Dosen Pengampu:
Kelompok C. 2.4:
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
I. LATAR BELAKANG
a. Pendahuluan
Gizi buruk merupakan salah satu masalah gizi global yang sangat
diperhatikan di banyak negara. Di Indonesia sendiri, gizi buruk menjadi salah
satu masalah gizi yang krusial untuk ditangani, di mana berdasarkan laporan
dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementerian Kesehatan, hingga
tahun 2018, masih terhitung sebanyak 17,7% bayi dan balita di bawah lima
tahun menalami masalah gizi. 3,9% balita dtergolong menderita gizi kurang
dan 13,8%.1 World Health Organization (WHO) pada 2017 juga menyatakan
bahwa gizi buruk / severe malnutrition mengakibatkan 50% kematian anak
dan bayi di seluruh dunia.2
“FENANA” dibuat dengan susu skim bubuk sebagai bahan utama dan
sumber utama protein, gula pasir dan maltodekstrin sebagai sumber utama
karbohidrat, minyak kelapa sebagai sumber utama lemak, juga tepung pisang
sebagai bahan tambahan karbohidrat. Tepung pisang sendiri digunakan karena
merupakan bahan lokal yang cukup mudah ditemukan dan harga yang
terjangkau, tetapi memiliki kandungan karbohidrat yang cukup besar yakni
80,6 gram per 100 gram tepung, sehingga dapat digunakan sebagai substitusi
tepung untuk menambah asupan karbohidrat. Modifikasi dengan 30 gram
tepung pisang menghasilkan formula F-75 dengan kandungan energi 749,2
kkal, 9,8 g protein, 30,1 g lemak, 107,7 g karbohidrat. Modifikasi ini juga
dibuat dengan memperhatikan keterjangkauan biaya dan menghasilkan formula
F-75 dengan biaya akhir Rp5.421,00 untuk 1000 mL larutan formula.
b. Tujuan
i. Mendeskripsikan osmolaritas “FENANA”
ii. Mendeskripsikan viskositas “FENANA”
iii. Menganalisis kandungan zat gizi “FENANA”
iv. Menganalisis densitas energi “FENANA”
v. Mendeskripsikan organoleptik (aroma, rasa, bentuk, tekstur) “FENANA”
vi. Menganalisis mikroorganisme perusak “FENANA”
c. Manfaat
i. Meningkatkan variasi jenis bahan dasar yang digunakan untuk formula
gizi buruk.
ii. Membuat modifikasi formula gizi buruk dengan memperhatikan
osmolaritas, viskositas, kandungan zat gizi, densitas energi, organoleptik,
dan mikroorganisme perusak.
iii. Membantu penelitian dan pengembangan dalam pembuatan formula gizi
buruk.
II. TINJAUAN PUSTAKA
a. Telaah Metabolisme
1. Metabolisme Lemak
Molekul lemak terdiri dari unsur karbon (C), hydrogen (H), dan
oksigen (O) seperti karbohidrat. Lemak berfungsi untuk memberikan
tenaga pada tubuh, dimana 1 gram lemak yang terbakar setara dengan 9
kalori yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi selain dari
karbohidrat. Selain itu, dalam metabolismenya lemak merupakan bahan
pelarut dari beberapa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D,
E, dan K. Biasanya bahan makanan dengan kandungan lemak yang tinggi
akan menyebabkan rasa kenyang yang lama dan menambah cita rasa gurih
pada makanan.9
Pencernaan lemak tidak terjadi di mulut dan lambung karena tidak
terdapat enzim lipase yang berguna untuk menghidrolisis lemak.
Pencernaan lemak terjadi pada usus halus karena terdapat enzim lipase.
Lemak yang masuk dari lambung kemudian menuju ke usus halus akan
merangsang hormone kolesistokinin. Hal ini akan memicu kantong
empedu berkontraksi sehingga mengeluarkan cairan empedu ke
duodenum. Selanjutnya dengan empedu ini, lemak akan dielmulsikan
menjadi butiran lemak yang berukuran kecil (trigliserida). Kemudian oleh
enzim lipase, trigliserida ini dibuah menjadi asam lemak dan
monogliserida. Kemudian terjadi absorbs lemak dalam jejunum, tepatnya
pada bagian mukosa usus dengan cara difusi pasif. Absorbs hasil
pencernaan lemak ini sebanyak 70% terjadi di usus melalui mukosa
dibanding usus, dimana trigliserida dan monogliderida diubah menjadi
lemak kembali.9
2. Metabolisme Karbohidrat
Karbohidrat adalah sumber kalori terbesar dalam makanan sehari-
hari dengan sebagian besar kalori terdapat dalam serealia, umbi, dan
sayuran dalam bentuk pati (amilosa dan amilopektin) yang tergolong
polisakarida. Agar makanan yang mengandung karbohidrat tersebut dapat
dimanfaatkan oleh tubuh, makanan tersebut harus dicerna terlebih dahulu
melalui system pencernaan (sistem digestivus) mulai dari mulut hingga
rectum dan anus, tempat keluarnya sisa-sisa makanan yang tidak
dipergunakan lagi oleh tubuh. Dalam cairan cerna, karbohidrat kompleks
yaitu polisakarida dan disakarida dalam makanan, akan diubah menjadi
monosakarida oleh enzim (glikosidase). Monosakarida akan dipindahkan
menembus sel mukosa usus ke dalam cairan interstisium dan selanjutnya
ke dalam darah.9
Proses pencernaan (digestion) karbohidrat berawal di dalam mulut.
Setelah makanan masuk ke dalam mulut, mulai terjadi proses perubahan
pati (polisakarida) menjadi unit-unit yang lebih kecil dan sebagian menjadi
disakarida. Diawali dengan makanan yang telah masuk mulut akan
dihancurkan (proses mastikasi) terlebih dahulu dengan digigit dan
dikunyah menjadi bolus untuk memperluas permukaan agar lebih mudah
dicerna dan mestimulasi keluarnya saliva (kelenjar air liur). Makanan di
dalam mulut akan bercampur dengan air ludah saliva yang mengandung
enzim ptialin. Enzim amilase (ptialin) mengeluarkan cairan yang
merupakan suatu glikoprotein licin yang penting untuk melumas
(lubrikasi) dan menyebarkan (dispersi) polisakarida. Enzim amilase
(ptialin) akan memecah zat pati dan dekstrin yang diuraikan lebih
sederhana menjadi maltosa. Proses pemecahan akan berlangsung hingga
bolus makanan melalui esofagus dan masuk ke dalam lambung. Makanan
dalam bentuk cairan atau lunak akan lebih cepat melalui esofagus menuju
lambung. Lambung merupakan tempat berhentinya kerja enzim amilase-α
oleh pH asam, yang menyebabkan denaturasi enzim sehingga aktivitas
enzim mulut diganitkan oleh cairan asam lambung. Pencernaan
karbohidrat akan berakhir di usus halus (duodenum), tempat seluruh pati
telah diubah menjadi unit-unit dimerik.9
Proses pencernaan berlanjut sewaktu makanan berpindah masuk
dari lambung ke dalam usus halus bagian atas (duodenum). Produk proses
pencernaan pada tahap ini adalah karbohidrat dalam bentuk yang
lebihsederhana (dimerik), yaitu disakaruda dan oligosakarida (maltosa,
sukrosa, galaktosa). Maltosa, sukrosa dan laktosa (disakarida) akan
memasuki saluran cerna berikutnya dan dipecah oleh enzim glukosidase
dimembran brush vorder sel absortif dalam vili usus menjadi
monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) untuk kemudia diedarkan ke
seluruh tubuh. Glukosa dan galaktosa memasuki aliran darah dengan cara
transfer aktif, sedangkan fruktosa dengan cara difusi. Masuknya glukosa
ke dalam darah, meningkatkan kadar glukosa darah yang menyebabkan
tereksresinya insulin pankreas dan menurunkan sekresi glukagon.
Selanjutnya, akan menyebabkan peningkatan pengambilan glukosa oleh
hati, otot-otot dan jaringan lemak. Kondisi tersebut juga akan merangsang
pembentukan (sintesis) glikogen dalam hati dan otot. Kelebihan glukosa
akan dikonversikan menjadi asam lemak dan trigliserida terutama oleh hati
dan jaringan lemak. Apabila kadar glukosa darah mulai menurun, tubuh
memberikan isyarat untuk mengambil langkah proses kebalikan dengan
memobilisasi glikogen. Penitng untuk diketahui bahwa simpanan glikogen
di sel hati dan otot memiliki fungsi yang berbeda, yaitu simpanan glikogen
di hati berfungsi sebagai sumber glukosa darah, sedangkan di otot dan
sebagian besar jenis sel lainnya sebagai bahan bakar untuk membentuk
ATP.9
Serat dalam makanan tidak dapat dicerna secara enzimatis oleh
enzim pencernaan manusia (saluran pencernaan) sehingga tidak secara
langsung dapat berfungsi sebagai sumber zat gizi. Walaupun enzim
manusia yang ada di sepanjang saluran pencernaan tidak dapat mencerna
serat, tetapi bebrapa flora bakteri normal dalam saluran pencernaan (usus)
dapat mengurai serat makanan yang lebih larut dan membebaskan produk
tersebut ke dalam lumen usus hingga akhirnya dapat diserap dan
berkontirbusi menghasilkan kalori sebagai energi.9
3. Metabolisme Protein dan Asam Amino
Protein tubuh secara konstan selalu dibentuk dan dipecah. Namun,
pada orang dewasa sehat jumlah total protein di dalam tubuh selalu dalam
kondisi yang konstan atau stabil. Kecepatan tubuh menyintesis protein
yang cukup untuk menggantu protein dipecah disebut “protein turnover”
atau pergantian protein di dalam tubuh.9
Kecepatan pergantian protein sangat bervariasi tergantung fungsi
protein tersebut di dalam tubuh. Protein yang kadarnya dibutuhkan untuk
mengatur proses di dalam tubuh (misalnya enzim) atau sebagai sinyal
(misalnya hormon), kecepatan pergantian protein terjadi dengan cepat
sesuai dengan fungsinya untuk regulasi. Sebaliknya dengan protein
struktual (misalnya kolagen) yang lebih stabil secara metabolic dan masa
paruhnya relatif lebih panjang hingga setahun atau lebih. Sedangkan
plasma protein dan Sebagian besar protein intrasel masa paruh mungkin
satu jam hingga beberapa hari.9
Keseimbangan antara sintesis dan pemecahan protein harus ada.
Pada orang dewasa sehat yang tidak mengalami penambahan atau
penurunan berat badan, keseimbangan terjadi ketika jumlah nitrogen yang
dikonsumsi sebagai makanan sumber protein seimbang dengan jumlah
nitrogen yang hilang melalui urien, feses dan rute pembuangan lainnya.
Namun, lebih banyak protein yang dimobilisasi setiap hari untuk proses
metabolik di dalam tubuh dibandingkan protein dari makanan.9
Secara fisiologis orang dewasa sehat akan mengonsumsi 90 gram
protein dalam sehari yang kemudian dihidrolisis dan diserap sebagai asam
amino bebas. Asam amino ini akan bercampur dengan asam amino yang
dipecah dari berbagai sumber, misalnya sepertiga dari protein otot, yang
dipecah lebih lambat. Sedangkan sebagian besar asam amino datang dan
pergi dari organ dalam dan viseral. Dari total 340 gram asam amino yang
memasuki pool atau depot asam amino bebas, hanya 90 gram atau 25%
yang berasal dari asupan makanan setiap hari. Terminal asam amino
adalah asam amino bebas yang tersebar di seluruh bagian tubuh, yaitu sel,
darah dan cairan ekstra sel.9
Pada penderita gizi buruk, asupan protein dari makanan kurang
sehingga menyebabkan neraca protein negatif dimana pengeluaran protein
lebih besar dari pemasukan, sehingga asama amino dalam darah, hari dan
intasel mengalami defisiensi yang menyebabkan proses metabolisme
selanjutnya terganggu. Ada tiga kemungkinan mekanisme pengubahan
protein :9
- Sel-sel mati, lalu komponenya mengalmai proses penguraian atau
katabolisme dan dibentuk sel-sel yang baru
- Masing-masing protein mengalami proses penguraian dan terjadi
sintesis prtein baru, tanpa ada sel yang mati
- Protein dikeluarkan dari dalam sel diganti dengan sintesis protein baru
4. Definisi Gizi Buruk
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat
badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight
(gizi kurang) dan severely underweight (gizi buruk). Balita disebut gizi
buruk apabila indek Berat Badan menurut Umur (BB/U) kurang dari -3
SD.10 Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang
umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan, dan kedokteran. Gizi
buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun.11
5. Faktor Penyebab Gizi Buruk
Faktor penyebab gizi buruk WHO menyebutkan bahwa banyak
faktor dapat menyebabkan gizi buruk, yang sebagian besar berhubungan
dengan pola makan yang buruk, infeksi berat dan berulang terutama pada
populasi yang kurang mampu. Diet yang tidak memadai, dan penyakit
infeksi terkait erat dengan standar umum hidup, kondisi lingkungan,
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan,
perumahan dan perawatan Kesehatan.12 Banyak faktor yang
mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya adalah status sosial
ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak,
dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).13
Fase Stabilisasi
Fase awal bagi anak gizi buruk yaitu fase stabilisasi. Fase ini harus
dimulai sesegera mungkin setelah pasien mendapat keperawatan dari pihak
rumah sakit. Fase ini bertujuan untuk menstabilkan kondisi anak, bukan untuk
menaikkan berat badan anak. Fase ini umumnya berlansung selama 1-2 hari
atau lebih jika kondisi anak parah. Pada fase ini diberikan formula 75 (F-75)
yang mengandung energi sebanyak 75 kkal untuk setiap 100 ml larutan.
Formula 75 ini merupakan formula rendah protein, rendah laktosa, dan
mengandung zat gizi mikro makro yang seimbang untuk menstabilkan kondisi
pada anak gizi buruk. Energi yang diberikan untuk anak gizi buruk pada fase
ini yaitu 80-100 kkal/kg BB. Jumlah protein 1-1,5 g/kg BB. Jumlah cairan
yang diberikan yaitu 130 ml/kg BB, jika mengalami edema maka 100 ml/kg
BB. Pada anak gizi buruk dengan diare persisten dan disentri diberikan F75
modifikasi dengan tepung beras yang memiliki osmolaritas 333 mOsm/L. F-75
interval 3 jam.14, 15, 16
Fase Transisi
Fase Rehabilitasi
Pada fase ini umumnya nafsu anak sudah kembali. Tujuan dari fase
rehabilitasi ini yaitu untuk mengejar pertumbuhan anak. Pada fase ini anak
memiliki kebutuhan zat gizi energi 150-220 kkal/kg BB/hari dengan protein 4-
6 g/kg BB dan cairan 150-200 ml/kgBB. Energi yang berasal dari lemak
minimal sebesar 40% dari total energi sehari.14, 15, 16
Berikut merupakan syarat dan prinsip diet F-75 menurut Depkes tahun
2011 dan 2019. F-75 yaitu merupakan formula makanan cair terbuat dari susu,
gula, minyak dan mineral mix, yang mengandung 75 kkal (kilo kalori) setiap
100 ml, diberikan kepada balita gizi buruk pada awal rawat inap selama fase
stabilisasi (1-2 hari).16 Berikut merupakan poin-poin prinsip diet F-75:8
Energi 80 – 100 kkal/kg BB/hari
Protein 1 – 1,5 g/kg BB/hari (atau 5%)
Cairan 130 ml/kg BB (tanpa edema)
Cairan 100 ml/kg BB (edema berat)
Tidak diberikan makanan yang mengandung zat besi
Formula tanpa laktosa atau rendah laktosa (≤ 13g)
Formula tanpa serat atau rendah serat
Pemberian lemak sebanyak ≤ 36%
Pemberian osmolaritas rendah (413 mosm/L)
Diberikan pada hari pertama hingga kedua
Na 6 mmol
K 36 mmol
Mg 4,3 mmol
Zn 20 mg
Cu 2,5 mg
Berikut juga terdapat petunjuk pemberian F-75 yang berdasarkan berat
badan anak gizi buruk:6
Gambar 1. Petunjuk Rute Pemberian F75 untuk Balita Gizi Buruk Tanpa
Edema, Edema ringan, dan Edema Sedang
Gambar 2. Petunjuk Rute Pemberian F75 untuk Balita Gizi Buruk dengan Edema Berat
c. Rute Pemberian Formula
Rute pemberian F-75 dapat diberikan melalui oral atau pipa nasogastric
(NGT). Apabila pasien memiliki saluran cerna normal maka F-75 diberikan
melalui oral. Namun, jika pasien mengalami gangguan saluran cerna makan F-
75 diberikan melalui NGT. Frekuensi yang diberikan yaitu dapat 12x setiap 2
jam, 8x setiap 3 jam, atau 6x setiap 4 jam.8
Kelebihan dalam pemberian F-75 melalui oral (jika saluran cerna baik)
yaitu lebih murah, lebih praktis, menjaga imunitas saluran cerna dan dapat
menjaga kemampuan fungsi saluran cerna serta menjaga keseimbangan
mikroorganisme dalam saluran cerna. Pemberian makanan oral merupakan cara
yang paling ideal untuk memenuhi kebutuhan energi, protein, vitamin, mineral,
dan berbagai komponen nutrien yang lain. Hal ini karena zat gizi yang
diberikan akan melalui proses fisiologis didalam tubuh seperti digesti, absorbsi,
dan metabolisme.17
2. Gula Pasir
Gula merupakan suatu karbohidrat sederhana yang umumnya
dihasilkan dari tebu. Namun ada juga bahan dasar pembuatan gula yang
lain, seperti air bunga kelapa, aren, palem, kelapa atau lontar. Gula sendiri
mengandung sukrosa yang merupakan anggota dari disakarida. gula adalah
suatu karbohidrat sederhana karena dapat larut dalam air dan langsung
diserap tubuh untuk diubah menjadi energi. Gula pasir atau sukrosa adalah
hasil dari penguapan nira tebu (Saccharum officinarum). Gula pasir
berbentuk kristal berwarna putih dan mempunyai rasa manis. Gula pasir
mengandung sukrosa 97,1%, gula reduksi 1,24%, kadar airnya 0,61%, dan
senyawa organik bukan gula 0,7%. Gula pasir berasal dari cairan sari tebu.
Setelah dikristalkan, sari tebu akan mengalami kristalisasi dan berubah
menjadi butiran gula berwarna putih bersih atau putih agak kecoklatan
(raw sugar).23
Proses pembuatan gula putih yang pertama adalah ektraksi nira, yaitu
proses pemerahan cairan tebu (nira) dari batang tebu dengan cara digiling.
Kemudian dijernihkan menggunakan metode sulfasi, penjernihan akan
menghasilkan endapan (CaCo 2) yang akan menyerap bahan-bahan bukan
gula. Setelah dijernihkan kemudian dilakukan proses penguapan,
penguapan dilakukan di 4-5 tempat yang saling berhubungan. Setelah itu,
dilakukan proses kristalisasi, setelah gula yang sudah mengkristal
dipisahkan dengan cara disaring untuk mendapatkan kristal gula yang
bersih dan bebas dari kotoran-kotoran lain. Lalu proses yang terakhir
adalah dikeringkan, pengeringan dilakukan dengan menggunakan udara
panas hingga 80oC.24
4. Tepung Pisang
Tepung pisang adalah produk yang berwarna kuning kecoklatan
sampai coklat muda terbuat dar pisang yang sudang tua tepi belum
masak. Daging buah dapat diubah sebanyak 40% sehingga tepung
tersebut masih berbau dan beraroma pisang. Tepung diperoleh
dengan jalan memanaskan pisang yang tua namun masih hijau
kulitnya, dikupas, diblanching, dicuci, diiris tipus-tipus kemudian
dikeringkan di atas nampan atau nampan sehingga kering betul, dan
terakhir digiling atau ditumbuk. Tepung pisang tidak mengandung
gluten, oleh karena itu perlu dicampur dengan tepung lain agar bisa
reneyah dan mengembang. Tepung pisang dapat mengganti tepung
gandum sebanyak 25% dalampembuatan roti, kue-kue dan lain-lain.
Danjuga dapat dipakai sebagai bahan dasar pembuatan saus pisang.27
Tepung pisang tahan lama, ekonomis, dapat diolah menjadi berbagai
macam produk pangan (cookies, kue, roti, biskuit, mie dan makanan
pendamping ASI) dan jangkauan pemasarannya cukup luas. Tepung
pisang mempunyai rasa dan bau yang khas sehingga dapat digunakan pada
pengolahan berbagai jenis makanan yang menggunakan tepung (tepung
beras, terigu) di dalamnya. Dalam hal ini tepung pisang menggantikan
sebagian atau seluruh tepung lainnya. Tepung pisang mentah lebih banyak
ditemui dibandingkan tepung pisang matang. Keuntungan dari tepung
pisang mentah atau hijau antara lain kandungan pati resisten dan serat
pangan yang tinggi yang bermanfaat untuk kesehatan manusia.28
6. Mineral Mix
Mineral Mix terbuat dari bahan yang terdiri dari: KCl, tripotasium
citrat, MgCl2.6H2O, Zn asetat 2H2O, dan CuSO4.5H2O. Berbagai bahan
ini dijadikan larutan yang digunakan dalam rangka penanggulangan anak
gizi buruk. Mineral Mix ini dikembangkan oleh WHO dan telah diadaptasi
menjadi pedoman Tata Laksana Anak Gizi Buruk di Indonesia. Mineral
mix digunakan sebagai bahan tambahan untuk membuat Rehydration
Solution for Malnutrition (ReSoMal) dan Formula WHO. Formula WHO
adalah formula yang diberikan pada anak penderita gizi buruk yang berupa
Formula 75 (F75) dan Formula 100 (F100).31
Tiap kemasan mengandung zat aktif sebagai berikut:
III. METODE
a. Alat
1. Kementerian Kesehatan RI. Hasil Utama Riskesdas Tahun 2018. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Ksehatan, Republik
Indonesia. 2018
2. Harcidar, D., Sabilu, Y & Lestari, H. Gambaran Determinan Yang
Mempengaruhi Status Gizi Balita. Jurnal Imiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat. Vol 4 No 1. ISSN: 2502-731. 2019
3. Septikasari, S.ST, MPH,M,S. Status gizi anak dan faktor yang mempengaruhi.
Yogyakarta: UNY Press. 2018
4. Fitriyanto, Raden E., Soeroyo Mahfudz. Management of Severe Malnutrition of
Under Five Years Old Patients in RSUD Wonosari. Asian Journal of Innovation
and Entrepreneurship. Vol. 05, Issue 01. 2020
5. Widayani, M.D; Kartasurya,M.I & F,S. Gambaran Pola Asuh Dan
Pertumbungan Balita Gizi Buruk Pasca Di Rawat Di Rumah Gizi. Junal
Kesehatan Masyarakat. Vol 4 No 3. ISSN: 2356-3346. 2016
6. Depkes RI. Buku bagan tatalaksana anak gizi buruk.7. buku 1. Direktorat Bina
Gizi Masyarakat, Binkesmas, Depkes; 2011
7. WHO, 2013
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknik Tatalaksana Anak
Gizi Buruk Buku II. 2011
9. MS, H. & Supariasa, I. D. N. Ilmu Gizi Teori & Aplikasi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2017.
10. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Panduan Penyelenggaraan Pemberian
Makanan Tambahan Pemulihan bagi Balita Gizi Kurang (Bantuan Operasional
Kesehatan). Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian
Kesehatan RI;1-40.
11. Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan Ed.1.PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
12. World Health Organisation (WHO). 2012. Joint Child Malnutrition Estimates:
Levels & trends in child malnutrition. J Africa (Lond). 2012;35.
13. Kusriadi. 2010. Analisis Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Kurang
Gizi pada Anak Balita di Provisi Nusa Tenggara Barat (NTB). Karya Tulis
Ilmiah. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
14. Magdalena, A. Ilmu Gizi : Teori dan Aplikasi Penatalaksanaan Gizi Buruk.
EGC. 2016.
15. Dr. Soegianto, B. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I. Kemenkes RI.
2011.
16. Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita. Kemenkes RI,
2019.
17. Gurnida D. Pemberian dukungan gizi pada anak sakit: enteral dan parenteral.
Bandung : PIKAB VIII. 2013
18. Lippincott Williams & Wilkins. Nasogastric Tube Insertion and Removal.
Nursing Prosedures Fourth ed. A Wolters Kluwer Company 2004;10:544-64.
19. Amar WS. Pengaruh Penggunaan Minyak Kedelai dan Susu Skim terhadap Sifat
Organoleptik Pasta Kedelai Edamame. Jurnal Tata Boga. 2013 Jan 28;2(1).
20. Wardana AS. (2012). Teknologi Pengolahan Susu. Surakarta: Universitas
Slamet Riyadi.
21. Hawa LC, Lastriyanto A, Ervantri AA. Analisa Sifat Fisik dan Kandungan Gizi
Produk Krim Susu Menggunakan Teknologi Sentrifugasi. Jurnal Ilmiah
Rekayasa Pertanian dan Biosistem. 2019 Sep 30;7(2):196-206.
22. Insana N. Pengaruh Penambahan Protein Susu Skim dan Whey Protein Isolate
(WPI) terhadap Viskositas Gelatin Tulang Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk)
MODIFIKASI. Makassar : Fakultas Kesehatan UIN Alauddin Makassar. 2018.
23. Darwin, P. 2013. Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut. Sinar Ilmu, Yogyakarta.
24. Sumargono, Ferykasari. 2007. Membuat Garam dan Gula. Jakarta: Dinamika
Kompetensi.
25. Utami H, Azhar A, Lesmana D, Nugrahini P, Darni Y. Aplikasi Teknologi Tepat
Guna Alat Pemarut Kelapa Pada Proses Produksi Virgin Coconut Oil (VCO)
Skala Home Industry di Desa Bumi Waras, Teluk Betung Selatan, Bandar
Lampung. SAKAI SAMBAYAN. 2019 Jul 30;3(2):91-5.
26. Damin SH, Alam N, Sarro D. Karakteristik Virgin Coconut Oil (VCO) Yang Di
Panen Pada Berbagai Ketinggian Tempat Tumbuh. AGROTEKBIS: E-JURNAL
ILMU PERTANIAN. 2017 Aug 31;5(4):431-40.
27. Nuroso A. Studi Pembuatan Tepung Pisang. Jurnal Teknologi Pertanian. 2012
Nov 27;1(2):1-9.
28. Juarez-Garcia, E., Agama-Acevedo, E., Sayago-Ayerdi, S.G., Rodriguez-
Ambriz, S.L. and Bello-Perez, L.A. (2006). Composition, Digestibility and
Application in Breadmaking of Banana Flour. Plant Foods for Human Nutrition
61: 131-137.
29. Meriatna M. Hidrolisa Tepung Sagu Menjadi Maltodektrin Menggunakan Asam
Klorida. Jurnal Teknologi Kimia Unimal. 2019 Feb 22;1(2):38-48.
30. Husniati H. Studi Karakterisasi Sifat Fungsi Maltodekstrin Dari Pati Singkong.
Indonesian Journal of Industrial Research. 2009;3(2):73615.
31. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 003 Tahun 2012
Tentang Standar Mineral Mix.
32. World Health Organization. Management of severe malnutrition: a manual for
physicians and other senior health workers. World Health Organization; 1999.
No Masukan / Saran Dosen
LEMBAR MASUKAN DOSEN