Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2020

UNIVERSITAS HALU OLEO

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK TIPE BENIGNA

OLEH :

Ernawati Maman S.Ked (K1A1 13 107)

Komang Widyastuti, S.Ked (K1A1 14 110)

Pembimbing

dr. Sophian Sujana, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU THT-KL

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : - Ernawati Maman, S.Ked (K1A1 13 107)

- Komang Widyastuti, S.Ked (K1A1 14 110)

Judul referat :Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Benigna

Telah menyelesaikan referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian ilmu
THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas HaluOleo

Kendari, Juli 2020

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Sophian Sujana, Sp.THT-KL


OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK TIPE BENIGNA

Ernawati Maman, Komang Widyastuti, Sophian Sujana

A. Pendahuluan
Otitis media merupakan peradangan sebagian mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrummastoid, dan sel-sel mastoid.Otitis media terbagi atas
otitis media supuratif dan otitis media non supuratif yang masing-masing
mempunyai bentuk akut dan kronik. Otitis media yang prosesnya lebih dari 2
bulan dikatakan otitis media supuratif kronik, sedangkan bila prosesnya
kurang dari 2 bulan disebut otitis media supuratif sub akut. Dua jenis
klasifikasi yang sering digunakan pada otitis media supuratif kronik (OMSK)
yaitu OMSK tipe aman (tipe mukosa/ tipe benigna) dan tipe bahaya (tipe
tulang/ tipe maligna). Proses peradangan pada OSMK tipe aman (tipe
mukosa/ tipe benigna) terbatas pada mukosa dan biasanya tidak mengenai
tulang, jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya serta tidak terdapat
kolesteatoma. Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK
tipe aktif yaitu OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif, dan OMSK tipe tenang yaitu keadaan dimanakavum timpani terlihat
basah atau kering1.
Pasien dengan penyakit telinga tengah seringkali datang saat stadium
kronis yang menyebabkan gangguan pendengaran dan pengeluaran sekret.
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga
tengah secara terus menerus atau hilang timbul dengan sekret yang mungkin
encer atau kental, bening atau berupa nanah1.
Penegakan diagnosis OMSK berpedoman atas hasil dari pemeriksaan
klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) serta dapat dibantu dengan
pemeriksaan penunjang lain2. Prinsip terapi OSMK tipe benigna ialah
konservatif atau dengan medikamentosa serta edukasi untuk menjaga telinga
agar tetap kering sehingga pengobatan dapat optimal dan dapat mencegah
infeksi berulang3.

B. Anatomi
Telinga manusia merupakan organ pendengaran yang menangkap dan
merubah bunyi berupa energi mekanis menjadi energi elektris secara efisien
dan diteruskan ke otak untuk disadari serta dimengerti, sebagai sistem organ
pendengaran, telinga dibagi menjadi sistem organ pendengaran perifer dan
sentral. Sistem organ pendengaran perifer terdiri dari struktur organ
pendengaran yang berada di luar otak dan batang otak yaitu telinga luar,
telinga tengah, telinga dalam dan saraf kokhlearis sedangkan organ
pendengaran sentral adalah struktur yang berada di dalam batang otak dan
otak yaitu nukleus koklearis, nukleus olivatorius superior, lemnikuslateralis,
kolikulus inferior dan kortek serebri lobustemporalis area wernicke4.

a. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 - 3 cm. Pada sepertiga bagian
luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar
keringat) dan rambut. Pada duapertiga medial hanya sedikit dijumpai
kelenjar serumen1.
Gambar 1. Gambar anatomi telinga4

Membran timpani adalah perbatasan telinga tengah, berbentuk


bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik
terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut parsflaksida (membran
Shrapnell), sedangkan bagian bawah parstensa (membran propria).
Parsflaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti
epitel mukosa saluran napas. Parstensa mempunyai satu lapis lagi di
tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin
yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam1.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo, dari umbo bermula suatu reflek cahaya ke arah
bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
membran timpani kanan. Refleks cahaya (coneoflight) ialah cahaya dari
luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani
terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang
mneyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu1.
Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran, dengan menarik garis
searah dengan prosesuslongusmaleus dan garis yang tegak lurus pada garis
itu di umbro, sehingga didapatkan bagian anterior-superior, posterior-
superior, anterior-inferior, dan posterior-inferior untuk menyatakan letak
perforasi membran timpani.Pada parsflaksida terdapat daerah yang disebut
atik. Di tempat ini terdapat aditusadantrum, yaitu lubang yang
menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid1.

Gambar 2. Gambar membran timpani4

b. Telinga Tengah
Ruang telinga tengah disebut juga kavum timpani atau
tympanicavity. Dilapisi oleh membran mukosa, topografinya di bagian
medial dibatasi oleh promontorium, lateral oleh membran timpani, anterior
oleh muara tuba Eustachius, posterior oleh aditusadantrum dari mastoid,
superior oleh tegmen timpani fossakranii, inferior oleh bulbus vena
jugularis. Batas superior dan inferior membran timpani membagi kavum
timpani menjadi epitimpanium atau atik, mesotimpanum dan
hipotimpanum
Telinga tengah terdapat tiga tulang pendengaran, susunan dari luar
ke dalam yaitu maleus, incus dan stapes yang saling berikatan dan
berhubungan membentuk artikulasi.Prosesuslongusmaleus melekat pada
membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada
stapes. Stapes terletak tingkap lonjong atau foramen ovale yang
berhubungan dengan koklea4.
Telinga tengah berbentuk kubus denganbatas luar membran
timpani, batas depan tuba eustachius, batas bawah vena jugularis
(bulbusjugularis), batas belakang aditusadantrum,
kanalisfasialisparsventrikalis, batas atas segmen timpani (meningen /
otak), batas dalam kanalissemisirkularis horizontal, kanalisfasialis, tingkap
lonjong (oval window), tingkap bundar (roundwindow) dan
promontorium1.
Telinga tengah terdapat dua buah otot yaitu m. Ten sor timpani dan
m. stapedius. M tensor timpani berorigo di dinding semikanaltensor
timpani dan berinsersio di bagian atas tulang maleus, inervasi oleh cabang
saraf trigeminus. Otot ini menyebabkan membran timpani tertarik ke arah
dalam sehingga menjadi lebih tegandan meningkatkan frekuensi resonansi
sistem penghantar suara dan melemahkan suara dengan frekuensi rendah.
M. Stapediusberorigo di dalam eminensiapyramid dan berinsersio di ujung
posterior kolumnastapes, hal ini menyebabkan stapes kaku, memperlemah
transmini suara dan meningkatkan resonansi tulang-tulang pendengaran.
Kedua otot ini berfungsi mempertahankan, memperkuat rantai osikula dan
meredam bunyi yang terlalu keras sehingga dapat mencegah kerusakan
organ koklea4.
Telinga tengah berhubungan dengan nasopharing melalui tuba
Eustahcius. Suplai darah untuk kavum timpani oleh arteri timpani anterior,
arteri stylomastoid, arteri petrosalsuperficial, arteri timpani inferior. Aliran
darah vena bersama dengan aliran arteri dan berjalan ke dalam sinus
petrosal superior dan pleksus pterygoideus4.
Gambar 2. Skema hubungan antara membran timpani osikel4

c. Telinga Dalam
Telinga dalam terletak di dalam tulang temporal bagian petrosa, di
dalamnya dijumpai labirin periotik yang mengelilingi struktur telinga
dalam yaitu labirin, merupakan suatu rangkaian berkesinambungan antara
tuba dan rongga telinga dalam yang dilapisi epitel. Labirin terdiri dari
labirin membran berisi endolim yang merupakan satu-satunya cairan
ekstraselular dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin
membran ini di kelilingi oleh labirin tulang,di antara labirin tulang dan
membran terisi cairan perilim dengan komposisi elektrolit tinggi natrium
rendah kalium. Labirin terdiri dari tiga bagianyaitu pars superior, pars
inferior dan parsintermedia. Pars superior terdiri dari utrikulus dan saluran
semisirkularis, pars inferior terdiri dari sakulus dan koklea, sedangkan
parsintermedia terdiri dari duktus dan sakusendolimpaticus. Fungsi telinga
ada dua yaitu koklea yang berperan sebagai organ auditus atau indera
pendengaran dan kanalissemisirkularis sebagai alat keseimbangan. Kedua
organ tersebut saling berhubungan sehingga apabila salah satu organ
tersebut mengalami gangguan maka yang lain akan terganggu. Telinga
dalam disuplai oleh arteri auditoriusinterna cabang dari arteri cerebelaris
inferior. Aliran darah vena bersama dengan aliran arteri4.
1. Koklea
Koklea adalah organ pendengaran berbentuk menyerupai rumah
siput dengan dua dan satu setengah putaran pada aksis memiliki
panjang lebih kurang 3,5 centimeter. Sentral aksis disebut sebagai
modiolus dengan tinggi lebih kurang 5 milimeter, berisi berkas saraf
dan suplai arteri dari arteri vertebralis. Struktur duktus koklea dan ruang
periotik sangat kompleks membentuk suatu sistem dengan tiga ruangan
yaitu skala vestibuli,skala media dan skala timpani. Skala vestibuli dan
skala timpani berisi cairan perilim sedangkan skala media berisi
endolimfe. Skala vestibuli dan skala media dipisahkan oleh membran
reissner, skala media dan skala timpani dipisahkan oleh membran
basilar4.

2. Organon Corti
Organon corti terletak di atas membran basilaris dari basis ke
apeks, yang mengandung organel penting untuk mekanisme saraf
pendengaran perifer terdiri dari tiga bagian sel utama yaitu sel
penunjang, selaput gelatin penghubung dan sel-sel rambut yang dapat
membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran suara.
Organocortiterdiri satu baris sel rambut dalam yang berjumlah sekitar
3000 dan tiga baris sel rambut luar yang berjumlah sekitar 12000.
Rambut halus atau silia menonjol ke atas dari sel-sel rambut menyentuh
atau tertanam pada permukaan lapisan gel dari membran tektorial.
Ujung atas sel-sel rambut terfiksasi secara erat dalam struktur sangat
kaku pada lamina retikularis. Serat kaku dan pendek dekat basis koklea
mempunyai kecenderungan untuk bergetar pada frekuensi tinggi
sedangkan serat panjang dan lentur dekat helikotrema mempunyai
kecenderungan untuk bergetar pada frekuensi rendah4.
Saraf koklearis Sel-sel rambut di dalamorganocortidiinervasi
oleh serabut aferen dan eferen dari saraf koklearis cabang dari nervus
VIII, 88 % Serabut aferen menuju ke sel rambut bagian dalam dan 12 %
sisanya menuju ke selrabut luar. Serabut aferen dan eferen ini akan
membentuk ganglion spiralis yang selanjutnya menuju ke
nuleuskoklearis yang merupakan neuron primer, dari nucleuskoklearis
neuron sekunder berjalan kontral lateral menuju lemnikuslateralis dan
ke kolikulus posterior dan korpus genikulatummedialis sebagai neuron
tersier, selanjutnya menuju ke pusat pendengaran di lobustemporalis
tepatnya di girus transversus4.

C. Fisiologi Telinga
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani
diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
mengamplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang
telah di amplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap
lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuler bergerak. Getaran diteruskan
melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi sterosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan
proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke
dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius,
lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area
39-40) di lobus temporalis1.

D. Definisi
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tiba eustachius, antrummastoid dan sel-sel mastoid. Secara mudah,
otitismedia terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif.
Masing-masing golongan tersebut mempunyai bentuk akut dan kronik. Otitis
media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif
kronis apabila prosesnya sudah lebih dari dua bulan1.

Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media


perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Otitis media
supuratif kronik ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi
memran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau
hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah1.

OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu OSMK tipe aman (tipe
mukosa/tipe benigna) dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang/ tipe maligna).
Proses peradangan pada OSMK tipe aman (tipe mukosa/ tipe benigna)
terbatas pada mukosa dan biasanya tidak mengenai tulang, jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya serta tidak terdapat kolesteatoma.
Sedangkan OMSK tipe bahaya (tipe tulang/ tipe maligna) dapat disertai
kolesteatoma dengan perforasi yang letaknya marginal atau di atik hingga
subtotal1.

E. Epidemiologi
Kejadian OMSK dengan atau tanpa komplikasi merupakan penyakit
telinga umum dinegara-negara berkembang. Menurut World
HealthOrganization (WHO) pada tahun 2004, OMSK melibatkan 65-330 juta
orang dengan otorea (telinga berair), 60% diantaranya (39-200 juta)
menderita kurang pendengaran yang signifikan. Di India dilaporkan terdapat
17,4 % penderita dengan otitis media kronis dari seluruh penderita yang
berobat ke salah satu klinik THT, 15 % diantaranya dijumpai kolesteatoma,
dan 5 % mengalami komplikasi5. Secara umum, prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8 % atau diperkirakan sekitar 6,6 juta penduduk Indonesia
dan pasien OMSK merupakan 25 % dari pasien –pasien yang beribat ke
poliklinik THT6.

F. Etiologi
Kuman penyebab utama pada otitis media ialah bakteri piogenik,
seperti Streptokokus heolitikus, Staphilokokusaureus, Pneumokokkus. Selain
itu kadang ditemukan juga Hemofilus influenza, Escherichia Coli,
Streptokokus anhemolitikus, Proteus Vulgaris dan Pseudomonas
aurugenosa1.

G. Patofisiologi
Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba Eustachius, antrummastoid, dan sel-sel mastoid.
Patogenesis otitis media berhubungan erat dengan tuba Eustachius. Fungsi
tuba Eustachius adalah sebagai ventilasi atau pengatur keseimbangan antara
tekanan udara di dalam telinga tengah dan tekanan udara luar, pelindung
terhadap sekret nasofaring ke telinga tengah, dan saluran sekret telinga tengah
ke nasofaring. Bila terjadi sumbatan tuba Eustachius, maka akan terjadi
gangguan ventilasi. Tekanan udara di dalam telinga tengah menjadi negatif
karena udara akan diabsorbsi oleh mukosa telinga tengah. Akibatnya, cairan
dari pembuluh darah kapiler dapat tertarik keluar memasuki telinga tengah
dan menyebabkan akumulasi cairan di telinga tengah. Cairan ini merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri7.
Pada OMSK gangguan pendengaran dapat terjadi akibat infeksi yang
terjadi ditelinga tengah, infeksi ini menyebabkan peningkatan cairan serosa,
lama kelamaan akan terjadi akumulasi cairan mukus dan serosa sehingga
hantaran suara/udara yang diterima menurun. Selain itu pada OMSK sering
sekali ditemukan jaringan granulasi, dan putusnya rantai tulang pendengaran,
hal ini tentunya berhubungan dengan gangguan transmisi gelombang suara
yang bermanifestasi sebagai penurunan derajat gangguan pendengaran8.
Proses OMSK biasanya diawali dengan otitis media supuratif akut
yang berulang. Abnormalitas fungsi tuba dianggap faktor yang paling
berperan pada patogenesis OMSK. Yang menandai sudah terjadinya OMSK
yaitu terbentuknya lendir mukoid dalam eksudat sehingga eksudat yang
semula seropurulen berubah menjadi mukopurulen. Perubahan ini disebabkan
oleh terbentuknya dan telah berproduksinya kelenjar metaplastik pada
mukosa telinga tengah. Menurut Ballenger, patogenesis otitis media supuratif
kronik belum dapat diketahui secara pasti tetapi tampaknya proses bermula
dari tuba auditiva ke telinga tengah kemudian ke sel-sel mastoid. Proses ini
berjalan perlahan-lahan dan tersembunyi tetapi aktif sehingga menyebabkan
hilangnya bagian membran timpani dan menetapnya fator-faktor penyebab
kronisitas pada mukosa timpani9. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA
menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak
adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang)
atau higiene buruk1. Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga
tengah supuratif menjadi kronis antara lain7:

1. Gangguan fungsi tuba Eustachius yang kronik akibat infeksi hidung dan
tenggorok yang kronis atau berulang dan adanya obstruksi parsial atau
total tuba Eustachius

2. Perforasi membran timpani yang menetap akan memudahkan kontaminasi


kuman yang berasal dari luar sehingga menyebabkan timbulnya infeksi
berulang

3. Terjadinya metaplasia epitel skuamosa mukosa atau perubahan patologik


menetap lainnya pada telinga tengah

4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid

5. Terjadinya osteomielitis yang menetap pada tulang dinding telinga tengah


terutama antrum dan mastoid

6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau


perubahan mekanisme pertahanan lokal.

H. Gejala Klinis
1. Telinga Berair
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air
dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus
dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid.
Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukous yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya
hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi
saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi
atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya
sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor
memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat
keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap.10
2. Gangguan Pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanya di jumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi
sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak
dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai
bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi
dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran
lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah.10
3. Otalgia (nyeri teinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis
eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.10
4. Vertigo
Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara
yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat
terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan
vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.10

I. Diagnosis
1. Anamnesis
OMSK biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang
disertai gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling
sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe benigna sekretnya lebih
banyak dan seperti benang, tidak berbau busuk dan intermiten. Adapula
penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga
keluar darah.1
2. Pemeriksaan klinis
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan
pemeriksaan THT terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala
merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya gangguan
pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan
pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni,
audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA
(Brainstem Evoked Response Audiometry) bagi pasien atau anak yang
tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni.
Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur
dan uji resistensi kuman dari sekret telinga.1
a. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi dapat menunjukan ada atau tidaknya
perforasi pada membran timpani dan letak perforasinya.1
b. Pemeriksaan endoskopi
Pemeriksaan endoskopi memiliki fungsi hampir sama dengan
pemeriksaan otoskopi, tetapi pemeriksaan endoskopi dapat mengetahui
luas perforasi dan letak lebih jelas dari pemeriksaan otoskopi.1
c. Pemeriksaan audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya
didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli
sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi
membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran
suara ditelinga tengah. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam
ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari
hasil pemeriksaan (audiometri atau test berbisik).
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran:
Normal: -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan: 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang: 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedangberat: 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat: 71 dB sampai 90 dB
Tuli total: lebihdari 90 dB.
Evaluasia udimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan
fungsi kohlea.Untuk melakukan evaluasiini, observasi berikut bias
membantu :11
o Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih
dari 15- 20 dB
o Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.
o Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran
yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
o Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli
bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan
kokhlea parah.

J. Penatalaksanaan
Pada OMSK benigna tedapat tipe tenang dan aktif. Pada OMSK
benigna tenang, tidak memerlukan pengobatan, hanya dinasehatkan untuk
jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telnga sewaktu mandi,
dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran napas
atas. Bila faslitas memungknkan agar tidak terjadi atau mencegah infeksi
berulang serta gangguan pendengaran, sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi seperti miringoplasti dan timpanoplasti.1
Pada OMSK benigna aktif prinsip penatalaksanaannya yakni12
1. Membersihkan liang telingan dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak
sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telingan
merupakan media yang bak bagi perkembangan mikroorganisme. Cara
toilet telinga yakni :
a. Toilet telinagn secara kering (dry mopping)
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, lalu berikan
antibiotik serbuk pada telinga. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik
atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang
telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telingan kering.
b. Toilet telingn secara basah (syringing)
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuah debris dan
nana, kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi
serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk
mmbersihkan telingan tengah, tetapi dapat mengakibatkan
penyebaran infeksi ke bagian ain dan ke mastoid. Pemberin serbuk
antibiotik dalam jangka waktu panjang dapat menimbulkan reaksi
sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk
antiseptik msalnya asam boric dan iodine.
c. Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan
mikroskopis opersi adalah metode yang paling populer saat ini.
Setelah itu dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan
polipoid seingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi
drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang
kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetap pada anak-anak
diperlukan anastesi.
2. Pemberian antibiotik12,13
a. Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telingan dan
sekret yang banyak tanpa dibersihkan dahulu adalah tidak efektf.
Bila ekret bekurang atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes
yang mengandung antibiotk dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan
dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan
media yang buruk untuk tumbuhnya bakteri.
Menurutpanduanpengobatan OMSK dari WHO tahun 2004,
disebutkanbahwaantibiotiktetestelingalebihefektifdariantibiotik oral.
Selainitu, juga didapatkanrekomendasi WHO bahwaantibiotik
quinolone lebihbaikdari antibioticnon-quinolone. Dengandemikian,
penggunaanantibiotik quinolone topikal (contoh: ofloxacin)
sangatdirekomendasikanoleh WHO. Akan tetapi, adahipotesis yang
mendugabahwapenambahan corticosteroid
topikalpadapengobatanofloxacinakanmembantupenyembuhan otitis
media.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar
masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan anibiotk yang
ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebh dari satu
minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan
berdasarkan kultur kuman penyebab dan ui resistensi. Antibiotik
topikal yang dapat dipakai pada OMSK adalah :
1) Polimiksin B atau plimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap baktr gram negatif
2) Neomisin
Obat bakterisid pada bakteri gram positif dan negatif. Toksik
terhadap ginjal dan telinga.
3) Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan gram
negatif kecuai pada Pseudomonas aeruginosa.
b. Antibiotik sistemik12,13
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya
berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotik tidak
lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembershan sekret profus.
Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor
penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya
terhadap mikoba, antimikroba dapat dibagi menjadi golongan.
Golongan pertma daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tingg
kadar obat maka makin banyak yang terbunuh. Misalnya golongan
aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antmikroba
yang dapat konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.
Peninggan dosis tdak menambah daya bunuhnya. Misalnya golongan
beta laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon
(siprofoksasin dan oflksasin) ata golongan sefalosporn generasi III
(cefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga efektif ntuk
pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang
bersifat bakterisid. Pada OMSK aktif dapat dibeikan dengan dosis
400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200mg per 8 jam selama 2-4
mnggu.
Antibiotk parenteral untuk OMSK (WHO, 2004)5
Pencillins Carbenicilin, piperacillin,
tetracillin, mezlicillin,
azlocllin, methicillin,
nafcillin, oxacillin, ampicillin
G
Cephalosporins Cefuroxim, cefotaxime,
cefoperazone, cefazolin,
ceftazidime
Aminoglycosides Gentamicin, tobramycin,
amikacin
Macrilides clindamycin
Vancomycin
Chloramphenicol
Aztreonam

Terapiantibiotiksistemik yang dianjurkanpada otitis media


kronikadalah (Helmi, 2005).12
Pseudomonas :Aminoglikosida ± karbenisilin
P. mirabilis :Ampisilinatausefalosforin
P. morganii, P. vulgaris :Aminoglikosida ± Karbenisilin
Klebsiella :Sefalosforinatauaminoglikosida
E. coli :Ampisilinatausefalosforin
S.Aureus Anti-stafilikokus : penisilin, sefalosforin,
eritromisin,aminoglikosida
Streptokokus :Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
B. fragilis :Klindamisin

3. Pembedahan1
a. Mastodektomi sederhana
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan
pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tinakan operasi ini
dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik.
Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.2
b. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling
ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi
hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi ialah untuk
mencegah berulangnya infeksi telingan tengah pada OMSK tipe
aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada
OMSK tipe aman yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang
hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.2
c. Timpanolasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan
kerusakan yang lebih berat atau atau OMSK tipe aman yang tidak
bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi
ialah untuk menyembuhkan penyakit serta mempebaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani
sering kali harusd dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran.
Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan
maka dikenal istiah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. Sebelum
rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum
timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan
jaringan patologis. Tidak jarang pula operasi ini terpaksa dilakukan
dua tahap dengan jarak waktu6 sampai dengan 12 bulan.2

K. Komplikasi
Umumnya OMSK tipe aman atau benigna jarang menimbulkan
komplikasi yang berbahaya. Otitis media
kronikmengakibatkandefisitpendengarankonduktif yang
disebabkanolehgangguankompleks timpani-okular. OMSK
dapatmenyebabkan mastoiditis kronikwalaupunjarang.
Erosidindingtelingatengahdancavitasmastoid ,yangjarang,
dapatmenyebabkanterkenanyasarafwajah, bulbi jugular, sinus lateral,
labirinmembranosadan dura lobus temporal. Hal
inidapatmenyebabkankomplikasisepertiparalisisnervusfasial, thrombosis
sinus lateral, labirinits, meningitis danabsesotak.1,13,14
Selainitu, adapembagiankomplikasi otitis media yang
dikemukakanoleh Souza dkk (1999) yaitu :
1. KomplikasiIntratemporal :
- Komplikasi di telingatengah : paresis nervusfasialis,
kerusakantulangpendengaran, perforasimembran timpani
- Komplikasikerongga mastoid : petrositis , mastoiditis koalesen
- Komplikasiketelingadalam : labirinitis, tulisaraf/ sensorineural
2. Komplikasiekstratemporal
- Komplikasiintrakranial : absesekstradura, abses subdural, absesotak ,
meningitis, tromboflebitis sinus lateralis, hidrosefalusotikus
- Komplikasiekstrakranial :absesretroaurikuler, absesBezold’s.
abseszigomatikus

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012.

2. Alkatiri, Fairuziah Bader. "Kriteria Diagnosis dan Penatalaksanaan Otitis

Media Supuratif Kronis." Intisari Sains Medis 5.1 (2016): 100-105.


3. Farida, Yusi. "Tatalaksana Terkini Otitis Media Supuratif Kronis

(OMSK)." MedicalJournalof Lampung University 6.1 (2016)

4. Nugroho, Puguh Setyo. "WiyadHMS i. Anatomi Dan Fisiologi

Pendengaran Perifer." Jurnal THT-KL 2.2 (2009) :76-85

5. World Health Organization. Chronic suppurative otitis media.Burden of

Illness and Management Options. Geneva, Switzerland: WHO; 2004

6. Lisa, Aria Nova, and Fatah Satya Wibawa. "KARAKTERISTIK

PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK) DI

POLIKLINIK THT-KL RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR

LAMPUNG PERIODE JANUARI 2013-DESEMBER 2014." Jurnal Ilmu

Kedokteran dan Kesehatan 1.4 (2014).

7. Anugrahani, Ariel, Teti Madiadipoera, and Arif Dermawan. "Korelasi

otitis media dengan temuan nasoendoskopi pada penderita rinosinusitis

akut." Oto RhinoLaryngologicaIndonesiana 45.2 (2015): 101-110.

8. Laisitawati, Ayu, AblaGhanie, and Tri Suciati. "Hubungan Otitis Media

Supuratif Kronik dengan Derajat Gangguan Pendengaran di Departemen

THT-KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode 2014-

2015." Majalah Kedokteran Sriwijaya 49.2 (2017): 57-65.

9. Savitri, Eka. "KEJADIAN KOLONI JAMUR PADA PENDERITA

OTORE DENGAN BERBAGAI PENYEBAB DI POLIKLINIK THT

RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNHAS." (2014).

10. Adams GL, Boies L, Highler P. Buku Ajar Ilmu THT Boies. Edisi ke-6.

Jakarta: EGC; 1997.


11. Paperella, M.M, Adams, G.I, Lavine, S.C. Penyakit Telinga Tengah dan

Mastoid dalam BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi VI Jakarta: ECG.

2012.

12. Helmi. Otitis media supuratif kronis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005.

13. Acuin, J., & World Health Organization. (2004). Chronic suppurative

otitis media: burden of illness and management options. 2004.

14. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology A Step-By-Step

Learning Guide. Germany : Thieme. pp. 241 – 242. 2006.

Anda mungkin juga menyukai