Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN ILMU PENYAKIT THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2023


UNIVERSITAS KHAIRUN

PRESBIKUSIS

Disusun Oleh :
KHALISA BAKRI
10119210037

Konsulen
dr. Muh. Isa Pary, Sp. THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................2

A. Anatomi Telinga....................................................................................................2

B. Fisiologi Pendengaran...........................................................................................4

C. Presbikusis.............................................................................................................5

1. Definisi..............................................................................................................5

2. Faktor Risiko.....................................................................................................5

3. Klasifikasi........................................................................................................10

4. Manifestasi klinis.............................................................................................14

5. Diagnosis.........................................................................................................14

6. Tatalaksana......................................................................................................20

7. Prognosis.........................................................................................................22

BAB III KESIMPULAN.............................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................24

i
BAB I

PENDAHULUAN

Presbikusis adalah penurunan pendengaran yang diasosiasikan dengan


penuaan. Pemeriksaan audiogram menunjukkan penurunan pendengaran
sensorineural pada nada tinggi pada kedua telinga. Faktor yang memengaruhi
terjadinya presbikusis antara lain jenis kelamin, usia, riwayat keluarga, komorbiditas
seperti hipertensi, diabetes melitus dan hiperkolesterolemia, paparan bising serta
riwayat merokok.1
Presbiakusis merupakan salah satu masalah yang sering terjadi. Di seluruh
dunia diperkirakan sekitar 30-45% masyarakat diatas umur 65 tahun didiagnosa
menderita presbiakusis. Persentase lansia pada tahun 2017 menurut Badan Pusat
Statistik Indonesia yaitu sebanyak 23,4 juta orang. Provinsi Jawa Barat menempati

peringkat ke-8 terbanyak dengan jumlah 1,9 juta orang. Berdasarkan Pusat Data dan
Informasi (Pusdatin) Kemenkes RI tahun 2013, kesulitan pendengaran merupakan
disabilitas kedua terbanyak yang dialami oleh lansia di seluruh Indonesia sebanyak
12,77% (2,3 juta orang). 2
Prevalensi presbikusis bervariasi, biasanya terjadi pada usia lebih dari 60
tahun dan terus meingkat seiring dengan bertambahnya usia. Di seluruh dunia, 30-
45% lansia berusia lebih tua dari 65 tahun dilaporkan mengalami presbikusis,

terutama pada pria. Di Indonesia, 30-35% lansia berusia 65-75 tahun mengalami
presbikusis.
Pemasangan alat bantu dengar (ABD) merupakan upaya untuk meningkatkan
kualitas hidup terutama pada pasien presbiakusis. Tujuan utama dari alat bantu
dengar adalah untuk memaksimalkan sisa pendengaran
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Telinga
Telinga Luar
Terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2 1/2 - 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat
banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya
sedikit dijumpai kelenjar serumen. Membran timpani berbentuk bundar dan
cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu
liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell),
sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya
berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan
bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran
napas. Pars tensa mempunyal satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di
bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.3
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light)
ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5
untuk membran timpani kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah cahaya dari
luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2
macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan
timbulnva refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya

2
ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya mendatar, berarti terdapat
gangguan pada tuba eustachius. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran,
dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang
tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan,
atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak
perforasi membran timpani.3
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian
bawah belakang membran timpani, sesuai dengan arah serabut membran
timpani. Di daerah ini tidak terdapat tulang pendengaran. Di dalam telinga
tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam,
yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah
saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani,
maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak
pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar
tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.3
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini
terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah
dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.3
Telinga Tengah.3
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
- Batas luar : membrane timpani
- Batas depan : tuba eustachius
- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam : berturut- turut dari atas kebawah kanalis semi
sirkularis horizontal, kanalisa fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontarium

3
Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi
sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan
perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling
berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak
lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas,
skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis)
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan
skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa
berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala
vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner's membrane) sedangkan
dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ
Corti.3
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri
dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk
organ Corti.3

B. Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan
ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi

4
getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris
dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan teriadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan
ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39 - 40) di lobus temporalis.3

C. Presbikusis
1. Definisi
Presbiakusis adalah penurunan pendengaran yang mengiringi
proses penuaan, pada audiogram terlihat gambaran penurunan
pendengaran bilateral simetris yang mulai terjadi pada nada tinggi dan
bersifat sensorineural, tidak ada kelainan yang mendasari selain proses
menua secara umum.4
Presbikusis dikaitkan terhadap pengurangan pendengaran yang

akut yang terjadi dengan bertambahnya usia dan biasanya tidak dijelaskan
menurut etiologinya. Yang paling mungkin terjadi pada usia lanjut dengan
sehingga disebut tuli karena usia, atau presbikusis, hilangnya pendengaran
akibat faktor intrinsik seperti bising atau otoksisitas atau faktor intrinsik

seperti predisposisi genetik terhadap hilangnya pendengaran. Tuli pada


pasien usia lanjut dapat juga disebabkan oleh kombinasi faktor kausatif.5

2. Faktor Risiko

5
Meskipun penyebab pasti presbikusis belum di ketahui, beberapa
hal dapat menjadi faktor resiko terjadinya presbikusis : faktor herediter,
faktor resiko vaskular, metabolik, hiperkolesterol, merokok, paparan
bising.6
a. Faktor Herediter
Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun ke atas.
Pengaruh usia terhadap gangguan pendengaran berbeda antara laki-
laki dan perempuan. Laki-laki lebih banyak mengalami penurunan
pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya sedikit penurunan pada
frekuensi rendah bila dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan
jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkan
laki-laki umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja
dibandingkan perempuan. Perbedaan pengaruh jenis kelamin pada
presbikusis tidak seluruhnya disebabkan perubahan di koklea.
Perempuan memiliki bentuk daun dan liang telinga yang lebih kecil
sehingga dapat menimbulkan efek masking noise pada frekuensi
rendah. Penelitian di Korea Selatan menyatakan terdapat penurunan
pendengaran pada perempuan sebesar 2 kHz lebih buruk dibandingkan
lakilaki.7
b. Faktor resiko vaskular
Profil kesehatan individu menjadi salah satu faktor penyebab
prebiskusis sebagai hasil akumulatif yang terjadi pada tubuh salah
satunya berkenaan dengan vaskularisasi seperti penyakit hipertensi.
Hal tersebut dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Nawaz
(2021) dengan melibatkan sebanyak 300 partisipan yang terdiagnosis
hipertensi dan 300 orang non-hipertensi sebagai kontrol. Masing-
masing partisipan dilakukan pengukuran menggunakan audiometri
pada berapa tingkat frekuensi (0.5, 1.0, 2.0, 3.0, 4.0, dan 6.0 kHz).
Hasil yang ditujukan pada penelitian tersebut yaitu tingkat

6
pendengaran dalam audiometri secara signifikan lebih tinggi pada
peserta hipertensi dibandingkan dengan peserta nonhipertensi (23,4 ±
8,67 dB vs 18,3 ± 6,02 dB; nilai p: <0,0001). Peserta yang pernah
didiagnosis dengan hipertensi selama lebih dari lima tahun memiliki
ambang batas pendengaran yang lebih tinggi pada tes audiometri
dibandingkan dengan peserta dengan hipertensi kurang dari lima tahun
(24,21 ± 8,92 dB vs. 22,6 ± 8,02 dB; nilai p 0,0001). Meskipun
demikin, tidak secara keseluruhan penderita hipertensi memiliki
potensi mengalami gangguan pendengaran disebabkan tekanan darah
penderita hipertensi memiliki keberagaman yang tinggi. Namun hasil
menunjukkan keseragaman penurunan pendengaran apabila penderita
memiliki tekanan >180/100 mmHg.8
Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat
resistensi vaskuler yang mengakibatkan disfungsi sel endotel
pembuluh darah disertai peningkatan viskositas darah, penurunan
aliran darah kapiler dan transpor oksigen. Hal tersebut mengakibatkan
kerusakan sel-sel auditori sehingga proses transmisi sinyal mengalami
gangguan yang menimbulkan gangguan komunikasi. Kurang
pendengaran sensori neural dapat terjadi akibat insufisiensi
mikrosirkuler pembuluh darah seperti emboli, perdarahan, atau
vasospasme.7
c. Faktor metabolik
Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosa yang
terikat pada protein dalam proses glikosilasi akan membentuk
advanced glicosilation end product (AGEP) yang tertimbun dalam
jaringan dan mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah
(arteriosklerosis). Proses selanjutnya adalah dinding pembuluh darah
semakin menebal dan lumen menyempit yang disebut
mikroangiopati.21 Mikroangiopati pada organ koklea akan

7
menyebabkan atrofi dan berkurangnya sel rambut, bila keadaan ini
terjadi pada vasa nervus VIII, ligamentum dan ganglion spiral pada sel
Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan axon maka akan
menimbulkan neuropati. National Health Survey USA melaporkan
bahwa 21% penderita diabetik menderita presbikusis terutama pada
usia 60-69 tahun. Hasil audiometri penderita DM menunjukkan bahwa
frekuensi derajat penurunan pendengaran pada kelompok ini lebih
tinggi bila dibandingkan penderita tanpa DM. 7
d. Hiperkolesterol
Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak
dalam darah (dislipidemia) di mana kadar kolesterol dalam darah lebih
dari 240 mg/dL. Keadaan tersebut dapat menyebabkan penumpukan
plak/atherosklerosis pada tunika intima. Patogenesis atherosklerosis
adalah arteroma dan arteriosklerosis yang terdapat secara bersama.
Arteroma merupakan degenerasai lemak dan infiltrasi zat lemak pada
dinding pembuluh nadi pada arteriosklerosis atau pengendapan bercak
kuning keras bagian lipoid dalam tunika intima arteri sedangkan
arteriosklerosis adalah kelainan dinding arteri atau nadi yang ditandai
dengan penebalan dan hilangnnya elastisitas/ pengerasan pembuluh
nadi. Keadaan tersebut dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan
transpor oksigen.7
e. Merokok
Beberapa kebiasaan masyarakat yang seringkali terabaikan
karena dianggap tidak memiliki efek buruk adalah merokok pada
beberapa daerah di Indonesia. Pada penelitian oleh Dawes (2014)
dengan melibatkan partisipan sebanyak 164,770 perokok dan
peminum alkohol didapatkan hasil bahwa seseorang yang memiliki
kebiasaan merokok lebih besar kemungkinan mengalami gangguan
pendengaran sebesar 15,1% dibandingkan dengan non perokok.9

8
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang
mempunyai efek mengganggu peredaran darah, bersifat ototoksik
secara langsung, dan merusak sel saraf organ koklea.
Karbonmonoksida menyebabkan iskemia melalui produksi karboksi-
hemoglobin (ikatan antara CO dan haemoglobin) sehingga
hemoglobin menjadi tidak efisien mengikat oksigen. Seperti diketahui,
ikatan antara hemoglobin dengan CO jauh lebih kuat ratusan kali
dibanding dengan oksigen. Akibatnya, terjadi gangguan suplai oksigen
ke organ korti di koklea dan menimbulkan efek iskemia. Selain itu,
efek karmonmonoksida lainnya adalah spasme pembuluh darah,
kekentalan darah, dan arteriosklerotik. Insufisiensi sistem sirkulasi
darah koklea yang diakibatkan oleh merokok menjadi penyebab
gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi yang progresif.
Pembuluh darah yang menyuplai darah ke koklea tidak mempunyai
kolateral sehingga tidak memberikan alternatif suplai darah melalui
jalur lain. 7
Meskipun demikian, terdapat beberapa cara untuk menghambat
proses terjadinya degeneratif sistem saraf pada prebiskusis yaitu
dengan menjalankan hidup sehat salah satunya dengan berkegiatan
olahraga. Pada penelitian Chul Han (2016) yang melakukan uji coba
efek lari roda (Wheel running) kepada tikus putih selama dua tahun
dengan 6 bulan pertama sebesar 12,280m/hari dan pada bulan ke-24
yaitu sebesar 3,987m/hari memiliki sel rambut koklear dan saraf
ganglion spiral yang lebih baik dibandingkan dengan tikus yang tidak
melakukan lari roda. Hal ini disebabkan karena proses regenerasi pada
sel yang rusak berlangsung lebih cepat.10
f. Riwayat Bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan
pendengaran tipe sensorineural yang awalnya tidak disadari karena

9
belum mengganggu percakapan sehari-hari. Faktor risiko yang
berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising,
frekuensi, lama pajanan per hari, lama masa kerja dengan paparan
bising, kepekaan individu, umur, dan faktor lain yang dapat
berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah
pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan
yang didapat. Hal tersebut dikarenakan paparan terus menerus dapat
merusak sel-sel rambut koklea.7

3. Klasifikasi
Perubahan histologi sesuai dengan bertambahnya usia yang dapat
terjadi pada sistem pendengaran terutama sel rambut pada kohlea sampai
korteks auditorius dalam lobus temporalis di otak. Perubahan ini
berhubungan dengan temuan klinis dan hasil tes pendengaran yang
tergantung kepada leak anatomi yang terkena. Kurang lebih sampai kurun
waktu 50 tahun terakhir in telah dilakukan penelitian mengenai
patofisiologi prebiakusis, tetapi patofisiologi yang tepat sampai saat ini
belum diketahui pasti.4
Gacek and Schuknect membagi presbiakusis menjadi empat tipe
berdasarkan kelainan histopatologi dan hasil audiometri, yaitu.4
a. Presbikusis tipe sensoris.4
Pada keadaan ini penurunan pendengaran terjadi pada
awalnya di frekuensi tinggi dan bersifat bilateral simetris sehingga
frekuensi percakapan tidak terganggu. Skor diskriminasi bicara pada
awalnya cukup baik. Kemudian ambang dengar secara kontinyu
menurun terus yang akhirnya mengenai frekuensi rendah sehingga
mengakibatkan kesulitan komunikasi karena adanya kesulitan
membedakan konsonan. Proses ini berjalan progresif dalam kurun
waktu yang lama.

10
Secara histologis ditemukan degenerasi/atrofi organ korti
pada daerah basiler kemudian berjalan progresif kearah apikal tetapi
hanya terbatas sepanjang kurang lebih 15 mm dari jung basal koklea
sehingga tidak mempengaruhi pendengaran pada frekuensi bicara.
Perubahan pertama berupa flattening dan distorsi organ korti yang
akhirnya sel rambut menghilang dan atrofi sel penyokong, akibatnya
sel sensori organ korti menjadi suatu massa yang undifferentiated
sepanjang membrana basalis pada ujung basal koklea
Kehilangan sel penyokong mengakibatkan pula kerusakan
serabut aferen yang mempersarafi bagian basiler. Kerusakan neuron
in akibat dari kerusakan ujung saraf aferen dan disebut degenerasi
neural sekunder. Penyebab degenerasi ini tidak diketahui dengan
jelas, tetapi dengan mikroskop tampak akumulasi lipofuscin pada
jaringan yang disebut wear and tear pigmen.

b. Presbikusis tipe neural.4


Keluhan utama tipe ini adalah sulit mengartikan/mengikuti
pembicaraan. Pada audiometri tampak penurunan pendengaran
sedang yang hampir sama untuk seluruh frekuensi. Berkurangnya
skor diskriminasi bicara dengan ambang dengar nada murni yang
stabil disebut phonemic regression.

11
Secara histologis tampak atrofi sel ganglion spiralis dan organ
korti, kehilangan neuron tampak pada seluruh kohlea terutama daerah
basiler tetapi sangat sedikit, sehingga tidak terlihat adanya penurunan
pendengaran pada frekuensi tinggi. Bila daerah apikal juga terkena,
maka frekuensi pembicaraan akan sangat terhambat.
Pada presbiakusis neural, terjadi pula kehilangan neuron secara
umum yang berupa perubahan SSP yang difus dan berhubungan
dengan defisit lain seperti kelemahan, penurunan perhatian, dan
penurunan konsentrasi. Schuknect memperkirakan dari 35.000 total
neuron terjadi kehilangan sebesar 2. 100 neuron.
Kehilangan neuron ini mulai terjadi pada usia muda yang
diturunkan secara genetik. Efek dari kehilangan neuron in akan
memberikan gejala sampai 90% neuron tersebut menghilang pada
usia tua.

c. Presbikusis tipe strial/metabolik.4


Pada audiometri tampak penurunan pendengaran dengan
gambaran flat pada seluruh frekuensi karena melibatkan seluruh
daerah koklea dan diskriminasi bicara dipertahankan dengan baik.

12
Secara histologis pada kohlea terlihat atrofi didaerah stria vaskularis.
Stria vaskularis berfungsi untuk keseimbangan kimia dan bioelektrik
serta metabolik pada koklea. Selain itu juga tampak adanya
degenerasi kistik dari elemen stria dan atrofi ligament spiralis. Proses
ini berjalan sangat lambat dan diturunkan secara genetik.

d. Presbikusis tipe konduksi koklear/mekanikal.4


Pada tipe ini terjadi penebalan dan pengerasan membrana
basalis kohlea sehingga mengakibatkan penurunan mobilitas yang
menyebabkan gambaran penurunan pendengaran dengan pola
menurun pada frekuensi tinggi secara lurus pada pemeriksaan
audiometri disertai penurunan skor diskriminasi bicara.
Secara histologis tampak hialinisasi dari kalsifikasi membrana
basalis, degenerasi kistik elemen strial, atrofi ligament spiralis,
pengurangan selularitas ligament secara progresif.

13
Tipe Presbikusis Nada Murni Diskriminasi Tutur
Strial Terjadi pada semua Minimal
frekuensi
Neural Terjadi pada semua Sangat berat
frekuensi
Mekanik Nada tinggi, penurunan Sesuai dengan
perlahan penurunan ketajaman
pada nada tinggi
Sensori Nada tinggi, penurunan Sesuai dengan frekuensi
tiba-tiba yang terganggu
Tabel 1. Perbedaan 4 jenis presbikusis dilihat dari audiogram nada
murni dan diskriminasi tutur

4. Manifestasi klinis
Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran
secara perlahanlahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan
berkurangnya pendengaran tidak diketahui pasti. Keluhan lainnya adalah
telinga berdenging (tinitus nada tinggi). Pasien dapat mendengar suara
percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan
dengan cepat di tempat dengan latar belakang yang bising (cocktail party

14
deafness). Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri
ditelinga, hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan saraf (recruitment).3

5. Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
audiometri. Pada anamnesis keluhan utama presbikusis berupa
berkurangnya pendengaran perlahan lahan dan semakin berat, SNHL
simetris pada orang dengan usia seitar 60 tahun. Kapan berkurangnya
pendengaran tidak diketahui pasti. Keluhan lainnya adalah telinga
berdenging atau tinnitus (tinitus nada tinggi), hal ini merupakan keluhan
utama yang paling sering dikeluhkan. Pasien sangat kesulitan mendengar
pada lingkungan yang bising (coctail party deafness). Pada tahap awal
penyakit, pasien mungkin dapat mendengar baik pada lingkungan yang
tenang. Kesulitan mengerti pembicaraan (Discrimination). Pasien
biasanya mengeluh “aku dapat mendengarmu tapi aku tidak mengerti”.
Intoleransi suara keras pada saat penerimaan suara. Bila intensitas suara
ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan oleh
faktor kelelahan saraf (Recruitment).3
Pemeriksaan klinis umumnya berupa pemeriksaan otoskopi.
Tampak membrane timpani suram, mobilitasnya berkurang. Pada tes
panala didapatkan tuli sensorineural. Pemeriksaan lainnya yaitu :

a. Audiometri nada murni / Pure tone audiometry (PTA)


Nada murni adalah nada yang mempunyai satu frekuensi yang
dinyatakan dalam getaran per detik. Frekuensi merupakan nada murni
yang dihasilkan oleh suatu benda bersifat sederhana. Ambang dengar
ialah nada murni terlemah yang masih dapat terdengar. Ambang
dengar terbagi menjadi dua berdasarkan sifat konduksi, yaitu
konduksi udara (air conduction) dan konduksi tulang (bone

15
conduction). Pada audiogram jika hasil air conduction (AC) dan bone
conduction (DC) dihubungkan maka dapat diketahui jenis ketulian
dan derajat ketulian. Uji nada murni dapat memberikan informasi
mengenai tingkatan gangguan pendengaran, konfigurasi audiogram
dan tipe gangguan yang bersifat kondukif, sensorineural dan
campuran. Tuli sensorineural yang terjadi pada presbikusis yang
dapat tergamabr dalam audiogram diantaranya AC dan BC > 25 dB
serta AC dan BC berhimpit 2 frekuensi yang berdekatan.3
Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N)
atau tuli. Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks
fletcher yaitu
Ambang dengar (AD) =
AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz
4
Derajat ketulian ISO
0-25 dB : normal
>25-40 dB : tuli ringan
>40-44 dB : tuli sedang
>55-70 dB : tuli sedang berat
>70-90 dB : tuli berat
>90 dB : tuli sangat berat

b. Tes SISI (Short Increment Sensitivity Index)


Tes ini khas untuk mengetahui adanya kelainan koklea,
dengan memakai fenomena rekrutmen. Fenomena rekrutmen adalah
suatu fenomena dimana terjadi peningkatan sensitifitas pendengaran
yang berlebihan diatas ambang dengar. Pada kelainan koklea pasien
dapat mengadaptasi secara berlebihan peninggian intensias yang
kecil, sehingga pasien dapat membedakan selisih intensitas yang

16
kecil sampai 1 dB, sedangkan orang normal baru dapat membedakan
bunyi 5 dB. Pada orang tua bila mendengar suara perlahan, ia tidak
dapat mendengar, sedangkan bila mendengar suara kerasdirasakan
nyeri di telinga.3
Cara pemeriksaan ini dengan menentukan ambang dengar
pasien terlebih dahulu, misalnya 30 dB. Kemudian diberikan
rangsanarn 20 dB di atas ambang rangsang, jadi 50 dB. Setelah itu
diberikan tambahan rangsang 5 dB, lalu diturunkan 4 dB, lalu 3 dB, 2
dB, terakhir 1 dB. Bila pasien dapat membedakannya, berarti tes SISI
posiif. Cara lain ialah tiap lima detik dinaikkan 1 dB sampai 20 kali.
Kemudian dihitung berapa kali pasien itu dapat membedakan
perbedaan itu. Bila 20 kali benar, berarti 100% jadi khas. Bila yang
benar sebanyak 10 kali, berarti 50% benar. Dikatakan rekrutmen
positif, bila skor 70-100%. Bila terdapat skor antara 0-70%, berarti
tidak khas. Mungkin pendengaran normal atau tuli persepsif lainnya.3
c. Audiometri tutur (speech audiometry)
Audiometri tutur adalah suatu uji pendengaran yang
menggunkan sejumlah kata yang telah dipilih. Pada tes ini di pakai
kata-kata yang sudah disusun dalam silabus (suku kata). Monosilabus
: satu suku kata dan bisilabus : dua suku kata. Kata-kata ini disusun
dalam daftar yang disebut Phonetically Balance Word LBT. Pasien
diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape
rekorder. Pada tuli perseptif koklea, pasien sulit untuk membedakan
bunyi S, R, N, C, H, CH, sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit
lagi. Misalnya pada tuli perseptif koklea, kata “kadar” didengarnya
“kasar”, sedangkan kata “pasar” di dengarnya “padar”. Apabila kata
yang benar, speech discrimination score :3
90-100% : pendengaran normal
75-90% : tuli ringan

17
60-75% : tuli sedang
50-60% : kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-hari
<50% : tuli berat

Guna pemeriksaan ini ialah untuk menilai kemampuan pasien


dalam pembicaraan sehari-hari, dan untuk menilai pemberian alat
bantu dengar (hearing aid)
Istilah :
- SRT (Speech reception test) : kemampuan untuk mengulangi kata-
kata yang benar sebanyak 50%, biasanya 20-30 dB di atas ambang
pendengaran
- SDS (Speech discrimination score) : skor tertinggi yang dapat
dicapai oleh seseorang pada intensitas tertentu

d. Tes ABLB (Alternate Binaural Loudness Balance)


Pada tes ABLB diberikan intensitas bunyi tertentu pada
frekuensi yang sama pada kedua telinga. Sampai kedua telinga
mencapai persepsi yang sama, yang disebut balans negatif. Bila balans
tecapai, terdapat rekrutmen positif. Pada rekrutmen fungsi koklea lebih
sensitif.3
Pada MLB (Monoaural Loudness Balance test). Prinsipnya
sama dengna ABLB. Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat tuli
perseptif bilateral. Tes ini lebih sulit, karena yang di bandingkan
adalah 2 frekuensi yang bebeda pada satu telinga (dianggap telinga
yang sakit frekuensi naik, sedangkan pada frekuensi turun yang
normal).3
e. Refleks akustik

18
Pemeriksaan refleks akustik merupakan pengukuran kontraksi
muskulus stapedius sebagai respon dari stimulus akustik dengan
intensitas tinggi (70-100 dB diatas nilai ambang), kekuaan kontraksi
akan meningkat seiring dengan peningkatan intensitas suara. Ketika
muskulus stapedius kontraksi, terjadi peningkaan kekakuan tulang
pendengaran yang mempengaruhi immittance telinga tengah dalam
waktu yang cepat dan terjadi pada kedua sisi telinga, ipsilateral sedikit
lebih kuat dengan nilai ambang yang lebih rendah.11
Terdapat 2 jenis pemeriksaan refleks akustik yang ipsilateral
dan konralateral. Pada pemeriksaan refleks akustik ipsilateral pada
telinga yang sama dilakukan pemberian stimulus maupun pemeriksaan
respon muskulus stapedius. Jalur yang diperiksa meliputi telinga tenga,
koklea, nervus VIII, nukleus koklearis ventral, nukleus olivarius
superior,nervus VII beserta nukleus motoriknya dan muskulus
stapedius, kesemuanya pada sisi ipsilateral.11
Pemeriksaan refleks akustik kontralateral, satu sisi telinga
diberikan stimulus akustik sedangkan pada telinga yang berlawanan
dilakukan pemeriksaan respon muskulus stapedius. Jalur yang
diperiksa meliputi telinga tengah, koklea, nervus VIII, nukleus
koklearis ventral bagian ipsilateral, jalur yang menyilang korpus
trapezoid, nukleus olivarius superior kontralateral, nervus VII beserta
nukleus motoriknya dan muskulus stapedius kontralateral.11
Terdapat 3 hal penting dalam rangka penilaian dan interpretasi
pemeriksaan reflek akustik yaitu,
1) Muncul atau tidaknya reflek akustik
2) Nilai ambang reflek akustik,
3) Reflek akustik decay.
Apabila reflek akustik ipsilatral muncul/+ dengan nilai ambang
yang normal (70-100 dB) dengan rerata 85 dB HL, maka dapat

19
disimpulkan bahwa jalur jaras reflek akustik ipsilateral dalam keadaan
utuh, pendengaran normal atau tidak terdapat KP baik tipe konduktif
maupun sensorineural pada telinga tersebut. Peningkatan nilai ambang
atau tidak munculnya reflek akustik disebabkan oleh beberapa
kemungkinan yaitu terdapan tuli konduktif, tuli sensorineural, dan
parese N VII. Pada tuli sensorineural derajat sedang sampai berat
sekali reflek akustik tidak muncul karena stimulus akustik yang
diterima oleh komponen aferen reflek akustik tidak adekuat dan tidak
dapat diteruskan ke jaras berikutnya.11

6. Tatalaksana
Presbiakusis tidak dapat disembuhkan. Gangguan dengar pada
presbiakusis adalah tipe sensorineural dan tujuan penatalaksanaannya
adalah untuk memperbaiki kemampuan pendengarannya dengan
menggunakan alat bantu dengar. Alat ini berfungsi membantu penggunaan
sisa pendengaran untuk berkomunikasi. Alat bantu dengar baru diperlukan
bila penurunan pendengaran lebih dari 40 dB. Selain itu dapat juga
digunakan assistive listening devices, alat ini merupakan amplifikasi
sederhana yang mengirimkan signal pada ruangan dengan menggunakan
headset.4
Pada presbiakusis dimana terjadi penurunan pendengaran bersifat
progresif perlahan yang mulai terjadi pada nada tinggi, pada awalnya tidak
terasa pendengaran menurun. Umumnya gangguan dengar baru disadari
jika kegiatan sehari-hari mengalami kesulitan. Pada orang tua penurunan
pendengaran sering disertai juga dengan penurunan diskriminasi bicara
akibat perubahan SSP oleh proses menua yang kemudian mengakibatkan
perubahan watak yang bersangkutan seperti mudah tersinggung.
penurunan perhatian, penurunan konsentrasi, cepat emosi, dan
berkurangnya daya ingat. Dengan demikian tidak semua penderita

20
presbiakusis dapat diatasi dengan baik menggunakan alat bantu dengar
terutama pada presbiakusis tipe neural. Pada keadaan dimana tidak dapat
diatasi dengan alat bantu dengar, penderita merasa adanya penolakkan dari
teman atau saudara yang selanjutnya akan mengakibatkan hubungan jadi
tidak baik sehingga penderita akan menarik diri, terjadi pengurangan
sosialisasi, penurunan fisik, Penurunan aktivitas mental sehingga merasa
kesepian, dan akhirnya dapat terjadi depresi paranoid.4
Untuk mengatasi hal ini dapat dicoba dengan cara latihan
mendengar atau lip reading yaitu dengan cara membaca gerakan mulut
orang yang menjadi lawan bicaranya. Penting juga dilakukan physiologic
counseling yaitu memperbaiki mental penderita. Disini harus dijelaskan
pada keluarganya bagaimana memperlakukan tau menghadapi penderita
presbiakusis. Penderita yang mengalami perubahan koklear tetapi ganglia
spiralis dan jaras sentral masih baik dapat digunakan koklear implant.
Rehabilitasi perlu sesegera mungkin untuk memperbaiki komunikasi. Hal
ini akan memberikan kekuatan mental karena sering orang tua dengan
gangguan dengar dianggap menderita senilitas, yaitu suatu hal yang biasa
terjadi pada orang tua dan dianggap tidak perlu diperhatikan. Rehabilitasi
pada penderita presbiakusis membutuhkan waktu dan kesabaran.
Dibutuhkan gabungan dari ahli THT, audiologi, neurologi, dan psikologi
untuk menangani penderita ini.4
Alat Bantu Dengar
Pemasangan alat bantu dengar merupakan salah satu bagian yang
penting dalam penatalaksanaan gangguan dengar pada presbikusis agar
dapat memanfaatkan sisa pendengaran semaksimal mungkin.4
Fungsi utamanya adalah untuk memperkuat (amplifikasi) bunyi sekitar
sehingga dapat.
1. Mendengar percakapan untuk berkomunikasi

21
2. Mengatur nada dan volume suaranya sendiri
3. Mendengar dan menyadari adanya tanda bahaya
4. Mengetahui kejadian sekelilingnya
5. Mengenal lingkungan

Yang terpenting adalah bunyi untuk berkomunikasi antar manusia


sehingga alat in harus dapat menyaring dan memperjelas suara
percakapan manusia yang berkisar antara 30-60 dB pada frekuensi 500-
2.000 Hz.4
Alat bantu dengar terdiri dari mikrofon (penerima suara), amplifier
(pengeras suara), receiver (penerus suara), cetakan telinga/ear mold
(menyumbat liang telinga dan pengarah suara ke telinga tengah).4

7. Prognosis
Presbikusis merupakan tuli sensoris yang sifatnya tetap atau
irreversibel, sehingga tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun
pembedahan, maka prognosisnya kurang baik, namun perjalanan penyakit
dapat diperlamabt dengan menghindari penyebab atau faktor resiko yang
memperburuk penyakit yang di derita.

22
BAB III

KESIMPULAN

Presbikusis adalah gangguan pendengaran sensorineural pada usia lanjut akibat


proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara perlahan dan simetris pada
kedua sisi telinga. Umumnya terjadi mulai usia 65 tahun.
Kejadian presbikusis dipengaruhi banyak faktor, antara lain faktor herediter,
faktor resiko vaskular, metabolik, hiperkolesterol, merokok, paparan bising.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan otoskopi, maka akan tampak
membran timpani yang suram dan mobilitasnya berkurang. Dilakukan juga tes
dengan menggunakan penala, untuk mendapatkan jenis tuli sensorineural atau tuli
konduktif. Pemeriksaan lebih lanjut menggunakan audiometri nada murni
menunjukkan gangguan pendengaran sensorineural nada tinggi, bilateral dan simetris.
Pada pemeriksaan audiometri tutur dapat menunjukkan adanya diskriminasi bicara.
Tes SISI khas untuk mengetahui adanya kelainan koklea, dengan memakai fenomena
rekrutmen. Fenomena rekrutmen adalah suatu fenomena dimana terjadi peningkatan
sensitifitas pendengaran yang berlebihan diatas ambang dengar. Tes ABLB dilakukan
bila terdapat tuli perspektif bilateral. Dan pemeriksaan refleks akustik
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan
dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Selain itu dapat juga digunakan
assistive listening devices, dan dapat juga dilakukan implantasi koklea.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Kim S, Lim E, Kim H, Park J, Jarng S, Lee S. Sex differences in a cross


sectional study of age-related hearing loss in korean. Clin Exp
Otorhinolaryngol. 2010;3(1):27-31.
2. Wattamwar K, Jason Qian Z, Otter J, et al. Increases in the rate of age- related
hearing loss in the older old. JAMA Otolaryngol - Head Neck Surg.
2017;143(1):41-45.
3. Iskandar N, Soepardi EA, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. ed-7. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
4. Dewi YA. Presbiakusis. Semin Ilmu Penyakit Dalam. 2007.
5. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies : Buku Ajar Penyakit THT (Boies
Fundamentals of Otolaryngology).; 2012.
6. Bansal M. Disease Of Ear, Nose And Throat Head And Neck Surgery. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2013.
7. Mussyaroh. Faktor resiko presbikusis. J Indon Med Assoc. 2012;62(4):155-
158.
8. Nawaz M, Vinayak S, Rivera E, et al. Association Between Hypertension and
Hearing Loss. Cureus. 2021;13(9):16-19.
9. Aminudin M, Himayani R, Imanto M, Apriliana E, Yusran M. Faktor Resiko
Presbikusis. J Med Hutama. 2022;3(3).
10. Han C, Ding D, Lopez M, et al. Effects of long-term exercise on age-related
hearing loss in mice. J Neurosci. 2016;36(44):11308-11319.
11. Budiwan A. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Reflek Akustik Ipsilateral Dan
Auditory Brainstem Response Untuk Deteksi Kurang Pendengaran
Sensorineural Pada Bayi Dan Anak. 2009.

24

Anda mungkin juga menyukai