Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL REFERAT

RSU ANUTAPURA PALU APRIL 2023


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU

HERPES ZOSTER OTICUS

Disusun Oleh :
Rikayana
16 20 777 14 420

Pembimbing :
dr. Fatmawati Arsyad Said, M.Kes, Sp.THT-KL

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2023

i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Rikayana
No. Stambuk : 16 20 777 14 420
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Alkhairaat Palu
Judul Jurnal : Herpes Zoster Oticus

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


RSU ANUTAPURA PALU
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU

Palu, 23 April 2023

Pembimbing Dokter Muda

dr. Fatmawati Arsyad Said, M.Kes, Sp.THT-KL Rikayana

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Herpes Zoster Oticus yang sering disebut juga Sindrom Rumsay Hunt
pertama kali dijelaskan oleh James Rumsay Hunt pada tahun 1907, Hal ini
disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster (VZV) yang masih aktif dalam
sensorik ganglia (umumnya pada ganglion genikulatum) dari cabang sensorik
nervus fasialis. Keterlibatan cabang sensoris ganglion genikulatum nervus fasialis
menyebabkan Herpes Zoster Oticus yang juga dikenal sebagai SRH. 1
Herpes zoster oticus merupakan penyebab utama dari 12% paralisis fasialis
dan umumnya menyebabkan gejala lebih parah dan memiliki prognosis buruk dari
Bell Palsy dan dianggap sebagai penyebab sebanyak 20% kasus Bell palsy yang
didiagnosis secara klinis. Dalam beberapa penelitian, hanya 10-22% individu
dengan kelumpuhan wajah yang signifikan mengalami pemulihan sempurna.
Dalam beberapa penelitian, hanya 10-22% individu dengan kelumpuhan wajah
yang signifikan mengalami pemulihan yang sempurna. Namun, dalam sebuah
penelitian, 66% pasien dengan kelumpuhan sebelah wajah mengalami pemulihan
yang sempurna.4
Nervus fasialis merupakan saraf kranial terpanjang yang berjalan di dalam
tulang temporal, sehingga sebagian besar kelainan nervus fasialis terletak dalam
tulang ini. Nervus VII terdiri dari 3 komponen yaitu komponen motoris, sensoris,
dan para simpatis.2
Herpes Zoster Oticus menunjukan tanda adanya lesi kulit yang vesikuler
pada kulit didaerah wajah, sekitar liang telinga, otalgia dan terkadang disertai
paralisis otot wajah. Pada keadaan yang berat ditemukan gangguan berupa tuli
sensori neural.2 Setelah infeksi primer varicella, virus varicella zoster tetap hidup
dalam saraf ganglia pada spinal dan cranial. Setelah reaktivasi dan replikasi,

3
virus melewati serabut saraf sensorik ke dalam dermatom yang terkait dengan
ganglion yang terlibat. Pada keratinosit, replikasi virus lebih mengarah pada
gambaran klinis khas vesikel dalam distribusi herpetiform. Di luar manifestasi
dermatologis, perjalanan klinis herpes zoster dapat ditandai oleh banyak
komplikasi neurologis. Paling sering terjadi tergantung usia neuralgia
postherpetic. Meningoensefalitis, myelitis, lesi batang simpatetik, trauma
serebrovaskular akibat vaskulopati serebral, paresis dan paralisis adalah
komplikasi neurologis herpes zoster lainnya. Dengan reaktivasi virus varicella-
zoster di ganglia tulang belakang, dapat terjadi paresis segmental; Penyakit pada
cervical dapat menyebabkan kerusakan ekstremitas atas.3
Diagnosis Herpes zoster oticus dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang THT-KL. Pemeriksaan fungsi nervus VII
diperlukan untuk menentukan letak lesi, beratnya kelumpuhan dan evaluasi
pengobatan. Pemeriksaan meliputi fungsi motorik otot wajah, tonus otot wajah,
ada tidaknya sinkinesis atau hemispasme, gustatometri dan tes Schimer.
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penatalaksanaan Herpes zoster.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Herpes zoster oticus atau yang sering disebut Sindrom Rumsay Hunt
adalah kelumpuhan wajah unilateral akut yang disebabkan oleh reaktivasi
virus varicella zoster (VZV) dari ganglion genikulatum. Virus ini dapat
menyerang satu atau lebih dermatom saraf kranial. 2,5

4
B. ANATOMI
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga
tengah, dan dan telinga dalam.
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan dan
kulit. Liang telinga berbentuk seperti huruf S, dengan rangka tulang rawan
pada 1/3 bagian luar, sedangkan 2/3 bagian dalam rangkanya terdiri dari
tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½
-3 cm. pada 1-3 bagian luar kulit liang
telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada 2/3 bagian
dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar keringat. Aurikula dipersarafi oleh
cabang aurikulotemporalis dari saraf mandibularis serta saraf aurikularis
mayor dan oksipitalis minor yang merupakan cabang pleksus servikalis. 2,8
2. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar membran timpani,
batas depan tuba eustachius, batas bawah vena jugularis (bulbus jugularis),
batas belakang aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis, batas atas
tegmen timpani dan batas dalam berturut-turut dari atas kebawah kanalis
semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, oval window, round window dan
promontorium. Membran timpani berukuran kurang lebih 3-6 mm,
mempunyai posisi miring menghadap ke bawah. Bentuknya tidak rata, tetapi
menyerupai kerucut dengan diameter sekitar 10 mm. Membran ini terdiri dari
bagian keras di bawah (pars tensa) yang merupakan bagian terbesar dan
bagian lunak (pars flaccida) di bagian atas. Bagian tengahnya dinamakan
umbo, merupakan kedudukan tulang pendengaran (os maleus). Dari umbo
bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu jam 7
untuk membran timpani kiri dan jam 5 untuk membran timpani kanan. Di

5
dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar ke dalam, yaitu maleus, incus dan stapes.2
3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Bentuk telinga dalam sedemikian kompleks sehingga disebut
labirin. Tulang dan membran labirin memiliki bagian vestibular dan bagian
koklear. Bagian vestibular (skala vestibuli) berhubungan dengan
keseimbangan, sementara bagian koklear (skala timpani) merupakan organ
pendengaran.2,8

Gambar 2. Anatomi Telinga

Telinga di inervasi oleh beberapa saraf, yaitu n.VII, n.VIII, dan n. X. Saraf
fasialis (n.VII) mempunyai dua subdivisi, subdivisi pertama merupakan saraf
fasialis yang mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, dan subdivisi kedua adalah
saraf intermediate.
Nervus fasialis merupakan saraf kranial terpanjang yang berjalan di dalam
tulang temporal, sehingga sebagian besar kelainan nervus fasialis terletak dalam

6
tulang ini. Nervus VII terdiri dari 3 komponen yaitu komponen motoris, sensoris,
dan para simpatis. Komponen motoris mempersarafi otot wajah kecuali musculus
levator palpebra superior. Selain itu nervus fasialis juga mempersarafi stapedius
dan venter posterior musculus gastricus. Komponen sensoris mempersarafi 2/3
anterior lidah untuk mengecap melalui meatus corda timpani. Komponen
parasimpatis memberikan persarafan pada glandula lakrimalis, glandula
submandibular, dan glandula sublingualis. Nervus fasialis memliki 2 inti yaitu
superior dan inferior. Inti superior mendapat persarafan dari korteks motor secara
bilateral sedangkan inti inferior hanya mendapat persarafan dari 1 sisi. Serabut
dari kedua inti berjalan mengelilingi inti nervus abducens (N.VI) kemudian
meninggalkan pons bersama nervus vestibulococlearis (N.VIII) dan nervus
intermedius masuk ke dalam tulang temporal melalui poros meatus akustikus
internus. Setelah masuk ke dalam tulang temporal N.VII akan berjalan dalam
saluran yang disebut kanal Fallopi. Dalam perjalan di dalam tulang temporal N.
VII dibagi dalam 3 segmen yaitu segmen labirin, segmen timpani, dan segmen
mastoid. Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion
genikulatom. Panjang nervus ini 2-3 milimeter. Segmen timpani (segmen vertical)
terletak diantara bagian distal ganglion genikulatum dan kearah posterior telinga
tengah, kemudian naik ke arah tingkap lonjong (fenestra ovalis) dan stapes, lalu
turun dan kemudian terletak sejajar dengan kanal semisirkularis horizontal.
Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter. Segmen mastoid (segmen vertical),
mulai dari dinding medial dan superior kavum timpani. Perubahan posisi dari
segmen timpani menjadi segmen mastoid disebut segmen pyramidal atau genu
eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari N. VII sehingga
mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah
caudal menuju foramen stylomastoid. Panjang segmen ini 15-20 milimeter.
Setelah keluar dari tulang mastoid, N. VII menuju glandula parotis dan membagi
diri untuk mepersarafi otot-otot wajah. DI dalam tulang temporal N.VII
memberikan 3 cabang penting, yaitu nervus petrosus superior mayor, nervus

7
stapedius, dan corda timpani. Nervus petrosus superior mayor keluar ganglion
genukulatum dan memberi rangsang pada glandula lakrimalis. Nervus stapedius
mempersarafi muskulus stapedius dan berfungsi sebagai peredam suara. Korda
timpani mempersarafi pengecapan pada 2/3anterior lidah.2

8
Gambar 3. Anatomi Topografi Nervus Fasialis6,8

C. EPIDIOMOLOGI
Sindrom Ramsay Hunt mempengaruhi pasien imunokompeten dan
imunokompromis dan memiliki kejadian sekitar 5 per 100.000 orang per tahun;
Sindrom Ramsay Hunt menyumbang sekitar 7% dari kasus kelumpuhan wajah
akut, dengan herpes zoster terdiri dari hingga 30% dari kasus tersebut. Pasien
immunocompromis cenderu ng mengalami proses penyakit yang lebih parah dan
pemulihan yang kurang sempurna. Sindrom Ramsay Hunt dapat muncul pada
siapa saja, dan ada kasus yang dilaporkan pada pasien mulai dari usia 3 bulan
hingga 82 tahun, meskipun pasien pada dekade ke-7 dan ke-8 adalah yang paling
rentan. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko herpes zoster juga akan
meningkatkan kejadian sindrom Ramsay Hunt, antara lain stres, kemoterapi,
imunokompromis, infeksi, malnutrisi.5
Sindrom Ramsay Hunt biasanya tidak dikaitkan dengan angka mortality.
Hal Ini adalah penyakit self-limiting yang merupakan morbiditas utama dari

9
kelemahan wajah. Tidak seperti Bell palsy, sindrom ini memiliki tingkat
pemulihan kurang dari 50% yang lengkap.4

D. ETIOLOGI

Virus Varicella-zoster (VZV) adalah herpes virus yang merupakan


penyebab dari 2 penyakit berbeda yaitu varicella dan herpes zoster. Virus
varicella adalah virus DNA, alpha herpes virus dengan besar genom 125.000 bp,
berselubung/ berenvelop, dan berdiameter 80-120 nm Virus mengkode kurang
lebih 70-80 protein, salah satunya ensim thymidine kinase yang rentan terhadap
obat antivirus karena memfosforilasi acyclovir sehingga dapat menghambat
replikasi DNA virus. Virus menginfeksi sel Human diploid fibroblast in vitro, sel
limfosit T teraktivasi, sel epitel dan sel epidermal in vivo untuk replikasi
produktif, serta sel neuron. Virus varicella dapat membentuk sel sinsitia dan
menyebar secara langsung dari sel ke sel. 7

Gambar 1. Morfologi dan Struktur Virus Varisela Zoster7


VZV tergolong ke dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan
infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vesikuler. Selanjutnya
setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya dapat menetap
dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada
saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik.

E. PATOFISOLOGI

10
Infeksi primer dengan VZV atau varicella pada umumnya ringan,
merupakan penyakit self-limited yang biasanya ditemukan pada anak-anak
ditandai dengan demam ringan dan disertai vesikel berisi cairan yang gatal pada
seluruh tubuh. Sesudah infeksi primer varicella, VZV menetap dan laten dalam
akar ganglion sensoris dorsalis. Sesudah beberapa dekade, virus neurotropik ini
dapat mengalami reaktivasi dan menyebabkan herpes zoster. Zoster ditandai
dengan erupsi vesikel unilateral yang nyeri, khasnya mengikuti dermatom saraf
sensorik. Varicella ditransmisi melalui rute respirasi. Virus menginfeksi sel epitel
dan limfosit di orofaring dan saluran nafas atas atau pada konjungtiva, kemudian
limfosit terinfeksi akan menyebar ke seluruh tubuh. Virus kemudian masuk
kekulit melalui sel endotel pembuluh darah dan menyebar ke sel epitel
menyebabkan ruam vesikel varicella. Penularan dapat terjadi melalui kontak lesi
di kulit. Lesi vesikular akan berubah menjadi pustular setelah infiltrasi sel radang.
Selanjutnya lesi akan terbuka dan kering membentuk krusta, umumnya sembuh
tanpa bekas. Waktu dari pertama kali kontak dengan VZV sampai muncul gejala
klinis adalah 10-21 hari, rata-rata 14 hari. Setelah infeksi primer, virus akan
menginfeksi secara laten neuron ganglia cranial dan dorsal.7
Reaktivasi virus varicella-zoster (VZV) sepanjang penyaluran saraf sensorik
yang menginervasi telinga, biasanya mencakup ganglion geniculatum, yang
menyebabkan herpes zoster otikus. Gejala terkait, seperti gangguan pendengaran
dan vertigo, diperkirakan terjadi sebagai akibat penularan virus melalui kedekatan
langsung saraf kranial VIII ke nervus VII pada sudut serebellopontine atau
melalui vasa vasorum yang melakukan perjalanan dari nervus VII ke yang lain. 4

11
Gambar 4. Patofisiologi herpes zoster otikus

F. MANIFESTASI KLINIS
Herpes zoster otikus (sindrom Ramsay Hunt) adalah penyakit virus yang
sering mengenai saraf sensoris karena ganglion yang terkena, sehingga
memberikan sekelompok gejala berupa paralisis fasialis dengan onset mendadak
yang disertai nyeri lokal dan erupsi vesikuler di liang telinga luar dan pinna. Tuli
sensorineural dan gangguan vestibular juga dapat muncul. Awitan suatu paralisis
fasialis seringkali disertai otalgia dan erupsi herpetik pada bagian-bagian telinga
luar dianggap sebagai infeksi virus pada ganglion genikulatum. Lesi kulit
vesikuler hanya terbatas pada sebagian liang telinga yang dipersarafi oleh suatu
cabang sensorik kecil dari saraf kranialis ketujuh, atau dapat meluas ke aurikula,
atau telah menghilang saat pasien datang ke dokter. Kombinasi gejala lainnya
dapat timbul dengan adanya keterlibatan progresif serabut-serabut saraf akustikus
dan vestibularis dari nervus vestibulotrochlearis (N.VIII). 8.9,11
Berdasarkan gejala periode prodromalnya yaitu berupa malaise, demam,
terdapat serangan nyeri yang hebat didalam telinga. Gejala ini diikuti oleh erupsi
herpetic pada ujung prosessus longus os maleus, liang telinga dan daun telinga.
Paralisis fasial disertai dengan gangguan lakrimasi dan salivasi serta hilangnya
pengecap pada sisi lesi.11

12
Adapun dari manifestasi klinis yang sering muncul dari herpes zoster otikus,
12
dapat dikelompokkan menjadi:

1. Vesikel/Erupsi
Vesikel dapat muncul sebelum, bersamaan, atau setelah adanya paralisis
nervus fasialis. Vesikel yang timbul dapat menyebabkan sensasi terbakar atau
otalgia. Vesikel yang pecah akan membentuk krusta.

2. Gejala yang berhubungan dengan N VII


a. Paresis ipsilateral
b. Paralisis ipsilateral
3. Gejala yang berhubungan dengan N VIII
a. Tinnitus
b. Vertigo
c. Tuli sensorineural
d. Gangguan keseimbangan
4. Gejala lain
a. Nyeri hebat pada mata
b. Lakrimasi
c. Mata tidak bisa menutup
d. Gangguan indera pengecap

13
Gambar 5 Gejala Klinis Pada Herpes zoster oticus6

G. DIAGNOSIS
Diagnosis herpes zoster oticus ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan
letak lesi, beratnya kelumpuhan dan evaluasi pengobatan. Pemeriksaan meliputi
fungsi motorik otot wajah, tonus otot wajah, gustatometri dan tes Schimer.2

1. Anamnesis
Dari dalam anamnesis riwayat penyakit dahulu bisa didapatkan ada
riwayat terkena penyakit cacar air. Penyakit ini didahului dengan gejala
prodromal berupa nyeri kepala, nyeri telinga, lesu, demam, sakit kepala, mual
dan muntah. Nyeri telinga sering kali nyeri menjalar ke luar telinga sampai ke
daun telinga. Nyeri bersifat konstan, difus, dan tumpul. Nyeri muncul
biasanya beberapa jam sampai beberapa hari setelah muncul ruam.4,5
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan didapatkan ruam pada telinga atau mulut (80% pada
kasus yang ada, ruam bisa menjadi awal dari adanya paresis), ipsilatereal
lower motor neuron paresis wajah (N. VII) sehingga menyerupai Bells palsy,
vertigo, tinnitus, sakit kepala, diastrhia, gait ataxia, cervical adenopathy.
Pemeriksaan dan otoscopy menunjukkan vesikel-vesikel di dalam saluran atau
di membrana tympani. Ketidakmampuan dalam menutup mata pada bagian
ipsilateral, sehingga pasien akan mengeluhkan kekeringan pada kornea dan
iritasi. 4,5

14
Gambar 6. Gejala paresis wajah dan Vesikel pada Telinga

3. Pemeriksaan penunjang4
a. Pemeriksaan laboratorium yang meliputi: kadar nitrogen dalam urin
(BUN), kreatinin, hitung sel darah, serta elektrolit.
b. Tes Serologi. Anti-VZV IgG dan IgM
c. CT scan

Derajat kelumpuhan saraf fasialis dapat dinilai secara subjektif dengan


menggunakan sistim House-Brackmann selain itu derajad dapat digunakan untuk
evaluasi.
Tabel 1. Sistem Penilaian House-Brackmann pada kelumpuhan wajah
(House-Brackmann, 1985).5

Tingkat Deskripsi Karakteristik


I Normal Fungsi simetris normal doseluruh area
II Mild Dysfungtion Kelumpuhan ringan yang hanya terlihat melalui
inspeksi jarak dekat.
Penutupan mata lengkap dengan usaha minimal.
Senyum sedikit asimetris dengan usaha
maksimal
Sinkinesis yang hampirtidak disadari, tidak ada
kontraktur atau spasme
III Moderate Kelumpuhan nyata, tapi tidak merusak
dysfunction penampilan.
Mungkintidak mampu mengangkat alis

15
Penutupan mata lengkap dan kuat tetapi disertai
gerakan mulut yang asimetris dengan usaha
maksimal.
Sinkinesis nyata tapi tidak merusak penampilan,
spasme atau pergerakan umum
IV Moderate severe Kelumpuhan nyata yang merusak penampilan
dysfunction Tidak mampu mengangkat alis
Penutupan mata tidak lengkap dan mulut yang
asimetris dengan usaha maksimal
Sinkinesis berat, pergerakkan massa, spasme.
V Severe dysfunction Gerakan volunter hanya dapat sedikit dikenali.
Penutupan mata tidak lengkap, sudut mulut
hanya dapat digerakkan sedikit. Sinkinesis,
kintraktur dan spasme biasanya tidak ada.
VI Total paralysis Tidak ada pergerakan, tonus otot menghilang,
tidak ada sinkinesis, kontraktur maupun spasme

Disamping itu juga dapat dilakukan tes topografi untuk menentukan letak lesi
saraf fasialis dengan tes Schirmer dan tes gustometri. Pemeriksaan N. VII dimulai
dari fungsi saraf motorik dengan cara menggerakkan otot-otot wajah utama di
muka, mulai dari mengankat alis (m. frontalis), mengerutkan alis (m. soucilier),
mengakat serta mengeruktan hidung ke atas (m. piramidalis), memejamkan mata
kuat-kuat (m. orbicularis okuli), tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi (m.
zygomatikus), memoncongkan mulut ke depan sambil memperlihatkan gigi (m.
relever komunis), meggembungkan kedua pipi (m. businator), bersiul (m.
orbicularis oris), menarik kedua sudut bibir ke bawah (m. triangularis), dan
memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan ( m. mentalis). Setiap
gerakkan yang dilakukan dibandingkan kanan dan kiri. Penilaiain yang diberikan

16
adalah angka 3 jika gerakkan normatl serta simetris, angka 1 jika sedikit ada
gerakkan, angka 2 gerakkan yang berada diantara angka 3 dan 1, angka 0 jika
tidak ada gerakkan sama sekali. Tes gustatomeri ini digunakan untuk menilai
n.corda timpani, dengan cara membandingkan ambang rasang antara sisi lidah
kanan dan kiri. Tes Schrimer digunakan untuk mengetahui fungsi serabut serabut
pada simpatis dari N.VII yang disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis
mayor setinggi genikulatum, dengan cara meletekkan kertas lakmus pada bagian
inferior konjungtiva dan dihitung berapa banyak sekresi kelenjar lakrimalis. 2

H. DIAGNOSIS BANDING

Berdasarkan keluhan pasien dan temuan fisik yang beberapa penyakit dapat
dijadikan diagnosis banding untuk SRH, antarala lain adalah Bell’s Palsy, Otitis
Eksterna.

Diagnosis banding yang mungkin adalah Bell’s Palsy hal ini didasarkan
pada tampilan klinis yang terdapat kelamahan separuh otot wajah. Hal yang
sangat membedakan adalah adanya ruam pada herpes zoster otikus. Otitis
eksterna juga bila dijadikan diagnosis banding berdasarkan adanya otalgia,
pruritus, keluarnya cairan dan hilangnya pendengaran. Pada pemeriksaan
didapatkan adanya nyeri tekan tragus dan liang telinga hiperemis dan bengkak.

I. PENATALAKSANAAN

Berikut adalah pilihan terapi yang dapat digunakan untuk tatalaksana herpes
zoster otikus 7,12
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri dan

17
vertigo yang terjadi karena adanya inflamasi pada serabut saraf N VIII.
Kortikosteroid tidak dianjurkan pada pasien herpes zoster otikus yang
menderita penyakit keganasan atau menjalani kemoterapi, karena dapat
memicu Disseminated Herpes Zoster.
2. Kortikosteroid + Antivirus
Pasien yang ditatalaksana dengan menggunakan antivirus dan prednison
memberikan hasil yang lebih baik (dalam hal kecepatan hilangnya vesikel dan
erupsi, berkurangnya nyeri, dan dapat kembalinya pasien menjalani aktivitas
sehari-hari) dibanding dengan yang ditatalaksana hanya dengan menggunakan
prednison dan antivirus sendiri.
Dosis yang diberikan :
a. Prednison : 1mg/kgBB/hari yang dibagi menjadi 3 dosis selama 10-14
hari.. Dapat dilakukan tapering-off mulai dari minggu kedua.
b. Antivirus:
1) Acyclovir 5x800 mg/hari selama 5-7 hari atau Acyclovir IV 10
mg/kgBB/8 jam selama 7 hari.
2) Valacyclovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari, atau
3) Famcyclovir 3x750 mg/hari selama 7 hari. diketahui memiliki efek
yang paling baik untuk mengurangi postherpetic neuralgia (tetapi
harus dipantau karena meningkatkan enzim hati)
3. Tatalaksana infeksi sekunder oleh bakteri
a. Biasanya terjadi karena vesikel yang tereskoriasi akibat garukan
b. Gunakan H2O2 untuk membersihkan vesikel/krusta
c. Gunakan salep bacitracin pada bagian bervesikel/krusta
d. Gunakan antibiotik oral antistreptokokal seperti cefadroxil

J. KOMPLIKASI
Herpes zoster oticus atau disebut Sindrom Ramsay Hunt merupakan
komplikasi pada THT yang jarang terjadi namun dapat serius. Sindrom ini terjadi

18
akibat reaktivasi VZV di ganglion genikulata saraf fasialis. Tanda dan gejala
sindrom Ramsay Hunt meliputi herpes zoster di liang telinga atau membrana
timpani, disertai paresis fasialis yang nyeri, gangguan lakrimasi, gangguan
pengecap 2/3 bagian depan lidah, tinitus, vertigo, dan tuli. Banyak pasien yang
tidak pulih sempurna.7
Neuralgia pasca herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai beberapa
tahun. Keadaan ini cenderung terjadi pada penderita diatas usia 40 tahun dengan
gradasi nyeri yang bervariasi. Makin tua penderita makin tinggi persentasenya.
Sepertiga kasus diatas usia 60 tahun dikatakan akan mengalami komplikasi ini,
sedang pada usia muda hanya terjadi pada 10 % kasus.

K. PROGNOSIS
Kelumpuhan wajah yang berkepanjangan atau permanen dapat terjadi.
Sebagian besar pasien dengan paralisis parsial pulih sepenuhnya. Pasien dengan
Herpes zoster oticus memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien Bell’s
palsy.4
Faktor lain yang mempengaruhi pemulihan yaitu termasuk House-
Brackmann grade V atau lebih, waktu sebelum dimulainya pengobatan, usia, dan
adanya penyakit komorbid. Pasien dengan House-Brackmann grade II memiliki
tingkat pemulihan 84,6%. Selanjutnya, pasien tanpa vertigo, diabetes melitus,
atau hipertensi memiliki kemungkinan pemulihan yang lebih tinggi. 4

L. PENCEGAHAN
a. Pemberian vaksinasi dengan vaksin VZV hidup yang dilemahkan
(Zostavax®), sering diberikan pada orang lanjut usia untuk mencegah
terjadinya penyakit, meringankan beban penyakit, serta menurunkan
terjadinya komplikasi NPH. Mekanisme kerja vaksin ini akan mengontrol
reaktivasi laten VZV sehingga mencegah terjadinya Herpes Zoster. Vaksin ini

19
akan mengontrol replikasi dan penyebaran VZV ke kulit sehingga akan
mengurangi kerusakan neurologis, mengurangi keparahan dan durasi nyeri,
dan mengurangi insiden NPH.7
b. Pencegahan herpes zoster dapat dilakukan dengan cara yang sederhana, yaitu
dengan menjaga daya tahan, kesehatan tubuh dan menjauhkan diri dari stress.

BAB III
KESIMPULAN

Herpes zoster oticus atau yang sering disebut Sindrom Rumsay Hunt adalah
kelumpuhan wajah unilateral akut yang disebabkan oleh reaktivasi virus varicella
zoster (VZV) dari ganglion genikulatum. Virus ini dapat menyerang satu atau
lebih dermatom saraf kranial.
Herpes zoster otikus disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV) yang
merupakan virus DNA lenear dari subfamili alphaherpesviridae.
Herpes zoster otikus memeiliki gejala utama berupa vesikel ditelinga dan
sekitarnya, paresis dan paralisis ipsilateral, dan gangguan pada telinga dalam
berupa tinnitus, vertigo, tuli sensorineural, dan nystagmus.
Penegakkan diagnosis herpes zoster berdasarakan anamnesis mengenai
gejala utama, pemeriksaan fisisk yaitu dari inspeksi, otoskopi, emeriksaan mulut
dan pemeriksaan penunjang.

20
Herpes zoster dapat diobati dengan menggunakan kombinasi kortikosteroid
dan antivirus yang dibantu dengan farmakoterapi simtomatik dan pencegahan
infeksi sekunder.
Komplikasi pada THT pada umumnya jarang terjadi tetapi jika terdapat
komplikasi biasanya sangat serius. Sindrom ini dapat terjadi akibat reaktivasi
VZV diganglion genikulata saraf fasialis. Tanda dan gejala sindrom Ramsay
Hunt meliputi herepes zoster diliang telinga atau membrane timpani, disertai
paresis fasialis yang nyeri, gangguan lakrimasi, gangguan penegecap 2/3 bagian
depan lidah, tinnitus, vertigo, dan tuli. Banyak pasien yang tidak pulih sempurna.
Prognosis yaitu Kelumpuhan wajah yang berkepanjangan atau permanen
dapat terjadi. Sebagian besar pasien dengan paralisis parsial pulih sepenuhnya.
Pasien dengan Herpes zoster oticus memiliki prognosis yang lebih buruk daripada
pasien Bell’s palsy.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dhavalshank, GP, Dhavalshank, AC, Mhasvekar,V. 2012. A Rare Case Of


Herpes Zoster Oticus In An Immunocompetent Patient. RCSMGoverment
Medical College, India.
2. Sjarifuddin, Bashrudin, J, Bramantyo, B. 2010. “Kelumpuhan Nervus Fasialis
Perifer,” dalam: Soepardi, EA, Iskandar, N, Bashirudin, J et al (Ed.) Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan Leher Edisi Ke-6.
FKUI, Jakarta.
3. Wagner,G, Klinge H, Sachse, MM. 2012. Ramsay Hunt Syndrom. Departemen
of Dermatology, Allergology and Phlebology, Klinikum Bremerhaven
Reinkenheide. Journal Of the Germany.
4. Bloem, C. 2015. Ramsay Hunt Syndrome. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1166804-clinical. Accessed on Mei
2016.

21
5. Ludman, H, Bradley, JP. 2011. ABC Telinga,Hidung, Tenggorok. Edisi 5.
EGC: Jakarta.
6. Sweeney, CJ, Gilden, DH. 2001. Ramsay Hunt Syndrome. Journal Neural
Neurosurg Psychiatry. P149-154. USA.
7. Pusponegoro, HD. Dkk. 2014. Buku Panduan Herpes Zoster di Indonesia 2014.
FKUI, Jakarta.
8. Adam, GL, Boeis, LR, Higler, PA. 2013. Buku Ajar Penyakit THT Boeis Edisi
ke-6. EGC, Jakarta.
9. Lucente, FE, Har-El, G. 2011.Ilmu THT Esensial, Ed.5. EGC, Jakarta.
10. Rasmussen, ER, Lykke E, Gren J, Mey, K. 2014. Ramsay Hunt Syndrome
Revisisted-Emphasisi On Ramsay Hunt Syndrome With Multipe Cranial Nerve
Involvement. Departemen Of Otolaryngology-Head And Neck Surgery. Herbert
Open Accses Journal. Denmark.
11. Ballenger, JJ. 1997. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorork, Kepala dan Leher
Jilid 2, Edisi 13. Binarupa Aksara. RSCM-FKUI. Indonesia.
12. Scot, K, Debo, RF, Keyes, AS. 2014. Quick Reference For Otolaryngology.
Springer Publishing Company, LLC. New York.

22

Anda mungkin juga menyukai