Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini dilaporkan seorang perempuan usia 46 tahun dengan keluhan
penurunan pendengaran telinga kiri sejak 1 tahun lalu. Selain itu, pasien mengeluhkan
muncul benjolan di telinga kiri ± 2 bulan lalu, disertai telinga berdenging dan nyeri
seperti disetrum serta telinga terasa seperti ditarik. Kemudian pasien juga merasakan
gatal dan keluar nanah yang berbau dari telinga kiri ± 3 hari SMRS. Keluhan serupa
dialami pasien pada bulan Novermber 2020 dan dilakukan tindakan operasi pada
bulan Januari 2021. Pasien memiliki kebiasaan mengorek telinga dengan cotton bud.
Selain itu pasien juga mengeluhkan mata kiri sering berair dan susah menutup
sempurna serta pipi terasa kencang seperti ditarik. Sisi wajah sebelah kiri terasa tebal,
kaku, dan bergerak sendiri. Pasien juga memiliki riwayat penyakit vertigo sejak 1
tahun yang lalu.
Dari hasil pemeriksaan fisik pada telinga sebelah kiri didapatkan Tampak
granulasi pada meatus akustikus eksterna, membran timpani tertutup oleh granulasi,
pantulan cahaya tidak dapat dinilai. Pemeriksaan Rontgen Mastoid menunjukkan
mastoid air cell kiri menghilamg disertai gambaran owl eye di mastoid kiri, dengan
kesan mastoiditis kronis sinistra.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
(Rontgen mastoid) yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pasien telah
mengalami otitis media supuratif kronis (OMSK) tipe maligna dengan komplikasi
parese nervus fasialis perifer. Pasien didiagnosis OMSK tipe maligna dikarenakan
pada pasien didapatkan sekret purulen dan berbau busuk yang keluar pada telinga kiri
dan terdapat kolesteatoma. Kolesteatoma adalah lesi masa kistik non-kanker yang
terbentuk dari pertumbuhan abnormal dari epitel gepeng berkreatin, debris kreatin
dengan atau tanpa reaksi inflamasi pada tulang temporal. Pertumbuhan abnormal ini
progresif, invasif dan menyebabkan destruksi dari struktur tulang di telinga tengah
dan telinga dalam. Kolesteatoma dibagi menjadi dua berdasarkan patogenesis
penyakitnya yaitu kolesteatoma kongenital dan kolesteatoma didapat. Patogenesis
kolesteatoma pasien ini adalah kolesteatoma didapat yang terjadi secara sekunder
dari migrasi epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi ke dalam kavum timpani
atau kantong retraksi membran timpani pars tensa dan membentuk kolesteatom
(migration teori menurut Hartmann), epitel yang masuk menjadi nekrotis, terangkat
ke atas. Di bawahnya timbul epitel baru yang juga terangkat hingga timbul epitel-
epitel mati, merupakan lamel-lamel.
Keluhan utama pasien adalah adanya penurunan pendengaran telinga kiri
sejak 1 tahun lalu untuk menentukan jenis tuli dan derajat ketulian pada pasien
dibutuhkan pemeriksaan garputala dan audiometri. Kehilangan pendengaran
merupakan komplikasi yang paling sering pada OMSK. Tuli konduktif pada OMSK
disebabkan oleh karena obstruksi dari transmisi gelombang suara dari telinga tengah
ke telinga dalam oleh karena adanya cairan (pus) dan perforasi membran timpani
menghilangkan konduksi suara ke telinga dalam. Infeksi kronik dari telinga tengah
menyebabkan edema dari lapisan telingah tengah, perforasi membran timpani dan
rusaknya ossikula auditiva yang menyebabkan tuli konduktif 20-60 dB. OMSK juga
dapat menyebabkan tuli sensorineural akibat rusaknya telinga dalam (koklea)
terutama pada jalur saraf yang membawa sinyal dari telinga dalam ke otak.
Keluhan telinga bernanah yang dirasakan pasien sejak 3 hari SMRS, yang
terjadi secara berulang dapat disebabkan oleh adanya aktivitas kelenjar sekretorik
telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK maligna unsur mukoid dan sekret telinga
tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.
Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau
kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada kasus ini dapat
dihubungkan dengan adanya kebiasaan mengorek telinga dengan cotton bud. Pada
OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau,
berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk
degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani
menetap pada OMSK :
a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
Pada pasien didapatkan sisi wajah sebelah kiri terasa tebal, kaku, mata kiri
sering berair dan susah menutup sempurna sehingga dapat didiagnosis parese nervus
fasialis perifer. Nervus fasialis merupakan nervus kranial terpanjang yang
berjalan di dalam tulang, sehingga sebagian besar kelainan nervus fasialis
terletak di dalam tulang temporal. Nervus fasialis terdiri atas tiga komponen
yaitu komponen sensoris, motoris dan parasimpatis. Dalam perjalanannya di
dalam tulang temporal, nervus fasialis dibagi atas tiga segmen, yaitu segmen
labirin, timpani dan mastoid. Di dalam tulang temporal, nervus ini memberikan
tiga percabangan, yaitu nervus petrosus superior mayor yang mensarafikelenjar
lakrimalis, nervus stapedius yang mensarafimuskulus stapedius dan nervus korda
timpani yang memberikan serabut perasa pada dua pertiga lidah bagian depan.
Parese nervus fasialis merupakan salah satu komplikasi dari OMSK. Paresis nervus
fasialis pada pasien OMSK dengan kolesteatom dapat disebabkan oleh salah satu
dari empat hal yaitu penekanan pada nervusfasialis, edema dan
kemerahan pada segmen tertentu, segmen yang mengalami fibrosis dan
segmen yang terputus. Beberapa ahli juga mengatakan bahwa paresis pada
pasien dengan kolesteatom dapat disebabkan oleh kolesteatom itu sendiri
melalui substansi neurotoksik yang disekresikannya dan menyebabkan kerusakan
tulang melalui rekasi enzimatik. Parese nervus fasialis yang berhubungan dengan
OMSK onsetnya bisa tiba-tiba atau bertahap. Onset yang tiba- tiba biasanya
disebabkan oleh eksaserbasi dari infeksi akut pada OMSK, sedangkan onset yang
bertahap terjadi karena kompresi dari kolesteatoma atau jaringan granulasi.
Pada kasus ini terjadi penekanan akibat kolesteatom baik disertai inflamasi
lokal ataupun tidak. Bakteri dapat mencapai nervus karena dehisen kongenital
pada kanal fallopi atau karena erosi kanal oleh jaringan granulasi atau
kolesteatom. Paresis yang disebabkan oleh kolesteatom, letak lesinya berbeda-
beda. Sebagian besar penekanan nervus terjadi pada segmen timpani. Letak lesi
lainnya dapat terjadi pada regio ganglion genikulatum, segmen mastoid atau
pada kanal auditori interna. Etiologi pasti dari parese nervus fasialis pada infeksi
telinga kronis tidak sepenuhnya diketahui, akan tetapi keterlibatan inflamasi langsung
dari nervus fasialis melalui kompresi tuba akibat edema berpengaruh dalam
patofisiologi parese nervus fasialis. Teori lainnya mempercayai bahwa kolesteatoma
dapat menyebabkan parese nervus fasialis melalui bahan neurotoksik yang
dihasilkannya atau menyebabkan kerusakan tulang melalui berbagai aktivitas enzim.
Vertigo pada pasien dapat menjadi tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan
vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Pemeriksaan rontgen mastoid dengan kesan mastoiditis kronis sinitras
menunjukkan adanya komplikasi intratemporal. Mastoiditis, didefinisikan sebagai
penebalan mukosa atau efusi mastoid, adalah umum dalam suatu otitis akut atau
kronis. Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular eritema, nyeri, dan edema,
dengan daun telinga ke arah posterior dan inferior.
Tatalaksana yang sesuai untuk pasien ini adalah terapi pembedahan
mastoidektomi yang diindikasikan pada OMSK dengan komplikasi seperti gangguan
pendengaran, parase nervus fasialis, abses subperiosteal, petrositis, meningitis, abses
serebral dan fistula labirin. Terapi operatif lainnya yang disarankan adalah
miringotomi dan dekompresi nervus fasialis. Edema dan kompresi saraf ditatalaksana
dengan dekompresi dan menghilangkan matriks kolesteatoma atau jaringan granulasi
terinfeksi. Pasien diedukasi untuk menghindari masuknya air ke telinga (menjaga
telinga tetap kering) untuk mengurangi rekurensi penyakit serta bertambah beratnya
penyakit.
Dekompresi pada saraf fasialis dapat dilakukan dengan mengangkat
kolesteatom dan jaringan granulasi yang menekan nervus, memotong bagian yang
mengalami fibrosis dan melakukan anastomosis langsung. Insisi nervus hanya
diperlukan pada paresis fasialis yang komplit. Dekompresi saraf fasialis diperlukan
pada kasus paresis komplit dengan onset akut sedangkan paresis inkomplit dengan
onset akut hanya memerlukan tindakan bedah untuk eradikasi penyebab penyakit.
Intervensi dini terhadap paresis fasialis ini dapat memberikan perbaikan fungsi
nervus yang optimal. Durasi paresis yang lama menyebabkan penurunan fungsi
nervus yang berat dan penurunan keberhasilan operasi. Pasien OMSK dengan
paresis nervus fasialis harus dioperasi segera. Dalam satu penelitian dilakukan operasi
pada hari ke 15 atau lebih setelah onset paresis. Hasil yang didapatkan bervariasi dan
disimpulkan bahwa infeksi yang lama pada serat nervus menyebabkan kerusakan
yang irreversible. Penelitian lain melakukan operasi dekompresi pada hari ke 15 dan
73% pasien mengalami perbaikan komplit dalam waktu beberapa bulan setelah
tindakan operasi.
Prognosis pada pasien ditentukan dari onset paralisis nervus fasialis sampai
dilakukannya operasi. Durasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan yang lebih
parah dari nervus fasialis dan hasil pembedahan yang buruk. Perforasi membran
timpani dapat menutup secara spontan, akan tetapi gangguan pendengaran ringan
sampai sedang masih dapat menetap. Frekuensi komplikasi dapat berkurang jika
diterapi dengan efektif dan tepat, akan tetapi masih erosif dan efek penyebaran dari
kolesteatoma yang menyebabkan prognosis yang parah.

Anda mungkin juga menyukai