Disusun Oleh :
196100802052
Pembimbing :
KEPANITERAAN KLINIK
SMF RADIOLOGI
RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 196100802052
Fakultas : Kedokteran
Pembimbing Materi
dr.Uusara, Sp.Rad
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
NIM : 196100802052
196100802052
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya, penyusunan referat yang berjudul “Gambaran Radiologi Tumor
Nasofaring” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Referat ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di bagian Radiologi di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Penulis menyadari bahwa dalam proses
penulisan referat ini banyak mengalami kendala, namun berkat dan bantuan,
bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga kendala-kendala yang
dihadapi tersebut dapat diatasi.
Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. Uusara,
Sp.Rad yang juga turut membimbing dan membantu saya dalam penyusunan referat
ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Kiranya referat ini dapat berguna
dan membantu dokter-dokter muda selanjutnya maupun mahasiswa jurusan kesehatan
lain yang sedang dalam menempuh pendidikan. Referat ini berguna sebagai referensi
dan sumber bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN............................................................................. ii
KATA PENGANTAR......................................................................................... iv
DAFTAR ISI........................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................
Error! Bookmark not defined.1
1.1 Latar Belakang........................................................................
Error! Bookmark not defined.1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................
Error! Bookmark not defined.2
2.1 Anatomi...................................................................................
Error! Bookmark not defined.2
2.2 Definisi ...................................................................................
Error! Bookmark not defined.2
2.3 Etiologi....................................................................................
Error! Bookmark not defined.3
2.4 Epidemiologi...........................................................................
Error! Bookmark not defined.4
2.5 Manifestasi Klinis...................................................................
Error! Bookmark not defined.4
2.6 Diagnosis.................................................................................
Error! Bookmark not defined.5
2.7 Penatalaksanaan .....................................................................
Error! Bookmark not defined.13
BAB III KESIMPULAN...............................................................................
Error! Bookmark not defined.16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 17
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Gejala yang paling sering ditemukan ialah hidung tersumbat yang progresif
dan epistaksis berulang yang masif. Adanya obstruksi hidung memudahkan terjadinya
penimbunan sekret, sehingga timbulnya rhinorea kronis yang diikuti oleh gangguan
penciuman. Tuba eustachius akan menimbulkan ketulian atau otalgia. Sefalgia hebat
biasanya menunjukkan bahwa tumor sudah meluas ke intrakranial.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Anatomi
Nasofaring merupakan suatu ruang berstruktur tabung berdinding
muskuloskeletal dan berbentuk kuboid yang berada di belakang rongga hidung
dengan ukuran panjang sekitar 3-4 cm, lebar 4 cm, dan tinggi 4 cm dengan batas-
batas sebagai berikut:1
1) Pada bagian anterior adalah bagian akhir dari cavum nasalis atau choana.
2) Pada bagian superior adalah dasar tulang tengkorak (basis cranii) dari rongga
sinus sfenoidalis sampai dengan bagian ujung atas clivus.
3) Pada bagian posterior adalah clivus, jaringan mukosa dari faring sampai
palatum molle, serta vertebra cervicalis 1-2.
4) Pada bagian inferior adalah sisi atas palatum molle (soft palate) dan orofaring.
5) Pada bagian lateral adalah parafaring, otot-otot mastikator faring, tuba
eustachius, torus tubarius, dan fossa Rossenmulleri.
1.2. Definisi
Tumor nasofaring adalah massa yang terdapat di nasofaring. Tumor
nasofaring dibagi menjadi tumor jinak dan tumor ganas. Berbagai jenis tumor jinak
dapat ditemukan di daerah nasofaring seperti papiloma, hemangioma, dan
angiofibroma nasofaring. Sedangkan tumor ganas yang banyak ditemukan adalah
karsinoma nasofaring.2
2
3
1.3. Etiologi
Penyebab angiofibroma nasofaring masih belum jelas, secara gasris besar
dibagi menjadi teori jaringan asal, yaitu lesi berasal dari perlekatan bagian posterior
konka media dan dekat perbatasan superior foramen sfenopalatina dan faktor
ketidakseimbangan hormonal oleh karena tumor banyak ditemukan pada laki-laki
remaja sebagai penyebab adanya kekurangan androgen dan kelebihan estrogen.3
Penyebab karsinoma nasofaring dibagi menjadi 3, yaitu:2
1) Genetik
Perubahan genetik mengakibatkan proliferasi sel-sel kanker secara tidak
terkontrol akibat dari mutasi, putusnya kromosom, dan kehilangan sel-sel
somatik. Sejumlah laporan menyebutkan bahwa HLA (Human Leucocyte
Antigen) berperan penting dalam kejadian karsinoma nasofaring.
2) Virus Epstein-Barr
Virus ini merupakan virus DNA yang diklasifikasi sebagai anggota famili
virus Herpes. Virus tersebut masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal tanpa
menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk
mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Jadi adanya virus ini tanpa
faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan.
4
3) Lingkungan
Ikan yang diasinkan kemungkinan sebagai salah satu faktor terjadinya kanker
nasofaring. Faktor lain yang diduga berperan dalam terjadinya kanker
nasofaring adalah debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar, asap
dupa, serbuk kayu industri, dan obat-batan tradisional. Dan juga kebiasaan
merokok dalam jangka waktu lama mempunyai resiko tinggi menderita
kanker nasofaring.
1.4. Epidemiologi
Tumor jinak angiofibroma nasofaring jarang ditemukan, frekuensinya 1/5.000
– 1/60.000 dari pasien THT, diperkirakan hanya 0,05% dari tumor nasofaring. Tumor
ini umumnya terjadi pada laki-laki dekade ke-2 antara 7-19 tahun. Jarang terjadi pada
usia > 25 tahun.
Angka kejadian karsinoma nasofaring paling tinggi ditemukan di Asia dan
jarang ditemukan di Amerika dan Eropa. Angka kejadian di Indonesia adalah cukup
tinggi yaitu 4,7 : 100.000 kasus pertahun.
B. Karsinoma Nasofaring
Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala
nasofaring, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta metastasis atau gejala di leher.
- Gejala nasofaring : berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung.
- Gejala telinga : merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor
dekat muara tuba eustachius (Fossa Rosenmuller). Berupa tinitus, rasa tidak
nyaman di telinga sampai rasa nyeri.
- Gejala mata dan saraf : penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai
saraf ke III, IV, V, dan VI. Sehingga sering terjadi diplopia dan neuralgia
trigeminal.
- Metastasis ke kelenjar leher : berupa benjolan yang mendorong pasien untuk
berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan lain.
1.6. Diagnosis
A. Angiofibroma Nasofaring
Karena tumor sangat mudah berdarah, sebagai pemeriksaan penunjang
diagnosis dilakukan pemeriksaan radiologi konvensional CT Scan serta pemeriksaan
arteriografi. Pada pemeriksaan radiologi konvensional (foto kepala potongan antero-
posterior, lateral, dan posisi Waters) akan terlihat gambaran klasik yaitu sebagai tanda
“Holman Miller” yaitu pendorongan prosesus pterigoideus ke belakang, sehingga
fissura pterigopalatina melebar. Akan terlihat juga adanya massa jaringan lunak di
daerah nasofaring yang dapat mengerosi dinding orbita, arkus zigoma, dan tulang
sekitar nasofaring.
Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak perluasan massa
tumor serta desruksi tulang ke jaringan sekitarnya.
6
B. Karsinoma Nasofaring
Pemeriksaan radiologi untuk mendiagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan
adanya tumor pada daerah nasofaring, menentukan lokasi yang lebih tepat pada tumor
tersebut, menentukan ukuran tumor, mencari dan menentukan luas penyebaran tumor
8
1) Foto Polos
Beberapa posisi untuk mencari adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu
posisi Waters, lateral, dan AP. Menunjukkan massa jaringan lunak di daerah
nasofaring. Foto dasar tulang tengkorak memperlihatkan destruksi atau erosi
tulang di daerah fossa serebri media.
Gambar 2.6. Foto Polos Dasar Tengkorak : erosi tulang di bagian dari sfenoid dan
foramen laserum
Gambar 2.7. Foto Polos Dasar Tengkorak : erosi dari fossa serebri media kiri
2) CT Scan
Digunakan melihat dari fossa rosenmuller yang terletak di lateral nasofaring.
Gambar 2.11. CT Scan Koronal : massa di atap nasofaring (kiri), masa di nasofaring
dan sinus kavernosus kanan
11
3) MRI
Untuk mendeteksi keterlibatan dasar tengkorak dan bidang lemak, setidaknya
dalam bidang aksial yang digunakan untuk menilai tambahan dari penyebaran
awal tumor parafaringeal, invasi sinus paranasal, efusi telinga tengah dan
deteksi KGB servikal. Sedangkan tanpa supresi lemak digunakan untuk
melihat jangkauan tumor, termasuk penyebaran perineural dan perluasan
tumor intrakranial, dengan ketebalan slice 3-5 mm.
Gambar 2.12. MRI Potongan Sagital : tumor primer dari karsinoma nasofaring dan
metastasisnya ke dinding lateral retrofiring
4) USG Abdomen
Untuk menilai metastasis organ-organ intra abdomen. Apabila dapat keraguan
pada kelainan yang ditemukan dapat dilanjutkan dengan CT scan abdomen
dengan kontras.
5) Foto Thoraks
Untuk melihat adanya noduk di paru atau apabilan dicurigai adanya kelainan
maka dianjurkan dengan CT Scan thoraks dengan kontras.
12
6) Bone Scan
Untuk melihat adanya metastasis pada tulang.
Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus
Epstein-Barr telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksu karsinoma nasofaring.
Pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan biopsi nasofaring. Pada WHO ada 3
bentuk karsinoma nasofaring, yaitu karsinoma sel skuamosa (berkeratinisasi),
karsinoma tidak berkeratinisasi, dan karsinoma tidak berdiferensiasi.
Stadium menurut UICC (2002) yaitu :
T : Tumor Primer
T0 Tidak tampak tumor
T1 Tumor terbatas di nasofaring
T2 Tumor meluas ke jaringan lunak
T2a Perluasan tumor ke orofaring dan atau rongga hidung tanpa perluasan ke
parafaring
T2b Disertai perluasan ke parafaring
T3 Tumor menginvasi struktur tulang dan atau sinus paranasal
T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau terdapat keterlibatan saraf
kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator
M : Metastasis Jauh
13
Stadium 0 T1s N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium IIA T2a N0 M0
Stadium IIB T1 N1 M0
T2a N1 M0
T2b N0, N1 M0
Stadium III T1 N2 M0
T2a, T2b N2 M0
T3 N2 M0
Stadium IVA T4 N0, N1, N2 M0
Stadium IVB Semua T N3 M0
Stadium IVC Semua T Semua N M1
1.7. Penatalaksanaan
A. Angiofibroma Nasofaring
Tindakan operasi merupakan pilihan utama selain terapi hormonal,
radioterapi. Berbagai pendekatan operasi yang dapat dilakukan sesuai dengan lokasi
tumor dan perluasannya, seperti melalui trasnpalatal, rinotomi lateral, rinotomi
sublabial atau kombinasi dengan kraniotomi frontotemporal bila sudah meluas ke
intrakranial.
Sebelum dilakukan operasi pengangkatan tumor selain embolisasi untuk
mengurangi perdarahan yang banyak dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna dan
anestesi dengan teknik hipotensi.
Pengobatan hormonal diberikan pada pasien dengan stadium I dan II dengan
preparat testosteron resptor bloker (flutamid).
Pengobatan radioterapi dapat dilakukan dengan stereotaktik radioterapi
(Gamma Knife) atau jika tumor meluas ke intrakranial dengan radioterapi konformal
3 dimensi.
Untuk tumor yang meluas ke jaringan sekitar dan mendestruksi dasar
tengkorak sebaiknya diberikan radioterapi prabedah atau terapi hormonal dengan
14
B. Karsinoma Nasofaring
Untuk stadium I dilakukan radioterapi, stadium II dan III dilakukan
kemoradiasi, stadium IV dengan N <6 cm dilakukan kemoradiasi, dan stadium IV
dengan N >6 cm dilakukan kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi.
Pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang
tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran selesai,
tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan
pemeriksaan radiologi dan serologi serta tidak ditemukan adanya metastasis jauh.
Operasi tumor induk sisa atau kambuh diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi
yang berat akibat operasi.
Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi.
Mulut rasa kering disebabkan oleh keruakan kelenjar liur mayor dan minor sewaktu
penyinaran. Tidak banyak yang dapat dilakukan selain menasihatkan pasien untuk
makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemana pun pergi, dan mencoba
memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya air
liur.
Perawatan paliatif diindikasikan langsung terhadap pengurangan rasa nyeri,
mengontrol gejala, dan memperpanjang usia. Radiasi sangat efektif untuk mengurangi
nyeri akibat metastasis tulang.
15
BAB III
KESIMPULAN
16