Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM

ENDOKRIN (HIPOTIROID)

Disusun oleh kelompok 1:

Abdul Rohman Walid

Aprilia Nur MalaSari

Rohmah

Sulaiha

Susi Susianti

Nur Diana

PRODI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NAZHATUT THULLAB AL-MUAFA SAMPANG

2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM
ENDOKRIN (HIPOTIROID) ”. Penyusunan makalah ini tidak dapat diselesaikan
tanpa arahan dan bimbingan dari dosen / fasilitator. Oleh karena itu pada
kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih atas
bimbingan dari dosen/fasilitator mata ajar Keperawatan Anak I yakni Ibu Mei
Lestari Ika Widiyati, S.Kep., Ns., M. Kes Penulis menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat
memperbaiki kekurangan selanjutnya.

Sampang, 01 Maret 2023

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hipertiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya
hipofungsi tiroid yang berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala
kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormone tiroid berada di
bawah nilai optimal (Smeltzer, 2002)
Hipotiroidisme menyerang wanita lima kali lebih sering dibandingkan
laki-laki dan paling sering terjadi pada usia di antara 30 hingga 60 tahun.
Dibedakan hipotiroidisme klinis dan hipotiroidisme subklinik.
Hipotiroidisme klinik ditandai dengan kadar TSH tinggi dan kadar fT4
rendah, sedangkan pada hipotiroidisme subklinis ditandai dengan TSH
tinggi dan kadar fT4 normal, tanpa gejala atau ada gejala sangat minimal.
Hipotiroidisme merupakan kumpulan tanda dan gejala yang manifestasinya
tergantung pada: usia pasien, cepat tidaknya hipotiroidisme terjadi, dan ada
tidaknya kelainan lain (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006).
Komplikasi yang terjadi apabila hipotiroidisme tidak diatasi dapat
menyebabkan koma miksedema (Engram, 1999).
Penggantian hormone-hormon tiroid seperti natrium levotiroksin
(Synthroid), natrium liotironin (Cytomel), dan diet rendah kalori merupakan
penatalaksanaan dari hipotiroidisme (Engram, 1999).

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep medis pada hipotiroidisme?
2. Bagaimana konsep keperawatan pada hipotiroidisme?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui dan mengerti tentang hipotiroidisme dan mengerti tentang cara
penanganan serta konsep asuhan keperawatan pada penyakit hipotiroidisme
ini.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi hipotiroidisme
2. Untuk mengetahui klasifikasi hipotiroidisme
3. Untuk mengetahui etiologi hipotiroidisme
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis hipotiroidisme
5. Untuk mengetahui patofisiologi hipotiroidisme
6. Untuk mengetahui pathway hipotiroidisme
7. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan hipotiroidisme
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan keperawatan hipotiroidisme
10. Untuk mengetahui komplikasi hipotiroidisme
11. Untuk mengetahui pengkajian pada hipotiroidisme
12. Untuk mengetahui analisa data pada hipotiroidisme
13. Untuk mengetahui intervensi pada hipotiroidisme
BAB 2
KONSEP TEORI

2.1. Definisi Hipotiroidisme


Hipertiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya
hipofungsi tiroid yang berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala
kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormone tiroid berada di
bawah nilai optimal. (Smeltzer, 2002)
Hipotiroidisme merujuk pada kondisi yang dikarakteristikkan oleh tak
disekresikannya hormon-hormon tiroid. Ini dimanifestasikan dengan
pelambatan semua fungsi tubuh dan mental secara umum. (Engram, 1999)

2.2. Klasifikasi Hipotiroidisme (Smeltzer, 2002)


Ada beberapa pembagian dari hipotirodisme:
a. Hipotiroidime primer (tiroidal)
Hipotiroidime primer (tiroidal) ini mengacu kepada difungsi kelenjer
tiroid itu sendiri. Lebih dari 95% penderita hipotiroidime mengalami
hipotiroidime tipe ini.
b. Hipotiroidime sentral (hipotiroidime sekunder/pituitaria)
Adalah disfungsi tiroide yang disebabkan oleh kelenjer hipofisis,
hipolatamus, atau keduanya.
c. Hipotiroidime tertier (hipotalamus)
Ditimbulkan oleh kelainan hipotalamus yang mengakibatkan sekresi
TSH tidak adikuat aktibat penurunan stimulasi TRH.
d. Kretinisme
Adalah difisiensi tiroid yang diderita saat lahir. Pada keadaan ini, ibu
mungkin juga menderita difisiensi tiroid.
e. Miksedema
Adalah penumpukan mukopolisakarida dalam jaringan supkutan dan
intersisial lainnya. Meskipun meksedema terjadi pada hipotiroidime
yang sudah berlangsung lama dan bera,
2.3. Etiologi Hipotiroidisme (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011)
1. Hipotiroidisme pada dewasa
a. Produksi hormone tiroid yang tidak adekuat, biasanya sesudah
tiroidektomi atau terapi radiasi (terutama dengan preparat I131) atau
akibat inflamasi, tiroiditis autoimun yang kronis (penyakit Hashimoto)
atau keadaan seperti amyloidosis serta sarkoidosis (jarang).
b. Kegagalan hipofisis memproduksi TSH, kegagalan hipotalamus
memproduksi TRH (Thyrotropin-Releasing Hormone), kelainan
bawaan sintetis hormone tiroid, defisiensi yodium (biasanya dari
makanan), atau pemakaian obat-obat antitiroid, seperti propiltiourasil.
2. Hipotiroidisme pada anak
a. Perkembangan embrionik mengalami defek (penyebab paling sering)
sehingga timbul kelainan konginital, yakni kelenjar tiroid tidak
terdapat atau tidak berkembang (kretinisme pada bayi)
b. Defek resesif autosom yang diturunkan pada sintesis tiroksin
(penyebab paling sering berikiutnya).
c. Obat-obat anti tiroid yang digunakan selama kehamilan dan
menyebabkan kretinisme pada bayi (penyebab yang jarang dijumpai).
d. Tiroiditis autoimun yang kronik (kretinisme trjadi sesudah usia 2
tahun)
e. Defisiensi yodum selama kehamilan

2.4. Manifestasi Klinis Hipotiroidisme (Corwin, 2009)


1. Kelambanan berfikir lambat, dan gerakan yang canggung dan lambat.
2. Penurunan frekuensi jantung, pembesaran jantung (jantung
miksedema), dan penurunan curah jantung.
3. Pembengkakan dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di
pergelangan kaki.
4. Intoleransi terhadap suhu dingin.
5. Penurunan laju metabolism, penurunan kebutuhan kalori, penurunan
nafsu makan dan absorpsi zat gizi yang melewati usus.
6. Konstipasi.
7. Perubahan fungsi reproduksi.
8. Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan rambut tubuh yang
tipis dan rapuh.

2.5. Patofisiologi Hipotiroidisme (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011)


Hipotiroidisme dapat mencerminkan malfungsi hipotalamus, hipofisis,
atau kelenjar tiroid yang semuanya merupakan bagian dalam mekanisme
umpan balik negative yang sama. Akan tetapi, gangguan pada hipotalamus
dan hipofisis jarang menyebabkan hipotiroidisme. Hipotiroidisme primer,
yang merupakan gangguan kelenjar tiroid itu sendiri paling sering
ditemukan.
Tiroiditis autoimun kronis, juga disebut tiroiditis limfositik kronis,
terjadi ketika autoantibodi menghancurkan jaringan kelenjar tiroid.
Tiroiditis autoimun kronis yang disertai penyakit gondok (goiter)
dinamakan tiroiditis Hashimoto. Penyebab proses autoimun ini tidak
diketahui kendati hereditas memainkan peranan dan subtype antigen
leukosit manusia yang spesifik dikaitkan dengan resiko yang lebih besar.
Di luar kelenjar tiroid, antibody dapat mengurangi efek hormone tiroid
melalui dua cara. Pertama, antibody dapat menyekat reseptor TSH (Thyroid-
Stimulating Hormone) dan mencegah produksi TSH. Kedua, antibody
antitiroid yang sitotoksik dapat menyerang sel-sel tiroid.
Tiroiditis sub akut, tiroiditis tanpa rasa nyeri, dan tiroiditis
pascapartum merupakan keadaan yang sembuh sendiri dan biasanya akan
diikuti episode hipertiroidisme. Hipotiroidisme subklinis yang tidak diobati
pada dewasa kemungkinan akan menjadi nyata dengan insiden sebesar 5%
hingga 20% per tahun.
2.6. Pathway Hipotiroidisme
Tiroiditis limfosis kronis Proses penuaan Terapi codium Tyroidektomi Obat - obat antitiroid
radioaktif
Antibodi autoimun beredar Penurunan fungsi Pengangkatan Menekan kerja
dalam sirkulasi darah fisiologis tubuh Ablasi kelenjar tiroid kelenjar tyroid kelenjar tyroid
Antibodi menyerang
antigenya Atropi kelenjar tiroid Atropi kelenjar tyroid Produksi hormon
sendiri tyroid menurun
Jumlah sel kelenjar
T3 dan T4 tiroid menurun
dihancurkan
Produksi hormon
Destruksi kelenjar tiroid tiroid menurun

HIPOTIROIDISME

Defisiensi yodium Penumpukan Kadar kolesterol Kadar tiroksin Sekresi GH


Tiroksin dan
mukopolisakardia meningkat menurun menurun
triyodotironin
Menghambat
sintesis tiroksin Pengendapan di Hipofise anterior Defesiensi GH
Akumulasi Serum menurun
mukopolisakarida pembuluh darah terangsang
Penurunan dalam jaringan Dwarfisme/ kerdil
kadar tiroksin subkutan meningkat BMR menurun
Terjadi pengapuran Mengganggu
pembuluh darah termoregulasi
Peningkatan Miksedema Suplai energi yang ada MK:
pelepasan TSH Aterosklerosis berkurang dihipotalamus
- Perubahan
MK: pertumbuhan
Pembesaran Cepat lelah, Toleransi terhadap
Gangguan dan perkembangan
kelenjar tiroid MK: letih dingin menurun
integritas kulit - Gangguan - Gangguan harga diri
Kompresi mekanik, perfusi jaringan Kedinginan, menggigil
gejala - gejala obstruksi Sekresi H.
MK: Gonadotrapim
- Intoleransi menurun
aktivitas MK:
MK: Penyakit jantung koroner - Keletihan - Perubahan suhu tubuh Hipogonadisme
Gangguan rasa
nyaman Nyeri
MK: Penurunan libido,
Penurunan curah jantung menorhagia,amenore

MK:
- Perubahan pola seksual
2.7. Penatalaksanaan Hipotiroidisme (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011)
Penanganan meliputi:
1. Terapi sulih hormone tiroid secara bertahap dengan preparat sintetik T4
dan kadang-kadang dengan T3.
2. Pembedahan eksisi, kemoterapi, atau radiasi jika terdapat tumor
kelenjar tiroid.

2.8. Penatalaksanaan Keperawatan Hipotiroidisme (Smeltzer, 2002)


1. Modifikasi Aktivitas
Penderita hipotiroidisme akan mengalami pengurangan tenaga dan
letargi sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, risiko komplikasi akibat
imobilitas akan meningkat. Kemampuan pasien untuk melakukan
latihan dan berperan dalam berbagai aktivitas menjadi terbatas akibat
perubahan pada status kardiovaskuler dan pulmoner yang terjadi akibat
hipotiroidisme.
2. Pemantauan yang berkelanjutan
Pemantauan TTV dan tingkat kognitif pasien dilakukan dengan
ketat selama penegakan diagnosis dan awal terapi untuk mendeteksi:
kemunduran status fisik serta mental, tanda-tanda serta gejala yang
menunjukan peningkatan laju metabilik akibat terapi yang melampaui
kemapuan reaksi sistem kardiovaskuler dan pernafasan, dan
ketarbatasan atau komplikasi miksedema yang berkelanjutan.
3. Pengaturan suhu
Pasien sering mengalami gejala menggigil dan menderita intoeransi
yang ekstrim terhadap hawa dingin meskipun dia berada dalam ruangan
nersuhu nyaman atau panas. Ekstra pakaian dan selimut dapat
diberikan, dan pasien harus dilindungi terhadap hembusan angin. Jika
pasien ingin menggunakan bantal pemanas atau selimut listrik untuk
mengurangi gangguan rasa nyaman dan gejala menggigil tersebut,
perawat harus menjelaskan bahwa penggunaan alat ini harus dihindari
karena beresiko menyebabkan vasodilatasi perifer, kehilangan panas
tubuh yang lebih lanjut dan kolabs vaskuler.
4. Dukungan emosional
Setelah kondisi hopotiroidisme berhasil diobati dan semua
gejalanya sudah berkurang, pasien dapat mengalami depresi dan rasa
bersalah sebagai akibat dari progresifitas serta intensitas gejala yang
timbul. Pasien dan keluarganya harus diberitahu bahwa semua gejala
tersebut serta ketidakmampuan untuk mengenalinya sering terjadi dan
merupakan bagian dari kelainan itu sendiri. Pasien dan keluarganya
mungkin memerlukan bantuan dan konseling untuk mengatasi masalah
dan reaksi emosional yang muncul.
5. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah
Pasien diberitahu untuk terus minum obat seperti yang diresepkan
dokter meskipun gejala sudah membaik. Intruksi tentang diet diberikan
untuk menigkatkan penurunan berat badan begitu pengobatan dimulai,
untuk menpercepat pemulihan pola defekasi normal. Akibat pelambatan
proses mental pada hipotiroidisme, maka anggota keluarga harus
diberitahu dan dijelasakan tentang tujuan terapi, progra pengobatan
serta efek samping yang harus dilaporkan kepada dokter. Selain itu,
semua instruksi dan pedonan ini harus disamapaikan pula secar tetulis
kepada pasien, keluarga, dan perawat kunjungan rumah.

2.9. Komplikasi Hipotiroidisme (Corwin, 2009)


1. Koma miksedema adalah situasi yang mengancam jiwa yang ditandai
dengan eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme, termasuk
hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan
penurunan kesadaran yang menyebabkan koma.
2. Kematian dapat terjadi tanpa penggatian TH dan stabilisasi gejala.
3. Ada juga resiko yang berkaitan dengan terapi defisiensi tiroid. Resiko
ini mencakup penggantian hormone yang berlebihan, ansietas, atrofi
otot, osreoporosis, dan fibrilasi atrium.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama :
Umur : Paling sering terjadi pada usia di antara 30 hingga 60
tahun.
Jenis Kelamin : Frekuensi pada wanita 5 kali lebih sering dari pada
pria
Alamat :-
Pekerjaan :-
Pendidikan :-
Nomor Register : -
Suku/Bangsa :-
Tanggal MRS :-

2. Riwayat Kesehatan (Welsby, 2010)


a. Keluhan Utama:
Klien biasanya mengeluh merasa lelah, tidak tahan dingin, haid yang
deras, keringat berkurang, kulit terasa kering dan dingin, suara parau,
edema pada kelopak mata bawah.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Tanyakan kepada klien apakah mengalami haid yang deras dan lama
serta merasa lemah, keringat berkurang, tidak tahan dingin, odema
kelopak mata bawah. Tanyakan apakah tambah berat pada waktu
pagi dan cuaca dingin serta setelah aktivitas sedang dan berat.
Tanyakan pada klien usaha yang telah dilakukan dalam menangani
keluhan nyeri, serta mengkonsumsi obat-obat hipotiroidisme dan
bagaimana pengontrolannya.
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
Defisiensi iodium, oprasi tiroid sebelumnya, atau pengobatan
hipertiroid sebelumnya yang berlebihan.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Dalam keluarga klien, kaji kelain kongenital waktu kecil, riwayat
persalinan, riwayat penyakit DM, kardiovaskuler, dan infeksi.

3. Pemeriksaan Fisik (Tucker, 1998)


a. Keadaan Umum: somnolen
b. TTV
TD : < 80/120 mmHg (menurun)
RR : < 20 kali/menit
N : < 80 kali/menit
T : < 36,5 oC

Neurologi
1. Letargi
2. Bicar pelan, monoton, tidak terdengar
3. Gangguan memori
4. Kongnitif melambat
5. Perubahan kepribadian : puas dengan diri sendiri, tumpul, apatis
6. Nistagmus
7. Kebutaan malam
8. Kehilangan pendengaran preseptif
9. Parestesia
10. Tremor intensi
11. Refreks tendon dalam melambat
12. Ataksia
13. Somnolen
14. Sinkope
Muskuloskaletal
1. Mialgia
2. Artralgia
3. Keletihan
Kardovaskular
1. Intoleran pada dingin
2. Penurunan keringat
3. Tekanan darah menyempit
4. Binyi jantung menghilang
5. Nyeri prekordial
Pernafasan
1. Sakit tenggorokan
2. Sesak nafas dengan latihan ringan
Pencernaan/nutrisi
1. Peningkatan berat badan yang tidak jelas
2. Anoreksia
3. Konstipasi
4. Distensi abdomen
5. Asites
Seksual/reproduksi
1. Menuragi, metroragi, amenorea
2. Penurunan libido
3. Penurunan fertilitas : aborsi sepontan
4. Inpotensi
Integumen
1. Kulit : pucat, kering, kasar, keras
2. Edema nonpitting : lengan, kaki, periorbital
3. Kelopak mata atas turun
4. Pembesaran lidah dan bibir
5. Rambur kasar dan tipis
6. Kuku : rapuh, pertumbuhan lambat, tebal
Pemeriksaan diagnostik/Laboratorium
1. Elektrokardogram (EKG) : voltase rendah, perubahan segmen ST non
spesifik, perpanjangan interval PR, blok jantung, pedataran atau
inversi gelombang T
2. Penurunan T3 dan T4 bebas
3. Tes ambilan radioiodida menurun (RAIU)
4. Penurunan T3 dan T4 serum
5. Penurunan natrum serum
6. Kadar TSH bila digunakan : rendah bila hipotiroidisme sekunder;
menigkat bila hipotiroidisme primer
7. Peningkatan serum : kolesterol, trigliserida, CPK, alkalin fosfatase
8. Peningkatan protein dalam cairan serebrospinal (CSS)
9. Gas-gas darah arteri : hipoksia, peningkatan CO2
10. Anemia normostik, normokromik

B. Contoh Analisa Data

No Data Masalah Etiologi

DS: Klien mengatakan


aktivitasnya dibantu oleh
keluarga
DO:
- Pemeriksaan fisik :
Penurunan
1 TTV: Intoleransi aktivitas
kognitif
TD: < 80/120 mmHg
HR: < 80x/mnt
RR: > 20x/mnt
T: < 36,5oC
- Adanya maksidema
2 DS: Pola Napas Tidak Depresi ventilasi
- Klien mengeluh suka
sesak
- Klien mengeluh suara
parau
DO:
- Pasien  terlihat
menggunakan otot bantu Efektif

pernapasan
- Observasi RR: >
20x/mnt
- Hasil rontgen thorax :
efusi pleura.
DS: px mengatakan
badannya tidak tahan dingin
DO: Perubahan suhu
3 Hipotiroidisme
tubuh
- KU: lemah , kesadaran
apatis,
- S: < 36,5oC

C. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas b.d penurun kognitif
2. Pola nafas tidak efektif b.d depresi ventilasi
3. Perubahan suhu tubuh b.d hipotiroidisme

D. Pencernaan Keperawatan
N
Tujuan & KH Intervensi Rasional
o

1 Setelah dilakukan 1. Atur interfal 1. Mendorong aktivitas


perawatan selama 2x24 waktu antar- sambil memberikan
jam pasien mengalami aktivitas untuk kesempatan untuk
peningkatan toleransi meningkatkan mendapatkan
aktivitas. Dengan KH: istirahat dan istirahat yang adikuat
- Beraktivitas dalam latiha yang dapat
2. Memberi kesempatan
perawatan mandiri ditolerir
pada pasien untuk
- Melaporkan 2. Bantu aktivitas
berpartisipasi dalam
penurunana tingkat perawatan
aktivitas perawatan-
kelelahan mandiri ketika
mandiri
- Memperlihatkan pasien berada
perhatian dan dalam keadaan
3. Meningkatkan
kesadaran pada lelah
perhatian tanpa
lingkungan 3. Berikan stimulasi
terlalu menibulkan
- Berpartisipasi dalam melalui
stress pada pasien
aktivitas dan percakapan dan
berbagai kejadian aktivitas yang
dalam lingkungan tidak
- Berpartisipasi dalam menimbulkan 4. Menjaga pasien agar
peristiwa dan stress tidak melakukan
aktivitas keluarga 4. Pantau respon aktivitas yang
- Melaporkan tidak pasien terhadap berlebihan atau
adanya rasa nyeri peningkatan kurang
dada, peningkatan aktivitas
kelelahan atau gejala
sesak napas yang
menyertai
peningkatan
aktivitas

2 Setelah dilakukan 1. Pantau frekuensi, 1. Mengidentifikasi


perawatan selama 2x24 kedalaman, pola hasil pemeriksaan
jam, perbaikan sttus pernafasan; dasar untuk
respiratorius dan oksimetri denyut memantau
pemeliharaan pola nafas nadi dan gas perubahan
yang normal. Dengan darah arterial selanjutnya dan
KH: mengevaluasi
- Memperlihatkan 2. Dorong pasien efektivitas
perbaikan status untuk nafas intervensi
pernafasan dan dalam dan batuk 2. Mencegah
pemeliharaan pola atelektasis dan
3. Berikan obat
pernafasan yang meningkatkan
(Hipnotik dan
normal pernafasan yang
Sedatif) dengan
- Menunjukan adekuat
hati-hati
frekuensi, 3. Pasien
kedalaman dan pola hipotiroidisme
respirasi yang sangat rentang
normal 4. Pelihara saluran terhadap gangguan
- Menarik nafas dalam nafas pasien pernafasan akibat
dan batuk ketika dengan penggunaan obat
dianjurkan maelakukan golongan Hipnotik-
- Menunjukan suara pengisapan dan Sedatif
nafas yang normal dukungan 4. Penggunaan saluran
tanpa bising ventilasi jika nafas Artisifisial
tambahan pada diperlukan dan dukungan
auskultasi ventilasi mungkin
- Menjelaskan diperlukan jika
rasional penggunaan terjadi depresi
obat yang berhati- pernafasan
hati
- Berpartisipasi pada
saat dilakukan
pengisapan dan
ventilasi

3 Setelah dilakukan 1. Brikan tambahan 1. Menimalkan


perawatan selama 2x24 lapisan pakaiaan kehilangan panas
jam, pemeliharaan suhu atau tambahan
tubuh pasien normal. selimut
Dengan KH: 2. Hindari dan
- Mengalami cegah 2. Mengurangi resiko
berkurangnya rasa penggunaan vasodilatasi perifer
nyaman dan sumber panas dan kolabs vaskuler
intoleransi terhadap dari luar
hawa dingin (misalnya, bantal
- Mempertahankan panas, selimut
suhu tubuh dasar listrik atau
3. Mendeteksi
- Melaporkan rasa penghangat)
penurunan suhu
hangat yang adekuat 3. Pantau suhu
tubuh dan
dan berkurangnya tubuh pasien dan
dimulainya koma
gejala menggigil melaporkan
miksedema
- Menggunakan penurunanny-a
tambahan lapisan dari nilai dasar
pakaiaan atau suhu normal
tambahan selimut pasien
4. Meningkatkan
- Menjelasakan 4. Lindungi
tingkat kenyamanan
rasional untuk terhadap pajanan
pasien dan
menghindari sumber hawa dingin dan
menurunkan lebih
panas dari luar hebusan angin
lanjut kehilangan
panas

BAB 4
PENUTUP

4.1 Simpulan
Hipertiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya
hipofungsi tiroid yang berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala
kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormone tiroid berada di
bawah nilai optimal (Smeltzer, 2002). Ada beberapa pembagian dari
Hipertiroidisme, yaitu: Hipotiroidime primer (tiroidal), Hipotiroidime sentral
(hipotiroidime sekunder/pituitaria), Hipotiroidime tertier (hipotalamus),
Kretinisme, Miksedema.
Penyebab hepatitis itu sendiri juga bervariasi mulai dari karena infeksi
virus A, B, C, D, E, F dan G juga bisa karena virus lain seperti sitomegali,
epstain barr, dan rubella. Hepatitis juga bisa terjadi karena penyakit
autoimun, bisa disebabkan karena penggunaan obat-obatan metildopa,
isoniazid, notrofurotin dan oksitenisetin. Pada kelainan genetic juga bisa
terjadi hepatitis pada orang yang menderita penyakit Wilson, anti tripsin.
Pada stadium Pra Ikterus penyakit hepatitis ini berlangsung pada 1-2
minggu dan ditandai oleh: malaise umum, rasa lelah, gejala infeksi saluran
nafas atas, mialgia (nyeri otot), keengganan terhadap sebagian besar
makanan.
Pada penderita hepatitis banyak sekali masalah keperawatan yang
muncul diantaranya seperti; Hipertermi, Nyeri, Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, Keletihan, Gangguan integritas kulit, Perubahan
kenyamanan dll.
Untuk penatalaksanaan keperawatan pada pasien hepatitis bisa
dilakukan penatalaksanaan keperawatan dan juga pemberian terapi supportif
medikamentosa,

4.2 Saran
Sebagai seorang perawat seharunya dapat memberikan asuhan
keperawatan secara intensif mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
dan intervensi pada paien dengan hipotiroidisme.
Daftar Pustaka

Adnan, M. 2021. Asuhan Gizi Pada Hipotiroid. Journal of Nutrition


andHealth. (9): 1: 19-24
Anggraini, Y., & Leniwita, H.2019. Modul Keperawatan Medikal Bedah
II.Fakultas Vokasi, Universitas Kristen Indonesia.
Erlina, L., & Waluya, N.A. 2021. Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 9 Gangguan Sistem Endokrin. Singapore: Elsevier Singapore
Pte.Ltd
Lembar, S., & Hartono, B. 2009. Disfungsi Tiroid, Antibodi,
Peroksidase,dan Hormon Perangsangnya. Indonesian Journal Of
ClinicalPathology and Medical Laboratory. 15 (2): 43-72
Prasetyowati, P., & Ridwan, M. (2016). Hipotiroid Kongenital.
JurnalKesehatan Metro Sai Wawai, 8(2), 70-74
Sarika, D., & Yupianti. 2020. Klasifikasi Penyakit Tiroid
MenggunakanAlgoritma C4.5 Studi Kasus: Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD)Hasanuddin Damrah Manna. Journal Of Science and
Technology.

Anda mungkin juga menyukai