PENDAHULUAN
Kematian otak adalah suatu keadaan dimana terjadi kehilangan fungsi otak
alat bantu medis. Meskipun Indonesia telah menentukan kriteria kematian secara
legal adalah kematian batang otak, tetapi kematian otak masih menjadi masalah
etik dan medikolegal.2 Pasien yang mengalami kematian otak akan mengubah
hubungan dokter dengan pasien karena menjadi perawatan yang tidak biasa
(extra-ordinary care).
dengan transplantasi organ kadaver.3 Demikian juga dari sudut clinical ethicis,
penentuan diagnosis kematian otak menjadi isu etik yang dominan dalam
1
1.2 Tujuan
otak.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
struktur otak besar atau karena menurunnya aliran darah ke otak sehingga
mengalami kekurangan oksigenasi. Pada keadaan ini semua refleks otak negatif
dan tidak ada pernafasan spontan karena pusat nafas dan pusat-pusat neurogenik
kematian otak adalah kriteria kematian (brain death is death). Negara yang
pertama mengadopsi secara legal kematian otak sebagai definisi kematian adalah
Kesehatan pada pasal 117 menjelaskan secara rinci definisi kematian yaitu
“seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung sirkulasi dan sistem
pernafasan terbukti telah terhenti secara permanen, atau apabila kematian batang
mendukung aspek hukum kematian adalah kematian batang otak antara lain:
3
1. Secara fisiologis, batang otak merupakan bagian otak yang paling resisten
fungsi batang otak, maka bagian otak yang lain yang lebih sensitif
2. Secara anatomi, batang otak sebagai lokasi pusat vital tubuh. Kehilangan
fungsi batang otak mengindikasikan pusat vital tubuh termasuk pusat nafas
nafas spontan.
transplantasi organ yang memerlukan organ donor dengan kualitas yang baik.
kriteria kematian otak, seseorang dapat dinyatakan sudah meninggal secara legal
meskipun jantung masih terasa berdenyut oleh bantuan alat bantu kehidupan.
hidup secara layak dengan bantuan alat pernafasan dan peralatan pendukung
lainnya, dan yang kedua sulitnya menentukan secara pasti bahwa lesi serebral
4
2.2 Aspek etik kematian otak dilihat dari hubungan dokter dan pasien
Etika merupakan pemikiran kritis secara filosofis tentang nilai moral yang
dipelajari dalam hidup masyarakat. Etika lahir dan berkembang karena hubungan
antar individu sebagai mahluk sosial. Demikian juga etika kedokteran lahir
sebagai pedoman tatanan dalam hubungan antara dokter dengan pasien. Etika
perilaku etis seorang dokter secara khusus dalam hubungan profesional dan
dokter tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan moral, terkait dengan
kehidupan, kesehatan dan kematian pasien. Dari definisi ini jelas bahwa etika
memegang peran paling utama, setiap keputusan medis ditentukan oleh dokter
berkembangnya hak otonomi (the rights to self determination) sejak tahun 1947
dan mulailah babak baru etika kedokteran kontemporer menggantikan norma etika
melibatkan pasien dalam bentuk informed consent. Otonomi pasien menjadi salah
5
satu hak asasi yang dinyatakan dalam Deklarasi Hak Asasi Dunia (Universal
secara adekuat dan lengkap oleh dokter sampai dimengerti oleh pasien dan pasien
horizontal contractual merupakan pembatas etik bagi dominasi profesi dokter dan
Pada pasien dengan kematian otak timbul dilema etik yang berhubungan
dengan hubungan dokter dengan pasien dan otonomi pasien. Kondisi dari pasien
dalam kondisi seperti ini kembali seperti hubungan paternalistik. Dokter sebagai
penentu utama tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien. Dalam
situasi seperti ini etika kedokteran sangat diperlukan dalam memberi pedoman
dan tuntunan bagi profesi dokter dalam kekuasaan medis berlebih. Pasien dengan
kematian otak memiliki analogi yang sama dengan pasien yang menggunakan hak
Waiver, yaitu hak dari pasien untuk melepas hak informasi terhadap dirinya
mewakili pasien (proxy). Keluarga memiliki hak yang sama dalam menerima
6
2.3 Kajian etik kematian otak dari sudut kaidah dasar moral
pendekatan etik dari dua komponen yaitu pendekatan teori etika dan kaidah dasar
moral (kaidah dasar bioetika). Dalam pendekatan teori etika, etika dianalisa dari
teori Agent (virtue), deontologis dan teleologis. Teori Agent menitikberatkan nilai
keutamaan yang menjadi penjabaran nilai moral. Deontologis mengkaji etik dari
sudut tindakan sedangkan teleologis lebih memandang hasil atau akibat dari
tindakan sebagai ukuran etik. Pendekatan kaidah dasar moral, menganalisa etika
Analisa filosofis pada pasien dengan kematian otak dari sudut pandang
teori etika adalah dokter untuk selalu menjunjung tinggi nilai keutamaan (virtue)
seperti sifat empati, welas asih (compession) dan jujur (probity) kepada keluarga
pasien. Dilema etik dalam konteks pasien dengan kematian otak adalah dilema
antara deontologis dan teleologis, apa yang harus dilakukan dokter dalam
bantu pernafasan dan alat pendukung lainnya adalah etis untuk menjaga kualitas
tindakan medis yang dibuat oleh dokter tidak boleh memperburuk keadaan pasien
(primum non nocere). Dokter tidak akan memperburuk keadaan pasien dengan
tindakan-tindakan medis yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat bagi pasien.
7
Dipandang dari kaidah dasar moral beneficence, dokter mengalami dilema
seorang dokter harus berbuat baik dengan mencegah hal buruk pada pasien
(prevent evil or harm), menghilangkan hal buruk pada pasien (remove evil or
sangat terbatas bisa diterapkan hanya dokter dapat melakukan tindakan yang tidak
memperburuk keadaan pasien. Dilemma etik lebih terlihat kalau dipandang dari
penghentian alat bantu medis dengan kualitas organ yang akan didonorkan oleh
pasien. Dari konsep balancing of utillity, dokter secara etis akan mengambil
proporsional.
Kaidah dasar turunan pada kasus kematian otak salah satunya adalah
veracity (truth telling) yaitu perilaku dokter yang selalu jujur dalam
veracity dilakukan terutama kepada keluarga pasien yang harus selalu dilibatkan
dokter dapat membuat keputusan klinis dan sekaligus mengambil keputusan etik.
8
a. Medical Indication merupakan penerapan kaidah dasar moral beneficence
dan non-maleficence.
maleficence.
Pada kematian otak, komponen clinical ethics yang paling dominan untuk
karena akan diikuti oleh tindakan dan keputusan medis sesuai dengan indikasi
medis yang dibuat. Penegakan diagnosis kematian otak menjadi hal yang paling
penting dan paling mendasar dari segi etika medis, sehingga penegakan diagnosis
otak yang sudah berlaku umum di dunia.5 Kriteria kematian otak dari Harvard
sebagai metode terstruktur untuk mendiagnosis kematian otak sudah disusun dan
memiliki otonomi lagi, sehingga semua keputusan medis menjadi hak istimewa
dari dokter. Dokter harus mempertimbangkan hak otonomi tersebut diambil alih
oleh keluarga pasien, sehingga segala sesuatu keadaan pasien dan tindakan medis
yang akan dilakukan harus izin dari keluarga pasien. Komunikasi medis dengan
9
keluarga pasien merupakan keharusan tindakan etik profesi dokter dalam
menangani pasien.
Kualitas hidup pasien (quality of life) dari pasien dengan kematian otak
kematian otak sudah menunjukkan disfungsi otak secara keseluruhan dan bersifat
permanen, sehingga tindakan medis apapun akan sia-sia pada pasien (medical
futillity) dan resusitasi jantung dan paru tidak akan bermanfaat (do not
resusciated). Secara clinical ethics yang bisa dilakukan oleh dokter adalah
semua kondisi yang berhubungan dengan pasien termasuk budaya, keragaman dan
keadilan (justice). Komunikasi dengan keluarga memiliki andil yang besar dan
Medical futility terdiri dari dua komponen, yaitu kualitatif dan kuantitatif.
Secara kuantitatif hal ini dijelaskan pada tulisan Hippocrates, “Whenever the
illness is too strong for the available remedies, the physician surely must not
Curran 1977)”. Dari tulisan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa jika suatu
penyakit tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan yang ada, seorang klinisi
hendaknya tidak perlu melakukan pengobatan lainnya yang bersifat sia-sia. Secara
kualitatif dijelaskan pula pada tulisan Republic oleh Plato pada tahun 1981, yaitu
10
“For those whose lives are always in a state of inner sickness Asclepius did not
attempt to prescribe a regime to make their life a prolonged misery. A life with
preoccupation with illness and neglect of work is not worth living.” Pada tulisan
bermanfaat pada seseorang yang sedang dalam kondisi kesakitan yang tidak bisa
ditangani lagi hanya akan menambah penderitaan pasien. Akan tetapi hingga saat
ini masih menjadi perdebatan di antara klinisi dalam membedakan mana tindakan
yang bernilai sia-sia, dan kapan waktu yang tepat untuk melanjutkan atau
menghentikan terapi pada pasien yang tidak memperoleh manfaat dari terapi
tersebut.
Tindakan medis yang diketahui sebagai tindakan sia-sia (futile) saat ini
dipertimbangkan untuk tidak lagi dilanjutkan dan secara moral dapat dibenarkan
Hippocrates, yang dikenal sebagai anjuran “to refuse to threat those who are
dipertanggungjawabkan.
Dalam menentukan jenis pemberian terapi apa yang tepat untuk pasien
memerlukan pertimbangan dari segi risk dan benefit. Istilah medical futility
digunakan apabila pasien tidak dapat menerima manfaat dari terapi yang
diberikan. Dalam dunia kedokteran, kepastian kesembuhan adalah hal yang tidak
bisa dijanjikan karena respon yang berbeda dari setiap pasien terhadap suatu
11
pengobatan. Selama ini terapi yang diberikan adalah berdasarkan evidence-based
Jika ditinjau dari aspek otonomi pasien, maka pasien berhak untuk
pada pasien vegetative state tidak memberikan manfaat namun secara etik
khususnya dari segi bioetik. Dalam pemahaman tradisional semua manusia adalah
orang tanpa melihat tingkat dari maturitas dan kelainan yang ada. Menurut Jhon
Locke, orang (person) adalah mahluk yang dapat berpikir secara cerdas, mampu
melakukan refleksi terhadap diri dan lingkungan. Hal yang sama juga
yang memiliki kewaspadaan diri, kontrol diri, memiliki pemikiran tentang masa
depan dan masa lalu, dan memiliki kapasitas untuk berinteraksi dengan yang lain.
Selain itu, singer juga menambahkan kesadaran diri dan rasionalitas adalah
12
Pada kasus dimana seseorang mengalami kematian otak atau mengalami
Pada kasus kematian otak atau pada kasus vegetative state, probabilitas seseorang
untuk dapat kembali pulih sangatlah kecil. Atas dasar tersebutlah dalam dunia
medis anjuran penanganan pasien dengan kasus mati otak dan vegetative state
adalah support hidup yang bersifat pasif. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah
Apabila dilihat dari segi medis kematian batang otak sudah dapat
dikatakan bahwa seseorang tersebut telah meninggal. Hal ini juga sesuai dengan
person melainkan orang tersebut tergolong sebagai human being atau sesuatu
yang hanya memenuhi badaniahnya saja. Atas dasar ini sangatlah mungkin dan
legal bagi seorang dokter untuk menghentikan pengobatan pada kasus pasien
Namun dari sisi kontra mengatakan bahwa pencabutan alat bantu pasien
13
Apabila dilihat dari aspek lain, melanjutkan penggunaan alat bantu hidup
pada seseorang yang memiliki probabilitas hidup yang sangat kecil akan
memberikan kesan bahwa dokter tidak mampu untuk menentukan prioritas dari
pasien yang lebih membutuhkan pengobatan. Hal ini jelas akan lebih bermanfaat
apabila alat bantu hidup diberikan kepada pasien yang memiliki peluang hidup
yang lebih tinggi mengingat keterbatasan alat bantu hidup yang ada pada instalasi
kesehatan.
Pada pasien dengan kematian otak, terdapat dua isu mediko-legal yang
penting yaitu euthanasia dan tranplantasi organ. Pertanyaan medis yang masih
kontroversial tentang penghentian alat bantuan hidup pada pasien yang mengalami
kematian otak adalah euthanasia atau tidak.3 Pada dasarnya euthanasia masih
dianggap sebagai pembunuhan dan dapat dikenai sanksi pidana. Adapun hukum
yang terkait dengan euthanasia yaitu pasal 344 KUHP “Barang siapa
menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan yang tegas dan sungguh-
sungguh dari orang lain itu sendiri dihukum dengan hukuman penjara selama-
Euthanasia aktif maupun pasif adalah tindakan yang tidak legal dan melawan
hukum.
sebagian tubuh atau organ yang sehat untuk menggantikan fungsi organ sejenis
14
yang tidak dapat berfungsi lagi.7 Secara legal, tranplantasi hanya boleh dilakukan
untuk tujuan kemanusiaan dan tidak boleh untuk tujuan komersial. Hal ini diatur
tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis serta transplantasi alat dan
15
BAB III
3.1 Kesimpulan
termasuk batang otak (brain stem) mengalami kehilangan fungsi secara permanen.
Di Indonesia, kriteria kematian secara legal adalah kematian batang otak yang
117 menjelaskan secara rinci definisi kematian yaitu “seseorang dinyatakan mati
apabila fungsi sistem jantung sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah
terhenti secara permanen, atau apabila kematian batang telah dapat dibuktikan”.
Kematian otak berdasarkan isu etika dapat dianalisa dari empat komponen
contextual features.
3.2 Saran
yang maksimal.
16
Daftar Pustaka
1. Lazar NM, Shemie S, Webster GC, Dickens BM. Bioethics for clinicians:
367.
2013;1(1):138-147.
Tentang: Kesehatan.
dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh
Manusia.
17