Anda di halaman 1dari 12

Nama : Rikayana

NIM : 16 20 777 14 420

RANGKUMAN MATERI WEBINER PENEGAKAN KEMATIAN DAN


PERAWATAN AKHIR KEHIDUPAN

Pemateri: Prof. Dr. dr. Dedi Afandi DFM, Sp.FM (K)

Moderator: dr. Nur Azid Mahardinata


Tanggal kegiatan/Waktu: Wednesday, 31 Agustus 2022 pukul: 14.00-selesai

A. Definisi dan Penentuan Kematian


Menurut pasal 117 UU Kesehatan “Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi
system jantung-sirkulasi dan system pernapasan terbukti telah berhenti secara
permanen atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan.
Peraturan menteri kesehatan no 37 tahun 2004 tentang penentuan kematian
dan pemanfaatan organ donor.
1. Kematian klinis atau konfensional berdasarkan pada telah berhentinya fungsi
system jantung sirkulasi dan system pernapasan dan terbukti secara permanen
2. Kematian batak otak.

B. Kematian Batang Otak


• Indonesia menganut kematian batang otak (brain stem death) alasan medisnya.
1. secara fisiologis batang otak merupakan bagian otak yang paling resisten
terhadap kekurangan oksigen atau hipoksia sehingga bila terjadi kehilangan
fungsi otak maka bagian otak yang lain yang lebih sensitive terhadap
hipoksia sudah mengalami kerusakan kerusakan terlebih dahulu.
2. Secara anatomi batang otak sebagai lokasi pusat-pusat vital tubuh.
Kehilangan fungsi batang otak mengindikasikan pusat-pusat vital tubuh
termasuk pusat nafas tidak berfungsi yang ditunjukkan kehilangan semua
reflex dan kehilangan napas spontan.
C. Kematian otak
Kematian otak adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak secara
menyeluruh dan bersifat permanen termasuk fungsi batang otak.
Beberapa Negara menggunakan kematian otak menjadi kriteria kematian
(brain death is death). Negara pertama yang mengadopsi secara legal kematian
otak sebagai definisi kematian adalah finlandia pada tahun 1971 selanjutnya di
bagian beberapa Negara di Amerika Serikat seperti Kansas mempergunakan legal
reasoning yang sama. Berdasarkan data didapatkan pada daerah barat terdaapt 22
negara yang sudah melegalkan kematian otak sebagai definisi kematian. hal ini
dikarenakan prognosis/probabilitas untuk otak kembali seperti semula kecil.
Sedangkan di bagian Timur baru 14 negara yang menganut kematian otak.
D. Penentuan Kematian
• Penentuan kematian seseorang dapat dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan Atau di luar fasilitas pelayanan kesehatan
• Penentuan kematian di fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan oleh
tenaga medis
• Tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat diutamakan dokter.
• Dalam hal Tidak ada tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat
penentuan kematian dapat dilakukan oleh perawat atau bidan.
• Penentuan kematian di luar fasilitas pelayanan kesehatan dapat dilakukan oleh
tenaga medis atau tenaga kesehatan lainnya yang memiliki kewenangan.
• Penentuan kematian seseorang dapat dilakukan kriteria:
a. diagnosis kematian klinis/konvensional yaitu Berhentinya fungsi sistem
jantung sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti secara permanen.
b. Penentuan mati batang otak

• penentuan seseorang mati batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim
dokter yang terdiri atas 3 orang dokter yang kompeten.

• sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus melibatkan dokter spesialis


dan dokter spesialis saraf

• diagnosis otak harus dibuat di ruang rawat intensif (intensif care unit).

• penetapan waktu kematian Pasien adalah pada saat dinyatakan mati


batang otak, bukan saat ventilator dilepas dari mayat atau jantung
berhenti berdenyut.

Mati batang otak

1) kajian etika dan medikolegal sangat diperlukan terhadap kematian


otak sebagai indikasi kematian karena berkembangnya transplantasi
organ yang memerlukan Organ Donor dengan kualitas yang baik

2) Organ yang ditransplantasikan setelah kematian klinis ( kematian


Somatik) akan mengalami kerusakan secara progresif menuju
kematian seluler ( kematian molekuler) sehingga semakin awal
penentuan kematian somatik akan semakin mengurangi kerusakan
progresif organ yang akan didonorkan.

3) Dengan adanya kriteria kematian otak, seseorang dapat dinyatakan


sudah meninggal secara legal meskipun jantung masih terasa
berdenyut oleh bantuan alat bantu kehidupan.

4) masalah medis yang timbul dari penentuan kematian otak meliputi


• pertama Apakah kerusakan otak tersebut memungkinkan
pasien untuk bertahan hidup secara layak dengan bantuan
alat pernafasan dan peralatan pendukung lainnya.

• Kedua sulit menentukan secara pasti bahwa lesi serebral


pada pasien dapat disimpulkan telah bersifat permanen
(irreversible).

E. Perawatan akhir kehidupan

1) Perawatan akhir kehidupan (end of life care) Adalah perawatan


kepada pasien yang memerlukan bantuan dalam menghadapi
penyakit yang progresif lanjut dan sulit disembuhkan hingga akhir
kehidupan.

2) Dengan cara memberikan dukungan suportif dan paliatif kepada


pasien dan keluarganya sehingga pasien meninggal dengan
bermartabat melalui pengelolaan nyeri dan gejala lainnya termasuk
psikologi sosial dan spiritual.

F. Prinsip dasar pelayanan paliatif (WHO)

a) Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai


proses yang normal

b) tidak mempercepat atau menunda kematian

c) menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu

d) menjaga keseimbangan Psikologi dan spiritual

e) berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayat

f) berusaha membantu mengatasi suasana duka cita pada keluarga


G. Assisted dying

Pasal 344 KUHP


“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan
pidana penjara paling lama 12 tahun. “

H. Identifikasi fase akhir dari kehidupan

1) Penurunan kesadaran, respon berkurang, kelemahan tubuh


meningkat.

2) disorientasi waktu tempat dan orang yang dikenal

3) penurunan atau kehilangan nafsu makan dan berkurangnya asupan


makanan dan cairan

4) kesulitan untuk Menelan

5) menarik diri dari kehidupan social

6) Inkontinensia urine dan feses

7) warna urine menjadi gelap dan jumlah urine berkurang

8) mengeluarkan suara gurgling pada saat bernafas

9) rasa nyeri meningkat atau tidak dapat dikontrol dengan terapi

10) gerakan tidak terkontrol

I. Etiko Legal

1) Sejak awal dokter harus menjalin hubungan baik dengan pihak


keluarga pasien

2) Apabila pasien atau keluarga menghendaki pengobatan alternatif,


maka tidak ada alasan untuk melarangnya sejauh tidak
membahayakan dirinya.

3) beban yang menjadi tanggungan keluarga pasien harus diusahakan


seringan mungkin
4) dalam keadaan dimana ilmu dan teknologi sudah tidak dapat
memberikan harapan kesembuhan, maka upaya perawatan pasien
harus lebih ditunjukkan untuk memperoleh kenyamanan dan
meringankan penderitaan

5) memberikan kepada pasien dan keluarganya untuk menghadirkan


pembimbing rohani menurut kepercayaan masing-masing

6) Dokter atau tim menyampaikan kepada pasien dan keluarganya


tentang keadaan pasien sebenarnya dan sejujurnya mengenai
penyakit yang diderita pasien

7) Dokter atau tim dalam setiap pengambilan keputusan baik untuk


tujuan diagnostik terapi maupun tindakan lain seperti alat bantu
pernapasan, pemberian nutrisi.

8) dokter atau tim memberikan penjelasan dalam upaya


mempertahankan maupun penghentian alat bantu kehidupan seperti
alat bantu nafas atau ventilator, nutrisi dan harus selalu dengan
persetujuan pasien atau pihak keluarga. persetujuan atau penolakan
tindakan harus dibuat secara tertulis.

9) Dokter wajib terus melakukan perawatan terhadap pasien,


sekalipun pasien pindah ke fasilitas atau ruangan lain di dalam
rumah sakit.

Penghentian terapi bantuan hidup adalah menghentikan sebagian atau semua terapi
bantuan hidup yang sudah diberikan pada pasien. Penundaan terapi bantuan hidup
adalah menunda memberikan terapi bantuan hidup baru atau lanjutan tanpa
menghentikan terapi bantuan hidup yang sedang berjalan
J. Euthanasia dalam KUHP

▪ Pasal 344 KUHP yang bunyinya: Barang siapa merampas nyawa


orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan
dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling
lama 12 tahun.

▪ Dari Ketentuan tersebut jelas bahwa yang diatur dalam kuhp adalah
euthanasia aktif dan sukarela

▪ secara aktif menghentikan kehidupan sebelum waktunya.

PERTANYAAN

1. Pertanyaan dari dr. Nasrun


Saya pernah menerima foto seorang pasien yang tuna wicara dan ada riwayat
trauma di sekitar dada. Seperti yang dijelaskan oleh profesor pada forum
untuk tidak melakukan DNR. Kira-kira apakah kita tetap tidak bisa melakukan
DNR. Di dada pasien ada tato DNR dan pasien tidak sadarkan diri. Apakah
kita tetap mengikuti petunjuk sesuai tato tersebut atau bagaimana?
Jawaban : Tidak seperti di luar negeri yang ketika nama pasien dimasukkan di
sistem rekam medis pasien jelas terlihat form DNR nya. Sedangkan di
Indonesia ketika pasien meminta DNR di suatu daerah maka ketika pasien
pindah di kota lain form DNR nya belum tentu terlihat. Kita harus memiliki
cukup data untuk memutuskan bahwa orang tersebut punya DNR atau tidak.
2. Pertanyaan dari dr. Klarisa
a. Jika klinis menentukan DNR, apakah bisa tampak permintaan atau
persetujuan keluarga?
b. Pada pasien dengan ventilator jika keluarga meminta pencabutan
ventilator, apakah dokter wajib mempertahankan atau cukup dengan
informed consent yang jika disetujui keluarga maka bisa dilakukan?

Jawaban :

a. Klinisi tidak menentukan DNR tapi itu permintaan dari pasien. Jika permintaan
dari keluarga maka kembali ke withholding atau withdrawing. Maka diagnosis
etik DNR hanya berasal dari permintaan pasien dan keluarga.
b. Sesuai prosedur withholding atau withdrawing kemudian di liat terlebih
dahulu. Minta keluarga pasien untuk mengurus surat pencabutan ventilator ke
direktur RS untuk lebih aman kedepannya.
3. Pertanyaan dari dr. Megawati Wijaya M.M

Jika ada pasien di ICU sudah terminal dan keluarga meminta DNR karena
masalah biaya dan perawatan lanjutan dalam hal ini maka bagaimana sikap kita
sebagai DPJP?

Jawaban : maka jalur nya lewat withholding atau withdrawing bisa melalui
direktur, komite medik, komite etik dan sebagainya. Tetap harus ada
diagnosis sudah ada terminal stage dan extraordinary tinggal dokternya
memutuskan teliti atau tidak. Sialhkan ke direktur kemudian diputuskan
keputusannya bagaimana. Tapi setidaknya meyakinkan kita bahwa sudah
diproses berkali-kali.

4. Pertanyaan dari dr. Syaifuddin Ali Ahmad


a. Apakah alasan etisme pihak penegak hukum memilih untuk dimatikan
saja residivis?
Jawaban : Tidak boleh mengikuti permintaan penegak hukum kita sebagai
tenaga medis harus tetap mengikuti kewajiban atau SOP
b. Untuk kasus irjen FS yang terancam hukuman mati apakah demi
penelitian demi terangnya status psikopat atau LGBT maka dilakukan
penelitian pada terhukum mati. Lantas bagaimana mengurus izin etikanya?
Jawaban : ketika kita menjadi dokter tidak dituntut untuk mengetahui
motifnya tapi dituntut bahwa sebab kematiannya sehingga kita harus
membedakan cara kematian atay menegakkan sebab kematiannya. Ketika
kita bicara tentang kematiannya maka banyak hal yang terlibat maka harus
ada bukti dan pelaku,TKP, dan korban. Sementara data yang kita gali
hanya ada korban sehingga tidak cukup sebagai bukti oleh karena tidak
cukup digunakan sebagai bukti permasalahan.
5. Pertanyaan dari dr. Fauziah
Bagaimana kita bisa mempelajari kronologi hilangnya reflex batang
otak pada pasien dengan disfungsi otak berat yang berkembang menuju
kematian otak?
Jawaban : kita bisa meminta pada dokter neurologi dan annestesi karena
kedua dokter inilah yang bisa menegakkan hal ini, bisa djuga dilakukan oleh
DPJP. Sehingga bisa menjelaskan kenapa pada tindakan kematian batang otak
kedua dokter ini harus hadir.
6. Pertanyaan dari dr. Gregorius Yoga PA
Pada saat awal pasien masuk ke faskes biasanya menandatangani dan
menyepakati general informed consent dan sering ditemui juga bahwa sering
dituliskaan nama seseorang yang menjadi penanggung jawab pasien, yang
mana belum tentu sebagai keluarga dekat. Bagaimana caea menyikapi hal
tersebut?
Jawaban : Pada hal-hal yang mencakup sebuah keputusan penting harus
berprinsip pada next of kin (keluarga terdekat) karena ada persesetujuan
tindakan kedokteran. Kemudian lebih ke masalah lainnya seperti administrasi
yang mencakup masalah pembiayaan dan peraturan rumah sakit ini akan tetap
dihubungi tetapi tidak dimintai pertanggung jawaban terhadap pasien, namun
kita sebagai tenaga kesehatan tetap meminta persetujuan keluarga terdekat
pasien.
DOKUMENTASI KEGIATAN

Anda mungkin juga menyukai