Anda di halaman 1dari 14

TUGAS RANGKUMAN PATOGENESIS PENYAKIT 2

Hipotiroid dan Hipertiroid

Dosen Pengampu : dr. Martha Ardiaria, M.si.Med

dr. Aryu Candra, Mkes.(Epid)

dr.Enny Probosari, M.Si.Med.,Sp.G.K

dr. Etisa Adi Murbawani,M.Si.,Sp.G.K

Disusun oleh :

Gloria Nathania 22030120130093

PROGRAM STUDI S-1 GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2021
1 Tiroid

1.1 Anatomi Tiroid

Kelenjar tiroid merupakan kelenjar endokrin terbesar pada manusia, terletak


di depan trakhea dan di bawah laring. Kelenjar ini terdiri atas dua lobus yang
terletak disebelah kanan dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh secarik
jaringan yang disebut istmus yang melintas pada cincin tulang trakhea dua dan
tiga. Struktur kelenjar tiroid terdiri atas folikel dilapisi oleh cuboid epitelium
yang membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen substansi protein. (1, 2)

Gambar 1. Kelenjar Tiroid (3)

Kelenjar tiroid memiliki fungsi utama, memproduksi hormon tiroid yaitu,


hormon tetraiodothyronine (T4) dan triidothyronine (T3) yang berguna untuk
mengontrol metabolisme sel. Produksi kedua hormone ini sangat berhubungan
erat dengan proses sintesis tiroglobulin sebagai matriks hormone, iodium dari
luar, dan TSH (Thyroid Stimulating Hormone) dari hipofisis. (1, 2)
1.2 Sintesis Hormon Tiroid

Secara fisiologis, T3 (tryiodothyronine) adalah hormon tiroid yang aktif dan


aktivitasnya 3 kali lebih besar dibanding T4 (thyroxine) yang bekerja sebagai
prohormon. Pada kelenjar tiroid, hanya 20% dari total T3 yang disekresi,
sedangkan 80% sisa T3 dibentuk dari hasil iodinasi T4 di organ periferal seperti
liver dan ginjal. Sekresi / pembentukan hormon tiroid ini dikontrol oleh thyroid
stimulating hormone (TSH) yang disekresikan dari glandula pituitari anterior.
Ketika kadar T3 dan T4 di dalam darah rendah, tubuh akan memberikan reaksi
dengan merangsang hipotalamus untuk mensekresi TRH (Thyroid Releasing
Hormone). TRH dari hipotalamus kemudian memberikan sinyal ke glandula pi-
tuitary anterior untuk meningkatkan sekresi TSH (Thyroid Stimulating Hor-
mone). TSH ini kemudian akan aktif dan bekerja di kelenjar tiroid maupun di or-
gan peripheral seperti liver dan ginjal untuk memproduksi dan mensekresi hor-
mone tiroid. Hormone tiroid yang banyak diproduksi adalah T4, yang kemudian
diiodinasi / diaktifkan menjadi T3 dan diedarkan ke seluruh tubuh. Jika kadar T3
dan T4 dalam tubuh sudah mencukupi, tubuh akan memberikan feedback negatif
ke hipotalamus sebagai tanda bahwa sekresi TRH dan TSH dapat dikurangi.
Akan tetapi, juga kadar T3 dan T4 dalam tubuh belum mencukupi, tubuh akan
memberikan feedback positif untuk hipotalamus meneruskan proses sekresi
TRH dan TSH sehingga hormone tiroid terus dibuat hingga jumlahnya men-
cukupi di dalam tubuh. (3, 4)

1.3 Fungsi Tiroid

Hormon tiroid bertanggung jawab untuk mengontrol pertumbuhan dan


perkembangan fisik hingga pubertas, serta perkembangan otak dan fungsi otak
secara normal. Hormon tiroid juga bekerja dalam proses sintesis protein dan
mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak, dan vitamin, sehingga
berpengaruh terhadap produksi energi dalam tubuh. Selain itu, hormone tiroid
juga mempengaruhi mobilisasi kalsium dari tulang. Hormon tiroid juga
meningkatkan sensitivitas reseptor β-adrenergik terhadap katekolamin, yaitu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal dalam menanggapi stress. (4)

2 Hipotiroid

Hipotiroid merupakan keadaan dimana terdapat penurunan fungsi kelenjar tiroid


yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi serum Thyroid Stimulating Hormone
(TSH) dan penurunan konsentrasi T3 dan T4 sehingga mengganggu berbagai
metabolism dalam tubuh. Gejala hipotiroid yang paling umum terjadi antara lain
terjadinya pembesaran kelenjar tiroid, frekuensi buang air besar yang berkurang,
suara serak, kulit dan rambut tampak kering, pucat, dan denyut jantung lebih lambat.
(1, 4)

2.1 Epidemiologi

Hipotiroid adalah kejadian yang banyak terjadi di seluruh dunia. Defisiensi


iodium dan penyakit autoimun (dikenal sebagai Hashimoto thyroiditis) menjadi
penyebab terbanyak untuk kasus mayoritas hipotiroid. Sepertiga dari seluruh
populasi dunia tinggal di daerah yang kekurangan iodium, dan dampak yang
ditimbulkan karena defisiensi berat pada perkembangan neurologis janin, bayi,
dan anak dapat terlihat dengan jelas. Di Eropa, 44% anak usia sekolah masih
belum mendapatkan asupan iodium yang cukup. Di negara yang iodiumnya
cukup, prevalensi untuk hipotiroid berkisar 1-2%, dan meningkat hingga 7%
pada masyarakat dengan usia antara 85 – 89 tahun. Hipotiroid paling banyak 10
kali lebih prevalen pada perempuan daripada laki – laki. (5)

2.2 Etiologi

Hipotiroid terbagi menjadi dua, yakni congenital dan acquired. Hipotiroid


congenital merupakan hipotiroid yang sudah dialami sejak kelahiran, dan banyak
terjadi pada bayi. Beberapa penyebab hipotiroid congenital antara lain
hypoplasia, keadaan genetik / riwayat keluarga, defisiensi yodium pada
kehamilan (biasanya banyak terjadi di satu daerah), tingginya asupan zat
goitrogenik (zat yang menyebabkan pembesaran goiter, contohnya ada pada kol
dan umbi - umbian) pada masa kehamilan, kecacatan pada pituitary, dan
idiopatik atau belum diketahui penyebabnya. (1, 6)

Hipotiroid acquired merupakan hipotiroid yang tidak dialami sejak


kelahiran tetapi didapatkan individu dari berbagai penyebab. Beberapa penyebab
hipotiroid acquired diantaranya seperti defisiensi konsumsi yodium, tiroiditis
autoimun atau biasa disebut sebagai penyakit hashimoto, dilakukannya
tiroidektomi yaitu pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar tiroid,
dilakukannya terapi RAI yaitu terapi radioaktif untuk tiroid, adanya defisiensi
TSH dan TRH, dilakukannya pengobatan tertentu, dan idiopatik atau penyebab
yang belum diketahui. (6)

2.3 Klasifikasi Hipotiroid

2.3.1 Primer

Hipotiroid primer disebabkan karena rusaknya sel-sel pada kelenjar


tiroid atau terganggunya biosintesis hormon tiroid, sehingga terjadi
defisiensi hormon tiroid. (6, 7) Hipotiroid primer memiliki beberapa
penyebab, penyebab pertama yang paling banyak terjadi adalah penyakit
autoimun kronis, yakni penyakit hashimoto, di mana sistem kekebalan
tubuh menyerang tiroid karena tubuh menganggap tiroid sebagai benda
asing dan perlahan – lahan menghancurkan kelenjar tiroid. Karenanya,
kemampuan tiroid memproduksi hormone menurun. Penyakit ini bisa
stabil selama bertahun – tahun dengan gejala hipotiroid yang ringan dan
tidak spesifik. (2)

Penyebab utama lainnya pada hipotiroid primer adalah status yodium


dalam tubuh, yakni bisa berupa defisiensi yodium berat maupun kelebihan
iodium. Yodium sendiri sangat diperlukan oleh tubuh dalam memproduksi
hormon tiroid karena iodium digunakan dalam iodinasi T4 menjadi T3
yang merupakan hormon aktif. (8)

Salah satu dampak pada janin dari ibu hamil yang mengalami
defisiensi yodium selama masa kehamilan adalah kretinisme. Kretinisme
dikarakterisasikan dengan deformasi fisik, dwarfisme, retardasi mental,
dan gangguan pendengaran. Perkembangan fisik dan mental anak – anak
yang terdampak kretinisme akan sangat terhambat dan tidak dapat diubah.
Tingkat keparahan dari kondisi tiap anak sangat bervariasi, tetapi
penanganan sejak dini akan sangat membantu mencegah kerusakan lebih
lanjut. (8)

Selain dua penyebab tersebut, hipotiroid primer juga bisa disebabkan


oleh iatrogenik, biasanya setelah dilakukan operasi dan terapi radiasi untuk
menangani hipertiroid, goiter, atau kanker tiroid. Hipotiroid primer juga
bisa disebabkan karena obat – obatan yang digunakan, misalnya seperti
miodarone, lithium, antibodi monoklonal, natrium valproat (anti-epilepsi),
inhibitor tirosin kinase, dll. (6)

2.3.2 Sekunder / Sentral

Hipotiroid sekunder disebut juga hipotiroid sentral atau hipotirotropik


yang disebabkan oleh penyakit di pituitary atau hipotalamus karena terjadi
penurunan kadar TRH dan TSH hingga menjadi defisiensi. Lebih dari
separuh kasus hipotiroid sekunder / sentral disebabkan karena adenoma
pituitary. Penyebab lain untuk hipotiroid sentral adalah disfungsi pituitary
atau disfungsi hipotalamus karena trauma kepala, apopleksi pituitary,
sindrom Sheehan, operasi, radioterapi, kondisi genetis, dan penyakit
infiltratif. Beberapa jenis obat misalnya dopamine dan somatostatin juga
diketahui dapat memberi efek pada hipotalamus, pituitary, dan tiroid. (6)

2.3.3 Periferal / Extra-thyroidal

Hipotiroid peripheral atau ekstra tiroidal adalah kelompok tersier dari


hipotiroid, Kejadian hipotiroid sekunder maupun tersier bisa dibilang
sangat jarang, yakni kurang dari 1% kasus. Hipotiroid ini disebut
hipotiroid konsumtif, bisa disebabkan karena ekspresi menyimpang dari
enzim deiodinase 3 (yang menginaktivasi hormon tiroid) di jaringan tumor.
Meskipun sangat jarang, kasus over-ekspresi tersebut dapat memicu
hipotiroid berat. Peningkatan konsentrasi enzim deiodinase 3 pertama
terlihat pada bayi dengan infantile hepatic haemangioma, tetapi juga dapat
terjadi pada pasien dengan tumor vaskuler dan fibrotik, dan tumor stroma
gastrointestinal. (6)

2.4 Kilpatrik Grading of Goitre

 Grade 0 > tiroid tidak terlihat dan tidak teraba

 Grade 1 > tiroid tidak terlihat tapi teraba

 Grade 2 > tiroid terlihat saat mendongak dan saat menelan

 Grade 3 > tiroid terlihat di semua posisi

 Grade 4 > tiroid sudah terlihat besar

2.5 Gejala dan Dampak

2.5.1 Kardiovaskular

Pada sistem kardiovaskular, hipotiroid menyebabkan peningkatan


resistensi vaskuler, penurunan output kardiak, penurunan fungsi ventrikel
kiri, dan beberapa perubahan lain dalam kontraktilitas kardiovaskular.
Tidak hanya itu, pasien dengan hipotiroid memiliki prevalensi lebih besar
terhadap faktor resiko kardiovaskular dan seingkali memiliki tanda – tanda
sindrom metabolic, termasuk hipertensi, peningkatan lingkar pinggang,
dan dyslipidemia. (5, 6)

Hipotiroid juga menyebabkan meningkatnya kolesterol total, LDL


(low-density lipoprotein), dan konsentrasi homosistein. 14% pasien
dengan kolesterol tinggi mengalami hipotiroid, dan maksimal 90% pasien
dengan overt hipotiroid mengalami peningkatan kolesterol dan trigliserida.
Maka dari itu, penting untuk melakukan usaha menurunkan kolesterol
pada pasien hipotiroid, misalnya dengan terapi tiroksin, karena dengan
dampak yang ditimbulkan, resiko terjadinya penyakit jantung menjadi
tinggi. Banyak pasien hipotiroid yang meninggal karena penyakit pada
kardiovaskuler yang terdampak hipotiroid. (6)

2.5.2 Sistem Saraf Pusat

Pada sistem saraf pusat, hipotiroid menyebabkan adanya gangguan


pada memori, parathesia, dan gangguan pada pengaturan suasana hati /
mood. Selain itu, hipotiroid juga menyebabkan gangguan pada fungsi
kognitif, konsentrasi yang menurun, penurunan minat secara umum,
depresi, demensia, dan ataxia. Hipotiroid juga menyebabkan gangguan
pada relaksasi refleks tendon, carpal tunnel syndrome, sindrom saraf
terjepit lainnya, hingga koma miksedema. (5, 6)

Gejala yang tampak depresif merupakan dampak dari hipotiroid pada


sistem saraf pusat. Banyak dari pasien hipotiroid yang memenuhi kriteria
depresi. Karena itu, semua pasien depresi memerlukan evaluasi terkait
fungsi tiroid untuk memastikan bahwa gejala depresi yang dialami bukan
disebabkan karena hipotiroid. (9)

2.5.3 Gastrointestinal

Pada sistem gastrointestinal, hipotiroid menyebabkan penurunan


motilitas esophagus, penyakit non-alcoholic fatty liver disease, meningkat-
nya peristaltik usus, peningkatan nafsu makan, penurunan berat badan, di-
are, konstipasi, peningkatan penggunaan cadangan adipose dan protein,
penurunan serum lipid, peningkatan sekresi gastrointestinal, hipnatremia,
muntah dan kram abdomen. (6, 10)

2.5.4 Muskoloskeletal

Pada sistem muskoloskeletal, hipotiroid menyebabkan melemahnya


otot, kram otot, rasa kaku pada otot dan myalgia. Selain itu, juga
menyebabkan melambatnya refleks, pembesaran otot dan atrofi otot. Pada
kasus yang lebih parah juga dapat menyebabkan osteoporosis
(diperkirakan disebebkan karena pengobatan yang berlebihan) dan
syndrome hoffman. (5, 6)
2.5.5 Ginjal

Pada sistem sekresi, hipotiroid menyebabkan gangguan keseimbangan


cairan dan elektrolit yakni retensi cairan, yang menyebabkan terjadinya
oedema. Tiroid juga mempengaruhi fungsi glomerulus dan tubulus.
Hipotiroid akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus, hipona-
tremia, dan perubahan osmolaritas urin. (1, 6)

2.5.6 Reproduksi

Pada sistem reproduksi, keadaan hipotiroid juga akan mengakibatkan


hambatan dalam pubertas, dan mengurangi kecepatan pertumbuhan. Hal
ini juga mengakibatkan terjadinya gangguan pada menstruasi seperti
amenorrhea, anovulasi, juga disfungsi seksual, meningkatnya prolactin,
hyperplasia pituitary, hingga infertilitas. (5, 6)

2.5.7 Hepatic

Pada hepar atau hati, dampak yang dirasakan dari kejadian hipotiroid
adalah meningkatnya level low-density lipoprotein (LDL) / TC dan
trigliserida. Peningkatan ini tidak hanya mempengaruhi hepar tetapi juga
akan meningkatkan resiko penyakit pada bagian tubuh lainnya seperti
jantung. (5, 6)

3 Hipertiroid

Hipertiroid merupakan keadaan dimana terdapat sintesis hormon tiroid yang


berlebihan dan disekresikan oleh kelenjar tiroid. Hipertiroidisme dikenal juga dengan
istilah tirotoksikosis yang dapat diartikan sebagai reaksi metabolik dari
berlebihannya hormon tiroid. Kondisi ini dapat muncul secara spontan atau karena
ada suatu antibodi yang memacu kelenjar tiroid, sehingga ukuran kelenjar tiroid juga
membesar (2)

3.1 Epidemiologi
Prevalensi dari hipertiroid overt ada pada rentang 0.2% hingga 1.3% di
wilayah – wilayah yang yodiumnya tercukupi di dunia. Pada sebuah studi tahun
1977 dilaporkan bahwa kejadian hipertiroid diperkirakan antara 100 hingga 200
kasus per 100.000 tahun dengan prevalensi 2.7% pada perempuan dan 0.23%
pada laki – laki. (5) Berdasarkan studi yang pernah dilakukan, di Jawa Tengah
0,5% penduduk terdiagnosis hipertiroid dimana prevalensi perempuan
cenderung lebih tinggi daripada laki-laki. (2)

Berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2013, proporsi yodium dalam rumah
tangga mengalami peningkatan dari tahun – tahun sebelumnya. Hal ini juga
menunjukkan adanya peningkatan angka kelebihan konsumsi yodium. Sejalan
dengan hal itu, Iodine Induced Hyperthyroidism dan risiko gangguan kesehatan
juga mengalami peningkatan dari 24,4% menjadi 66,8%. (2)

3.2 Etiologi dan Klasifikasi

3.2.1 Primer

Hipertiroid primer memiliki berbagai penyebab. Salah satu penyebab


utamanya adalah Graves disease. Graves disease sendiri merupakan
penyakit autoimun, di mana antibodi yang ditemukan dalam peredaran
darah menstimulasi tiroid, sehingga kelenjar tiroid bekerja terlalu aktif.
Penyakit ini biasanya merupakan penyakit turunan. Prevalensi penyakit ini 5
kali lebih tinggi pada wanita daripada pria. Kelainan / penyakit ini dapat
memberikan gejala berupa gangguan pada mata seperti exophthalmos atau
mata yang melotot atau gejala lain seperti pretibial myxedema yaitu
bengkak dan kering pada kaki bagian bawah. (10)

Hipertiroid primer juga dapat disebabkan karena fungsi tiroid


autonomy, misalnya seperti faktor keturunan dan adanya nodul pada tiroid.
Nodul sendiri adalah benjolan padat atau berisi air yang timbul akibat
pembesaran kelenjar tiroid. Benjolan ini bisa timbul satu maupun banyak.
Benjolan ini dapat berupa tumor jinak atau kista. Jika nodul yang tumbuh
cukup besar, kondisi ini bisa menyebabkan kesulitan bernapas, kesulitan
menelan dan rasa sakit pada tenggorokan. Pertumbuhan nodul yang tidak
terkontrol oleh TSH akan mengakiabatkan produksi hormone tiroid yang
berlebihan. (7, 10)

3.2.2 Sekunder / Sentral

Hipertiroid sekunder atau sentral adalah keadaan di mana hipertiroid


terjadi karena disebabkan karena sekresi TSH (Thyroid Stimulating
Hormone) yang tidak wajar. Hal ini bisa disebabkan karena adanya adenoma
pada pituitary yang mensekresi TSH atau karena adanya resistensi pituitary
terhadap hormone tiroid. (5)

3.2.3 Tersier / Extra-thyroidal

Hipertiroid tersier adalah keadaan di mana kelebihan hormon tiroid


bisa terjadi karena kondisi iatrogenik. Hipertiroid tersier juga bisa
disebabkan karena sekresi hormone tiroid ektopik. (5)

3.3 Gejala / Dampak

Hipertiroid dapat sangat menghambat proses metabolism di dalam tubuh.


Misalnya pada metabolisme protein, kondisi hipertiroid menyebabkan gangguan
pada sintesis dan degradasi protein, sehingga protein lebih sering dipecah.
Ditambah dengan fungsi ginjal yang terganggu menyebabkan banyak protein yang
terbuang sehingga terjadi keseimbangan nitrogen yang negatif di dalam tubuh. (5)

Pada metabolism lainnya seperti metabolism karbohidrat, pada kondisi


hipertiroid, toleransi terhadap glukosa menurun, sehingga dapat menyebabkan
hiperglikemia. Sedangkan pada metabolism lemak, dalam kondisi hipertiroid,
metabolism lemak mengalami peningkatan, menyebabkan lemak tubuh menurun,
nafsu makan meningkat, asupan makan tidak memenuhi kebutuhan energi, adanya
penurunan berat badan, dan meningkatnya defisiensi zat gizi. (5, 10)

Hipertiroid juga menyebabkan dampak pada pengelihatan, di antaranya


terjadi infiltrative exophthalmopathy, yaitu abnormalitas pada mata dan fungsinya,
adanya mata lelah, pengelihatan buram, dan berbayang, air mata bertambah,
fotofobia atau sensitive terhadap cahaya, kelopak mata yang lambat bergerak, dan
bola mata yang bergerak lambat. (10)

Selain itu ada banyak lagi gejala yang ditimbulkan dari hipertiroid, misalnya
pada sistem kardiovaskuler, frekuensi denyut jantung meningkat atau tachycardia,
peningkatan kebutuhan oksigen otot jantung, peningkatan vaskuler perifer
resisten, tekanan darah sistole dan diastole meningkat 10 – 15 mmHg, palpitasi,
distrimia, kemungkinan gagal jantung, dan edema. (10)

Sistem pernafasan juga terdampak, yakni nafas jadi pendek dan adanya
penurunan kapasitas paru. Pada sistem perkemihan, terjadi retensi cairan dan
menurunnya output urine. Pada sistem gastrointestinal, terjadi peningkatan
peristaltik usus, peningkatan nafsu makan, penurunan berat badan, diare,
peningkatan penggunaan cadangan adipose dan protein, penurunan serum lipid,
peningkatan sekresi gastrointestinal, hipnatremia, muntah dan kram abdomen.
Pada sistem musculoskeletal, terjadi keseimbangan protein negatif, kelemahan
otot, kelelahan, dan tremor. Pada sistem saraf terjadi peningkatan reflek tendon
dalam, tremor halus, rasa gugup, gelisah, emosi tidak stabil seperti cemas, curiga,
tegang, dan emosional. (10)

4 Faktor Resiko (5)

Faktor Resiko Hipo- Hiper- Penjelasan


tiroid tiroid

Gender (perempuan) + + Hormon seksual dan inaktivasi kromosom x


diduga menjadi pemicu hipo dan hipertiroid

Defisiensi Iodium + + Defisiensi yodium berat dapat menyebabkan


hipo dan hipertiroid.

Kelebihan Iodium + + Kelebihan yodium dapat memicu hipertiroid,


terutama pada usia lanjut dengan nodul tiroid.

Penyakit Autoimun + + Hashimoto’s thyroiditis dan Grave’s disease

Faktor Genetik n/a n/a Hashimoto’s thyroiditis dan Grave’s disease


memiliki predisposisi genetik.

Merokok - + Merokok berpotensi untuk mencegah


hipotiroid karena pada perokok,
kemungkinan menjadi positif antibody
tyroperoksidase menurun 30 – 45%. Perokok
aktif memiliki prevalensi 50% lebih rendah
untuk hipotiroid subklinis dan 40% lebih
rendah untuk hipotiroid overt dibandingkan
non-perokok. Sebaliknya, merokok bisa
meningkatkan resiko hipertiroid Grave’s
hampir 2x lipat dan meningkatkan resiko
Graves ophthalmopathy hampir 8x lipat.
Perokok juga menghasilkan respon lebih
lambat terhadap pengobatan antitiroid.

Obat – obatan + + Contoh obat – obatan yang bisa


menyebabkan hipo dan hipertiroid seperti
amiodarone, lithium, dan IFN-γ.

Kondisi Sindromik + n/a Hampir 25% pasien down syndrome


memiliki gangguan tiroid, dan yang paling
umum adalah hipotiroid. Prevalensi
hipotiroid pada pasien sindrom turner
mencapai 13%.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nadeak, B. Penanganan Hipotiroid pada Anak dengan Sindrom Nefrotik. Jurnal


EduMatSains, 4 (2) , 203-216. Januari (2020)

2. Made, Dewi P, Dewi Widhya Hana Sundari Cokorda, I Wayan Karta. Gambaran
Kadar Thyroid Stimulating Hormone Pada Pasien Disfungsi Tiroid Di
Laboratorium Klinik Niki Diagnostic Center Denpasar. Kementrian Kesehatan
RI. Politeknik Kesehatan Denpasar. (2020)

3. Drake, R., Vogl W, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students. Fourth edition.
Philadelphia, PA : Elsevier. (2020)

4. Hastuti et al. Status mineral dan hormon tiroid penderita hipotiroidisme. Journal
of Community Empowerment for Health. Volume 1(1). November (2018)

5. Taylor, Peter N., Albrecht, Diana., Scholz, Anna., Gutierrez-Buey, Gala.,


Lazarus, John H., Dayan, Colin M., Okosieme, Onyebuchi E. Global
epidemiology of hyperthyroidism and hypothyroidism. Nature Reviews
Endocrinology 14, 301–316. (2018) 

6. Chaker, L., Antonio C Bianco, Jacqueline Jonklaas, Robin P Peeters.


Hypothyroidism. The Lancet. Volume 390, ISSUE 10101, P1550-1562. (2017)

7. M, Aprizum Putra Z., Ernawati, Aan Erlansari. Sistem Pakar Diagnosa Penyakit
Tiroid Menggunakan Metode Naïve Bayes Berbasis Android. Jurnal Rekursif,
Vol. 5 No. 3. 2017

8. Nix, Staci. Williams' Basic Nutrition and Diet Therapy. Elsevier. (2017)

9. Chiovato, Luca; Magri, Flavia; Carlé, Allan. Hypothyroidism in Context: Where


We’ve Been and Where We’re Going. Advances in Therapy. 36(Suppl 2), 47–58.
(2019) 

10. Dharri, Eva N. Asuhan Keperawatan Hipertiroid pada Ny. N di Ruang Penyakit
Dalam Wanita Tulip III C Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin.
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin. (2018)

Anda mungkin juga menyukai