Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM

ENDOKRIN (HIPOTIROID)

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu : Faridatul Istibsaroh, S. Kep., Ns., M. Tr. Kep

Disusun oleh kelompok 1:


1. Abdul Rohman Walid : A83202101
2. Aprilia Nur MalaSari : A832012102
3. Rohmah : A832012116
4. Sulaiha : A832012121
5. Susi Susianti : A832012122
6. Nur Diana : A832012123

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NAZHATUT THULLAB AL-MUAFA SAMPANG

2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM
ENDOKRIN (HIPOTIROID). Penyusunan makalah ini tidak dapat diselesaikan
tanpa arahan dan bimbingan dari dosen / fasilitator. Oleh karena itu pada
kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih atas
bimbingan dari dosen/fasilitator mata ajar Keperawatan Medikal Bedah II Yakni
Ibu Faridatul Istibsaroh, S. Kep., Ns., M. Tr. Kep.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kelemahan


dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun agar dapat memperbaiki kekurangan selanjutnya.

Sampang, 01 Maret 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hipotiroidisme artinya kekurangan hormon tiroid, yaitu hormon yang


dikeluarkan oleh kelenjar tiroid atau kelenjar gondok. Hipotiroidisme
(miksedema) adalah sindroma klinik yang terjadi akibat kadar T3 dan T4
dalam sirkulasi tidak adekuat. Laju metabolisme akan menurunkan dan
mukopolisakarida tertimbun dalam jaringan ikat dermis sehingga tampak
gambaran wajah miksedema yang khas.
Apabila hipotiroidisme terjadi pada anak bayi yang baru lahir, akan
menimbulkan kegagalan pertumbuhan fisik dam mental, yang sering bersifat
ireversibel; keaddan ini disebut kretinisme. Kretinisme dapat timbul
endemik pada suatu daerah geografik yang dietnya kekurangan yodium
yang berguna untuk sintesis hormon tiroid. Kasus sporadis dapat timbul
akibat kelainan kongenital berupa tidak terdapatnya jaringan tiroid, atau
defek enzim yang menghambat sintesis hormon .
Hipotiroidisme adalah kumpulan sindroma yang disebabkan oleh
konsentrasi hormon tiroid yang rendah sehingga mengakibatkan penurunan
laju metabolisme tubuh secara umum. Kejadian hipotiroidisme sangat
bervariasi , dipengaruhi oleh faktor geografik dan lingkungan seperti asupan
iodium dan goitrogen, predisposisi genetik dan usia.
Menurut American Thyroid Association dan American Association of
Clinical Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi
berupapeningkatan kadar hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan
oleh kelenjar tiroid melebihi normal (Bahn et al, 2011).
Hipertiroidisme merupakan salah satu bentuk thyrotoxicosis atau
tingginya kadar hormon tiroid, T4, T3 maupun kombinasi keduanya, di
aliran darah. Peningkatan kadar hormon tiroid menyebabkan paparan
berlebihan pada jaringan-jaringan tubuh yang menyebabkan munculnya
berbagai manifestasi klinik yang terkait dengan fungsi
Hipertiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya
hipofungsi tiroid yang berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala
kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormone tiroid berada di
bawah nilai optimal hormon tiroid dalam berbagai proses metabolisme
tubuh (Bartalena, 2011).
Hipotirod adalah Suatu sindrom klinis akibat produksi dan sekresi
hormon tiroid dan akan menimbulkan penurunan laju metabolisme
tubuh dan penurunan glikosa minoglikan di intersisial terutama di kulit dan
di otot yang dapat dipengaruhi oleh faktor geografi dan lngkungan.
Sedangkan dalam sumber lain dibutuhkan oleh tubuh untuk keperluan
metabolismenya yang dapat terjadi akibat adanya kekurangan produksi
tiroid atau terdapat defek pada reseptornya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep medis pada hipotiroid ?
2. Bagaimana konsep keperawatan pada hipotiroid ?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada hipotiroid ?

1.3. Tujuan
Mengetahui dan mengerti tentang hipotiroidisme dan mengerti tentang cara
penanganan serta konsep asuhan keperawatan pada penyakit hipotiroidisme
ini.
BAB II
KONSEP TEORI

2.1. Definisi Hipotiroidisme


Hipertiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya
hipofungsi tiroid yang berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala
kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormone tiroid berada di
bawah nilai optimal.
Hipotiroidisme merujuk pada kondisi yang dikarakteristikkan oleh tak
disekresikannya hormon-hormon tiroid. Ini dimanifestasikan dengan
pelambatan semua fungsi tubuh dan mental secara umum.

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang terletak di leher dan terdiri atas
sepasang lobus di sisi kiri dan kanan. Terletak di leher dihubungkan oleh ismus
yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kelenjar ini tersusun dari zat hasil sekresi
bernama koloid yang tersimpan dalam folikel tertutup yang dibatasi oleh sel epitel
kuboid. Koloid ini tersusun atas tiroglobulin yang akan dipecah menjadi hormon
tiroid (T3 dan T4) oleh enzim endopeptidase. Kemudian hormon ini akan
disekresikan ke sirkulasi darah untuk kemudian dapat berefek pada organ target.
Kelenjar tiroid berperana mempertahankan derajat metabolisme dalam jaringan
pada titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan
sel tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat arang, dan sangat
diperlukan untuk pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak terdapat
kelenjar tiroid, orang tidak akan tahan dingin, akan timbul kelambanan mental dan
fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi mental. Sebaliknya, sekresi tiroid yang
berlebihan meninbulkan penyusutan tubuh, gugup, takikardi, tremor, dan terjadi
produksi panas yang berlebihan.

2.3 Klasifikasi Hipotiroidisme (Smeltzer, 2002)


Ada beberapa pembagian dari hipotirodisme:
a. Hipotiroidime primer (tiroidal)
Hipotiroidime primer (tiroidal) ini mengacu kepada difungsi kelenjer
tiroid itu sendiri. Lebih dari 95% penderita hipotiroidime mengalami
hipotiroidime tipe ini.
b. Hipotiroidime sentral (hipotiroidime sekunder/pituitaria)
Adalah disfungsi tiroide yang disebabkan oleh kelenjer hipofisis,
hipolatamus, atau keduanya.
c. Hipotiroidime tertier (hipotalamus)
Ditimbulkan oleh kelainan hipotalamus yang mengakibatkan sekresi
TSH tidak adikuat aktibat penurunan stimulasi TRH.
d. Kretinisme
Adalah difisiensi tiroid yang diderita saat lahir. Pada keadaan ini, ibu
mungkin juga menderita difisiensi tiroid.
e. Miksedema
Adalah penumpukan mukopolisakarida dalam jaringan supkutan dan
intersisial lainnya. Meskipun meksedema terjadi pada hipotiroidime
yang sudah berlangsung lama dan berat
2.4. Etiologi Hipotiroidisme (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011)
1. Hipotiroidisme pada dewasa
a. Produksi hormone tiroid yang tidak adekuat, biasanya sesudah
tiroidektomi atau terapi radiasi (terutama dengan preparat I131) atau
akibat inflamasi, tiroiditis autoimun yang kronis (penyakit Hashimoto)
atau keadaan seperti amyloidosis serta sarkoidosis (jarang).
b. Kegagalan hipofisis memproduksi TSH, kegagalan hipotalamus
memproduksi TRH (Thyrotropin-Releasing Hormone), kelainan
bawaan sintetis hormone tiroid, defisiensi yodium (biasanya dari
makanan), atau pemakaian obat-obat antitiroid, seperti propiltiourasil.
2. Hipotiroidisme pada anak
a. Perkembangan embrionik mengalami defek (penyebab paling sering)
sehingga timbul kelainan konginital, yakni kelenjar tiroid tidak
terdapat atau tidak berkembang (kretinisme pada bayi)
b. Defek resesif autosom yang diturunkan pada sintesis tiroksin
(penyebab paling sering berikiutnya).
c. Obat-obat anti tiroid yang digunakan selama kehamilan dan
menyebabkan kretinisme pada bayi (penyebab yang jarang dijumpai).
d. Tiroiditis autoimun yang kronik (kretinisme trjadi sesudah usia 2
tahun)
e. Defisiensi yodum selama kehamilan

2.5. Manifestasi Klinis Hipotiroidisme (Corwin, 2009)


1. Kelambanan berfikir lambat, dan gerakan yang canggung dan lambat.
2. Penurunan frekuensi jantung, pembesaran jantung (jantung
miksedema), dan penurunan curah jantung.
3. Pembengkakan dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di
pergelangan kaki.
4. Intoleransi terhadap suhu dingin.
5. Penurunan laju metabolism, penurunan kebutuhan kalori, penurunan
nafsu makan dan absorpsi zat gizi yang melewati usus.
6. Konstipasi.
7. Perubahan fungsi reproduksi.
8. Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan rambut tubuh yang
tipis dan rapuh.

2.6. Patofisiologi Hipotiroidisme (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011)


Hipotiroidisme dapat mencerminkan malfungsi hipotalamus, hipofisis,
atau kelenjar tiroid yang semuanya merupakan bagian dalam mekanisme
umpan balik negative yang sama. Akan tetapi, gangguan pada hipotalamus
dan hipofisis jarang menyebabkan hipotiroidisme. Hipotiroidisme primer,
yang merupakan gangguan kelenjar tiroid itu sendiri paling sering
ditemukan.
Tiroiditis autoimun kronis, juga disebut tiroiditis limfositik kronis,
terjadi ketika autoantibodi menghancurkan jaringan kelenjar tiroid.
Tiroiditis autoimun kronis yang disertai penyakit gondok (goiter)
dinamakan tiroiditis Hashimoto. Penyebab proses autoimun ini tidak
diketahui kendati hereditas memainkan peranan dan subtype antigen
leukosit manusia yang spesifik dikaitkan dengan resiko yang lebih besar.
Di luar kelenjar tiroid, antibody dapat mengurangi efek hormone tiroid
melalui dua cara. Pertama, antibody dapat menyekat reseptor TSH (Thyroid-
Stimulating Hormone) dan mencegah produksi TSH. Kedua, antibody
antitiroid yang sitotoksik dapat menyerang sel-sel tiroid.
Tiroiditis sub akut, tiroiditis tanpa rasa nyeri, dan tiroiditis
pascapartum merupakan keadaan yang sembuh sendiri dan biasanya akan
diikuti episode hipertiroidisme. Hipotiroidisme subklinis yang tidak diobati
pada dewasa kemungkinan akan menjadi nyata dengan insiden sebesar 5%
hingga 20% per tahun.
LAJU METABOLISME↓
TRH↓ DAN TSH↓
HORMON TIROID↓
FUNGSI ATP & FUNGSI ATP & FUNGSI ATP & SEKRESI ↓ FUNGSI SUPLAI DARAH KE
ADP↓ ADP↓ ADP↓ PENCERNAAN↓ ALAT REPRODUKSI↓
PRODUKSI
SUPLAI O2 KE OTOT KEKURANGAN FUNGSI KALOR↓ PERISLTALTIK KERJA ORGAN
PERNAPASAN↓ USUS↓ REPRODUKSI↓
2.7 Gambar Pathway Hypotiroid

OTAK↓ O2
SINKOP PROSES OKSIDASI DEPRESI VENTILASI SUHU TUBUH↓ LIBIDO↓
ANAEROB KONSTIPASI
DISPNEA JARANG IMPOTEN
ASAM LAKTAT↑
BERKERINGA
MYALGIA SESAK NAPAS
REAKSI AUTOIMUN
RETINITAS
PEMBISAN CAHAYA↓
RABUN SENJA
LAJU METABOLISME↓

MALFUNGSI HIPOTALAMUS

TRH↓ DAN TSH↓

HORMON TIROID↓

FUNGSI ATP & FUNGSI ATP & FUNGSI ATP & SEKRESI ↓ FUNGSI SUPLAI DARAH KE
ADP↓ ADP↓ ADP↓ PENCERNAAN↓ ALAT REPRODUKSI↓
PRODUKSI
SUPLAI O2 KE OTOT KEKURANGAN FUNGSI KALOR↓ PERISLTALTIK KERJA ORGAN
OTAK↓ O2 PERNAPASAN↓ USUS↓ REPRODUKSI↓

SINKOP PROSES OKSIDASI DEPRESI VENTILASI SUHU TUBUH↓ LIBIDO↓


ANAEROB KONSTIPASI

DISPNEA JARANG
ASAM LAKTAT↑ IMPOTEN
BERKERINGA
MYALGIA SESAK NAPAS

REAKSI AUTOIMUN

RETINITAS

PEMBISAN CAHAYA↓

RABUN SENJA
2.7. Pathway Hipotiroidisme
Tiroiditis limfosis kronis Proses penuaan Terapi codium Tyroidektomi Obat - obat antitiroid
radioaktif
Antibodi autoimun beredar Penurunan fungsi Pengangkatan Menekan kerja
dalam sirkulasi darah fisiologis tubuh Ablasi kelenjar tiroid kelenjar tyroid kelenjar tyroid
Antibodi menyerang
antigenya Atropi kelenjar tiroid Atropi kelenjar tyroid Produksi hormon
sendiri tyroid menurun
Jumlah sel kelenjar
T3 dan T4 tiroid menurun
dihancurkan
Produksi hormon
Destruksi kelenjar tiroid tiroid menurun

HIPOTIROIDISME

Defisiensi yodium Penumpukan Kadar kolesterol Kadar tiroksin Sekresi GH


Tiroksin dan
mukopolisakardia meningkat menurun menurun
triyodotironin
Menghambat
sintesis tiroksin Akumulasi Pengendapan di Hipofise anterior Defesiensi GH
Serum menurun
mukopolisakarida pembuluh darah terangsang
Penurunan dalam jaringan Dwarfisme/ kerdil
kadar tiroksin BMR menurun
subkutan meningkat Terjadi pengapuran Mengganggu
pembuluh darah termoregulasi
Peningkatan Miksedema Suplai energi yang ada MK:
pelepasan TSH Aterosklerosis berkurang dihipotalamus - Perubahan
Pembesaran MK: pertumbuhan
Cepat lelah, Toleransi terhadap
kelenjar tiroid Gangguan MK: dan perkembangan
letih dingin menurun
integritas kulit - Gangguan - Gangguan harga diri
Kompresi mekanik, perfusi jaringan Kedinginan, menggigil
gejala - gejala obstruksi Sekresi H.
MK: Gonadotrapim
- Intoleransi menurun
aktivitas MK:
MK: Penyakit jantung koroner - Keletihan - Perubahan suhu tubuh Hipogonadisme
Gangguan rasa
nyaman Nyeri
MK: Penurunan libido,
Penurunan curah jantung menorhagia,amenore

MK:
- Perubahan pola seksual
2.8. Penatalaksanaan Hipotiroidisme
Penanganan meliputi:
1. Terapi sulih hormone tiroid secara bertahap dengan preparat sintetik T4
dan kadang-kadang dengan T3.
2. Pembedahan eksisi, kemoterapi, atau radiasi jika terdapat tumor
kelenjar tiroid.

2.9. Penatalaksanaan Keperawatan Hipotiroidisme


1. Modifikasi Aktivitas
Penderita hipotiroidisme akan mengalami pengurangan tenaga dan
letargi sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, risiko komplikasi akibat
imobilitas akan meningkat. Kemampuan pasien untuk melakukan
latihan dan berperan dalam berbagai aktivitas menjadi terbatas akibat
perubahan pada status kardiovaskuler dan pulmoner yang terjadi akibat
hipotiroidisme.
2. Pemantauan yang berkelanjutan
Pemantauan TTV dan tingkat kognitif pasien dilakukan dengan
ketat selama penegakan diagnosis dan awal terapi untuk mendeteksi:
kemunduran status fisik serta mental, tanda-tanda serta gejala yang
menunjukan peningkatan laju metabilik akibat terapi yang melampaui
kemapuan reaksi sistem kardiovaskuler dan pernafasan, dan
ketarbatasan atau komplikasi miksedema yang berkelanjutan.
3. Pengaturan suhu
Pasien sering mengalami gejala menggigil dan menderita intoeransi
yang ekstrim terhadap hawa dingin meskipun dia berada dalam ruangan
nersuhu nyaman atau panas. Ekstra pakaian dan selimut dapat
diberikan, dan pasien harus dilindungi terhadap hembusan angin. Jika
pasien ingin menggunakan bantal pemanas atau selimut listrik untuk
mengurangi gangguan rasa nyaman dan gejala menggigil tersebut,
perawat harus menjelaskan bahwa penggunaan alat ini harus dihindari
karena beresiko menyebabkan vasodilatasi perifer, kehilangan panas
tubuh yang lebih lanjut dan kolabs vaskuler.
4. Dukungan emosional
Setelah kondisi hopotiroidisme berhasil diobati dan semua
gejalanya sudah berkurang, pasien dapat mengalami depresi dan rasa
bersalah sebagai akibat dari progresifitas serta intensitas gejala yang
timbul. Pasien dan keluarganya harus diberitahu bahwa semua gejala
tersebut serta ketidakmampuan untuk mengenalinya sering terjadi dan
merupakan bagian dari kelainan itu sendiri. Pasien dan keluarganya
mungkin memerlukan bantuan dan konseling untuk mengatasi masalah
dan reaksi emosional yang muncul.
5. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah
Pasien diberitahu untuk terus minum obat seperti yang diresepkan
dokter meskipun gejala sudah membaik. Intruksi tentang diet diberikan
untuk menigkatkan penurunan berat badan begitu pengobatan dimulai,
untuk menpercepat pemulihan pola defekasi normal. Akibat pelambatan
proses mental pada hipotiroidisme, maka anggota keluarga harus
diberitahu dan dijelasakan tentang tujuan terapi, progra pengobatan
serta efek samping yang harus dilaporkan kepada dokter. Selain itu,
semua instruksi dan pedonan ini harus disamapaikan pula secar tetulis
kepada pasien, keluarga, dan perawat kunjungan rumah.

2.10. Komplikasi Hipotiroidisme


1. Koma miksedema adalah situasi yang mengancam jiwa yang ditandai
dengan eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme, termasuk
hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan
penurunan kesadaran yang menyebabkan koma.
2. Kematian dapat terjadi tanpa penggatian TH dan stabilisasi gejala.
3. Ada juga resiko yang berkaitan dengan terapi defisiensi tiroid. Resiko
ini mencakup penggantian hormone yang berlebihan, ansietas, atrofi
otot, osreoporosis, dan fibrilasi atrium.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Konsep Pengkajian


a. Data Subyektif
1. Pengalaman perubahan status sosial/ mental
2. Mengalami sakit dada atau palpitasi
3. Mengalami dispnea ketika melakukan aktivitas atau istirahat
4. Riwayat perubahan pada kuku, rambut, kulit, dan banyak
keringat
5. Mengeluh gangguan penglihatan dan mata cepat Lelah
6. Perubahan asupan makanan dan berat badan
7. Perubahan eliminasi feses, frekuensi dan banyaknya
8. Intoleransi terhadap cuaca panas
9. Mengeluh cepat lelah dan tidak mampu melakukan semua
aktivitas hidup
10. Perubahan menstruasi atau libido
11. Pengetahuan tentang sifat penyakit, pengobatan, serta efek
dan efek samping obat

b. Data Objektif
1. Status Mental : Perhatian pendek, emosi labil, tremor,
hyperkinesia
2. Perubahan Kardiovaskular : Tekanan darah sistolik meningkat,
tekanan diastolik menurun, takikardi a walaupun waktu
istirahat, disritmia dan murmur
3. Perubahan pada Kulit : Hangat, kemerahan dan basah
4. Perubahan pada Rambut : Halus dan menipis
5. Perubahan pada Mata : Lidlag, glovelag, diplopia, dan
penglihatan kabur
6. Perubahan Nutrisi / Metabolik : Berat badan menurun, nafsu
makan dan asupan makan bertambah serta kolesterol
dantrigliserida serum menurun
7. Perubahan Muskuloskeletal : Otot lemah, tonus otot kurang
dan sulit berdiri dari posisi duduk
8. Hasil pemeriksaan diagnostik yang harus dikaji adalah
peningkatan T3 dan T4 serum dan penurunan TSH serum

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Risiko Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal SDKI:
D.0052 Hal: 118
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi SDKI:
D.0005 Hal: 26
3. Perubahan suhu tubuh b.d produksi kalor menurun
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh s.d peningkatan
kecepatan metabolisme

3.3 Pencernaan Keperawatan

1. Diagnosa I : Konstipasi berhubungan dengan


penurunan gastrointestinal SDKI: D.0052 Hal: 118

Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal


Intervensi Rasional
1. Auskultasi bisisng Usus 1. mengetahui berapa frekuensi
2. Pantau fungsi usus bising usus klien
3. Berikan makanan yang kaya 2. Memungkinkan deteksi
akan serat konstipasi dan pemulihan
4. Dorong klien untuk kepada pola defekasi yang
meningkatkan mobilisasi normal.
dalam batas-batas toleransi 3. Meningkatkan massa feses
latihan dan frekuensi buang air besar
5. Ajarkan kepada klien, tentang 4. Meningkatkan evakuasi feses
jenis -jenis makanan yang 5. Untuk peningkatan asupan
banyak mengandung air cairan kepada pasien agar .
6. Kolaborasi : untuk pemberian feses tidak keras
obat pecahar dan enema bila 6. Untuk mengencerkan fees.
Diperlukan

2.Diagnosa II : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan


depresi ventilasi SDKI: D.0005 Hal: 26 Tujuan : Perbaikan
status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal.

Intervensi Rasional
1. Observasi frekuensi; 1. Mengidentifikasi hasil
kedalaman, pola pernapasan; pemeriksaan dasar untuk
oksimetri denyut nadi memantau perubahan selanjutnya
2. Pelihara saluran napas pasien dan mengevaluasi efektifitas
dengan melakukan pengisapan intervensi.
dan dukungan ventilasi jika 2. Penggunaan saluran napas
diperlukan artifisial dan dukungan ventilasi
3. Dorong dan ajarkan pasien mungkin diperlukan jika terjadi
untuk napas dalam dan batuk depresi pernapasan
4. Berikan obat (hipnotik dan 3. Mencegah aktifitas dan
sedatip) dengan hati-hati meningkatkan pernapasan yang
adekuat
4. Pasien hipotiroidisme sangat
rentan terhadap gangguan
pernapasan akibat gangguan obat
golongan hipnotik-sedatif.

3. Diagnosa III : Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan produksi kalor


menurun

Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh yang norma


Intervensi Rasional
1. Observasi suhu tubuh pasien 1. Mendeteksi penurunan suhu
dan melaporkan penurunannya tubuh dan dimulainya koma
dari nilai dasar suhu normal miksedema
pasien

2. Meminimalkan kehilangan
2. Berikan tambahan lapisan panas
pakaian atau tambahan selimut

3. Mengurangi risiko
3. Berikan klien pengetahuan apa vasodilatasi perifer dan kolaps
saja yang harus dihindari dan vaskuler
bagaimana cara pencegah
penggunaan sumber panas dari 4. Meningkatkan tingkat
luar (misalnya, bantal kenyamanan pasien dan
pemanas, selimut listrik atau menurunkan lebih lanjut
penghangat) kehilangan panas

4. Lindungi Klien terhadap 5. untuk menormalkan suhu


pajanan hawa. dingin dan tubuh
hembusan angin
5. Kolaborasi dalam pemberian
cairan Rl atau air hangat
4. Diagnosa IV : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b/d peningkatan kecepatan metabolisme
Tujuan : Untuk mencukupi kebutuhan nutrisi

Intervensi Rasional
1. Observasi vital sign tiap 8 jam. 1. mengetahui frekuensi
2. Observasi bising usus tiap pagi Suhu,Nadi dan Tekanan Darah
3. Timbang berat badan tiap pagi Klien
4. Anjurkan Klien untuk Diet 2. Mengetahui Frekuensi Bising
tinggi kalori, tinggi protein usus
5. Kolaborasi 3. Untuk mengetahui Berat badan
pemberian Suplemen vitamin B Klien
Compleks 4. Memenuhi kecukupan nutrisi
yang tidak terpenuhi
5. Meningkatkan nafsu makan
Klien

3.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan)yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan
(Hidayat, 2004). Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal
seperti bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik komunikasi,
kemampuan dalam prosesdur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien
serta memahami tingkat perkembangan pasien.
Pelaksanaan mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja
aktivitas sehari-hari. Setelah dilakukan, validasi, penguasaan keterampilan
interpersonal, intelektual dan tehnik intervensi harus dilakukan dengan cermat
dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi
dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Nursalam,
2008).
3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak. Evaluasi yang digunakan mencakup 2 bagian
yaitu evaluasi formatif yang disebut juga evaluasi proses dan evaluasi jangka
pendek adalah evaluasi yang dilaksanakan secara terus menerus terhadap
tindakan yang telah dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif yang disebut
juga evaluasi akhir adalah evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk
menilai keberhasilan tindakan yang dilakukan dan menggambarkan
perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan. Bentuk
evaluasi ini lazimnya menggunakan format “SOAP”. Tujuan evaluasi adalah
untuk mendapatkan kembali umpan balik rencana keperawatan, nilai serta
meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan
standar yang telah ditentukan sebelumnya.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Simpulan
Hipertiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya
hipofungsi tiroid yang berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala
kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormone tiroid berada di
bawah nilai optimal.

Hipotiroidisme merujuk pada kondisi yang dikarakteristikkan oleh tak


disekresikannya hormon-hormon tiroid. Ini dimanifestasikan dengan
pelambatan semua fungsi tubuh dan mental secara umum.

Hormon tiroid berfungsi untuk perkembangan sistem saraf pusat


(migrasi dan mielinisasi). Manifestasi klinis yang ditemukan setelah lahir
meliputi usia gestasi lebih dari 42 minggu, berat lahir lebih dari 4kg,
hipotermia, akrosianosis, distress pernapasan, ubun-ubun posterior yang
lebar, distensi abdomen, letargis, asupan makan sulit, ikterik yang
berlangsung lebih dari 3 hari setelah lahir, edema, hernia umbilikus, kulit
mottled, konstipasi, makaroglosia, kulit kering, dan suara tangis yang
serak. Semakin bertambahnya usia, hambatan tumbuh kembang juga
semakin nyata yaitu tubuh pendek.

4.2 Saran
Sebagai seorang perawat seharunya dapat memberikan asuhan
keperawatan secara intensif mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
dan intervensi pada pasien dengan hipotiroidisme serta Dari penyakit ini
dapat dihindarkan dengan cara tidak stress tidak merokok, tidak
mengkonsumsi obat-obatan sembarangan dan tidak mengkonsumsi
yodium secara berlebihan karena dapat terjadi radiasi pada leher dan
organism-organisme dapat menyebabkan infeksi karena ada virus.
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 2021. Asuhan Gizi Pada Hipotiroid. Journal of Nutrition andHealth.


(9): 1: 19-24

Anggraini, Y., & Leniwita, H.2019. Modul Keperawatan Medikal Bedah


II.Fakultas Vokasi, Universitas Kristen Indonesia.

Erlina, L., & Waluya, N.A. 2021. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 9
Gangguan Sistem Endokrin. Singapore: Elsevier Singapore Pte.Ltd

Prasetyowati, P., & Ridwan, M. (2016). Hipotiroid Kongenital.


JurnalKesehatan Metro Sai Wawai, 8(2), 70-74

Sarika, D., & Yupianti. 2020. Klasifikasi Penyakit Tiroid


MenggunakanAlgoritma C4.5 Studi Kasus: Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD)Hasanuddin Damrah Manna. Journal Of Science and Technology.

Susanto R, Julia M. 2018. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam: Batubara


JR,
Tridjaja B, Pulungan AB, penyunting. Buku ajar endokrinologi anak. UKK
Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Hal.
205-21.
Kemenkes RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015,
Kementerian
Kesesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai