Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM V:

ANGKA LEMPENG TOLAT (ALT) BAKTERI

Dosen pengampu:
Choirun Nissa, S. Gz, M.Gizi

Ayu Rahadiyanti, S.Gz, MPH


Dr. Etika Ratna Noer, S.Gz, M.Si

Disusun oleh:

Zahwa Helda Tantriyani 22030118110043

PROGRAM STUDI S-1 GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG

2020
I. LATAR BELAKANG
A. Pendahuluan
1. FERS
Formula enteral pada umumnya tersedia dalam bentuk
formula enteral komersial dan formula rumah sakit dengan
bahan dasar susu, telur, gula, dan minyak. Proses pembuatan
formula rumah sakit cenderung sulit dipraktekkan, Karakteristik
bahan makanan yang dipilih dalam pembuatan formula enteral
harus memenuhi prinsip/syarat formula enteral standar yaitu
dapat memenuhi kandungan energi ± 1,0 – 2 kkal/ml, protein 12
– 20 %, lemak 30 – 40 %, dan karbohidrat 40 – 60 %.1
Makanan enteral diberikan sesegera mungkin untuk
mengembalikan fungsi usus secara normal dan menghindari
atrofi jonjot usus. Formula enteral tinggi kalori tinggi protein
mempunyai kepadatan energi yaitu antara 1,0 hingga 2,0 kkal/ml
dengan pemberian antara 200 ml hingga 250 ml. Pemberian
formula enteral dapat dilakukan dengan interval 3 sampai 4 jam
sehingga nutrisi enteral tersebut dapat memberikan energi
sampai 2000 kkal untuk mencegah retensi lambung serta
regurgitasi.2
Makanan enteral standar diberikan pada pasien dengan
kondisi tertentu seperti terpasang NGT, diet cair I tanpa
kesulitan mencerna dan menyerap zat gizi, serta pasien tanpa
pembatasan zat gizi tertentu. Makanan enteral formula rumah
sakit (FRS) diproduksi dalam bentuk cair dengan menggunakan
bahan-bahan makanan segar seperti telur ayam, susu sapi,
minyak, gula dan jeruk.2
Pemenuhan kebutuhan makanan enteral dalam bentuk siap
seduh/bubuk (terutama jam malam), menggunakan formula
enteral komersial. FRS yang berbentuk cair lebih ekonomis dan
enak, tetapi osmolaritasnya berubah-ubah, mudah
terkontaminasi, dan masa kadaluwarsa yang pendek sehingga
jarang digunakan. Formula komersial (FK) tidak mudah
terkontaminasi, konsistensi dan osmolaritas tetap, akan tetapi
rasa tidak enak dan harga mahal.2
2. FERS Pada Pasien Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan keadaan yang sering dialami
penderita DM. Penyebabnya terjadi peningkatan glukosa darah
setelah makan atau postprandial. Hiperglikemia postprandial
berkaitan dengan risiko perkembangan penyakit kardiovaskuler,
retinopati, kanker pankreas, serta perubahan fungsi kognitif
pada lansia, khususnya pada penderita DM tipe 2. Salah satu
pengobatan dalam mengontrol glukosa darah postprandial yaitu
mengkonsumsi makanan yang mengandung indeks glikemi
rendah serta tinggi serat.3
Pemberian gizi penderita DM perlu diperhatikan, salah satunya
dengan terapi enteral agar tidak terjadi overfeeding. Terapi
enteral merupakan pemberian makanan untuk tujuan kesehatan
khusus baik melalui oral nutritional supplements (ONS) maupun
tube feeding. Indikasi pemberian makanan secara enteral yaitu
kemampuan fungsi traktus gastrointestinal dan kapasitas
absorbsi yang cukup serta ketidakmampuan mengkonsumsi zat
gizi melalui oral secara total atau sebagian. Pemberian makanan
secara enteral memiliki dampak komplikasi infeksi lebih sedikit
dibandingkan parenteral.3
Formula enteral terdiri dari berbagai jenis, salah satunya
formula enteral standar. Syarat formula enteral standar yaitu
kandungan energi ± 1.0 – 1.2 kkal/ml, karbohidrat 40-60 %,
lemak 30- 40 %, dan protein 12-20 %. Formula enteral standar
buatan rumah sakit biasanya berbentuk cair atau diblender dan
diberikan kepada pasien yang tidak dapat mengkonsumsi
makanan dalam bentuk padat.3
Saat ini mulai dikembangkan Thickened Enteral Formula
(TEF), yaitu formula enteral yang dengan sengaja dikentalkan
untuk mengurangi terjadinya komplikasi seperti diare, kembung,
dan hiperglikemia. Formula dengan viskositas yang tinggi dapat
memperlambat pengosongan lambung.1
3. Angka Lempeng Total (ALT)
Angka Lempeng Total (ALT) merupakan indikator
keberadaan mikroba heterotropik termasuk bakteri dan kapang
yang sensitif terhadap proses desinfektan seperti bakteri
coliform, mikroba resisten desinfektan seperti pembentukan
spora dan mikroba yang dapat berkembang cepat pada air olahan
tanpa residu desinfektaN. Angka Lempeng total merupakan
metode kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui jumlah
mikroba yang ada dalam suatu sampel. Angka Lempeng Total
aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat
dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara
visual berupa angka koloni (CFU) per ml. Prinsip pengujian
angka kuman yang pertumbuhan bakteri aerob mesofil setelah
sampel diinokulasi pada suhu yang sesuai. Pada pengujian angka
kuman menggunakan media Plate Count Agar (PCA) sebagai
media padatnya.4
Jumlah bakteri hidup yang terhitung (viable count)
menggambarkan sel yang hidup, sehingga lebih tepat apabila
dibandingkan dengan cara total cell count. Pada metode angka
kuman total setiap sel mikroba yang hidup dalam suspensi akan
tumbuh menjadi 1 koloni setelah diinkubasi dalam media biakan
dengan lingkungan yang sesuai. Koloni bakteri adalah kumpulan
dari bakteri-bakteri sejenis dan mengelompok membentuk suatu
koloni. Setelah diinkubasi maka akan diamati dan dihitung
jumlah koloni yang tumbuh dan merupakan perkiraan atau
dugaan dari jumlah mikroba dalam suspensi tertentu. 4
4. Analisa Bahan
 Tepung Tempe
Tempe merupakan makanan yang terbuat dari kacang
kedelai yang difermentasi. Masyarakat luas menjadikan
tempe sebagai sumber protein nabati, selain itu harganya
juga murah. Tempe merupakan produk fermentasi yang
tidak dapat bertahan lama. Setelah dua hari, tempe akan
mengalami pembusukan sehingga tidak dapat dikonsumsi
oleh manusia. Tempe mempunyai daya simpan yang
singkat.5
Tepung tempe merupakan makanan terolah dengan
bahan utama tempe yang kemudian difomulasikan dengan
bahan pendukung lain, dirancang sebagai makanan
tambahan untuk mengatasi gangguan pencernaan (diare) dan
efektif untuk memperbaiki status penderita gizi buruk,
bahkan menghentikan infeksi saluran cerna anak pada usia
6-24 bulan.5
 Tepung Bengkuang
Umbi tanaman bengkuang biasa dimanfaatkan sebagai
buah atau bagian dari beberapa jenis masakan. Umbi tersebut
bisa dimakan segar, dibuat rujak, ataupun asinan. Kulit
umbinya tipis berwarna kuning pucat dan bagian dalamnya
berwarna putih dengan cairan segar agak manis. Umbinya
mengandung gula dan pati serta forfor dan kalsium. Umbi ini
memiliki efek pendingin karena mengandung kadar air 86-
90%.6
Bengkuang merupakan tanaman yang memiliki banyak
fungsi. Umbi bengkuang juga mengandung agen pemutih
(whitening agent) yang dapat memutihkan dan
menghilangkan tanda hitam dan pigmentasi di kulit.
Bengkuang juga mengandung vitamin C dan senyawa fenol
yang dapat befungsi sebagai sumber antioksidan bagi tubuh.6
Tepung bengkuang memiliki pati alami yang memiliki
beberapa kekurangan pada karakteristiknya diantaranya
pasta yang terbentuk keras serta tidak tahan terhadap
perlakuan panas dan asam. Tepung bengkuang memiliki
karaktersitik yang lebih baik dibandingkan dengan tepung
yang tidak termodifikasi.6
 Susu Skim
Susu skim adalah susu yang bagian lemak (krim) nya
diambil sebagian atau seluruhnya pada waktu didiamkan
atau dipisahkan dengan alat centrifogal separator. Proses
pengurangan bagian lemak dari susu ini akan menghasilkan
produk olahan susu yang kandungan kalorinya lebih rendah
dari susu segar sehingga coeok dikonsumsi bagi orang yang
sedang diet rendah kalori. Selain itu, susu skim merupakan
sumber kalsium yang paling kaya sehingga dapat digunakan
untuk menghindari resiko osteoporosis. Susu skim juga
mengandung potassium, fosfor, niacin dan riboflavin yang
sangat penting untuk kesehatan.7
Mengingat susu skim selain mempunyai keunggulan
tidak menimbulkan kolesterol dalam darah sehingga dapat
mempertahankan kesehatan dan vitalitas tubuh
dibandingkan dengan susu jenis lainnya, susu skim ini juga
sangat baik digunakan untuk membuat adonan roti, karena
selain mudah tercampur dengan tepung, resiko
penggumpalannya juga sangat rendah.7
 Maltodekstin
Maltodekstrin didefinisikan sebagai suatu produk
hidrolisis pati parsial yang dibuat dengan penambahan asam
atau enzim, yang mengandung unit α-D- glukosa yang
sebagian besar terikat melalui ikatan -(1,4) glycosidic.
Maltodekstrin merupakan campuran dari glukosa, maltosa,
oligosakarida, dan dekstrin. Rumus umum maltodekstrin
(C6H10O5).nH2O. 8,9
Maltodekstrin yang mengandung sakarida tinggi 95%
dan dextrose equivalent rendah mempunyai sifat gel yang
dapat lumer dan bersifat thermoreversible, sehingga dapat
diaplikasikan sebagai pengganti lemak dalam produk
pangan. Maltodekstrin memiliki kelarutan yang lebih tinggi,
mampu membentuk film, memiliki higroskopisitas rendah,
mampu sebagai pembantu pendispersi, mampu menghambat
kristalisasi dan memiliki daya ikat kuat. Maltodekstrin tidak
berasa dan dikenal sebagai bahan tambahan makanan yang
aman. Maltodekstrin lebih mudah larut daripada pati,
maltodekstrin juga mempunyai rasa yang enak dan lembut. 10
 Gula Pasir
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi
sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula
paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa
padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis
pada makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti
glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau
hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan
oleh sel.11
Pada penelitian ini menggunakan bahan gula yang telah
dihaluskan dimana gula ini telah mengalami proses
penghalusan sehingga berbentuk bubuk. Kadang disebut
juga dengan tepung gula. Karena mudah larut, gula ini cocok
digunakan untuk membuat krim atau menjadi taburan pada
cake atau kue kering. Gula bubuk ada yang mengandung pati
jagung sehingga tidak mudah menggumpal.
 Plate Count Agar (PCA) / Nutrient Agar (NA)
Media Plate Count Agar (PCA) merupakan media
padat, yaitu media yang mengandung agar sehingga setelah
dingin media tersebut akan menjadi padat. Media PCA
terdiri dari casein enzymic hydrolisate, yeast extract,
dextrose, agar. Media PCA dilarutkan dengan aqua destilata
dengan membentuk suspensi 22,5 g/L kemudian disterilisasi
pada autoklaf 15 menit pada suhu 121°C. Media PCA
biasanya dibuat dan disterilisasi dalam jumlah yang banyak
sesuai dengan kebutuhan sampai akhir penelitian. Sisa media
yang belum dipakai disimpan di lemari pendingin pada suhu
100C. Jika akan dipakai lagi media dipanaskan diatas hot
plate. Demikian seterusnya diulang berkali-kali.12
Media NA (Nutrient Agar) berdasarkan bahan yang
digunakan termasuk dalam kelompok media semi alami,
media semi alami merupakan media yang terdiri dari bahan
alami yang ditambahkan dengan senyawa kimia.
Berdasarkan kegunaanya media NA (Nutrient Agar)
termasuk kedalam jenis media umum, karena media ini
merupakan media yang peling umum digunakan untuk
pertumbuhan sebagian besar bakteri. Bedasarkan bentuknya
media ini berbentuk padat, karena mengandung agar sebagai
bahan pemadatnya. Media padat biasanya digunakan untuk
mengamati penampilan atau morfologi koloni bakteri. 13
 Aluminium foil
Foil adalah suatu lembaran dari bahan logam yang
mempunyai ketebalan kurang dari 0.15 mm. Kemasan ini
mempunyai posisi yang penting dalam pengemasan, karena
permukaanya yang mengkilap dan menarik untuk
dipandang. Foil yang mempunyai ketebalan antara 0.0375 –
0.1125 mm digunakan untuk membuat kemasan semi
kaku.14
Aluminium foil mempunyai sifat kedap air yang
baik, permukaanya dapat memantulkan cahaya sehingga
penampilannya menarik, permukaanya licin, dapat dibentuk
sesuai dengan keinginan dan mudah dilipat, tidak
terpengaruh oleh sinar, tahan terhadap temperatur tinggi
sampai di atas 290° C, tidak berasa, tidak berbau, tidak
beracun dan hygienis.14
Kemasan foil dapat digunakan untuk mengemas roti,
makanan beku, obat – obatan, bahan farmasi, bahan kimia,
makanan yang higroskopis, jam, selai dan saos. Bila
digunakan untuk mengemas makanan biasanyafoil
diletakkan pada bagian dalam, namun bila untuk tujuan
dekoratif maka foil diletakkan pada bagian luar. 14
 Kapas
Kapas (Gossypium hirsutum L.) merupakan salah satu
komoditi perkebunan penghasil serat alam untuk bahan baku
industri tekstil yang berperan dalam ekspor nonmigas
Indonesia. Serat kapas menjadi bahan baku utama tekstil
karena serat kapas memiliki kemampuan mudah menyerap
keringat atau bersifat higroskopis, dimana kelebihan ini
belum dapat digantikan sepenuhnya oleh bahan baku non-
serat kapas.15
 Plastic wrap
Plastic wrap digunakan untuk menutup bagian pinggir
cawan petri untuk mencegah kontaminasi udara luar dan
mikoorganisme lain masuk
B. Tujuan
Mengetahui jumlah bakteri total pada sampel dengan metode tuang
(pour plate) berdasar lama penyimpanan (30, 60 dan 90 menit)
C. Manfaat
Mahasiswa mengetahui jumlah bateri pada sampel dengan metode
tuang (pour plate) berdasar lama penyimpanan (30, 60 dan 90 menit)
II. METODE
A. Alat
1. Tabung reaksi 5. Mikropipet 100 - 1000 μl
2. Rak tabung reaksi 6. Tip biru
3. Cawan petri 7. Autoclave
4. Lampu spirtus 8. Inkubator
B. Bahan
1. Sampel bahan padat atau cair
2. Plate Count Agar (PCA) / Nutrient Agar (NA)
3. Aluminium foil
4. Kapas
5. Plastic wrap
C. Cara Kerja
1. Sterilisasi
Mensterilisasi semua alat gelas dan beberapa bahan yang akan
digunakan menggunakan autoclave dengan suhu 121oC selama
15 menit dengan tekanan 1 atm.
2. Homogenisasi Sampel (Sampel Bahan Padat)
Menimbang 1 gram sampel, haluskan menggunakan mortar.
3. Pengenceran Sampel (Sampel Bahan Cair dan Padat)
 Menyiapkan sejumlah tabung reaksi steril yang sudah berisi
9 ml aquadest steril sebanyak seri pengenceran yang ingin
dibuat berjajar pada rak tabung reaksi dantulislah tingkat
pengenceran mulai 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, dan seterusnya
sampai yang dikehendaki.
 Mengisi tabung pertama dengan sampel (bahan cair)
sebanyak 1 ml (sebelumnya sampel diaduk dahulu),
homogenkan, maka didapatlah suspensi sampel dengan
pengenceran10-1. (untuk bahan padat lihat homogenisasi
sampel padat).
 Memasukkan ketabung kedua dari tabung pengenceran 10-1,
pipet 1 ml suspensi sampel, dan homogenkan, maka
didapatlah suspensi sampel dengan pengenceran 10-2.
 Memasukkan ketabung tiga dari pengenceran 10-2, pipet 1
ml suspensi sampel, dan homogenkan, maka didapatlah
suspensi sampel dengan pengenceran 10-3.
 Melakukan hasil yang sama sampai didapat pengenceran10 -
4
,10-5, 10-6, dan seterusnya.
4. Penanaman
 Menyiapkan secara berurutan cawan petri kosong yang telah
disterilisasi.
 Memberi tanda pada masing-masing cawan petri dengan
tingkat pengenceran yang dimulai dari kontrol, 10 -1sampai
pengenceran yang terakhir.
 Menambahkan 1 ml aquadest untuk cawan petri control.
 Menambahkan 1 ml dari suspensi sampel pengenceran10 -1
untuk cawan petri 10-1.
 Menambahkan 1 ml dari suspensi sampel pengenceran 10 -2,
dan seterusnya hingga pengenceran terakhir untuk cawan
petri 10-2.
 Menuang media PCA / NA (±500C) sebanyak 15-20 ml ke
dalam masing-masing cawan petri (kontrol hingga
pengenceran terakhir) yang telah berisi suspensi sampel.
 Segera Mengoyang atau putar cawan petri sedemikian rupa
hingga suspensi sampel tersebar merata.
 Menunggu hingga media memadat.
 Mekatkan cawan petri dengan plastic wrap jika media sudah
memadat.
 Menginkubasi dalam posisi terbalik pada suhu 35-370C
selama 24-48 jam.
 Mengamati dan hitung pertumbuhan koloni yang ada jika
masa inkubasi telah selesai,
Perhitungan:
1
Hitung bakteri =A–Bx𝐶xP

A = Jumlah koloni sampel


B = Jumlah koloni kontrol
C = Volume sampel yang ditanam (ml)
P = Tingkat pengenceran sampel
Laporan dari hasil menghitung dengan metode ALT menggunakan
suatu standar yang disebut Standard Plate Counts (SPC) sebagai
berikut:
 Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung
jumlah koloni antara 30- 300.
 Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu
kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya
diragukan dan dapat dihitung sebagai satu koloni.
 Satu deret rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal
dihitung sebagai satu koloni.
 Jika dari semua seri pengenceran yang dibuat jumlah koloninya
kurang dari 30 maka yang dipakai sebagai perhitungan adalah
pengenceran yang paling kecil.
 Jika semua seri pengenceran yang dibuat jumlah koloninya lebih
dari 300 maka yang dipakai sebagai perhitungan adalah
pengenceran yang paling tinggi.
 Jika ada 2 tingkat pengenceran yang jumlah koloninya antara 30
dan 300 , maka perlu ditentukan pengenceran mana yang dipakai
sebagai perhitungan dengan cara sebagai berikut :
a. Jika hasil bagi antara pengenceran tinggi dan pengenceran
rendah kurang atau sama dengan 2 maka kedua pengenceran
tersebut dipakai sebagai perhitungan kemudian dirata-rata.
b. Jika hasil baginya lebih dari 2 maka yang dipakai sebagai
perhitungan adalah pengenceran kecil.
 Penulisan hasil laporan hanya terdiri dari 2 angka (satu angka
satuan dan satu angka desimal), jika angka ketiga sama dengan
lima atau lebih maka dibulatkan menjadi satu angka lebih tinggi
ke angka kedua.
III. HASIL
Tabel 1. Hasil Pengamatan Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri
Pengenceran Sampel 1 Sampel 2 Rerata
Kontrol 0 1 1
10-1 18 22 20
10-2 7 9 8
10-3 0 3 2
10-4 0 2 1
10-5 0 0 0
10-6 0 0 0
10-7 0 0 0
10-8 0 2 1
10-9 0 1 1
Perhitungan:
1. Jumlah koloni bakteri = 20 (koloni pengenceran paling kecil)
1
2. Jumlah bakteri sampel =A–Bx𝐶xP
1
= (20 – 1) x 1 x 101

= 19 x 101 koloni/ml
IV. PEMBAHASAN
Makanan enteral merupakan makanan cair yang sangat ideal bagi
pertumbuhan mikroorganisme yang berasal dari komposisi bahan,
persiapan selama produksi dan transportasi ataupun berasal dari rumah
sakit itu sendiri. Pemberian makanan enteral membutuhkan penanganan
khusus karena dapat menjadi sumber pertumbuhan mikroba karena kaya
akan komposisi makro dan mikronutrien dan juga sangat dipengaruhi
oleh suhu.16
Makanan enteral bermanfaat untuk individu yang memiliki fungsi
cerna tetapi tidak dapat dipenuhi melalui diet normal. Sebagian besar
orang-orang ini memiliki kondisi neurologis seperti stroke, multiple
sclerosis dan demensia terpengaruh saat refleks menelan ataupun
disfagia. Manfaat makanan enteral antara lain adalah dapat memberikan
pasien dengan sumber energi dan stimulasi mekanik pada saluran
pencernaan untuk mencegah atrofi mukosa usus, dan mencegah
translokasi bakteri usus dan endotoksin sebagai akibat dari kerusakan
usus.16
Pada praktikum ini, salah satu bahan yang digunakan yaitu susu,
dimana susu merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Hal ini karena susu mengandung bermacam-macam
unsur dan sebagian besar terdiri dari zat makanan yang juga diperlukan
bagi pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu pertumbuhan bakteri dalam
susu sangat cepat pada suhu yang sesuai. Kerusakan formula enteral
menyebabkan makanan tersebut tidak aman untuk dikonsumsi jika
sudah tercemar. Oleh sebab itu formula enteral sebaiknya dikonsumsi
segera setelah dimasak karena bila dibiarkan lama dan dalam suhu
ruangan lebih dari 3 jam akan mempengaruhi jumlah mikroorganisme
dan kualitas dari formula enteral itu sendiri.17,18
Total Plate Count (TPC) atau yang lebih dikenal dengan istilah
Angka Lempeng Total merupakan perhitungan total mikroorganisme
baik kapang, khamir, maupun koloni bakteri secara keseluruhan dalam
satu bahan.10 Metode ini dapat memberikan gambaran bahan makanan
secara keseluruhan, sehingga bila dalam makanan jumlah TPC tinggi
maka kualitas dari makanan tersebut sangat rendah dan tidak layak
untuk dikonsumsi.18
Tingginya nilai TPC pada formula enteral dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya bahan-bahan yang digunakan kaya akan zat
gizi yang merupakan media tumbuh dan berkembang yang baik bagi
mikroorganisme. Semakin lama penyimpanan produk makanan maka
akan semakin banyak zat gizi yang digunakan oleh mikroorganisme dan
semakin menurun pula kualitas zat gizi formula enteral. Faktor lain yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah tingginya
aktivitas air yang terdapat pada formula enteral sehingga
mikroorganisme tersebut semakin tumbuh dan berkembang. aktivitas air
(Aw) merupakan jumlah air bebas yang tersedia dan dapat digunakan
untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan makanan, dimana
setiap mikroorganisme yang berbeda membutuhkan jumlah air yang
berbeda untuk pertumbuhannya. Pada Aw yang rendah,
mikroorganisme akan mati karena sel-sel pada mikroorganisme akan
berdifusi keluar akibat terjadinya proses kesetimbangan osmotik. Selain
itu, adanya kontaminasi mikroba mungkin juga karena kesalahan
penguji atau peralatan pengujian yang kurang bersih. 18
Dari percobaan yang sudah dilakukan, didapatkan hasil perhitungan

mengunakan metode ALT yaitu 19 x 101 koloni/g. Menurut SNI 7388


yang pada tahun 2009, batas maksimum adanya bakteri dalam susu skim
sebanyak 5 x 104 koloni/gram. Hal ini diketahui bahwa sampel formula
enteral rumah sakit yang digunakan pada praktikum ini masih tergolong
aman dan masih dibawah standar. Hal ini dapat dipengaruhi oleh bahan
yang digunakan pada formula enteral rumah sakit tersebut disimpan
dalam kondisi masih kering, dimana diketahui bahwa mikroorganisme
lebih cepat berkembang pada zat cair.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari praktikum yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Hasil perhitungan mengunakan metode ALT yaitu 19 x 101


koloni/g. Dimana formula enteral tersebut masih aman karena
masih dalam batas maksimum 5 x 104 koloni/gram.
2. Tingginya nilai ALT pada formula enteral dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya bahan-bahan yang digunakan,
semakin lama penyimpanan produk makanan dan tingginya
aktivitas air serta sanitasi dan hygiene praktikan.
B. Saran
Praktikan mungkin tidak dapat menganalis hasil secara akurat
disebabkan praktikum yang dilakukan secara tidak langsung.
Praktikan dapat memperhatikan sanitasi dan hygiene karena hal
tersebut sangat berpengaruh pada hasil, serta tujuan dari praktikum
ini belum sesuai dengan praktikum yang dilakukan sehingga belum
dapat dijawab sepenuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suswan W. Karakteristik Fisik dan Kimiawi Formula Enteral Buah Berdasarkan
Formulasi Bahan. Universitas Muhammadiyah Semarang. 2018
2. Lestari S, dkk. Modifikasi Formula Enteral Rumah Sakit Siap Seduh. Jurnal Gizi dan
Kesehatan. 2019;12-17
3. Hawa II, Murbawani EA. Pengaruh Pemberian Formula Enteral Berbahan Dasar Labu
Kuning (Cucurbita Moschata) Terhadap Kadar Glukosa Darah Postprandial Tikus
Diabetes Melitus. Journal and Nutrition College. 2015; 4(2):387-393
4. Rica FN, Roosmarinto, Martono B. Perbedaan Jumlah Angka Kuman Udara Sebelum
Dan Sesudah Penggunaan Dua Ultraviolet Tube Di Ruang Laboratorium Bakteriologi
Jurusan Analis Kesehatan. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.2019
5. Oktavia AN. Studi Pembuatan Tepung Formula Tempe. Universitas Hasanuddin
Makassar. 2012
6. Keny D. Pembuatan Tepung Bengkuang Dengan Kajian Konsentrasi Natrium
Metabisulfit (Na2s2O5) Dan Lama Perendaman. UPN “Veteran” Jawa Timur. 2012
7. Dewi CM, dkk. Prarencana Pabrik Susu Bubuk Skim kapasitas 9 ton / hari. Universitas
Katolik Widya Mandala.2007
8. Marta H, Tensiska, Riyanti L. Karakterisasi Maltodekstrin dari Pati Jagung (Zea mays)
Menggunakan Metode Hidrolisis Asam pada Berbagai Konsentrasi. Chimica et Natura
Acta 2017; 5(1): 13-20
9. Meriatna. Hidrolisa Tepung Sagu Menjadi Maltodektrin Menggunakan Asam Klorida.
Jurnal Teknologi Kimia Unimal 2013; 1(2): 38-48
10. Melkhianus HP, Happy N, Nuddin H, Soemarno. Karakterisasi Maltodekstrin dari Pati
Hipokotil Mangrove (Bruguiera gymnorrhiza) Menggunakan Beberapa Metode
Hidrolisis Enzim. Indonesian Green Technology Journal. 2013; 2 (1): 2338-1787
11. Syariah N. Tinjauan Pustaka: Gula. Universitas Sumatra Utara. 2017
12. Wati RY. Pengaruh Pemanasan Media Plate Count Agar (PCA) Berulang Terhadap Uji
Total Plate Count (TPC) di Laboratorium Mikrobiologi Teknologi Hasil Pertanian
Unand.2018;1(2):44-47
13. Rossita AS, Munandar K, Komarayanti S. Komparasi Media Na Pabrikan Dengan Na
Modifikasi Untuk Media Pertumbuhan Bakteri. Universitas Muhammadiyah Jember.
2015
14. Rahmawati F. Pengemasan dan Pelabelan. Universitas Negeri Yogyakarta.2013
15. Razaq K, dkk. Aspek Ekonomi Dari Budidaya Tanaman Kapas (Gossypium hirsutum
L.) Di Indonesia. Universitas Brawijaya. 2018
16. Amsal, dkk. Kualitas Mikrobiologi Dan Pengendalian Sanitasi Makanan Enteral Di
Rumah Sakit Undata Palu Sulawesi Tengah. Jurnal Kesehatan
Masyarakat.2019;9(1):42-52
17. Lestari DN, Tifauzah N, Ismail E. Sifat Fisik, pH dan Angka Kuman Makanan Cair
Formula Rumah Sakit dan Formula Komersial Berdasarkan Waktu Tunggu di RSUD
Muntilan Kab Magelang. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.2017
18. Pratiwi LE, Noer ER. Analisis Mutu Mikrobiologi Dan Uji Viskositas Formula Enteral
Berbasis Labu Kuning (Curcubita Moschata) Dan Telur Bebek. Journal of Nutrition
College.2015;3(4):951-957

Anda mungkin juga menyukai