TUMOR MEDIASTINUM
Dosen Pembimbing:
dr. Elvita R. Daulay, M. Ked (Rad), Sp. Rad (K)
Oleh:
Hafiz Ramadhan : 140100060
Christine Pamphila : 140100165
Mery Natalia Hutapea : 140100026
Stephannie Tandy : 140100125
Yusuf Hardi Lubis : 140100034
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS PADA
TUMOR MEDIASTINUM
Oleh:
Hafiz Ramadhan : 140100060
Christine Pamphila : 140100165
Mery Natalia Hutapea : 140100026
Stephannie Tandy : 140100125
Yusuf Hardi Lubis : 140100034
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Pemeriksaan Radiologis pada Tumor Mediastinum”. Penulisan makalah ini
adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior
Program Pendidikan Dokter di Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada dokter
pembimbing dr. Elvita R. Daulay, M. Ked (Rad), Sp. Rad (K) yang telah
meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan
makalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik ini maupun susunan bahannya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
1
2
1.2 TUJUAN
1.3 MANFAAT
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
2.2.1 Definisi
Tumor merupakan suatu benjolan abnormal yang ada pada tubuh,
sedangkan mediastinum merupakan suatu rongga yang terdapat pada paru kanan
dan kiri yang berisi jantung, aorta, arteri besar, pembuluh darah vena, trakea,
kelenjar timus, kelenjar getah bening, jaringan ikat, dan lainnya. Oleh karena itu
tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat didalam mediastinum dan berasal
dari salah satu struktur atau organ yang ada pada mediastinum tersebut.1, 5
Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, oleh karena itu
pembesaran tumor dapat menekan organ-organ yang ada pada rongga
mediastinum, akibat dari penekanan pada organ tersebut itu dapat mengancam
jiwa. Kebanyakan pertumbuhan tumor pada rongga mediastinum ini terkesan
lambat, oleh karena itu banyak penderita datang dengan tumor yang sudah besar,
8
disertai dengan keluhan dan tanda akibat penekanan tumor pada organ
sekitarnya.1
2.2.2 Faktor Risiko
Secara umum faktor-faktor risiko yang dianggap penyebab terjadinya tumor
mediastinum adalah:6
1. Penyebab Kimiawi
2. Faktor Genetik
Perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan
pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
3. Faktor Fisik
4. Faktor Nutrisi
5. Faktor Hormon
2.2.3 Klasifikasi
Klasifikasi tumor mediastinum didasarkan atas organ/jaringan asal tumor
atau jenis histologinya seperti pada tabel ini yang dikemukakan oleh Rosenberg.1
Tumor yang paling sering pada bagian mediastinum anterior adalah tumor
thymoma, teratoma, thyroid disease, dan lymphoma. Pada bagian mediastinum
posterior tumor yang paling sering terjadi adalah tumor neurogenik. Pada bagian
mediastinum medium tumor yang paling sering adalah bronchogenic cyst dan
pericardial cyst.2
1. Timoma
Timoma adalah tumor epitel yang bersifat jinak dengan derajat keganasan
rendah dan yang ditemukan pada mediastinum anterior. Tumor ini dapat
menginvasi lokal ke jaringan sekitarnya, tetapi jarang bermetastasis ke luar toraks.
Kebanyakan terjadi pada umur 40 tahun keatas, dan jarang terjadi pada anak-anak
dan dewasa muda.7
10
Keluhan yang paling sering terjadi pada tumor timoma ini adalah nyeri dada,
batuk, sesak, atau gejala lain yang berhubungan dengan invasi atau penekanan
tumor ke jaringan sekitarnya. Satu atau lebih tanda dari sindrom paratimik sering
ditemukan pada pasien timoma, misalnya miastenia gravis, hipogamaglobulinemi
dan aplasia sel darah merah.7
a. Paratracheal
b. Carinal
c. Hilar
d. Paraesofageal
e. Miscellaneous
11
3. Tumor Neurogenik
Dapat ditemukan pada semua umur, namun terbanyak pada golongan umur
muda, dan tumor neurogenik ini berada pada bagian mediastinum posterior.
Sembilan puluh lima % massa pada mediastinum posterior muncul dari interkostal
nervus rami atau pada wilayah saraf simpatis, 70-80% tumor neurogenik ini jinak,
dan separuhnya itu asimtomatis akan tetapi, terkadang dapat menyebabkan gejala
akibat penekanan pada sistem neurologi.1,2
2.2.4 Diagnosis
2.2.4.1 Anamnesis
Tumor mediastinum sering tidak menunjukkan adanya gejala klinis dan
terdeteksi pada saat dilakukan pemeriksaan foto thoraks. Pada tumor mediastinum
yang jinak biasanya timbul gejala pada saat terjadi peningkatan ukuran tumor
yang menyebabkan penekanan pada struktur mediastinum. Pada tumor
mediastinum yang ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekanan atau invasi
ke struktur mediastinum.
Gejala dan tanda yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat seperti:
- Batuk dan sesak muncul pada saat terjadi penekanan atau invasi pada trakea
dan/atau bronkus utama.
- Disfagia muncul pada saat terjadi penekanan atau invasi pada esofagus.
- Sindroma vena kava superior (SVKS).
- Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlihat, paralisis
diafragma bila terjadi penekanan pada nervus phrenikus.
12
- Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau terjadi penekanan pada
sistem syaraf.1
2.2.4.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi,
ukuran dan keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ
sekitarnya. Kemungkinan tumor mediastinum dapat dikaitkan dengan beberapa
keadaan klinis lain, misalnya:
- Myastenia gravis mungkin menandakan timoma.
- Limfadenopati mungkin menandakan limfoma.1
2.2.4.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada tumor mediastinum mencakup :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium rutin sering tidak memberikan informasi
yang berhubungan dengan tumor. Laju endap darah (LED) kadang meningkat
pada limfoma dan tuberkulosis mediastinum. Uji tuberkulin diperlukan bila
ada kecurigaan limfadenitis tuberkulosis. Pemeriksaan kadar T3 dan T4
dibutuhkan untuk tumor tiroid. Pemeriksaan a-fetoprotein dan b-HCG
dilakukan jika ada keraguan pada tumor mediastinum yang termasuk dalam
kelompok tumor sel germinal yaitu seminoma atau non-seminoma. Kadar a-
fetoprotein dan b-HCG tinggi pada golongan non-seminoma.1
2. Endoskopi
a. Bronkoskopi harus dilakukan bila ada indikasi operasi. Tindakan
bronkoskopi dapat memberikan informasi tentang pendorongan atau
penekanan tumor terhadap saluran napas dan lokasinya dan juga dapat
melihat apakah telah terjadi invasi tumor ke saluran napas. Bronkoskopi
sering dapat membedakan tumor mediastinum dari kanker paru primer.
b. Mediastinokopi untuk tumor yang berlokasi di mediastinum anterior.
c. Esofagoskopi.
d. Torakoskopi diagnostik.1
3. Prosedur Patologi Anatomik
13
1) Pasien dengan bagian atas terbuka berdiri antara film dengan sumber sinar,
dengan bagian lateral thoraks menempel pada film.
2) Tangan pasien diangkat ke atas atau diletakkan di atas kepala dengan
sentrasi sinar vertebra torakal 6-7.
3) Pasien inspirasi maksimal dan tahan napas.
D. Posisi Top Lordotik
Untuk melihat kelainan pada puncak paru dan melihat lobus medius paru.
Adapun teknik pengambilan foto thoraks posisi top lordotik:
E. Posisi Oblique
Untuk melihat kelainan yang pada pemotretan posisi PA atau lateral masih
belum jelas. Adapun teknik pengambilan foto thoraks posisi oblique:
1) Pasien berdiri di antara film dengan sumber sinar dengan bagian ventral
thoraks sebelah kiri/kanan menempel pada kaset dan membentuk sudut 45
dengan kaset.
2) Lengan yang dekat dengan film diletakkan di atas kepala, yang sebelahnya
lagi bertolak pinggang dengan siku di belakang.
3) Sentrasi sinar di vertebra torakal 6-7.
F. Posisi Lateral Dekubitus
Untuk melihat cairan dalam kavum pleura yang sedikit jumlahnya, kurang
dari 100-200 cc atau pada posisi PA belum dapat ditentukan adanya cairan dalam
kavum pleura. Adapun teknik pengambilan foto thoraks posisi lateral dekubitus:
Dalam membuat foto thoraks ada 2 kondisi yang dapat sengaja dibuat,
tergantung bagian mana yang ingin diperiksa, yaitu:
C. Posisi sesuai
Posisi standar yang paling banyak dipakai adalah posisi PA dan lateral.
Foto thoraks biasanya juga diambil dalam posisi erect (berdiri). Cara
membedakan posisi PA dan AP adalah sebagai berikut:
1) Pada foto AP, skapula terletak di dalam bayangan thoraks, sementara pada
foto PA, skapula terletak di luar bayangan thoraks.
2) Pada foto AP, klavikula terlihat lebih tegak dibandingkan dengan foto PA.
3) Pada foto PA, jantung terlihat lebih jelas.
4) Pada foto AP, gambaran vertebra terlihat lebih jelas.
D. Simetris
Untuk melihat kesimetrisan foto, jarak sendi sternoklavikularis kanan dan
kiri terhadap garis mediana adalah sama.
Gambar 2.5 Foto thoraks PA. Gambar 2.6 Foto thoraks AP.
Gambar 2.7 Foto thoraks lateral. Gambar 2.8 Foto thoraks lordotik.
20
Gambar 2.9 Foto thoraks dekubitus kiri. Gambar 2.10 Foto thoraks dekubitus kanan.
Gambar 2.12 Foto proyeksi PA/L tumor germ cell mediastinum anterior.5
Tumor mediastinum anterior tampak dengan baik dan jelas disertai
redaman heterogen yang terkait dengan nodul intratumoral kalsifikasi
menunjukkan adanya teratodermoid mediastinum. Perhatikan juga kalsifikasi
lengkung.11
2. Fluoroskopi
Fluoroskopi merupakan istilah yang digunakan ketika pancaran sinar X
berkekuatan rendah diberikan secara berkesinambungan pada pasien untuk
menghasilkan citra dinamis yang dapat ditampilkan pada monitor. Berbagai
prosedur seperti penggunaan barium pada saluran pencernaan, arteriografi, dan
prosedur intervensional di monitor dan dilakukan dengan menggunakan
fluoroskopi.21 Fluoroskopi dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya
aneurisma aorta pada tumor mediastinum medial.1
27
3. CT Scan
A. Prinsip Dasar CT
Komponen CT terdiri atas circular scanning gantry yang merupakan tabung sinar
X dan detektor, meja penderita, generator sinar X, dan unit komputer pengolah data.
Pada CT, komputer digunakan untuk menggantikan film kaset dan kamar gelap
difungsikan dengan cairan-cairan pengembang serta fiksirnya seperti foto sinar X biasa.
Tabung rontgen dan kumpulan detektor berada di dalam suatu wadah yang
disebut gantry. Di tengah-tengah gantry terdapat lubang yang berfungsi untuk
memasukkan atau menggeser meja beserta pasien dengan motor-motornya.24
Mulai pesawat CT generasi ketiga, gantry dapat dimiringkan ke belakang atau
sagital. Pada pesawat CT dapat diambil gambar dengan selisih ketebalan mencapai
1 mm sehingga dapat dilihat 2 daerah yang berhimpitan menjadi struktur yang
terpisah satu sama lain dengan jelas. Namun, pengambilan gambar dengan interval
ketebalan yang tipis akan menimbulkan noise level.24
Penilaian densitas dalam gambar CT dikenal dengan istilah hiperdens,
hipodens, dan isodens. Hiperdens menunjukkan gambaran putih, hipodens
memberikan gambaran hitam dan isodens memberikan gambaran yang sama dengan
organ sekitarnya. Perbedaan densitas tersebut tergantung pada perbedaan daya serap
organ tubuh terhadap sinar X. Oleh karena itu, dibuatlah penomoran image dengan
satuan HU (Hounsfield Unit). Semakin tinggi nilai HU maka densitas gambar semakin
tinggi. Beberapa zat telah ditetapkan nilai HU-nya, misalnya densitas air adalah 0 HU dan
udara adalah -1000 HU.
B. Indikasi Pemeriksaan CT
Gambar 2.26 CT scan yang menggambarkan anatomi pada tingkat arkus aorta dan
karina.23
34
Gambar 2.27 CT scan yang menggambarkan anatomi pada tingkat atrium dan
ventrikel.23
35
Gambar 2.28 Seorang pria berusia 36 tahun dengan timus invasif. CT scan
kontras-kontras menunjukkan bagian atas padat padat yang heterogen (panah)
dengan kalsifikasi kecil pada aspek anterior kiri arteri pulmonalis utama.2
Gambar 2.29 Seorang pria berusia 37 tahun dengan kista perikardial. CT scan
kontras-kontras menunjukkan a thin-walled water-attenuation cyst (panah).2
iii. Ganglioneuroma
Ganglioneuroma adalah tumor jinak yang mengandung satu
atau lebih sel-sel yang matur. Bergerak ke atas dari sel-sel ganglion saraf,
ganglioneuroma adalah tumor paling jinak dan paling terdiferensisasi dari
tumor ganglion autonom. Kebanyakan pasien asimtomatis dan mendapat
diagnosa pada dekade ke-2 dan ke-3 umurnya.2
4. MRI
Gambaran pada MRI menunjukkan isointens pada T1 dan hiperintens pada T2.
B. Teratoma
D. Esophageal leiomyoma
Lesi berbatas tegas, atenuasi yang homogen, massa ovoid pada posterior
mediastinum. Massa menekan mid-esofagus, tidak ada gambaran fat plane
diantara massa dan esophagus. Pada MRI, signal T1 intermediate dan relatif
rendah pada T2 dibandingkan neoplasma-neoplasma ganas dan lymph node.
Adanya hyperattenuating mass yang berada diantara trakea dan esofagus and
mencapai bagian medial apeks rongga ekstrapleura kanan. Pada MRI, signal T1
intermediate dan homogeny hipointens pada T2.
Lesi bulat, berbatas tegas. Pada MRI, hiperintens di bagian sentral T2 dan
hipointens di perifer T2.
H. Neuroblastoma
Invasi neuroblastoma kedalam kanan vertebra. Pada gambar T1 mempunyai
sinyal hipointens sedangkan pada T2 hiperintens.
5. Angiografi
6. USG
1) Gelombang yang datang tegak lurus dengan bidang tertentu maka akan
dipantulkan tegak lurus pula, tetapi bila membentuk sudut tertentu (sudut
datang), akan dipantulkan dengan besar sudut keluar sama dengan sudut
datang.
2) Dalam bidang yang berlapis, gelombang akan diteruskan (dihambat).
Semakin dalam lapisan, intensitas gelombang makin kecil, sehingga untuk
mendapatkan intensitas yang stabil/tetap diperlukan amplifikasi tiap
lapisan.
3) Gelombang akan dibiaskan/dihambat dengan sudut bias tertentu.
4) Gelombang dapat dihambat 100%. Apabila gelombang mengenai
benda/organ keras, maka gelombang dihambat 100% sehingga pada
permukaan benda akan tampak lengkung (arch sign) dan memberi
gambaran posterior acoustic shadow pada bagian belakang benda
tersebut.
Hasil pemeriksaan USG toraks yang baik tergantung pada keterampilan dan
pengalaman operator (pemeriksa) juga didukung oleh alat yang baik. Kadang-
kadang USG sudah baik tapi karena salah pemakaian probe (transduser) hasil
yang didapat tidak optimal. Gambaran yang ditampilkan USG toraks bersifat
dinamis sebagian besar didasarkan pada analisis artefak. Keakraban dengan
berbagai artefak dan kecakapan teknis adalah kebutuhan dasar untuk pemeriksaan
USG toraks. Posisi pasien yang akan diperiksa tidak diharuskan dalam keadaan
tidur terlentang seperti pada pemeriksaan CT scan dan MRI. Pemeriksaan USG
toraks ini sangat bergantung keterampilan individu operator maka hasil gambaran
USG toraks tidak sama tepat seperti imaging lain. Gambaran optimal tergantung
pada pilihan penempatan pemeriksa sesuai posisi pasien.8
45
C. Display Mode’s
Echo dalam jaringan dapat diperlihatkan dalam bentuk:8
1) A- mode L : dalam sistem ini, gambar yang berupa defleksi vertikal pada
osiloskop. Besar amplitudo setiap defleksi sesuai dengan energi eko yang
diterima transduser (untuk mendeteksi objek yang diam, dan probe dalam
keadaan diam).
2) B- mode : pada layar monitor (screen) eko nampak sebagai suatu titik dan
garis terang dan gelapnya bergantung pada intensitas eko yang dipantulkan
dengan sistem ini maka diperoleh gambaran dalam dua dimensi berupa
penampang irisan tubuh, cara ini disebut B Scan (Untuk deteksi objek
diam, dan probe digunakan dengan bergerak. Memperlihatkan semua
jaringan yang dilewati oleh scan ultrasound. Jika diamati dengan cepat
akan terlihat secara real time).
3) M- mode : alat ini biasanya digunakan untuk memeriksa jantung.
Tranduser tidak digerakkan. Disini jarak antara transduser dengan organ
yang memantulkan eko selalu berubah, misalnya jantung dan katupnya
(Untuk objek bergerak dan probe bergerak (contoh: scanning jantung).
Hasilnya berupa garis gelombang biasanya untuk ultrasound).
7. Ekokardiografi
8. Esofagografi
9. Kedokteran Nuklir
BAB 3
KESIMPULAN
ultrasound-guide untuk biopsi pada tumor di mediastinum dan USG juga bisa
membedakan apakah tumor itu solid atau kistik.
Untuk tumor mediastinum, pemeriksaan esofagografi disarankan apabila
ada curiga invasi atau penekanan ke esofagus. Selain itu, PET/CT yang
dikombinasi lebih sensitif dan spesifik untuk mendeteksi keganasan yang
tersembunyi, staging tumor, dan mendeteksi penyakit rekuren dan/atau metastasis.
Penggunaan 18F-FDG PET/CT dapat bermanfaat untuk evaluasi lanjut bagi
pasien dengan tumor mediastinum.
55
DAFTAR PUSTAKA