Anda di halaman 1dari 23

KELUMPUHAN NERVUS FACIALIS TIPE PERIFER

Fine Farhani Muliati Rahman, Normawati Rahman, Daud Rante Tasak

I. PENDAHULUAN
Saraf fasialis merupakan saraf yang kompleks dan memiliki keunikan
dalam hal fungsi maupun anatomi, sehingga sering terlibat pada patologi
kepala-leher. Secara anatomi, saraf fasialis terbagi atas 3 segmen yaitu
intrakranial, intratemporal dan ekstratemporal.1
Parese saraf fasialis yang akut dapat disebabkan oleh proses inflamasi,
infeksi, iatrogenik, traumatik dan idiopatik. Parese saraf fasialis perifer
merupakan kelemahan jenis lower motor neuron yang terjadi bila nukleus
atau serabut distal saraf fasialis terganggu, yang menyebabkan kelemahan
otot-otot wajah.2
Parese saraf fasialis dapat juga terjadi akibat operasi otologi. Risiko
terjadinya trauma meningkat pada anak-anak dengan kelainan atau
malformasi telinga kongenital. Begitu juga pada bayi yang memerlukan
operasi mastoid. Monitor sistem saraf fasialis selama operasi perlu
dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya trauma akibat operasi telinga
pada anak.2
Prevalensi kelumpuhan wajah pada populasi umum sekitar 1: 5000,.
dalam dua pertiga kasus, penyebabnya tidak diketahui. Pada kelumpuhan
nervus facialis terjadi perubahan otot-otot ekspresi pada wajah tergantung
tingkat lesi. Dalam kebanyakan kasus, dapat bersifat reversibel setelah di
terapi, baik dengan pengobatan berdasarkan klinis maupun tindakan
bedah. Namun, sekitar 20% pasien mengalami Sekuele, mulai dari
kelumpuhan yang bersifat ringan sampai kelumpuhan total pada otot
wajah.3,4

II. DEFINISI
Kelumpuhan nervus fasialis (N.VII) merupakan kelumpuhan pada
otot-otot wajah. Nervus facialis merupakan saraf kranial terpanjang yang

1
berjalan di dalam tulang, sehingga sebagian besar kelainan nervus fasialis
terletak di dalam tulang temporal.5
Gejala pada lesi perifer nervus fasial terdapat pada sisi yang sama
dengan lesi. Mungkin didapati hilangnya gerakan otot dahi sebagian atau
total; ketidakmampuan untuk menutup mata (fenomen bell berupa gerakan
bola mata ke atas dan ke luar ketika penderita berusaha menutup matanya;
paralisis parsial yang tampak sebagai pelebaran fisura palpebra);
ketidakmampuan menggerakan sudut mata, mengerutkan bibir, atau
mengembangkan cuping hidung; wajah tampak jatuh atau kaku dan kerut-
kerut dikulit menghilang, sensasi pengecap pada 2/3 anterior lidah
menghilang, lakrimasi berkurang.6
III. ANATOMI NERVUS FACIALIS
Secara embriologi saraf fasialis berasal dari arkus brachialis cabang
kedua atau hyoid arch. Struktur persarafan berasal dari perkembangan
Reichert’s cartilage. Saraf fasialis terdiri tidak kurang dari 10.000 neuron,
7.000 mielin dan mempersarafi otot-otot wajah. 3.000 serat saraf berfungsi
sebagai komponen motoris, sensoris dan parasimpatis. Perjalanan saraf
fasialis terbagi atas bagian intrakranial dan ekstrakranial. Bagian
intrakranial berawal dari area motorik kortek serebri yang terletak di girus
presentralis dan post sentralis, yang berfungsi sesuai dengan
homonkulusnya sampai keluar dari foramen stilomastoid di tulang
temporal.2
Sinyal dari korteks dihantarkan melalui fasikulus jaras kortikobulbar
menuju kapsula interna, lalu menuju bagian atas midbrain sampai ke batang
otak bagian bawah untuk bersinaps pada nukleus N VII di pons. N VII
mempunyai 2 nukleus yaitu nukleus superior dan inferior. Serabut dari
kedua inti meninggalkan batang otak bersama-sama saraf Wrisberg atau
saraf intermedius dan saraf vestibulokokhlearis (N VIII) melewati sudut
cerebelopontin menuju tulang temporal melalui porus akustikus internus.2

2
Gambar 1. Anatomi nervus fasialis.5
Panjang serabut saraf dari nukleus sampai porus kanalis akustikus
internus sekitar 15,8 mm, yang dilapisi oleh piamater dan digenangi oleh
cairan serebrospinal. Di dalam kanalis akustikus internus, saraf fasialis dan
saraf intermedius berjalan superior dari N VIII sepanjang 8-10 mm sampai
dengan fundus kanalis akustikus internus. Selanjutnya di dalam tulang
temporal, saraf fasialis berjalan dalam saluran tulang yang disebut kanal
Fallopi. Intratemporal, saraf fasialis berjalan membentuk huruf Z sepanjang
28-30 mm, yang terbagi atas segmen labirin, timpani dan mastoid.2
Segmen labirin berawal dari fundus kanalis akustikus internus sampai
ganglion genikulatum, sepanjang 3-5 mm. Terletak di bawah fossa media,
dengan koklea terletak di anterior, ampula kanalis semisirkularis lateral dan
posterior terletak di posterior dan lateralnya. Segmen ini merupakan segmen
terpendek dan tertipis. Bagian tersempit dari kanal Fallopi adalah bagian
pintu masuknya, dengan diameter 0,68 mm. Di segmen ini, saraf fasialis
mengisi 83% kanal. Serabut saraf tersusun jarang dan tidak dibungkus
epineurium, dengan pendarahan yang tanpa anastomosis. Dari ganglion
genikulatum, keluar cabang pertama saraf fasialis, yaitu N. Petrosus mayor.
Saraf ini membawa serabut motorik sekretorik ke kelenjar lakrimal. Cabang
kedua adalah N. Petrosus eksternal, membawa serabut simpatis ke arteri
meningen media. Cabang ketiga adalah N. Petrosus minor, yang akan
bergabung dengan serabut pleksus timpani yang dipersarafi oleh N IX. Pada
ganglion genikulatum bagian distal, saraf fasialis akan membelok ke
belakang secara tajam membentuk sudut (genu) dan mulai memasuki kanal
Fallopi segmen timpani atau horizontal sepanjang 8-11 mm dan saraf
fasialis mengisi 73% kanal.2

3
Bagian akhir dari segmen timpani adalah genu eksterna, di sini saraf
fasialis membelok tajam ke arah bawah. Segmen mastoid berawal dari genu
eksterna, yang terletak posterolateral dari prosesus piramid. Saraf fasialis
berjalan vertikal ke bawah di dinding anterior prosesus mastoid. Segmen ini
merupakan segmen terpanjang saraf fasialis intratemporal yaitu sekitar 10-
14 mm dengan saraf fasialis mengisi 64% kanal Fallopi. Di segmen ini
terdapat 3 cabang, yaitu: 1). Saraf ke m. Stapedius 2). N. Korda timpani 3).
Persarafan dari cabang aurikular nervus vagus yang membawa serabut nyeri
pada liang telinga posterior. 2
Saraf fasialis keluar dari kanal fallopi melalui foramen stilomastoid,
kemudian berjalan di anterior otot digastrikus posterior dan lateral dari
prosesus stiloid, arteri karotis eksterna dan vena fasialis posterior, kemudian
memasuki kelenjar parotis dan bercabang menjadi 2 cabang utama, yaitu
divisi atas dan bawah di pes anserinus. Setelah percabangan utama tersebut,
kemudian mengalami 5 percabangan, yaitu cabang temporal (frontal),
zigomatikus, bukal, mandibula dan servikal. Saraf-saraf ini menginversi 23
pasang otot wajah dan muskulus orbicularis oris.2

4
Gambar 2 : Diagram skematik dari saraf fasialis yang memperlihatkan
distribusi motorik, rasa pengecapan, dan parasimpatik.2

Gambar 3 : Saraf fasialis dan percabangannya.5


Ket : 1. Cabang temporal, 2. Cabang zigomatikum, 3. Cabang Bukal, 4.
Maskulus Masseter, 5. Cabang Mandibular Marginal, 6. Musculus
Digastrikus Anterior, 7. Cabang Cervical, 8. Kelenjar Parotis, 9. Musculus
Digastricus Posterior, 10. Saraf Fasialis, 11. Pes Anserinus

Area kortek motorik wajah diperdarahi oleh Rolandic branch dari


arteri serebralis media. Di pons, saraf fasialis mendapat suplai makanan dari
Arteri Serebelaris Anterior Inferior (Anterior Inferior Cerebelaris Artery /
AICA). AICA merupakan cabang dari A. Basilaris, memasuki kanalis
akustikus internus bersama dengan saraf fasialis. Saraf fasialis segmen
intrapetrosal (ekstramedularis) mendapat suplai darah dari cabang petrosal
superfisialis dari a. Meningeal media. Sedangkan bagian distal sampai
foramen stylomastoid mendapat pendarahan dari a. Aurikularis posterior.2

IV. FISIOLOGI NERVUS FACIALIS


Nervus facialis terdiri atas 3 komponen, yaitu komponen motoris,
sensoris dan parasimpatis. Komponen motorik mempersarafi otot wajah,
kecuali musculus levator palpebra superior. Selain otot wajah nervus facialis
juga mempersarafi musculus stapedius dan venter posterior musculus
digastrikus. Komponen sensoris mempersarafi dua pertiga anterior lidah
untuk mengecap, melalui nervus corda timpani. Komponen parasimpatis
memberikan persarafan pada glandula lakrimalis, glandula submandibula
dan glandula lingualis.5
Berikut adalah otot-otot wajah dengan saraf fasialis yang
mempersarafinya (dikutip dari kepustakaan).2

5
Cabang Nervus
Otot Fungsi
Facialis
1. Auricula posterior 1. Menarik telinga ke
2. Oksipitofrontalis belakang
Auricula Posterior
2. menarik kulit kepala ke
belakang
1. Auricula anterior 1. menarik telinga ke depan
2. Auricula superior 2. mengangkat pinna
3. oksipitofrontalis 3. menarik kulit kepala ke
4. Korugator supersilia depan
Temporal 5. procerus 4. menarik alis ke medial
dan bawah
5. menarik alis bagian
tengah ke bwah
Orbicularis okuli Menutup mata dan kontraksi
Temporal dan zigomatik kulit sekitar mata.
Zigomatikus mayor Mengangkat sudut mulut
Zigomatik dan
Buccal
1. Zigomatikus minor 1. Mengangkat bibir atas
2. Levator labii superior 2. Mengangkat bibir atas &
3. Levator labii sup ala nasi lipatan nasolabial bagian
4. Risorius tengah
5. Businator 3. Mengangkat lipatan
6. Levator anguli oris nasolabial bagian medial
7. Orbikularis oris dan ala nasi
8. Nasalis dilator nares 4. Menarik ke lateral saat
9. Nasalis compressor nares senyum
5. Menarik tepi mulut ke
Buccal
belakang dan
mengembungkan pipi
6. Menarik tepi mulut ke
atas dan garis tengah
7. Menutup &
mengembungkan bibir
8. Mengembangkan lubang
hidung
9. Mengecilkan lubang
hidung
Depressor angulus oris Menarik tepi mulut ke
Buccal & Mandibula
bawah
1. Depressor labii inferior 1. Menarik bibir bawah ke
Mandibular 2. Mentalis bawah
2. Menarik dagu ke atas
Platisma Menarik tepi mulut ke
Servikal
bawah

V. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Berbagai kausa paralisis fasial dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok utama yaitu traumatik dan non traumatik.(6) Etiologi kelumpuhan

6
saraf fasialis adalah bell’s palsy (60%), Infeksi atau inflamasi (10%), dan
keganasan (6%).14
A. Traumatik
1. Intrakranial
a. Sayatan dalam prosedur bedah saraf pada angulus serebelopontin
2. Intratemporal
a. Pembedahan dalam prosedur operasi pada os temporal
b. Fraktur os temporal
3. Ekstratemporal
a. Pembedahan dalam prosedur operasi kelenjar parotis atau wajah.
b. laserasi wajah.
B. Non-traumatik
1. Non-infeksi
a. Paralisis Bell
b. Sindrom Melkersson
c. Tumor angulus serebelo-pontin atau nervus fasialis
2. Infeksi
a. Otitis media
b. Herpes zooster

1. Etiopatogenesis Trauma
Saraf wajah dapat mengalami lesi traumatis sesuai dengan segmen
anatomisnya. Mulai dari sentral hingga cabang perifernya. Lesi traumatis
saraf wajah paling sering ditemukan pada fraktur tulang temporal akibat
trauma kraniocerebral. Pada trauma kepala , fraktur tulang temporal terjadi
pada 18% sampai dengan 40% kasus. Pada sebagian besar kasus, fraktur
bersifat unilateral, namun pada 9% -20% kasus, terjadi fraktur tulang
temporal bilateral.7
Ganglion genikulatum saraf fasialis merupakan tempat tersering
terkena trauma. Walaupun fraktur transversal hanya terjadi 10-20% dari
fraktur tulang temporal, tapi jenis fraktur ini paling banyak menyebabkan
parese saraf fasialis. Tulang temporal terdiri dari bagian tulang skuama,
mastoid, petrous dan timpani. Bersama-sama tulang oksipital, parietal,
sfenoid, dan zigomatikum akan membentuk dinding lateral dan dasar
tulang tengkorak atau bagian tengah dan posterior dari fossa kranialis.
Tulang mastoid disusun dari bagian protrusion inferior tulang skuama dan
tulang petrous. Trauma tulang temporal ini sangat rawan terjadi kerusakan
organ-organ intratemporal. Tulang temporal menutupi organ-organ penting

7
seperti saraf fasialis, saraf vestibulokoklearis, koklea dan labirin, tulang-
tulang pendengaran, membran timpani, kanalis akustikus eksternus,
temporomandibular joint, vena jugularis serta arteri karotis. Struktur
intrakranial seperti lobus temporalis, meningen, saraf abdusens dan batang
otak juga dapat mengalami kerusakan akibat trauma tulang temporal,
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya fistula liquor cerebro spinal,
meningitis dan herniasi batang otak.2

2. Etiopatogenesis Idiopatik
Paralisis Bell adalah penyakit paralisis perifer nervus fasial unilateral
tanpa diketahui sebabnya (idiopatik). Teori penyebab paling sering
dikemukakan adalah vasospasme perifer pembuluh darah yang mendarahi
nervus fasialis, atau mononeuritis virus. Hal ini menimbulkan terjadinya
edema saraf, secara sekunder menganggu aliran kapiler dan limfe ke saraf,
sehingga terjadi gangguan fungsi yang parsial atau total.6
Jaringan fibrosa sekitar saraf pada tempat keluarnya dari foramen
stilomastoid merupakan titik konstriksi pada paralisis bell. Edema saraf
dan jaringan fibrosa akan menganggu aliran vena dan drainase limfe, yang
kemudian akan memperberat edema, sehingga membentuk seperti
lingkaran setan.6
3. Etiopatogenesis Infeksi
Infeksi yang terletak pada saraf wajah, ganglion geniculate, atau
infeksi pada daerah proximal dapat menyebabkan kelumpuhan nervus
facialis perifer.7
Virus herpes memiliki kemampuan unik untuk menyebabkan infeksi
laten. Virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dan virus varicella-zoster
memiliki sifat neurotropisme, yang menyebabkan infeksi laten pada
sistem saraf perifer. Jalur masuk infeksi virus yang menyebabkan
kelumpuhan nervus fasialis perifer adalah mukokutaneus. HSV-1 dapat
bersifat laten di ganglion geniculate, serta dapat aktif kembali saat terjadi
imunosupresi,. Infeksi HSV-1 menyebabkan demielinisasi serat saraf oleh
mekanisme yang dimediasi oleh sistem imun.Selain itu, Virus varicella-
zoster, virus Coxackie, virus influenza atau vaksin anti-influenza,

8
cytomegalovirus, virus gondok, virus campak , HIV dapat menyebabkan
disfungsi nervus fasialis.7
Infeksi proksimal seperti otitis media akut dapat dikaitkan 1-1,41%
kasus dengan kelumpuhan nervus fasialis perifer. Peradangan saraf wajah
di daerah timpani pada otitis media akut disebabkan adanya hubungan
neurovaskular nervus fasialis dengan telinga tengah. Pada otitis media
suppuratif kronis, cedera saraf fasialis dapat disebabkan mekanisme
gabungan: osteitis, erosi tulang, kompresi dan pembengkakan nervus
fasialis melalui aksi langsung mikroorganisme patogen.7
4. Etiopatogenesis tumor
Tumor primer nervus fasialis jarang terjadi dan paling sering
diwakili oleh schwannoma. Schwannoma adalah tumor jinak, yang tumbuh
perlahan dan dapat ditemukan di segmen nervus fasialis manapun. Lokasi
yang paling sering terjadi adalah pada ganglion geniculate (44% -97%),
sudut pontocerebellar (24% -53%) dan meatus akustikus internus. kanal.
Prevalensi schwannoma nervus fasialis diperkirakan 2% dari semua
schwannoma intrakranial. Kelumpuhan wajah disebabkan oleh infiltrasi
tumor pada nervus fasialis.7
5. Etiopatogenesis Saraf
Penyakit degeneratif sistem saraf pusat, gangguan serebrovaskular
(iskemik atau hemoragik), tumor otak dan infeksi sistem saraf pusat dapat
menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis perifer ataupun central. Pada
stroke,kelumpuhan nervus fasialis perifer bersamaan dengan defisit
motorik dan / atau sensorik pada separuh badan. Paralisis nervus fasialis
sentral juga ditemukan. Hal ini dapat dibedakan dari kelumpuhan wajah
perifer karena defisit motorik terletak di bagian bawah separuh wajah.
Kelumpuhan wajah sentral biasanya pada sisi yang sama dengan defisit
separuh badan yang terkena. Infark sirkulasi serebral anterior
menyebabkan kelumpuhan wajah lebih sering (62,2%) dibandingkan
infark sirkulasi serebral posterior.7
Kelumpuhan Nervus fasialis dapat terjadi juga pada multiple
sclerosis. Frekuensi keterlibatan saraf kranial pada multiple sclerosis

9
adalah sebagai berikut: saraf trigeminal, saraf fasialis, saraf abducens,
saraf occulomotor, dan saraf koklea.7

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis paralisis nervus fasialis dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik berupa fungsi saraf fasialis yang meliputi
pemeriksaan Fungsi Saraf Motorik, Tonus, Sinkinesis, Hemispasme,
Gustometri, SCHIRMER Test dan Reflex Stapedius, serta pemeriksaan
penunjang lainnya berupa Elektromiografi (EMG), Elektroneurografi
(ENOG), dan uji stimulasi maksimal.5
1. Anamnesis
Diagnosis klinis didasarkan pada 3 langkah: (1) identifikasi lokasi
yang terkena, (2) etiologi yang mendasari (trauma, infeksius,
neoplastik), dan (3) stadium klinis (misalnya dengan penggunaan skala
House-Brackmann).9
Gambaran yang cermat mengenai riwayat harus mencakup onset
gejala, evaluasi kualitas gejala terkait, dan infeksi sebelumnya dan
penyakit sistemik (misalnya virus herpes simpleks, virus varicella-
zoster, neoplasma).9
Berdasarkan anamnesis dan proses terjadinya paralisis nervus
fasial dapat ditanyakan mengenai kerakter kelumpuhan wajah seperti
onset, durasi dan perkembangan kelumpuhan. Selain itu penting
ditanyakan mengenai faktor yang berkonstribusi seperti infeksi, trauma,
pembedahan (otology, parotis, atau operasi neurologis), riwayat sifilis,
HIV, tuberculosis atau infeksi herpes, paparan toksin (timbal), riwayat
otologis, neurologis, diabetes, atau riwayat kelumpuhan saraf wajah
sebelumnya. Dapat juga ditanyakan mengenai gejala yang berhubungan
seperti demam, sakit wajah, gangguan pendengaran, kepenuhan aural,
otalgia, vertigo, defisit neurologis lainnya, perubahan sensasi rasa,
perubahan penglihatan, drooling, epiphora, dysacusis, nyeri (auricular,
postauricular, atau facial).10

10
Pada stadium klinis dapat digunakan skala House-Brackmann
untuk menentukan derajat paralisis.10

Grading Fungsi
I Fungsi normal
Disfungsi ringan :
Kelemahan yang sedikit terlihat pada inspeksi dekat, bisa ada
II sedikit sinkinesis, pada saat istirahat simetri dan selaras,
pergerakan dahi sedang sampai baik, menutup mata dengan
usaha yang minimal, terdapat sedikit asimetri pada mulut jika
melakukan pergerakan.
Disfungsi sedang : kelemahan terlihat tapi tidak tampak
adanya perbedaan kedua sisi, adanya sinkinesis ringan, dapat
III ditemukan spasme, pada saat istirahat simetri dan selaras,
pergerakan dahi ringan sampai sedang, menutup mata dengan
usaha, mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang
maksimum.
Disfungsi sedang berat : tampak kelemahan bagian wajah
IV yang jelas dan asimetri, kemampuan menggerakkan dahi
tidak ada, tiak dapat menutup mata dengan sempurna, mulut
tampak asimetris dan sulit digerakkan.
Disfungsi berat : wajah tampak asimetri, pergerakan wajah
V tidak ada dan sulit dinilai, dahi tidak dapat digerakkan, tidak
dapat menutup mata, mulut tidak simetris dan sulit
digerakkan
VI Paralisis total (tidak ada pergerakan)

Dalam penelitian terhadap 353 pasien dengan kelumpuhan wajah


lama (diobati dengan toksin botulinum selama 11 tahun), Salles dkk
menemukan synkinesis pada 196 di antaranya (55,5%), termasuk
synkinesis postpartalysis pada 148 pasien (41,9%) dan synchinesis
postreanimasi pada 58 pasien. (16,4%); 10 pasien memiliki kedua jenis
synkinesis. Sebuah asosiasi ditemukan antara synkinesis pasca operasi
dan infeksi, rangsangan listrik, dekompresi saraf wajah, dan penyebab
idiopatik, sementara ditemukan hubungan antara synchinesis
postreanimasi dan lipatan mikrosurgis, transfer otot temporalis,
anastomosis wajah masseterik, dan transplantasi saraf transfusi.9

11
2. Pemeriksaan Fungsi Saraf Fasialis
Tujuan pemeriksaan saraf fasialis ialah untuk menentukan letak lesi dan
menentukan derajat kelumpuhannya. Derajat kelumpuhan ditetapkan
berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi motorik yang dihitung dalam
persen (%).5
1.1 Pemeriksaan fungsi saraf motorik
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab
untuk terciptanya mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun
urutan ke sepuluh otot-otot tersebut secara berurutan dari sisi
superior adalah sebagai berikut :
a. M. frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis
keatas
b. M. sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis
c. M. piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan
mengerutkan hidung hidung keatas
d. M. orbicularis oculi : diperiksa dengan cara dipejamkan
kedua mata kuat-kuat
e. M. zygomaticus : diperiksa dengan cara tertawa lebar
sambil memperhatikan gigi
f. M. relever komunis : diperiksa dengan cara
memoncongkan mulut kedepan sambil memperlihatkan
gigi
g. M. bucinator : diperiksa dengan cara mengemungkan
kedua pipi
h. M. orbicularis oris : diperiksa dengan cara menyuruh
penderita bersiul
i. M. triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua
sudut bibir kebawah
j. M. mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan
mulut yang tertutup rapat kedepan.5

Pada tiap gerakan dari ke sepuluh otot tersebut, kita


bandingkan antara kanan dan kiri. Untuk gerakan yang normal
dan simetris dinilai dengan angka tiga (3), sedikit ada gerakan
dinilai dengan angka satu (1), diantaranya dinilai dengan angka

12
dua (2), dan tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka
nol (0).
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal
akan mempunyai nilai tiga puluh (30).5

2.1 Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot
menentukan terhadap kesempurnaan mimik/ekspresi muka.
Freyss menganggap penting akan fungsi tonus sehingga
mengadakan penilaian pada setiap tingkat kelompok otot muka,
bukan pada setiap otot. Cawthorne mengemukakan bahwa tonus
yang jelek memberikan gambaran prognosis yang jelek.
Penilaian tonus seluruhnya berjumlah 15 yaitu seluruhnya
terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk setiap tingkatan.
Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu (-
1) sampai minus dua (-2) pada setiap tingkatan tergantung dari
gradasinya.5
3.1 Sinkinesis
Sinkinesis menentukan suatu komplikasi dari paresis fasialis
yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya
sinkinosis adalah sebagai berikut :
a. Penderita diminta untuk memejamkan mata kuat-kuat
kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada daerah
sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal pada kedua
sisi dinilai dengan angka dua (2). Kalau pergerakan pada
sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan dengan sisi
normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2),
tergantung dari gradasinya.
b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil
memperlihatkan gigi, kemudian melihat pergerakan otot-
otot pada sudut mata bawah. Penilaian seperti pada (a).
c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita
berbicara (gerakan emosi) dengan memperhatikan

13
pergerakan otot-otot di sekitar mulut. Nilai satu (1) jika
pergerakan normal. Nilai nol (0) jika pergerakan tidak
simetris.5
4.1 Hemispasme
Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering
dijumpai pada penyembuhan paresis fasial berat. Diperiksa
dengan cara penderita diminta untuk melakukan gerakan-
gerakan bersahaya seperti mengedip-ngedipkan mata berulang-
ulang maka akan jelas tampak gerakan otot-otot pada sudut bibir
bawah atau sudut mata bawah. Pada penderita yang berat
kadang-kadang otot-otot platisma di daerah leher juga ikut
bergerak. Untuk setiap gerakan hemispasme dinilai dengan
angka minus satu (-1). Fungsi motoric otot-otot tiap sisi wajah
orang normal seluruhnya berjumlah 50 atau 100%. Gradasi
paresis fasialis dibandingkan dengan nilai tersebut, dikalikan
dua untuk persentasenya.5
5.1 Gustometri
System pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh
nervus korda timpani, salah satu cabang nervus fasialis. Pada
pemeriksaan fungsi n. korda timpani adalah perbedaan ambang
rangsang antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda
50% antara kedua sisi adalah patologis.5

6.1 SCHIRMER Test atau Naso-Lacrymal Reflex


Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk mengetahui
fungsi serabut-serabut parasimpatis dari nervus fasialis yang
disalurkan melalui nervus petrosus superficialis mayor setinggi
ganglion genikulatum. Cara pemeriksaan dengan meletakkan
kertas hisap atau lakmus lebar 0,5 cm, panjang 5-10 cm pada
dasar konjungtiva. Freyss menyatakan bahwa ada beda antara
kanan dan kiri atau lebih sama dengan 50 dianggap patologis.5
3. Pemeriksaan penunjang

14
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mengetahui parese nervus fasialis adalah dengan uji fungsi saraf.
Terdapat beberapa uji fungsi saraf yang tersedia antara lain
Elektromiografi (EMG), Elektroneuronografi (ENOG), dan uji
stimulasi maksimal.12

1. Elektromiografi (EMG)
EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi.
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menentukan perjalanan respons
reinervasi pasien. Pola EMG dapat diklasifikasikan sebagai
respon normal, pola denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang
kacau yang mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun,
nilai suatu EMG sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah
paralisis akut. Sebelum 21 hari, jika wajah tidak bergerak, EMG
akan memperlihatkan potensial denervasi. Potensial fibrilasi
merupakan suatu tanda positif yang menunjukkan kepulihan
sebagian serabut. Potensial ini terlihat sebelum 21 hari.12
2. Elektroneuronografi (ENOG)
ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan
EMG. ENOG melakukan stimulasi pada satu titik dan pengukuran
EMG pada satu titik yang lebih distal dari saraf. Kecepatan
hantaran saraf dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90%
pada ENOG bila dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh
hari, maka kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna.
Fisch Eselin melaporkan bahwa suatu penurunan sebesar 25 persen
berakibat penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien
mereka, sementara 77 persen pasien yang mampu mempertahankan
respons di atas angka tersebut mengalami penyembuhan normal
saraf fasialis.12
3. Uji Stimulasi Maksimal

15
Uji stimulasi merupakan suatu uji dengan meletakkan
sonde ditekankan pada wajah di daerah saraf fasialis. Arus
kemudian dinaikkan perlahan-lahan hingga 5 ma, atau sampai
pasien merasa tidak nyaman. Dahi, alis, daerah periorbital, pipi, ala
nasi, dan bibir bawah diuji dengan menyapukan elektroda secara
perlahan. Tiap gerakan di daerah-daerah ini menunjukkan suatu
respons normal. Perbedaan respons yang kecil antara sisi yang
normal dengan sisi yang lumpuh dianggap sebagai suatu tanda
kesembuhan. Penurunan yang nyata adalah apabila terjadi kedutan
pada sisi yang lumpuh dengan besar arus hanya 25 persen dari arus
yang digunakan pada sisi yang normal. Bila dibandingkan setelah
10 hari, 92 persen penderita Bell’s Palsy kembali dapat melakukan
beberapa fungsi. Bila respon elektris hilang, maka 100 persen akan
mengalami pemulihan fungsi yang tidak lengkap. Statistik
menganjurkan bahwa bentuk pengujian yang paling dapat
diandalkan adalah uji fungsi saraf secara langsung.12

VII. DIAGNOSA BANDING

Tabel 2: Beberapa diagnosis banding berdasarkan Metode KITTENS10

Kongenital Miotonik distrofi


Infeksi dan idiopatik Idiopatik facial paralysis
Ramsay-Hunt syndrome
Otitis media/mastoiditis
Lyme disease

16
Tetanus
Trauma Head trauma
Temporal bone trauma
Iatrogenic injuries
Birth trauma
Neoplasma Parotid tumors
Facial neuromas
Acoustic neuromas
Cholesteatoma
Temporal bone tumors
Endokrin Diabetes mellitus
Neurologi Guillain-Barré sindrom
Multiple sclerosis
Myasthenia gravis
Stroke
Sistemik Sarcoidosis
Amyloidosis

VIII. PENATALAKSANAAN
Pengobatan terhadap parese nervus VII dapat dikelompokkan
dalam 3 bagian: 5,11
1. Pengobatan terhadap parese nervus fasialis
1.1 Fisioterapi
a. Heat Theraphy, Face Massage, Facial Exercise
Dianjurkan untuk menggunakan terapi panas lokal
superfisial (yaitu paket panas atau sinar inframerah) selama 15
menit / sesi untuk otot wajah sebelum stimulasi listrik (ES), pijat
atau latihan. Pijat, yang sering diresepkan untuk kelumpuhan
wajah, memperbaiki sirkulasi dan dapat mencegah kontraktur.
Latihan aktif (di depan cermin) mencegah atrofi otot dan
memperbaiki fungsi otot. Namun, latihan otot wajah yang aktif

17
tidak dapat dilakukan dengan kelumpuhan lengkap (yaitu saat FNG
adalah 6/6). Terapi panas meningkatkan sirkulasi lokal dan
menurunkan ketahanan kulit terhadap ES, sehingga intensitas arus
paling rendah dapat digunakan. ES otot bertujuan untuk
melestarikan otot terutama dalam kelumpuhan total; Dan juga
memiliki manfaat psikologis karena pasien mengamati kontraksi
otot di wajahnya yang memberinya harapan untuk sembuh dari
kelumpuhan wajah.15
b. Electrical Stimulation
Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi
lemah. Tindakan ini bertujuan untuk memicu kontraksi buatan pada
otot-otot yang lumpuh dan juga berfungsi untuk mempertahankan
aliran darah serta tonus otot.11

2.1 Farmakologi
Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan parese
nervus fasialis antara lain:9
a. Vasokonstriktor, Antimikroba
Obat ini diberikan pada kelumpuhan nervus fasialis yang
disebabkan oleh kompresi nervus fasialis pada kanal falopi. Obat
ini bekerja mengurangi bendungan, pembengkakkan, dan inflamasi
pada keadaan diatas.
b. Steroid
Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang
disebabkan oleh Bell’s Palsy.12 Meskipun steroid banyak digunakan
di Bell's palsy, kehebatannya dalam indikasi ini belum ditunjukkan
dengan jelas. Di satu sisi ada penelitian, yang dengan jelas
menunjukkan efek steroid yang menguntungkan dalam pengobatan
Bell's palsy, di sisi lain ada penelitian yang tidak menunjukkan
efek. Namun, ada konsensus umum yang menyatakan bahwa
steroid tidak efektif untuk Bell's palsy pada anak-anak, walaupun
bahkan pada anak-anak beberapa penelitian menunjukkan efek

18
steroid yang menguntungkan dibandingkan orang lain. 11 Dalam
sebuah penelitian terhadap 496 pasien dengan Bell's palsy
pemulihan penuh setelah 9 bulan dicapai pada 94% pasien yang
menerima kortikosteroid baik sendiri atau dikombinasikan dengan
asiklovir.
c. Pentoxifyllin
Efikasi pentoxifylline pada pemulihan Bell'spalsy hanya
diuji bersama dengan obat lain, terutama steroid dan dextrane
molekul rendah. Studi ini menunjukkan efek menguntungkan terapi
kombinasi semacam itu, namun obat mana yang benar-benar
bertanggung jawab atas efek menguntungkan ini, sejauh ini tidak
diketahui.11

d. Antivirus
Baru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa
penggunaan prednisone secara simultan.11 Meskipun aplikasi agen
antiviral untuk Bell's palsy tampak logis, namun jarang diberikan.
Dalam sebuah penelitian di Inggris, hanya 0,6% pasien dengan
Bell's palsy yang menerima asiklovir. Dua ulasan Cochrane terbaru
pada 246 dan 200 pasien, termasuk tiga, masing-masing, dua
percobaan acak dengan asiklovir dan steroid versus steroid saja,
asiklovir versus steroid, dan valasiklovir dengan steroid versus
steroid menyimpulkan bahwa hasil dari ketiga percobaan itu tidak
meyakinkan sehubungan dengan Manfaat jangka pendek atau
jangka panjang dan bahwa penelitian besar, multisenter, acak,
terkontrol, dan buta dengan minimal follow-up 1 tahun diperlukan
sebelum rekomendasi pasti mengenai efek asiklovir atau
valacyclovir dapat diberikan. Paling tidak, tampaknya tidak ada
perbedaan antara asiklovir dan steroid secara oral versus asiklovir
dan steroid secara intravena.11
Sebuah studi baru-baru ini terhadap 221 pasien dengan
Bell's palsy, diobati dengan valacyclovir dan prednisolone dalam 7
hari setelah onset, menunjukkan hasil yang lebih baik untuk pasien

19
yang menerima terapi kombinasi daripada kortikosteroid saja.
Dalam sebuah penelitian terhadap 247 pasien yang menerima
asiklovir pemulihan lengkap diamati pada 71% setelah 3 bulan dan
pada 85% setelah 9 bulan. Para penulis tidak menemukan manfaat
asiklovir sendiri atau manfaat tambahan asiklovir dalam kombinasi
dengan kortikosteroid. Untuk pasien dengan zoster sine herpete,
asiklovir tampaknya efektif.11
3.1 Pengobatan Psikofisikal
Akupuntur, biofeedback, dan electromyographic feedback
dilaporkan dapat membantu pentembuhan Bell’s Palsy.11 Meskipun
terbatasnya penelitian namun telah dilaporkan bahwa akupunktur
untuk Bell's palsy dalam beberapa penelitian memberikan bukti
peningkatan efek positif akupunktur dan moksibusi sebagai
pengobatan tambahan Bell's palsy.11
2. Pengobatan Sekuele ( Gejala Sisa )
Berbagai tindakan nonfarmakologis telah digunakan untuk
mengobati Bell palsy, termasuk terapi fisik (misalnya, latihan wajah,
latihan ulang neuromuskular) dan akupunktur. Tidak ada efek buruk dari
perawatan ini yang telah dilaporkan. Tinjauan menunjukkan bahwa terapi
fisik dapat menghasilkan pemulihan yang lebih cepat dan sekuele yang
berkurang. Pengobatan terhadap gejala sisa yang dapat dilakukan antara
lain:9, 13,16
a. Nyeri
Sebagian pasien dengan Bell’s Palsy dan hampir seluruh pasien
dengan Herpes Zooster Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat diatasi
dengan analgesic non-narkotik. Dapat diberikan steroid dengan dosis awal
1 mg/ kg BB/ hari dan tapering off setelah 10 hari penggunaan.13

b. Perawatan Mata
Secara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga
kelembaban mata agar tidak terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien
diminta untuk meengedipkan mata 2 sampai 4 kali permenit disamping
penggunaan obat tetes mata.11

20
Salah satu masalah terbesar dengan Bell's palsy adalah keterlibatan
mata jika celah fisura tetap terbuka. Dalam kasus ini, perawatan mata
berfokus pada perlindungan kornea akibat dehidrasi, pengeringan, atau
lecet karena penutupan atau robekan yang tidak cukup. Salep mata
diusulkan pada siang hari dan malam didukung oleh perban watchglas di
siang hari atau malam hari.11

3. Indikasi Untuk Operasi


Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi
denervasi total, tindakan operatif segera harus dilakukan dengan teknik
dekompresi nervus fasialis transmastoid.11,12
Dalam sebuah penelitian terhadap 58 pasien dengan Bell's palsy
yang mengalami denervasi melebihi 95%, dekompresi transmastoid pada
saraf wajah menghasilkan peningkatan signifikan skor HBS dan
Yanagihara 60 hari setelah onset. Dalam percobaan prospektif multi-pusat
pada pasien dengan kemungkinan sekuele jangka panjang dari Bell's palsy,
seperti yang dinilai oleh studi konduksi saraf dan elektromiografi,
dekompresi bedah saraf wajah melalui pemaparan fossa kranial tengah,
termasuk segmen timpani, genis Ganglion, segmen labirin, dan foramen
foramen, secara signifikan meningkatkan kemungkinan kembalinya
normal atau mendekati normal fungsi saraf wajah jika operasi dilakukan
dalam waktu 2 minggu setelah onset kelumpuhan total. Karena kraniotomi
fosa tengah membawa risiko pendarahan, infeksi, kejang, tuli, kebocoran
cairan serebrospinal, atau cedera saraf wajah, pendekatan bedah ini tidak
dapat direkomendasikan secara rutin kepada pasien dengan Bell's palsy
akut.11
IX. KOMPLIKASI
Setelah kelumpuhan saraf fasial perifer, regenerasi saraf yang
rusak, terutama serat otonom dapat sebagian atau pada arah yang salah.
Serat yang terlindung mungkin memberikan akson baru yang tumbuh ke
dalam bagian yang rusak. Persarafan baru yang abnormal ini, dapat
menjelaskan kontraktur atau sinkinesis (gerakan yang berhubungan) dalam

21
otot-otot ekspresi wajah. Sindrom air mata buaya (refleks gastrolakrimalis
paradoksikal) tampaknya didasarkan oleh persarafan baru yang salah. Di
perkirakan bahwa serat sekretoris untuk kelenjar air liur tumbuh ke dalam
selubung Schwann dari serat yang cedera yang berdegenerasi dan pada
asalnya serat tersebut bertanggung jawab untuk glandula lakrimalis.13
X. PROGNOSIS
Kelumpuhan saraf wajah bisa membaik hingga 1 tahun kemudian.
Pasien dengan kelumpuhan yang tidak lengkap memiliki prognosis yang
lebih baik daripada pasien dengan kelumpuhan lengkap dan semakin muda
pasien semakin baik prognosisnya. Pada pasien dengan kelumpuhan yang
tidak lengkap sampai 94% sembuh total. Bagi pasien lanjut usia dan
mereka yang memiliki kelemahan parah hasilnya kurang menguntungkan.
Tanpa pengobatan, prognosis Bell's palsy lengkap umumnya buruk, namun
sekitar 20-30% kasus ditinggalkan dengan tingkat kecacatan permanen
yang bervariasi. Sekitar 80-85% pasien pulih secara spontan dan
sepenuhnya dalam waktu 3 bulan, sedangkan 15-20% mengalami beberapa
jenis kerusakan saraf permanen.11
Sekitar 5% mungkin tetap dengan sequelae yang parah. Dalam
penelitian menyatakan bahwa, hasilnya lebih baik jika terapi dimulai
dalam 3 hari setelah onset gejala. Sekitar 10% pasien Bell's palsy
mengalami satu atau lebih kekambuhan setelah latensi rata-rata 10 tahun.11
Indikator untuk prognosis buruk Bell's palsy
1. Kelumpuhan lengkap
2. Tidak ada pemulihan selama 3 minggu
3. Umur> 60 tahun
4. Sakit parah
5. Sindrom Ramsey Hunt
6. Adanya kondisi yang menyebabkan palsi saraf wajah sekunder
Pada pasien yang sembuh tanpa pengobatan, perbaikan besar terjadi
dalam 3 minggu. Proses pemulihan fungsi baru dimulai 3 bulan setelah
onset. Jika tidak terjadi dalam waktu ini maka tidak mungkin terlihat 6
bulan. Dengan 6 bulan menjadi jelas siapa yang akan memiliki sequelae
sedang atau berat. Indikator untuk prognosis buruk tercantum pada
indikator dari prognosis bell’s palsy. Jika terjadi kelumpuhan kelumpuhan

22
wajah yang tidak sempurna, mungkin bersamaan dengan synkinesis
wajah.11

23

Anda mungkin juga menyukai