PENDAHULUAN
1
Tanda dan gejalanya meliputi vesikel pada kanalis aurikularis eksternal,
otalgia dan kelumpuhan wajah ipsilateral (bell's palsy). Gejala lain yang sering
terjadi adalah tinnitus, gangguan pendengaran, vertigo dan nistagmus. Hal ini
dapat terjadi pada semua kelompok usia. Prevalensi pria dan wanita sama. Herpes
zoster otikus dapat disertai dengan wajah yang kebas, nyeri kepala, dan gangguan
pendengaran jika mengenai nervus trigeminus dan nervus vestibulokoklearis.
Hampir 90% pasien akan mengalami nyeri hebat pada daerah telinga, dan di awali
dengan periode prodormal. 3
Gejala prodromal yang ditimbulkan adalah munculnya vesikel-vesikel
yang terjadi karena reaktivasi virus pada daerah dermatom tempat virus tersebut
bersembunyi selama masa latennya. Selain timbulnya sekelompok vesikel, dapat
pula timbul rasa nyeri yang cukup hebat pada daerah telinga (otalgia) dengan
parasthesia di kulit telinga tersebut. Apabila infeksinya sudah mencapai N VII dan
VIII (Ramsay Hunt syndrome) maka dapat terjadi paralisis fasial dan gangguan
pendengaran serta keseimbangan.3
Penegakan diagnosis herpes zooster otikus harus dilakukan dengan cepat
dan dilanjutkan dengan penatalaksanaan yang cepat dan tepat. Selain pemberian
obat untuk mengurangi keluhannya (symptomatic therapy), pemberian antivirus
sistemik juga sangat dianjurkan pemberiannya sesegera mungkin setelah tegaknya
diagnosis sehingga dapat menghindarkan penderita dari komplikasi yang dapat
terjadi.3 Diagnosis dini dan penatalaksanaan yang akurat pada pasien dengan
Sindrom Ramsay Hunt dapat mempercepat pemulihan dan mencegah komplikasi
seperti infeksi sekunder, keterbatasan pergerakan nervus motorik, paresis pada
bagian mata, wajah, diafragma dan kandung kemih serta neuralgia paska
herpetika. Tujuan terapi untuk mengurangi penyebaran dan lama penyakit,
mengurangi rasa nyeri dan mencegah komplikasi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Tuberkulum darwin
Lobulus
Lateral : MembranTimpani
Medial : foramen ovale
Anterior : Tuba eusthachius
Posterior : aditus ad antrum
Superior : tegmen timpani
Inferior : vena jugularis
2.1.3. Telinga Tengah (Labirin)
2.2.2 Epidemiologi
Herpes zoster otikus dapat muncul di sepanjang tahun karena tidak
dipengaruhi oleh perubahan musim dan angka kejadiannya tersebar merata
di seluruh dunia2. Menurut penelitian yang dilakukan di Jerman dan
Australia, wanita memiliki tendensi untuk mengalami herpes zoster otikus
dibandingkan pria, dengan persentasi wanita 68,1% dan pria 31,9%, akan
tetapi wanita memiliki manifestasi dan prognosis yang lebih baik ketimbang
pria7. Angka kesakitan akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia
dan pada individu defisit sistem imun, dimana faktor reaktivasi dapat berupa
stress fisik maupun emosional2,7. 2/3 pasien herpes zoster otikus berusia
lebih dari 50 tahun, dan kurang dari 10% berusia kurang dari 20 tahun.
Herpes zoster otikus merupakan penyebab paralise N VII terbanyak setelah
Bell’s palsy (2-10% di seluruh dunia), dan gejala yang ditimbulkan
cenderung lebih parah dari Bell’s palsy sehingga prognosisnya pun lebih
buruk. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6%
setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1%
setahun2.
2.2.3 Etiologi
Varicella Zoster Virus (VZV) merupakan virus penyebab varicella
(chicken pox) dan herpes zoster. VZV tergolong virus berinti DNA yang
linier, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili
alphaherpesviridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi,
penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan
kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VZV tergolong ke dalam
subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel
epitel yang menimbulkan lesi vesikuler. Selanjutnya setelah infeksi primer,
infeksi oleh virus herpes alfa biasanya dapat menetap dalam bentuk laten
didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan
menimbulkan kekambuhan secara periodik2,8.
2.2.4 Patogenesis
Pada tahap awal virus varisela zoster masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas
atas dan mukosa konjungtiva, kemudian bereplikasi pada kelenjar limfe regional. Virus
kemudian menyebar melalui aliran darah dan bereplikasi di organ dalam. Fokus replikasi
virus terdapat pada sistem retikulo endotelial hati, limpa dan organ lain. Pada saat titer
tinggi, virus dilepaskan kembali ke aliran darah (viremia kedua) dan membentuk vesikel
pada kulit dan mukosa saluran nafas atas. Kemudian berkembang dan menyebar melalui
saraf sensoris dari jaringan kutaneus, menetap pada ganglion serebrospinalis dan
ganglion saraf kranial. Pada saat daya tahan tubuh turun. Virus yang berdiam di dalam
ganglion kranialis dapat reaktivasi dan saat aktif akan menginfeksi persarafan termasuk
saraf fasialis dan vestibulokoklearis. Parese nervus VII timbul akibat reaktivasi virus
varisela zoster yang menetap pada ganglion genikulatum dan proses ini disebut dengan
ganglionitis. Ganglionitis menekan selubung jaringan saraf, sehingga menimbulkan
gejala pada nervus VII. Akibat infeksi langsung virus varicella zoster pada nervus
vestibulokoklearis, maka timbul gejala berkurangnya pendengaran, tinnitus, gangguan
keseimbangan dan keluhan vertigo, karena secara anatomi, letak nervus fasialis sangat
dekat dengan nervus vestibulokoklearis. VZV yang bermigrasi dari ganglion genikulatum
ke kulit sekitar telinga atau ke orofaring melalui serabut saraf sensoris dimana virus
tersebut bereplikasi dan memproduksi zoster. pada Sindrom Ramsay Hunt sering terjadi
keterlibatan nervus kranialis VIII yang menyebabkan tuli sensorineural.
Reaktivasi fase laten virus herpes zoster sebagai penyebab sindrom Ramsay Hunt
dapat dijelaskan dengan adanya aktivasi kutaneus secara simultan karena migrasi virus
secara sentrifugal di saraf sensoris, selain itu didapatkan konsentrasi Gd (Godolinum)
yang meningkat sebagai indikasi inflamasi aktif pada area ganglion genikulatum terlihat
pada fase akut di MRI, dan adanya infiltrasi sel inflamasi di sekeliling ganglion
genikulatum terlihat pada histopatologi tulang temporal. Patogenesis gejala
cochleovestibular pada sindrom Ramsay Hunt terjadi sebagai akibat adanya virus herpes
zoster di mukosa telinga bagian tengah yang dapat menyebabkan virus herpes zoster
menyebar ke labirin malalui pembukaan kanal nervus fasialis. Dengan penyebaran ini,
virus herpes zoster menginfeksi ganglia vestibular dan spiral secara laten dan reaktivasi
akan menyebabkan permasalahan vestibulocochlear. Kejadian tuli sensorineural
yang mendadak atau kasus neuritis vestibular dapat disebabkan oleh reaktivasi VZN9
Gambar 2.6 Patogenesis Herpes Zoster Otikus
Vesikel/Erupsi
2.2.6 Diagnosis2,8,9
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
Anamnesis
Pasien dengan gejala berupa :
o nyeri pada telinga, nyeri pada mata
o rasa tebakar di sekitar telinga, wajah, mulut, dapat juga
terjadi di lidah.
o mual dan muntah dapat terjadi,
o disertai gangguan pendengaran, hiperakusis atau tinitus.
Dari dalam anamnesis riwayat penyakit dahulu bisa didapatkan
ada riwayat terkena penyakit cacar air. Penyakit ini didahului
dengan gejala prodromal berupa nyeri kepala, nyeri telinga, lesu,
demam, sakit kepala, mual dan muntah. Lesi terdapat di telinga
luar dan sekitarnya, kelainan berupa vesikel berkelompok di atas
daerah yang eritema, edema dan disertai rasa nyeri seperti terbakar
pada telinga dan kulit sekitarnya (nyeri radikuler).Gejala yang
biasanya dikeluhkan adalah nyeri telinga paroksismal, ruam pada
telinga atau mulut (80% pada kasus yang ada, ruam bisa menjadi
awal dari adanya paresis), ipsilatereal lower motor neuron paresis
wajah (N. VII), vertigo, ipsilateral ketulian (50% kasus), tinnitus,
sakit kepala, diastrhia, gait ataxia, cervical adenopathy. Nyeri
telinga sering kali nyeri menjalar ke luar telinga sampai ke daun
telinga.Nyeri bersifat konstan, difus, dan tumpul. Nyeri muncul
biasanya beberapa jam sampai beberapa hari setelah muncul ruam.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan didapatkan :
Pemeriksaan penunjang
o Pemeriksaan laboratorium
o Tes Serologi
o CT scan
2.2.7 Tatalaksana8,9
Penanganan awal dengan kombinasi antiviral dan kortikosteroid
dikatakan efektif untuk menangani Sindroma Ramsay Hunt. Kortikosteroid
dapat mengurangi inflamasi dari nervus kranial dan mengurangi nyeri serta
gejala neurologis, sedangkan asiklovir oral digunakan untuk infeksi yang
disebabkan herpes virus seperti virus varisela-zoster. Obat anti viral
merupakan standar terapi lini pertama pada SRH.
Indikasi pemberian kortikosteroid harus sedini mungkin untuk
mencegah terjadinya paralisis. Biasanya 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu
dosis diturunkan secara bertahap.
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium
vesikel diberikan bedak salisil 2% dengan tujuan protektif untuk mencegah
pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosive diberikan
kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.Bila
paralisis fasial menetap lebih dari 60 hari tanpa tanda-tanda perbaikan,
tindakan dekompresi harus dikerjakan. Dalam hal ini dekompresi dikerjakan
pada segmen horizontal dan ganglion genikulatum.
Berikut adalah pilihan terapi yang dapat digunakan untuk
tatalaksana herpes zoster otikus:
Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri dan
vertigo yang terjadi karena adanya inflamasi pada serabut saraf N VII.
Kortikosteroid tidak dianjurkan pada pasien herpes zoster otikus yang
menderita penyakit keganasan atau menjalani kemoterapi, karena dapat
memicu Disseminated Herpes Zoster.
Antivirus
Pemberian antiviral ini sudah sesuai dengan teori bahwa pemberian
antiviral dengan analog nukleosida seperti asiklovir, famciclovir,
valasiklovir dan analog pirofosfat seperti foscarnet efektif terhadap
VZV. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat sintesis DNA
dengan menghambat polymerase DNA virus. Asiklovir sendiri meski
memiliki efektivitas yang lebih rendah dibanding famsiklovir atau
valasiklovir yang bersifat prodrug sehingga lebih banyak diserap tubuh
dan memiliki efek antiviral lebih banyak ketika diberikan per oral
sehingga frekuensi minum obatnya tidak sebanyak asiklovir.
Dosis yang diberikan:
o Antivirus
- Acyclovir 5x800 mg/hari selama 5-7 hari atau Acyclovir IV 10
mg/kgbb/8 jam selama 7 hari
- Valacyclovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari, atau
- Famcyclovir 3x750 mg/hari selama 7 hari diketahui memiliki
efek yang paling baik untuk mengurangi postherpetic neuralgia
(tetapi harus dipantau karena meningkatkan enzim hati)
Farmakoterapi tambahan
o Analgesik untuk mengurangi nyeri
o Antipruritik untuk gatal
Tatalaksana infeksi sekunder oleh bakteri
o Biasanya terjadi karena vesikel yang tereskoriasi akibat
garukan
o Gunakan H2O2 untuk membersihkan vesikel/krusta
o Jika terjadi ulserasi, dapat diberikan salep antibiotik,
misalnya salep kloramfenikol.
2.2.10 Pencegahan8,10
Pencegahan herpes zoster dapat dilakukan dengan cara
menjaga daya tahan dan kesehatan tubuh dan menjauhkan diri
dari stress. Pencegahan dapat pula ditempuh dengan pemberian
vaksin VZV. Vaksin VZV menginduksi imunitas seluler
spesifik VZV yang berguna untuk perlindungan jangka
panjang terhadap VZV. Imunisasi VZV menugaskan sel T
untuk berproliferasi dan memproduksi limfokin sebagai respon
dari protein IE62 dan glikoprotein virus dan menginduksi sel T
sitotoksik yang dapat melisiskan protein yang diekspresikan
oleh VZV.
2.2.11 Prognosis7,9,10
Diagnosa yang ditegakkan lebih cepat dan mendapat terapi
sebelum 72 jam setelah onset memberikan hasil yang lebih baik. Pada
infeksi yang lama mungkin dapat terjadi paralisis fasialis yang
permanen. Sejumlah besar pasien akan mengalai penyembuhan
sepenuhnya setelah sebelumnya mengalami paralisis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Herpes zoster otikus adalah kumpulan gejala yang terdiri dari erupsi herpetik
pada telinga luar (pada meatus akustikus eksternus dan periaurikula) dan palatum
molle, nyeri yang hebat, disertai paralise nervus fasialis akut, yang disebabkan
reaktivasi herpes zoster yang sedang dalam masa dormansi di ganglion genikuli
nervi fasialis. Penyebabnya adalah Varicella Zoster Virus (VZV).
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Adapun penanganan awal dengan kombinasi antiviral dan
kortikosteroid. Kortikosteroid dapat mengurangi inflamasi dari nervus kranial dan
mengurangi nyeri serta gejala neurologis, sedangkan asiklovir oral digunakan
untuk infeksi yang disebabkan herpes virus seperti virus varisela-zoster. Obat anti
viral merupakan standar terapi lini pertama pada SRH.
Pencegahan herpes zoster dapat dilakukan dengan cara menjaga daya tahan
dan kesehatan tubuh dan menjauhkan diri dari stress serta dengan pemberian
vaksin VZV. Diagnosa yang ditegakkan lebih cepat dan mendapat terapi sebelum
72 jam setelah onset memberikan hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA