga luka yang pernah dideritanya.
Pada dasarnya penyakit psikosomatik dapat terjadi akibat rasa cemas yang
begitu kuat dan berlebihan dan rassa putus asa dalam menghadapi setresor
psikososial dan juga penyakit yang diderita oleh pasien. Dalam praktek klinis
ternyata masalah terbesar ialah rasa pesimis dan ketidak ikhlasan akan jalan
hidup yang telah ditidakdirkan oleh Allah. Bagaimanapun beban pikiran atau
stres yang dirasakan oleh seseorang jika diingatkan akan takdir dan jalan yang
telah Allah tentukan, maka sesungghnya dapat memberikan efek positif dalam
pebaikan emosi seseorang (Sahidah, 2018).
Psikosomatik juga bisa terjadi akibat faktor emosi, karena ketika emosi
terjadi dapat merubah fisiologis dan biokimia seseorang. Hal ini disebabkan
adanya hubungan yang erat antara sistem otonom dan sistem hormon (endokrin) ,

1
selain dari peran syaraf, stres psikologi juga berkaitan erat dengan abnormalitas
sistim imun. Meningkatnya zat yang berpengaruh pada sistim imun atau daya
tahan tubuh.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gangguan psikosomatik?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab gangguan psikosomatik?
3. Apa saja gejala yang timbul pada gangguan psikosomatik?
4. Apa saja dampak gangguan psikosomatik?
5. Bagaimana upaya deteksi dini gangguan psikosomatik?
6. Bagaimana upaya pencegahan gangguan psikosomatik?
7. Bagaimana upaya penanganan gangguan psikosomatik?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian gangguan psikosomatik
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab gangguan psikosomatik
3. Untuk mengetahui gejala gangguan psikosomatik
4. Untuk mengetahui dampak gangguan psikosomatik
5. Untuk menjelaskan upaya deteksi dini gangguan psikosomatik
6. Untuk menjelaskan upaya pencegahan gangguan psikosomatik
7. Untuk menjelaskan upaya penanganan gangguan psikosomatik

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gangguan Psikosomatik


Psikosomatik secara bahasa terdiri dari dua kata yaitu Psyche, dan Soma,
Psyche berarti fikiran (kejiwaan atau Psikhis) sedangkan soma berarti fisik dan
tubuh. Jadi jika disederhanakan dapat diartikan bahwa psikosomatik ialah
perubahan bentuk suatu fisik dikarenaka adanya faktor atau pengaruh Psikhis.
Gangguan psikosomatik (Psycosomatic disorder) ialah perubahan ataupun
ketidakseimbangan antara fungsi fisiologi tubuh yang disebakan oleh kondisi
Psikhis yang tidak stabil. Gangguan psikosomatik ini dapat menimbulkan
bermacam-macam penyakit fisik sesuai dengan respon organ yang muncul
(Ahmad, 2018).
Psikosomatik merupakan gangguan Psikologi seseorang yang dimana
nantinya mempengaruhi kondisiki fisik. Psikosmatik atau sekarang biasa disebut
psikofisiologi tidak lain adalah peran kondisi otidak (mental dan Psikhis) yang
mengganggu kondisi fisik sesoerang. Pendekatan terhadap penyakit ini mulai
menningkat pada tahun 1990. Menurut C. Heinrith Psikosomatik ialah eksistensi
suatu gangguan yang dialami Psikhis dan Somatik yang menonjol dan saling
tumpang tindih. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyakit
psikosomaitk ialah gangguan atau penyakit yang ditandai keluhan Psikhis
seseorang dan juga keluhan somatik yang dapat merupakan kelainan fungsional
suatu organ dengan ataupun tanpa gejala, dan juga juga dapat bersamaan
(Sahidah, 2018).
Secara terminologi Psikosomatik ialah suatu kondisi gangguan fisik yang
diakibatkan karena masalah psikologis atau masalah pikiran. Di dalam dunia
kodekteran jiwa yang relatif lebih maju dibandingkan jaman dahulu nampaknya
penyakit psikosomatik ini menarik untuk dieliti lebih mendalam bagaiamana
mungkin suatu pikiran seseorang atau kondisi Psikhis seseorang dapat berakibat

3
pada suatu kondisi tubuh. Memang pada umunya, pasien penderita penyakit fisik
tidak terdiagnosa penyakit Psikhis, akan tetapi perlu diketahui, segala sumber
penyakit ialah tidak lain dari pikirain (otidak). Contoh kecil ketika kondisi
seseorang mengalami stres dan setiap harinya tambah meningkat maka seseoarng
akan mengalami peradangan dan diabetes mellitus (Simuh, 2018).
Istilah psikosomatik ini dikenal juga dengan Somatoform. Berdasarkan
panduaan oleh American Psuchiatric Asosiation (APA) dalam Diagnostic dan
Ststistical Manual of Mental Disorders (DSM)-V dan DSM-IV-Text Revision
(TR) mengelompokkan somatoform kepada gangguan simptosomatik, faktor
psikologis yang berpengaruh pada suatu perubahan fisik medis, gangguan somatic
non spesisifik dan gangguan konversi. Akan tetapi pada hakikatnya berbagai
gangguan ini merupakan manifestasi gejala fisik yang terpengaruhi oleh
perubahan kondisi Psikhis (Mood), kecemasan (ansietas) dan stress (Sri, 2016).
Secara umum gangguan Psikosomatik melibatkan empat komponen utama
dalam aspek fisiologi fisik yaitu sisem saraf hormonal, sistem saraf
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) , sistem saraf pusat khususnya area
subkortikal dan sistem saraf otonom, kesemuanya ini ialah bagian yang sangat
erat keterkaitannya dengan pengaruh respon Psikhis (stres).
Psikosomatis merupakan berbagai macam penyakit fisik yang timbul
dikarenakan adanya peran problelmatika yang ada didalam tidak (konflik
psikologis) dan kecemasan kronis, dan juga dia mengartikan psikomatis ialah
bentuk kegagalan sistem saraf dan fisik yang disebabkan cemas yang berlebihan
dan konflik atau gangguan mental seseorang (Kartono, 2017).
Gangguan psikosomatik adalah gangguan fisik (sakit fisik) yang penyebab
atau kekambuhannya diperparah oleh kondisi psikologis, misalnya karena stres
atau tekanan emosional (Everly & Lating, 2002). Stres atau permasalahan
emosional bisa menjadi stresor bagi tubuh, dan akan “menyerang” organ terlemah
dari seseorang. Organ tubuh menjadi lemah bisa jadi karena adanya faktor
herediter, atau karena gaya hidup yang tidak sehat, karenanya mengobati

4
gangguan ini tidak bisa hanya dengan layanan medis saja tetapi juga melibatkan
pendekatan psikologis. Gangguan yang termasuk ke dalam psikosomatik yaitu
gangguan gastrointestinal, gangguan pada jantung dan pembuluh darah
(cardiovascular), allergy, bronchial asthma, gangguan musculoskeletal dan
gangguan kulit (Everly & Lating, 2002). Adapun menurut Carson & Butcher
(1992), penyakit diabetes juga tergolong psikosomatik.
Secara tradisional psikosomatik atau psikofisiologi merupakan bentuk
penyakit fisik yang ditimbulkan oleh faktor psikologis. Penyakit ini sebenanya
termasuk faktor psikologi kelas menengah atau tidak terlalu berat jika
dikelompokkan dalam gangguan mental seseorang akan tetapi pentyakit ini
memiliki sumbangsih yang sangat besar atas timbulnya atau adanya penyakit fisik
pada seseorang. Pada hakikatnya. Semua sistem organ dan organ yang terkait
dengan sistem saraf otonim dan sistem hormonal dapat tejadi gangguan.
psikosomatik di sini merupakan gangguan yang meliputi semua gangguan
simptosomatik, ganggun konversi dan faktor Psikhis yang berperan dalam suatu
kondisi fisik medis dan gangguan somatik non-spesifik. Bermacam banyak
gangguan ini dapat terdampak pada terjadinya suatu penyakit fisik medis antara
lain, jantung, pembuluh darah, saluran cerna, sistem imun, sistem kemih dan
seksual (Yenawati, 2017)
2.2 Faktor-faktor Penyebab Gangguan Psikosomatik
Tidak ada penyebab tunggal untuk gangguan psikosomatis, seperti
kebanyakan kondisi kejiwaan, gangguan adalah hasil akhir dari interaksi yang
antara faktor genetik dan berbagai peristiwa dalam sejarah kehidupan yang dari
individu. Berbagai mekanisme psikologis, sosial, patofisiologis, keluarga, dan
genetik telah diusulkan untuk menjelaskan asal gangguan psikosomatis (Colak,
2014). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Strecter dalam
maramis (2006) Pada 239 penderita dengan gangguan psikogenik Streckter telah
menganalisis gejala yang paling sering didapati yaitu 89 persen terlalu

5
memperhatikan gejala-gejala pada badannya dan 45 persen merasa kecemasan,
oleh karena itu pada pasien psikosomatis perlu ditanyakan beberapa faktor yaitu:
1. Faktor sosial dan ekonomi
Kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran ekonomi, pekerjaan yang tidak
tentu, pekerjaan yang terburu-buru, kualitas pelayanan yang tidak
memuaskan, yang dapat mengakibatkan peningkatan hilangnya jam kerja
karena ketidakm hadiran, kecelakaan di tempat kerja, kurangnya motivasi
dengan komitmen.
2. Faktor perkawinan atau keluarga
Kepuasan dalam pernikahan seperti perselisihan, perceraian dan
kekecewaan dalam hubungan seksual, anak-anak yang nakal dan
menyusahkan. Kondisi dimana keluarga dapat menimbulkan stres yang dapat
membuat tubuh menjadi tertekan serta dapat menyebabkan atau bahkan
memperburuk secara langsung kondisi saat sakit.
3. Faktor kesehatan
Kesehatan juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya gangguan
psikosomatis seperti adanya kerusakan akibat dari berbagai macam hal seperti
penggunaan obat, benturan, penyakit-penyakit yang menahun, pernah masuk
rumah sakit, pernah dioperasi, adiksi terhadap obat-obatan, tembakau, maupun
efek dam ekses dari pembedahan.
4. Faktor psikologis
Pengaruh psikologis yang dapat menyebabkan muncul maupun
memperparah penyakit-penyakit fisik yang disebabkan oleh stressor, terutama
muncul dari sikap maladaptif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Selye,
mengemukakan bahwa faktor-faktor psikologis tertentu dalam kepribadian
seseorang dapat menyebabkan seorang menjadi jarang sakit, atau jika berada
dalam tekanan dia mampu menghadapinya (Wiramihardja, 2015). Stres
psikologis seperti keadaan jiwa waktu dioperasi, waktu penyakit berat, status
didalam keluarga dan stres yang timbul juga dapat mempengaruhi

6
berkembangnya gangguan psikosomatis maupun memperparah
penyakitpenyakit fisik yang dialami oleh pasien.
2.3 Gejala Gangguan Psikosomatik
Menurut Kartono (2002) berikut ini adalah beberapa gejala yang mungkin
muncul pada orang yang mengalami gangguan psikosomatik:
1. Sakit perut atau nyari ulu hati
2. Sakit Punggung
3. Sakit kepala
4. Mudah lelah
5. Nyeri otot
6. Sesak napas atau asma
7. Nyeri dada
8. Jantung berdebar kencang
9. Telapak tangan berkeringat
Orang dengan gangguan psikosomatik, baik orang dewasa maupun anak-
anak, umumnya dapat dikenali beberapa tanda di bawah ini:.
1. Cenderung merasa khawatir berlebih meski keluhannya tergolong ringan.
2. Keluhan psikosomatik umumnya muncul pada saat di bawah tekanan atau
saat beban pikiran meningkat.
3. Pola munculnya keluhan fisik biasanya dipicu oleh stres dan seringkali
terjadi secara berulang.

Gangguan psikosomatik juga bisa berupa memburuknya penyakit fisik


yang sudah ada akibat pengaruh kondisi psikis, emosi, atau pikiran. Contoh
kondisi fisik yang bisa diperparah oleh faktor psikis adalah sakit maag, psoriasis,
eksim, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung.
2.4 Dampak Gangguan Psikosomatik
Hawari menyebutkan dampak gangguan Psikomatik antara lain:
1. Dispesia Fungsional

7
Dispepsia Fungsional, yaitu keluhan tidak enak di perut bagian atas
yang bersifat intermitten, sementara pada pemeriksaan tidak ada kelainan
organ.
2. Hipertensi esensial
Diagnosis ini ditegakkan karena hingga kini belum ditemukan
penyebab, morfologis, kimiawi atau diagnosa klinis yang membuktikannya,
sehingga untuk menetapkan diagnosisnya harus disisihkan penyebab adanya
gangguan ginjal, hormonal, jantung, dan syaraf.
3. Asma bronkiale
Aliran ekspirasi terhalang sehingga ketika bernafas akan terdengar
wheezing atau mengi.
4. Depresi
Yaitu gangguan afektif dengan suasana hati depresi (sedih yang dalam
dan lama), kehilangan minat, gairah dan mudah lelah.
Dari semua penyakit tersebut, yang jumlahnya paling dominan diderita
masyarakat adalah hipertensi, kolesterol, dan sistem saluran darah (jantung).
Selanjutnya akan dibahas mengenai hipertensi dan kolesterol.
1.) Hipertensi
Tekanan darah menjadi data yang pertama dan utama ketika seseorang
mengeluh sakit (vital sign), karena perubahannya telah diketahui selalu
berhubungan dengan berbagai penyakit, bahkan dapat menjadi indikator berat
ringannya suatu penyakit. Ketika seseorang mengeluh sakit, pastilah akan
dimulai dengan pemeriksaan tekanan darahnya. Tekanan darah diukur dengan
tensimeter untuk mendapatkan angka sistolik dan angka diastolik. Seorang
individu diklasifikasikan menderita hipertensi apabila tekanan darah sistolik
140-160, diastolik 90-100. Hipertensi biasa muncul pada usia 30-50 tahun,
dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.
Informasi ini sangat menarik untuk diperhatikan.

8
Ada dua macam hipertensi yaitu esensial (primer) dan sekunder.
Hipertensi primer merupakan gangguan spesifik yang dapat disebabkan oleh
gangguan psikis, kepribadian kompulsif yang memiliki presdiposisi secara
genetik dan telah merepresi dan menekan kekerasan. Hipertensi ini
merupakan reaksi terhadap emosi tertekan, sebagai mekanisme adaptif dan
pertahanan tubuh akibat aktivitas sistem saraf simpatik yang berlebihan.
Hipertensi ini muncul sebagai akibat dari vasokonstriksi dan respons otonom
lainnya (Maramis, 1980).
Banyak hal yang memengaruhi hipertensi pada masyarakat Indonesia,
yaitu: faktor sosio demografi (umur dan jenis kelamin), genetik, pendidikan,
pekerjaan, obesitas, perilaku dan gaya hidup (pola makan, merokok, minum
alkohol dan minuman berkafein, garam, lemak, kurang aktivitas fisik,
kelelahan, serta karakteristik kepribadian dan emosional yaitu pemarah.
Pasien hipertensi sebagian besar memiliki kecenderungan kepribadian obsesi
kompulsif dengan predisposisi emosi yang tinggi. Klien memiliki kebutuhan
yang besar dalam cinta dan kekuasaan, pendendam, memulai konflik dan sulit
beradaptasi terhadap stres dan perubahan kondisi (Rahajeng dan Tuminah,
2009).
2.) Kolesterol
Kolesterol merupakan sejenis lipid dalam aliran darah dan di setiap sel
tubuh, bermanfaat untuk proses metabolisme seperti membantu mencerna
lemak, memperkuat membran sel, dan membuat hormon. Lipid (lemak),
bersama dengan protein dan karbohidrat, adalah komponen utama dari sel-sel
hidup. Kolesterol dan trigliserida berperan sebagai sumber tenaga. Saat kadar
lemak dalam aliran darah terlalu tinggi atau terlalu rendah akan terjadi kondisi
dyslipidemia (Kemenkes RI).
Memperhatikan berbagai keterangan tentang psikosomatis, stres,
hipertensi primer dan kolesterol di muka, didapatkan beberapa pengertian
yaitu:

9
a) Stres merupakan faktor risiko hipertensi maupun kolesterol, dan sebaliknya,
hipertensi dan kolesterol masing-masing dapat memicu munculnya
penyakit lain yang lebih serius.
b) Hipertensi dan kolesterol secara bersama-sama berisiko memunculkan
penyakit sistem saluran darah yang mematikan seperti stroke dan
penyakit jantung. Keduanya muncul di usia 30-40 tahun.
c) Dinamikanya menunjukkan kedua penyakit tersebut adalah gangguan atau
penyakit psikosomatik.
d) Memahami berbagai faktor penyebab dan risikonya, maka
direkomendasikan pengelolaan hipertensi dan kolesterol, juga penyakit
yang muncul sebagai akibat keduanya, dirawat secara multikomponen dan
melibatkan interdisiplin bidang, termasuk pengobatan tradisional.
2.5 Upaya Deteksi Dini Gangguan Psikosomatik
Upaya deteksi dini awal diberikan pemaparan materi tentang cara deteksi
dini, mulai dari bagaimana cara berkomunikasi dengan anggota keluarga,
bagaimana cara mengkaji, melihat kesesuaian gejala yang ditampilkan pasien dan
menggolongkan pasien tersebut dalan kelompok sehat, resiko ataupun gangguan.
Selain itu, para kader diberikan kesempatan untuk melakukan role play (bermain
peran) cara melakukan deteksi dini. Role play dilakukan bergantian dengan peran
sebagai kader, keluarga dan pasien. Dengan demikian diharapkan kader akan
lebih percaya diri ketika melakukan kunjungan rumah. Modul pelatihan dan buku
pegangan kader juga diberikan guna meningkatkan kemampuan dalam
memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
. Oleh karena itu, diperlukan skrining dini dan diagnosis dini untuk
mengetahui gangguan tersebut (Erol dkk, 2005). Masalah Mental dan Emosional
(KMME) yang bertujuan untuk skrining dini dalam melakukan deteksi adanya
gangguan mental dan emosional.

10
2.6 Upaya Pencegahan Gangguan Psikosomatik
Menurut Kartono (2002) upaya pencegahan gangguan psikosomatik dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1. Rutin Berolahraga
2. Istirahat yang cukup
3. Mengatur Pola Makanan yang bergizi dan seimbang
4. Sering melakukan kegiatan spiritual dan religiusitas
2.7 Upaya Penanganan Gangguan Psikosomatik
Menurut Maramis (2004) upaya penanganan gangguan psikosomatik yang
dapat dilakukan :
1. Psikoterapi Kelompok dan Terapi keluarga Karena kepentingan
psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam  perkembangan gangguan
psikosomatik, modifikasi hubungan tersebut telah diajukan sebagai
kemungkinan focus penekanan dalam psikoterapi untuk gangguan
psikosomatik. Toksoz Bryam Karasu menulis bahwa pendekatan kelompok
harus  juga menawarkan kontak intrapersonal yang lebih besar, memberikan
dukungan ego yang lebihh tinggi bagi ego pasien psikosomatis yang lemah
dan merasa takut akan ancaman isolasi dan perpisahan parental. Terapi
keluarga menawarkan harapan suatu perubahan dalam hubungan antara
keluarga dan anak. Kedua terapi memiliki hasil klinis awal yang sangat baik.
2. Terapi Perilaku  Biofeedback. Ini adalah terapi yang menerapkan teknik
behavior dan  banyak digunakan untuk mngatasi psikosomatik. Terapi yang
dikembangkan oleh  Nead Miller ini didasari oleh pemikiran bahwa berbagai
respon atau reaksi yang dikendalikan oleh sistem syaraf otonam sebenarnya
dapat diatur sendiri oleh individu melalui operant conditioning. Biofeedback
mempergunakan instrumen sehingga individu dapat mengenali adanya
perubahan psikologis dan fisik pada dirinya dan kemudian berusaha untuk
mengatur reaksinya. Misalnya seseorang penderita migrain atau sakit kepala.
Dengan menggunakan biofeedback, ia bisa berusaha untuk rileks pada saat

11
mendengan singal yang menunjukkan bahwa ada kontraksi otot atau
denyutan dikepala. Penerapan teknik ini pada pasien dengan hipertensi,
aritmia jantung, epilepsy dan nyeri kepala tegangan telah memberikan hasil
terapetik yang membesarkan hati tetapi tidak menyakitkan.
3. Psikoterapi yang umumnya dilakukan berupa terapi perilaku kognitif.
Pengobatan ini bertujuan untuk melatih respons mental seseorang terhadap
situasi yang berat. Hal ini akan sangat bermanfaat untuk mengurangi keluhan
fisik yang dialami orang dengan gangguan psikosomatik.
4. Hipnoterapi bisa berdampingan dengan psikoterapi, dan efektif untuk
mengatasi stres serta kecemasan. Hipnosis pada terapi ini dapat membuat
seseorang mampu mengeksplorasi pikiran, perasaan, dan ingatan
menyakitkan yang tersembunyi di pikiran bawah sadarnya.
5. Obat-obatan biasanya digunakan untuk gangguan mental yang menyebabkan
gejala psikosomatik. Psikiater umumnya meresepkan obat antidepresan yang
dapat mengurangi gejala fisik atau nyeri yang berhubungan dengan depresi
dan gangguan psikosomatik.

Selain cara-cara di atas, psikiater mungkin juga akan melatih pasien


mengenai cara mengelola stres dengan baik. Tujuannya adalah agar pasien bisa
mencegah atau meredakan gejala psikosomatik ketika sedang dilanda stres.
Meski berasal dari pikiran, gangguan psikosomatik tidak boleh disepelekan dan
harus diatasi. Jika sering mengeluh sakit saat sedang ada masalah,
berkonsultasilah dengan psikiater untuk mendapatkan pemeriksaan dan
penanganan yang tepat.

BAB III

12
PENUTUP

31. Kesimpulan
1. Gangguan psikosomatik adalah gangguan fisik (sakit fisik) yang penyebab
atau kekambuhannya diperparah oleh kondisi psikologis, misalnya karena
stres atau tekanan emosional.
2. Tidak ada penyebab tunggal untuk gangguan psikosomatis, akan tetapi
Berbagai mekanisme psikologis, sosial, patofisiologis, keluarga, dan genetik
telah diusulkan untuk menjelaskan asal gangguan psikosomatis.
3. Ada beberapa gejala yang mungkin muncul pada orang yang mengalami
gangguan psikosomatik seperti, sakit perut atau nyeri ulu hati, sakit punggung,
sakit kepala, mudah lelah, nyeri otot, sesak napas, cenderung merasa khawatir
berlebih meski keluhannya tergolong ringan dan lain sebagainya.
4. Ada beberapa dampak gangguan Psikomatik antara lain, dispesia fungsional,
hipertensi esensial, asma bronkiale, depresi dan lain sebagainya.
5. Upaya deteksi dini awal diberikan pemaparan materi tentang cara deteksi dini,
mulai dari bagaimana cara berkomunikasi dengan anggota keluarga,
bagaimana cara mengkaji, melihat kesesuaian gejala yang ditampilkan pasien
dan menggolongkan pasien tersebut dalan kelompok sehat, resiko ataupun
gangguan.
6. Upaya pencegahan gangguan psikosomatik dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu, rutin berolahraga, istirahat yang cukup, mengatur Pola Makanan
yang bergizi dan seimbang, sering melakukan kegiatan spiritual dan
religiusitas dan melakukan kegiatan positif lainnya.
7. Upaya penanganan gangguan psikosomatik yang dapat dilakukan antara lain,
Psikoterapi Kelompok dan Terapi keluarga, Terapi Perilaku  Biofeedback,
Hipnoterapi bisa berdampingan dengan psikoterapi, dan Obat-obatan biasanya
digunakan untuk gangguan mental yang menyebabkan gejala psikosomatik.
32. Saran

13
Adapun saran dalam makalah ini diharapkan dengan adanya makalah
gangguan psikosomatik ini pembaca dapat memahami hal-hal terkait gangguan
psikosomatik sehingga mampu melakukan pola hidup sehat dan tidak terbebani
dengan pikiran yang negatif serta rutin melakukan kegiatan yang bersifat postif
untuk mencegah diri dari gangguan psikosomatik.

DAFTAR PUSTAKA

14
Carson, C. R., & Butcher, J. 1992. Abnormal psychology and modern life (9th Ed.).
New York, NY: HarperCollins Publishers Inc.
Colak, T. S. 2014. Somatic Expression of Psychological Problems (Somatization):
Examination with Structural Equation Model. International Journal of
Psychology and Educational Studies. vol. 2, hal. 8-14.
Ekowati Rahajeng and Sulistyowati Tuminah, ‘Prevalensi Hipertensi Dan
Determinannya Di Indonesia’, Maj Kedokt Indon, 59.12 (2009), 580-87.
Erol, N., Simsek, Z., Oner, O., Munir, K. 2005. Behavioral and Emotional Problems
among Turkish Children at Ages 2 to 3 Years. Journal of the American
Academy of Child and Adolescent Psychiatry, 44(1), 80–7
Everly, G. S. Jr., & Lating, J. M. 2002. A clinical guide to the treatment of the human
stress response (2nd Ed.). New York, NY: Kluwer Academic Publishers.
Hegazi, M., & Hassan, N. 2007. Heart Rate Variability (HRV) In young Healthy
Females with Primary Dysmenorrhea. Journal Of Psychology Bull Alex. Fac.
Med. Vol. 43 no. 3 hal 152-157.
Kartono, Kartini. 2002. Patologi Sosial 3: gangguan-gangguan Kejiwaan. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Kemenkes RI, ‘Situasi Kesehatan Jantung’, Pusat Data Dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI 2014
Maramis, W. F. 2006. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Surabaya: Airlangga University
Press
M. Tohidi and others, ‘Triglycerides and Tryglycerides to High-Density Lipoprotein
Cholestrol Ratio Are Strong Predictors Of Incident Hypertension in Middle
Eastern Women’, Journal of Human Hypertension, 26.9 (2012), 525-32.
Perdana Akhmad, 2017. Terapi Ruqyah Sebagai Sarana Mengobati Orang Yang
Tidak Sehat Mental dalam Jurnal Psikologi Islam. Vol 1.
Sahidah, Ahmad. 2018. God, Man and Nature. Yogyakarta: IRCisoD.
Simuh. 2018. Sufisme Jawa. Yogyakarta: PT. Buku Seru.

15
Sri. Yenawati. 2017. Gangguan Psikosomatik dan Psikofisiollogis (Anorexia, nerfosa,
enuresis, ashma). Dalam Jurnal Psympathic. Vol. III.
Umi Dasiroh. 2018. Kontruksi Makna Ruqyah Bagi Pasien Pengobatan Alternatifdi
Kota Pekanbaru. Dalam Jurnal JOM FISIP. Vol. 4.
WHO (World Health Organization), Preventing Chronic Diseases: A Vital
Investnent: WHO Global Report (Geneva: World Health Organization, 2005).

16

Anda mungkin juga menyukai