Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan
kepada penyusun sehingga penyusunan Referat yang berjudul Trauma Laring ini dapat
diselesaikan. Referat ini disusun untuk memenuhi syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan
kepaniteraan klinik SMF THT di RSUD dr. Slamet Garut. Penulis menyadari bahwa
terselesaikannya referat ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan banyak pihak. Untuk itu
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Gunawan Kurnaedi, Sp.THT-KL, selaku dokter pembimbing penulisan referat.
2. Para Perawat dan Pegawai di Bagian SMF THT RSUD dr. Slamet Garut.
3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD dr. Slamet Garut.
Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan
bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada
akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih
baik di kemudian hari.
Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,
khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu.
Garut, November 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengatar
Daftar Isi
Pendahuluan
Anatomi Telinga
Fisiologi
Pendengaran
Tuli Mendadak
DEFINISI
ETIOLOGI
DIAGNOSIS
TATALAKSANA
PROGNOSIS
Kesimpulan
Daftar Pustaka

..
..
..
..
..

1
2
3
4
8

..
..
..
..
..
..
..
..

10
10
10
13
16
20
22
23

BAB I
2

PENDAHULUAN

Tuli mendadak atau sudden deafness atau sudden sensorineural hearing loss (SSNHL)
didefenisikan sebagai kehilangan pendengaran sensorineural yang lebih dari 30 dB pada 3
frekuansi berturut turut dalam onset 3 hari, sering unilateral dan bersifat idiopatik. Etiologi
tuli mendadak masih belum diketahui secara pasti namun terdapat banyak teori yang
dikemukakan oleh para ahli sebagai faktor resiko terjadinya tuli mendadak. Prevalensi tuli
mendadak 5-30 tiap 100.000 orang pertahun. Distribusi laki-laki dan perempuan hampir
sama, dengan puncak usia 50-60 tahun.
Dalam mendekati pasien dengan ketulian mendadak, harus diusahakan untuk
menyingkap penyebab ketulian mendadak dan menentukan keparahannya. Orang dengan tuli
mendadak sering menunda mengunjungi dokter karena mereka berpikir kehilangan
pendengaran mereka karena alergi, infeksi sinus, kotoran telinga ditusuk saluran telinga, atau
kondisi umum lainnya. Namun, menunda diagnosis dan pengobatan SSHL dapat menurunkan
efektivitas pengobatan. Dengan perhatian penuh harus dapat disingkirkan penyebab
kardiovaskuler, diabetic atau sebab sistemik lainnya. Suatu pemeriksaan otology dan
audiologi, demikian pula suatu CT-scan mungkin perlu dilakukan.
Pengobatan diarahkan pada beberapa penyebab idiopatik ketulian mendadak yang
potensial. Suatu tesis mengemukakan bahwa penyebab tromboemboli pada pembuluh darah
kecil telinga. Pendukung teori ini mengobati pasien mereka dengan vasodilator, plasma
ekspander, atau antikoagulan. Tesis lain mengusulkan suatu virus yang tidak diketahui atau
suatu peristiwa imunologik sebagai penyebab ketulian mendadak. Pendukung teori ini
mengusulkan pemberian steroid dosis tinggi untuk mengurangi produk radang. Obat
digunakan untuk waktu yang singkat. Namun secara keseluruhan, angka kesembuhan
tampaknya lebih tinggi pada pasien-pasien yang diharuskan tirah baring dan mendapat
pengobatan daripada mereka yang tidak diobati.

BAB II
3

ANATOMI TELINGA

Telinga adalah Organ tubuh manusia yang berfungsi sebagai indra pendengaran dan
organ yang menjaga keseimbangan. Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan
telinga dalam.
I. Telinga Luar
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Dibagian anterior aurikula,
kulit tersebut melekat erat pada perikondrium sedangkan di bagian posterior kulit melekat
secara longgar. Bagian aurikula yang tidak mempunyai tulang rawan disebut lobules.
Liang telinga (meatus akustikus eksterna) merupakan saluran yang menuju kearah
telinga tengah dan berakhir pada membrane timpani. MAE mempunyai diameter 0,5 cm dan
panjang 2,5-3 cm. MAE merupakan saluran yang tidak lurus, tapi berbelok dari arah posterosuperior di bagian luar kearah antero-inferior. Selain itu, terdapat penyempitan di bagian
medial yang dinamakan ismus. Dinding MAE sepertiga bagian lateral dibentuk oleh tulang
rawan yang merupakan kelanjutan dari tulang rawan aurikula dan disebut pars kartilagenus.
Bagian ini bersifat elastis dan dilapisi kulit yang melekat erat pada perikondrium. Kulit pada
bagian ini mengandung jaringan subkutan, folikel rambut, kelenjar lemak (glandula sebacea)
dan kelenjar serumen (glandula ceruminosa).

Dinding MAE dua pertiga bagian medial dibentuk oleh tulang dan disebut pars
osseus. Kulit yang meliputi bagian ini sangat tipis dan melekat erat pada periosteum. Pada
bagian ini tidak didapatkan folikel rambut atau pun kelenjar. Dengan demikian dapat
dimengerti jika serumen dan furunkel hanya dapat ditemukan di sepertiga bagian lateral
MAE.
Pada daerah telinga dijumpai adanya berbagai saraf sensorik yang merupakan cabang dari N.
X (N. Arnold), N. V (N. Aurikulotemporalis), N. VII, N. IX dan cabang dari N. Servikalis 2
dan servikalis 3 (N. Aurikula magnus).
4

Aliran getah bening dari MAE dari aurikula menuju ke kelenjar-kelenjar getah bening di
daerah parotis, retro-aurikuler, infra-aurikuler dan kelenjar di daerah servikal.

II. Telinga Tengah


Telinga tengah merupakan rongga yang berisi udara dan menjaga tekanan udara tetap
seimbang. Dinding dari bagian ini dilapisi oleh sel epitel. Fungsi Utamanya adalah untuk
meneruskan Suara yang diterima dari Telinga Luar ke Telinga Bagian Dalam. Pada telinga
bagian tengah terdapat Membran timpani, Tuba Eustachius, yaitu bagian yang
menghubungkan telinga dengan rongga mulut (faring). Tuba Eustachius Ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara antara telinga bagian luar dengan telinga bagian tengah.
Membran timpani adalah selaput atau membran tipis yang memisahkan telinga luar
dan telinga tengah. Membran timpani bentuknya mirip dengan gendang sehingga biasa
disebut gendang telinga. Gendang telinga secara anatomi dibagi 2 yaitu pars tensa (tegang)
dan pars flaksida,

Pars tensa, sebagain besar gendang telinga merupakan pars tensa, terdiri dari 3 lapis,
bagian luar lanjutan kulit liang telinga, di tengah jaringan ikat, dan bagian dalam yang
mengarah ke telinga tengah, merupakan lanjutan mukosa telinga tengah. Pars flaksida, bagian
atas gendang telinga (daerah atiq), hanya terdiri dari dua lapis tanpa jaringa ikat di bagian
tengah.

Telinga bagian tengah terdiri atas 3 tulang pendengaran utama yaitu Maleus(Martil),
Incus(Landasan), dan Stapes(sanggurdi), Tulang Tulang ini saling berhubungan satu sama
lain (dihubungkan oleh sendi) karena adanya sendi maka tulang tulang ini dapat bergerak.
Rangkaian 3 Tulang yang sedemikian rupa ini berfungsi untuk mengirimkan getaran yang
diterima dari membran timpani pada telinga luar menuju ke Jendela Oval Telinga Dalam.
Tuba Eustachius ini selalu menutup kecual saat menelan dan menganga. Oleh karena itu saat
kita dalam ketinggian tertentu, apabila telinga berdengung, kita dianjurkan untuk menelan,
karena menelan dapat membuka tuba eustachius yang akan menyeimbangkan kembali
tekanan udara.

III. Telinga Dalam


6

Telinga dalam disebut juga sebagai labirin karena struktur anatomi nya yang
menyerupai labirin. Bagian telinga dalam terdiri atas bagian tulang yang keras dan bagian
membran yang lunak. Pada bagian telinga dalam terdapat : Koklea (Rumah Siput) : berbentuk
seperti tabung yang membengkok ke arah belakang lalu melingkar ke dalam sejauh 2,5
lingkaran dengan bentuk seperti kerucut di ujungnya, sehingga menyerupai rumah siput.
Koklea memiliki sekat-sekat (membran Reissner dan membran basilaris) yang
memisahkan Koklea menjadi tiga skala (ruangan) yaitu : skala Vestibuli di bagian atas, skala
Media di bagian tengah, dan skala Timpani di bagian bawah. Skala Vestibuli dan skala
Timpani berisi cairan yang disebut dengan cairan perilimfe, sedangkan skala media berisi
cairan yang disebut dengan endolimfe. Pada bagian atas membran basilaris terdapat suatu
struktur khusus yang merupakan reseptor pendengaran yang disebut organ Korti yang
berfungsi mengubah getaran suara menjadi impuls saraf. Organ Korti ini tersusun atas sel-sel
rambut dan sel penyokong, sel rambut pada organ korti ini berhubungan dengan bagian
auditori (pendengaran) dari saraf otak VIII. Vestibuli : merupakan bagian sentral dari labirin
tulang yang menghubungkan koklea dengan saluran semisirkular. Vestibuli terdiri dari sakula
dan utrikula.
Sakula dan Utrikula disusun oleh sel rambut yang memiliki struktur khusus yang
disebut macula acustika. Sel rambut pada sakula tersusun secara vertikal, sedangkan sel
rambut pada utrikula tersusun secara horizontal. Pada sel rambut tersebar partikel serbuk
protein kalsium karbonat (CaCO3) yang disebut otolith. Macula berfungsi mengatur
keseimbangan statis, yang menentukan kesadaran akan posisi kepala terhadap gaya gravitasi
pada saat tubuh dalam keadaan diam, dan kesadaran akan posisi kepala pada saat terjadi
percepatan linear seperti kecepatan dengan arah pergerakan kepala dan garis tubuh dalam
suatu garis lurus.
Aktivitas Macula ini ditransmisikan ke bagian vestibular (keseimbangan) dari saraf
otak VIII. Kanalis Semisirkularis : merupakan saluran setengah lingkaran yang terdiri dari 3
saluran yang tersusun menjadi satu kesatuan dengan posisi yang berbeda, yaitu : Kanalis
Semisirkularis Horizontal, Kanalis Semisirkularis Vertikal Atas dan Kanalis Semirikularis
Vertikal Belakang. Di dalam masing-masing kanalis semisirkularis terdapat ampula, yang
berisi krista yang terdiri dari sel penunjang dan sel rambut yang menonjol membentuk lapisan
gelatin yang disebut kupula. Ampula berfungsi mengatur keseimbangan dinamis, yaitu
menentukan kesadaran akan posisi kepala pada saat terjadi gerakan angular atau gerakan
rotasi. Aktivitas Ampula ini ditransmisikan ke bagian vestibular (keseimbangan) dari saraf
otak VIII.

BAB III
FISIOLOGI PEDENGARAN

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang di koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah
diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga
perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana reissner yang
mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris
dan mebran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

Mekanisme Pendengaran

Gangguan pada telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif,
sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorinureal, yang terbagi atas tuli
koklea dan tuli retrokoklea. Gangguan pada tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga
tengah dan akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare bverupa aneurisma
akan menyebabkan telinga berbunyi sesuai denyut jantung.
Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau
penyakit di telinga luar dan telinga tengah pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan
terdapat pada koklea, nervus VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan tuli campur,
disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural.

BAB IV
TULI MENDADAK
1. Definisi Tuli Mendadak
Tuli mendadak atau sudden deafness atau sudden sensorineural hearing loss (SSNHL)
didefenisikan sebagai kehilangan pendengaran sensorineural yang lebih dari 30 dB pada 3
frekuansi berturut turut dalam onset 3 hari, sering unilateral dan bersifat idiopatik. Etiologi
tuli mendadak masih belum diketahui secara pasti namun terdapat banyak teori yang
dikemukakan oleh para ahli sebagai faktor resiko terjadinya tuli mendadak. Prevalensi tuli
mendadak 5-30 tiap 100.000 orang pertahun. Distribusi laki-laki dan perempuan hampir
sama, dengan puncak usia 50-60 tahun. Insiden tuli mendadak di poli THT-KL RS. M. Djamil
Padang pada satu tahun terakhir periode Agustus 2010 sampai Agustus 2011berkisar 37 orang
pasien.
2. Etiologi Tuli Mendadak
Penyebab tuli mendadak masih belum diketahui secara jelas; banyak teori dugaan
penyebab yang dikemukakan oleh para ahli. Sebuah data memperkirakan 1% kasus tuli
mendadak disebabkan oleh kelainan retrokoklea yang berhubungan dengan vestibular
schwannoma, penyakit demielinisasi, atau stroke, 10-15% kasus lainnya disebabkan oleh
penyakit Meniere, trauma, penyakit autoimun, sifilis, penyakit Lyme, atau fistula perilimfe.
Dalam praktik, 85-90% kasus tuli mendadak bersifat idiopatik yang etiopatogenesisnya tidak
diketahui pasti. Dalam sebuah systematic review, diuraikan beberapa kemungkinan penyebab
tuli mendadak, yaitu idiopatik (71%), penyakit infeksi (12,8%), penyakit telinga (4,7%),
trauma (4,2%), vaskular dan hematologik (2,8%), neoplasma (2,3%), serta penyebab lainnya
(2,2%).
Tabel 1 Derajat penurunan pendengaran menurut klasifikasi WHO

10

Ada empat teori utama yang mencoba menjelaskan penyebab tuli mendadak, yakni
infeksi virus, kelainan vaskular, kerusakan membran intrakoklea, dan kelainan imunologi.

Infeksi virus

Meskipun sampai saat ini masih belum ditemukan bukti kuat, infeksi virus dianggap
sebagai salah satu penyebab tuli mendadak. Sebuah studi oleh Wilson (1986) menunjukkan
adanya hubungan antara infeksi virus dengan kejadian tuli mendadak. Dalam studi ini,
ditemukan tingkat serokonversi untuk virus herpes secara signifikan lebih tinggi pada
populasi pasien tuli mendadak. Pada studi lain, dilakukan pemeriksaan histopatologi tulang
temporal dan ditemukan kerusakan pada koklea yang konsisten dengan infeksi virus.
Terdapat pula temuan lain, seperti hilangnya sel rambut dan sel penyokong, atrofi membran
tektoria, atrofi stria vaskularis, dan hilangnya sel neuron, yang berhubungan dengan mumps
virus, maternal rubella, dan virus campak.
Sekitar 28% pasien yang mengalami tuli mendadak sebelumnya telah menderita
infeksi saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh virus sebelum mereka mengalami
penurunan pendengaran. Beberapa jenis virus seperti virus parotis, campak, influenza B, dan
mononukleosis dapat menyebabkan kerusakan pada organ corti, membran tektorial, dan
selubung mielim saraf akustik. Meskipun beberapa penelitian belum dapat membuktikan
hubungan titer virus dengan beratnya penurunan pendengaran. Ketulian yang terjadi biasanya
berat, terutama pada frekuensi sedang dan tinggi.
Menurut teori yang dikemukan oleh para ahli, terdapat beberapa jalan yang dilalui
virus untuk dapat sampai ke telinga dalam, yaitu yang paling sering adalah melalui aliran
darah (viremia). Pada fase awal virus akan dideposit ke dalam membran koklea. Selain itu,
virus dapat masuk ke telinga dalam dari ruang subaraknoidea melalui akudakutus koklearis
masuk ke ruang perilimfe.
Selain itu, partikel virus akan memperbanyak diri sehingga mempercepat terjadinya
perubahan-perubahan patologis. Mula-mula virus akan melekat pada endotel pembuluh
darah. Terjadinya pembengkakan dan proliferasi endotel sehingga mengakibatkan
menyempitnya lumen pembuluh darah dan berkurangnya aliran darah. Jika partikel virus
menempel pada sel darah maka akan terjadi hiperkoagulasi dan menyumbat pembuluh darah
kapiler, Apabila hal ini terjadi pada arteri yang memperdarahi koklea, maka akan terdapat

11

keluhan tinnitus dan ketulian. Bila sumbatan lebih proksimal, maka akan terjadi gangguan
pada fungsi vestibuler berupa vertigo.

Kelainan vaskular

Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak. Koklea memperoleh


asupan darah dari arteri labirintin atau arteri auditiva interna. Pembuluh darah ini merupakan
end artery yang tidak memiliki vaskularisasi kolateral, sehingga jika terganggu dapat
mengakibatkan kerusakan koklea. Kelainan yang menyebabkan iskemia koklea atau oklusi
pembuluh darah seperti trombosis, spasme, perdarahan arteri auditiva interna atau
berkurangnya aliran darah dapat mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria
vaskularis dan ligament spiralis yang diikuti pembentukan jaringan ikat dan penulangan.
Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan membrane basal jarang terkena.

Gangguan idiopatik

a) Penyakit menier
Diyakini sebagai akibat dari pembengkakan rongga endolimfe. Sekitar 5% pasien ini
mengeluhkan kehilangan pendengaran yang terjadi secara mendadak. Dan serangan ini dapat
berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. Ketulian dapat bersifat sementara namun
dapat pula menetap setelah masa ketulian yang berlangsung lama.
b) Multiple sklerosis
Merupakan suatu gangguan demielinisasi sistem saraf pusat, yang juga merupakan
salah satu penyebab ketulian dalam berbagai derajat. Letak gangguan pendengaran belum
jelas, dan ketulian mendadak pada multipel sklerosis jarang terjadi.

Kerusakan membran intrakoklea

Terdapat membran tipis yang memisahkan telinga dalam dari telinga tengah dan ada
membran halus yang memisahkan ruang perilimfe dengan endolimfe dalam koklea. Robekan
salah satu atau kedua membrane tersebut secara teoretis dapat menyebabkan tuli
sensorineural. Kebocoran cairan perilimfe ke dalam telinga tengah melalui tingkap bundar
dan tingkap lonjong didalilkan sebagai penyebab ketulian dengan membentuk hidrops
endolimfe relatif atau menyebabkan robeknya membran intrakoklea. Robekan membran
intrakoklea memungkinkan terjadinya percampuran perilimfe dan endolimfe sehingga
mengubah potensial endokoklea. Teori ini diakui oleh Simmons, Goodhill, dan Harris,
dengan pembuktian histologi yang didokumentasikan oleh Gussen.

Kelainan imunologi

Tuli sensorineural yang disebabkan oleh proses autoimun diperkenalkan oleh McCabe
pada tahun 1979. Pada kondisi ini, ditemukan adanya kehilangan pendengaran progresif.
Adanya aktivitas imun pada koklea mendukung konsep teori ini. Gangguan pendengaran
pada sindrom Cogan, SLE, dan kelainan reumatik autoimun lainnya telah lama diketahui.
12

Sebagai pendukung lain teori ini, terdapat sebuah studi prospektif pada 51 pasien tuli
mendadak dan ditemukan beberapa kelainan yang berkaitan dengan sistem imun (multiple
immune-mediated disorders).

3. Diagnosis Tuli Mendadak


Gejala klinis
Terjadi penurunan

pendengaran yang terjadi secara tiba-tiba. Kadang-kadang

bersifat sementara atau berulang dalam serangan, tetapi biasanya bersifat menetap. Tuli
yang bersifat sementara biasanya tidak lebih berat dan tidak berlangsung lama.
Kemungkinan yang harus diambil adalah harus diingat bahwa perubahan ketulian menjadi
menetap dapat terjadi dengan sangat cepat. Ketulian paling banyak bersifat unilateral dan
hanya sekitar 4% yang bilateral, dan biasanya disertai dengan tinnitus dan vertigo.
Penderita mengeluh pendengarannya berkurang pada satu telinga. Bisanya keadaan
ini disadari penderita ketika bangun tidur pada pagi hari atau setelah bekerja, dimana
penderita akan mendengar bunyi klik dan lalu menyadari pendengarannya kemudian
menghilang sama sekali. Umumnya pasien dapat mengatakan dengan pasti saat mulai
timbulnya ketulian.
13

Ketulian dapat mengenai semua frekuensi pendengaran, tetapi yang paling sering
pada frekuensi tinggi. Keluhan biasanya disertai rasa penuh pada telinga yang sakit,
tinnitus, dan vertigo.
1. Anamnesis
Menurut AAO-HNS (American Academy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery) guideline, langkah pertama diagnosis tuli mendadak adalah membedakan tuli
sensorineural dan tuli konduktif melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, tes penala,
pemeriksaan audiometri, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Ketulian atau hearing loss
diklasifikasikan menjadi tuli konduktif, tuli sensorineural, atau campuran. Tuli konduktif
disebabkan oleh abnormalitas telinga luar, membran timpani, rongga udara telinga tengah,
atau tulang pendengaran, struktur yang menghantarkan gelombang suara ke koklea.
Sementara itu, tuli sensorineural disebabkan oleh adanya abnormalitas koklea, saraf
auditorik, dan struktur lain yang mengolah impuls neural ke korteks auditorik di otak.
Tuli konduktif dan tuli sensorineural memerlukan penanganan yang sangat berbeda.
Sebagai contoh, tuli konduktif yang terjadi akibat impaksi serumen dapat ditangani
dengan evakuasi serumen, lain halnya dengan penanganan pada tuli sensorineural yang
lebih kompleks karena penyebabnya sering tidak diketahui.
Perlu juga ditanyakan kemungkinan pasien memiliki riwayat cedera kepala, telinga
tertampar, riwayat pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, dan menanyakan
riwayat pekerjaan, apakah pasien bekerja di tempat yang memiliki tingkat kebisingan
yang tinggi.
2. Pemeriksaan pendengaran
Adapun pemeriksaan pendengaran yang dilakukan pada kasus ini adalah: 15
a. Tes penala untuk penilaian pendengaran secara kualitatif
b. Audiometri nada murni untuk menentukan derajat dan jenis ketulian
c. Audiometri khusus yaitu SISI (shoert increment sensitivity test) untuk
mengetahui adanya kelainan koklea dan tes kelelahan (tone decay) untuk
mengetahui adanya tuli retrococlea.
d. Audiometri tutur untuk menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan seharihari dan penggunaan alat bantu dengar
e. Audiometri ipmedans untuk mengetahui kelainan di telinga temgah, lesi di
koklea, atau retrokoklea.
f. BERA
Pada pemeriksaan pendengaran, tes garpu tala: Rinne positif, Weber lateralisasi ke
telinga yang normal, swabach memendek, kesan tuli sensorineural.Pada audiometri nada
tinggi menunjukkan tuli sensorineural ringan sampai berat. Pemeriksaan audiometri nada
14

tutur memberikan hasil tuli sensorineural sedangkan pada audiometri impedans terdapat
kesan tuli sensorineural koklea. Pada anak-anak dapat dilakukan tes BERA dimana
hasilnya menunjukkan tuli sensorineural ringan sampai berat.

Gambar 6.Tes Pendengaran


3. Pemeriksaan penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang lainnya yang biasa dilakukan untuk menegakkan
diagnosis dari penyakit antara lain:
A. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menyingkirkan penyakit infeksi
dan penyakit lainnya yang bisa menyebabkan ketulian mendadak seperti virus,
bakteri, hiperlipidemia, hiperfibrinogen, hipotiroid, penyakit auto imun dan faal
hemostasis.
B. Pemeriksaan radiologis
CT-Scan yang mempunyai resolusi tinggi dilakukan apabila terdapat malformasi
kongenital dari tulang temporal. Standar penggunaan saat ini yang menunjukkan ketulian
mendadak sebagai akibat suatu proses inflamasi (berhubung dengan labirin), maka
penggunaan secara rutin akan memerlukan biaya yang besar.
Selain CT Scan dapat juga dilakukan Pemeriksaan Magnetic Resonance imaging (MRI)
dengah menggunakan Gadolinkium diethylenetriamin pentaacetic acid (DPTA) untuk
mendiagnosis adanya massa retrokoklear.
4. Tatalaksana Tuli Mendadak
Sampai saat ini belum ada keseragaman diantara para ahli dalam penanganan tuli
mendadak. Sebagian ahli berpendapat tuli mendadak dapat sembuh spontan tanpa
15

pengobatan. Sedangkan pendapat lain menyatakan walaupun penyebabnya belum diketahui,


tuli mendadak adalah tetap suatu kegawatdaruratan THT yang segera, guna mempercepat
proses penyembuhan dan menghindarkan cacat yang menetap.
Penanganan yang paling utama pada pasien yang mengalami tuli mendadak adalah
tirah baring kira-kira selama 14 hari, dengan tujuan sebagai istirahat fisik dan mental bagi
pasien untu mengurangi stress akibat keadaan yang dialaminya serta untuk memperbaiki
sistem neurovaskuler.
Terapi lain yang dianjurkan termasuk
Vasodilator
Vasodilator diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan aliran darah ke koklea
sehingga mengurangi hipoksia. Obat pilihan saat ini adalah Xantinol Nicotinat injeksi dan
tablet, dengan dosis tertentu yang diturunkan secara bertahap. Dosis injeksi yaitu:
3x 900 mg selama 4 hari
3 x 600 mg selama 4 hari
3 x 300 mg selama 6 hari
Dosis dalam bentuk tablet yaitu 3x2 tablet setiap hari selama 2 minggu.

Kortikosteroid sistemik
Berbagai penelitian penggunaan kortikosteroid pada pasien tuli mendadak telah
dipublikasikan. Terdapat bukti laboratorium yang menunjukkan adanya cascade inflamasi
kematian sel pada pasien tuli mendadak, yang dimodifikasi oleh terapi steroid.
Kortikosteroid yang diberikan adalah glukokortikoid sintetik oral, intravena, dan/atau
intratimpani, meliputi prednison, metilprednisolon, dan deksametason. Kortikosteroid
diperkirakan memiliki efek anti inflamasi dan kemampuan dalam meningkatkan aliran
darah koklea.
Untuk hasil pengobatan yang maksimal, dosis terapi prednison oral yang
direkomendasikan adalah 1 mg/kg/hari dosis tunggal dengan dosis maksimum 60 mg/hari
selama 10- 14 hari. Dosis ekuivalen prednison 60 mg setara dengan metilprednisolon 48
mg dan deksametason 10 mg. Sebuah data yang representatif menggunakan regimen
pengobatan dengan dosis maksimum selama 4 hari diikuti tapering off 10 mg setiap dua
hari. Efek samping prednison meliputi insomnia, dizziness, kenaikan berat badan,
berkeringat, gastritis, perubahan mood, fotosensitif, dan hiperglikemia. Efek samping lain
yang cukup berat, tetapi jarang ditemukan, yakni pankreatitis, perdarahan, hipertensi,
katarak, miopati, infeksi oportunistik, osteoporosis, dan osteonekrosis. Oleh sebab itu,
untuk meminimalkan risiko, pasien dengan kondisi medis sistemik, seperti insulin16

dependent diabetes mellitus (IDDM), diabetes tidak terkontrol, hipertensi labil,


tuberkulosis, dan ulkus peptikum tidak disarankan diberi terapi kortikosteroid sistemik.

Kortikosteroid intratimpani
Beberapa ahli THT merekomendasikan terapi kortikosteroid intratimpani sebagai

pengganti terapi kortikosteroid sistemik atau salvage therapy pada pasien yang tidak
mengalami perbaikan dengan kortikosteroid sistemik. Terapi kortikosteroid intratimpani
dapat menjadi alternatif untuk pasien diabetes yang tidak bisa mengonsumsi
kortikosteroid sistemik. Steroid diberikan dengan sebuah jarum melalui membran timpani
atau ditempatkan di telinga tengah melalui tabung timpanostomi atau miringotomi yang
kemudian diserap dan menyebar melalui membran tingkap bundar ke telinga dalam.
Keuntungan terapi kortikosteroid intratimpani adalah memberikan steroid konsentrasi
tinggi langsung pada jaringan target (perilimfe) dengan efek samping sistemik minimal.
Hal ini didukung oleh Parnes dkk, yang mempublikasikan dan mendemonstrasikan kadar
steroid yang tinggi di telinga dalam setelah aplikasi terapi steroid intratimpani. Sebuah
studi mengenai terapi kombinasi kortikosteroid sistemik dosis tinggi dan kortikosteroid
intratimpani menunjukkan hasil perbaikan fungsi pendengaran secara signifikan. Namun,
studi lainnya tidak menghasilkan perbedaan pemulihan pendengaran antara terapi
kombinasi kortikosteroid oral dan intratimpani dengan terapi kortikosteroid oral saja.
Steroid intratimpani yang biasa diberikan adalah deksametason atau metilprednisolon.
Konsentrasi kortikosteroid yang digunakan bervariasi, sebagian besar studi menganjurkan
deksametason 10-24 mg/mL dan metilprednisolon 30 mg/mL atau lebih. Efek samping
terapi intratimpani yang haru diantisipasi adalah efek lokal, seperti otalgia, dizziness,
vertigo, perforasi membran timpani, atau infeksi (otitis media).

Terapi oksigen hiperbarik


Terapi oksigen hiperbarik telah diterapkan sebagai terapi tambahan dalam kasus
tuli mendadak. Terapi ini memberikan oksigen 100% dengan tekanan lebih dari 1 ATA
(atmosphere absolute). Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi koklea dan
perilimfe, sehingga diharapkan dapat menghantarkan oksigen dengan tekanan parsial
yang lebih tinggi ke jaringan, terutama koklea yang sangat peka terhadap keadaan
iskemik. Terapi oksigen hiperbarik diperkirakan memiliki efek yang kompleks pada
imunitas tubuh, transpor oksigen dan hemodinamik, peningkatkan respons normal pejamu
terhadap infeksi dan iskemia, serta mengurangi hipoksia dan edema. Menurut guideline
AAO-HNS, terapi oksigen hiperbarik sebaiknya dilakukan dalam 2 minggu hingga 3
17

bulan dari saat diagnosis tuli mendadak. Pasien usia muda memberikan respons lebih baik
dibandingkan pasien yang lebih tua (usia bervariasi antara 50-60 tahun).
OHB dapat memperbaiki kondisi iskemia koklea pada kasus tuli sensorineural
mendadak. Iskemia/hipoksia mengakibatkan terbentuknya asam laktat sebagai hasil
respirasi anaerob. Penurunan pH intraseluler mengganggu proses metabolisme sel
sehingga terjadi kerusakan sel. Efek hiperoksigenasi dapat memperbaiki kerusakan sel
akibat iskemia. Oksigen yang cukup dapat menstimulasi respirasi aerob sehingga proses
metabolisme sel dapat kembali normal.
Iskemia mengkibatkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler sebagai
respon inflamasi. Penumpukan cairan di intersisial menghasilkan edema jaringan. OHB
mengakibatkan vasokontriksi sehingga mengurangi edema akibat proses iskemia. OHB
meningkatkan kemampuan difusi O2. Pada tekanan 3 atmosfer absolut (ATA),
kemampuan difusi O2 mencapai 4 kali dibandingkan tekanan 1 atm. Meskipun terjadi
edema, O2 mampu mencapai sel-sel.
Hipoksia menginduksi ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) sehingga
terjadi adesi lekosit pada endotel. Pemberian OHB dapat mengurangi ekspresi ICAM-1 ini.
Mekanisme penghambatan ICAM-1 adalah melalui induksi eNOS. OHB menginduksi
sintesis endothelial nitric oxide synthase (eNOS). Ekspresi ICAM-1 dihambat oleh eNOS.
Batas ambang PO2 untuk penghambatan ICAM-1 adalah 2-2,5 ATA. O2 normobarik tidak
mempengaruhi ICAM-1. OHB mempunyai manfaat menghambat proses inflamasi.
Pada pasien diabetes perlu diperhatikan, sebaiknya diberikan kortikosteroid injeksi
dan bila perlu dilakukan pemeriksaan gula darah secara rutin setiap hari serta konsultasi ahli
penyakit dalam. Apabila hasil konsultasi dengan Sub Bagian hematologi Penyakit Dalam dan
Bagian kardiologi ditemukan kelainan, terapi ditambah sesuai dengan nasehat bagian
tersebut.
Tuli mendadak akibat infeksi virus dapat diterapi OHB. Mekanisme pertahanan tubuh
terhadap infeksi virus lebih banyak melibatkan imunitas seluler yaitu lekosit. OHB dapat
meningkatkan fungsi fagositosis lekosit sehingga meningkatkan imunitas.
Trauma mengakibatkan kerusakan sel. OHB dapat menghasilkan efek hiperoksigenasi
dan menghambat inflamasi sehingga kerusakan sel dihambat. Kerusakan jaringan dapat
diperbaiki melalui proses angiogenesis. Efek OHB adalah meningkatkan angiogenesis
sehingga memperbaiki vaskularisasi area trauma.
18

Obat Anti Virus, Asiklovir dan Amandatin


Penggunaannya pada pengobatan ketulian sensorineural mendadak idiopatik,
hanya pada etiologi virus. Famsiklovir dan valasiklovir merupakan obat terbaru, yang
memiliki struktur dan cara kerja yang serupa dengan asiklovir dan belum dilaporkan
penggunaannya pada ketulian yang mendadak. Salah satu penyebab tuli mendadak adalah
infl amasi oleh infeksi virus. Mekanisme inflamasi berupa invasi virus secara langsung
pada koklea atau saraf koklea, reaktivasi virus laten dalam ganglion spirale, dan infeksi
yang dimediasi imun. Secara teoretis, inisiasi pemberian antivirus disinyalir dapat
membantu pemulihan fungsi pendengaran. Beberapa percobaan yang telah dilakukan
masih belum mengungkap adanya manfaat penambahan terapi antivirus. Conlin dan
Parnes melakukan systematic review dan meta-analisis terhadap empat studi RCT
(randomized controlled trial) yang membandingkan terapi antivirus dan steroid dengan
plasebo dan steroid, tidak satu pun yang melaporkan hasil signifikan secara
statistik.Selain itu, penggunaan antivirus memiliki efek samping berupa mual, muntah,
fotosensitif, serta (jarang) perubahan status mental, dizziness, dan kejang.

Vitamin
Sebagai roborantia dapat diberikan vitamin B kompleks dan Vitamin C. vitamin C
diberikan 2x 100 mg / hari. Vitamin B kompleks diberikan 3 x 1 tablet / hari.
Bila fungsi pendengaran tidak membaik dengan pengobatan tersebut maka perlu
dipertimbangkan pemakaian alat bantu dengar (hearing aid) dan apabila dengan alat ini
belum juga membantu pasien maka perlu dilakukan psikoterapi dengan tujuan agar pasien
dapat menerima keadaan.

EVALUASI TULI MENDADAK


Evaluasi fungsi pendengaran dilakukan setiap minggu selama 1 bulan. Kallinen et al
(1997) mendefinisikan perbaikan pendengaran pada tuli mendadak adalah sebagai berikut :
1. Sangat baik, apabila perbaikan >30 dB pada 5 frekuensi.
2. Sembuh, apabila perbaikan ambang pendengaran <30 dB pada frekuensi 250 Hz, 500
Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan dibawah 25 dB pada frekuensi4000 Hz.
3. Baik, apabila rerata perbaikan 10- 30 dB pada 5 frekuensi.
4. Tidak ada perbaikan, apabila terdapat perbaikan <10 dB pada 5 frekuensi.
19

Bila gangguan pendengaran tidak sembuh dengan pengobatan di atas,dapat


dipertimbangkan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Apabila dengan alat bantu
dengar juga masih belum dapat berkomunikasi secara adekuat perlu dilakukan psikoterapi
dengan tujuan agar pasien dapat menerima keadaan. Rehabilitasi pendengaran agar dengan
sisa pendengaran yang ada dapat digunakan secara maksimal bila memakai alat bantu dengar
dan rehabilitasi suara agar dapat mengendalikan volume, nada dan intonasi oleh karena
pendengarannya tidak cukup untuk mengontrol hal tersebut.
5. Prognosis Tuli Mendadak
Pada umumnya makin cepat diberikan pengobatan makin besar kemungkinan untuk
sembuh, bila sudah lebih dari 2 minggu kemungkinan sembuh menjadi kecil. Penyembuhan
dapat sebagian atau lengkap, tetapi dapat juga tidak sembuh. Hal ini disebabkan karena faktor
konstitusi seperti pada pasien yang pernah mendapat obat ototoksik yang cukup lama, kadar
kolesterol yang tinggi, viskositas darah yang tinggi, dan sebagainya, walaupun pengobatan
diberikan pada stadium yang dini.
Usia muda mempunyai angka perbaikan yang lebih besar dibandingkan usia tua,tuli
sensorineural berat dan sangat berat mempunyai prognosis buruk dibandingkan dengan tuli
sensorineural nada rendah dan menengah. Usia lanjut, gangguan pendengaran sangat berat,
dan adanya gejala vestibular subjektif dikaitkan dengan rendahnya tingkat kesembuhan. Usia
lanjut, hipertensi, diabetes, dan hiperlipidemia berkaitan dengan disfungsi mikrovaskuler di
koklea, yang merupakan faktor prognosis buruk. Saat mulai pengobatan lebih dini (dalam 7
hari pertama) berhubungan dengan prognosis baik bagi pemulihan fungsi pendengaran.
Derajat gangguan pendengaran awal memengaruhi potensi pemulihan pendengaran. Vertigo
dapat digunakan sebagai indikator tingkat keparahan lesi dan berkaitan dengan prognosis
yang buruk. Namun, 28-65% pasien tuli mendadak yang tidak diobati dapat mengalami
pemulihan spontan.
Pasien tuli mendadak disarankan melakukan pemeriksaan audiometri ulang dalam
waktu 6 bulan setelah diagnosis, untuk menentukan keberhasilan terapi. Filipo dkk
menggunakan klasifikasi yang dibuat oleh Furuhashi untuk evaluasi perbaikan pendengaran
pada tuli mendadak, terdiri atas pemulihan total, pemulihan bermakna, pemulihan minimal,
dan tidak ada pemulihan. Pasien tuli mendadak yang telah mendapat pengobatan, namun
ketulian tetap bersifat permanen dan menimbulkan kecacatan, membutuhkan rehabilitasi
auditorik.

20

BAB V
KESIMPULAN
Tuli mendadak (Sudden deafness) merupakan hilangnya pendengaran yang terjadi
secara cepat dan tiba-tiba dalam waktu tiga hari. Jenis ketulian yang paling sering adalah tuli
sensorineural. Hal ini disebabkan terutama oleh iskemia koklea dan infeksi virus. Iskemia
koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak. Keadaan ini dapat disebabkan karena
spasme, trombosis atau perdarahan arteri auditiva interna. Pembuluh darah ini merupakan
21

arteri ujung (end artery), sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah ini koklea
sangat mudah mengalami kerusakan Iskemia mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel
ganglion stria vaskularis dan ligamen spiralis. Kemudian diikuti oleh pembentukan jaringan
ikat dan penulangan. Penyebab lain yaitu infeksi virus, seperti virus parotis, campak, virus
influenza B, dan mononukleosis menyebabkan kerusakan pada organ corti, membran tektoria,
dan selubung mielin saraf akustik.
Diagnosis tuli mendadak dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan pendengaran
(audiologi), dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis ditemukan gejala penurunan
pendengaran secara mendadak , kadang bersifat sementara atau berulang dalam serangan,
tetapi biasanya menetap. Tuli dapat unilateral atau bilateral, dapat disertai dengan tinitus atau
vertigo. Kemungkinan ada gejala dan tanda penyakit virus seperti parotitis, varisela, variola,
atau pada anamnesis baru sembuh dari penyakit virus tersebut. Pada pemeriksaan klinis tidak
terdapat kelainan telinga. Pemeriksaan pendengaran (audiologi), ditemukan Rinne (+), Weber
lateralisasi ke telinga yang sehat, Schwabach memendek, sesuai kesan tuli sensorineural.
Pemeriksaan PTA (Pure Tone Audiometri) didapatkan tuli sensorineural ringan sampai berat.
Pemeriksaan lain yang dapat menunjang diagnosis yaitu pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologis.
Penanganan utama pasien tuli mendadak yaitu tirah baring selama 14 hari, pemberian
vasodilatansia kuat, kortikosteroid, menggunakan antiviral apabila disebabkan oleh infeksi
virus. Apabila hasil konsultasi dengan Sub Bagian Hematologi Penyakit Dalam dan Bagian
Kardiologi ditemukan kelainan , terapi ditambahkan sesuai dengan anjuran bagian tersebut.
Evaluasi fungsi pendengaran dilakukan tiap minggu selama satu bulan. Bila gangguan
pendengaran tidak sembuh dengan pengobatan tersebut, dapat dipertimbangkan pemasangan
alat bantu dengar ( hearing aid) . Prognosis penyakit ini bergantung pada lama pengobatan.
Bila sudah lebih dari 2 minggu kemungkinan sembuh menjadi lebih kecil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hashisaki George. Sudden sensory hearing Loss Head and Neck Surgery
Otolaryngology. Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. 4 th edition. USA:
Lippincott Williams & Wilkins; 2006 hal. 2232-5.
2. Higler, Boies, Adams. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT Ed 6 Penyakit Telinga
Dalam hal: 128-133. Jakarta: EGC.
3. Soetirto Indro, Hendarmin Hendarto, Bashiruddin Jenny. 2007. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Dan Leher. Ed 6. Jakarta: FK UI. hal:
10-16.
22

4. Soetirto Indro, Bashiruddin Jenny. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala dan Leher Ed 6 Tuli Mendadak hal: 46-48: Jakarta: FK UI.
5. Nomura, Y. 2014. Morphological Aspects of Inner Ear Disease. Hal : 85-97. Japan
:Springer.
6. Mathur, Neeraj. 2016. Sudden Hearing Loss. http://emedicine.medscape.com. Akses
tanggal 07-11-2016.

23

Anda mungkin juga menyukai